Anda di halaman 1dari 3

SAAT ISLAM BICARA TENTANG NUKLIR

oleh Adi Wijaya pada 09 April 2011 jam 4:54

Sebulan lalu. Gempa dahsyat berkekuatan 9,0 skala richter yang disusul sapuan tsunami telah
meninggalkan duka derita di negari sakura, Jepang. Tidak sampai disitu. Duka itu disusul
tsunami ketakutan saat dikabarkan reaktor nuklir pembangkit listrik Jepang rusak. Ada
kekhawatiran akan berulang tragedi three mile island di Amerika Serikat (AS) tahun 1979
dan tragedi Cherenobyl di Ukraina tahun 1986.

Dampak dari radiasi nuklir memang sangat merusak dan berlangsung lama. Di Cherenobyl,
para peneliti menemukan bahwa burung yang hidup di sekitar wilayah ledakan nuklir,
memiliki otak 5 persen lebih kecil dari burung normal.

Tragedi three mile island, Cherenobyl dan Fukushima Jepang telah membuat dunia phobia
terhadap nuklir. Tak terkecuali Indonesia. Padahal sudah lama muncul wacana tentang
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.

 Padahal nuklir bisa dijadikan sebagai penyuplai kebutuhan energi di Indonesia. Bandingkan
saja, 1 kilogram bahan nuklir dapat menghasilkan energi yang setara dengan 12.000 barel
minyak bumi. Disini terbukti bahwa energi nuklir menyimpan energi yang luar biasa.

 Karena menyimpan energi yang besar, maka nuklir pun menjadi primadona dunia. Energinya
tak hanya dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, tapi juga merambah dunia
militer. Senjata berhulu ledak nuklir adalah salah satu senjata yang paling ditakuti. Sebab
memiliki daya rusak yang luar biasa. Maka negara manapun yang menguasai nuklir, dia
memiliki peluang besar untuk menguasai dunia. Paling tidak ditakuti dan disegani lawan.

 Oleh karena itu, bahasan nuklir saat ini tak bisa tidak, harus dikaitkan dengan berbagai
konspirasi politik dari negara-negara adidaya. Bukti nyata akan hal ini adalah
dideklarasikannya berbagai perjanjian yang berat sebelah. Ada perjanjian Non Proliferation
Treaty (NPT), Strategic Arms Limitation Talks (SALT), Strategic Arms Reduction Treaty
(START), Intermediate Range Nuclear Force Treaty (INF), serta banyak lagi perjanjian yang
lain.

 Sayangnya perjanjian itu dilaksanakan secara diskriminatif. Misalnya perjanjian NPT yang
ditandatangani oleh 187 negara. Dari 187 negara itu terbagi dalam dua kelompok. Negara
yang memiliki senjata nuklir (AS, Rusia, Cina, Prancis, Inggris) dan negara yang tidak
memiliki senjata nuklir. Isi perjanjian tersebut negara yang memiliki senjata nuklir
berkomitmen untuk melakukan pelucutan senjata nuklir secara menyeluruh. Adapun negara
yang tidak memiliki senjata nuklir sepakat untuk tidak mengembangkannya. Maka bagi
negara yang mencoba memiliki senjata nuklir akan terkategori “pengkhianat” dan akan
mendapatkan sanksi. Seperti yang terjadi pada Irak, Iran, dan Korea Utara.

 Nyatanya, kelima negara yang memiliki senjata nuklir itu hingga kini tak pernah melucuti
senjatanya. Janji hanya tinggal janji. Justru sekarang AS lah negara yang paling ngotot untuk
mengontrol monopoli terhadap senjata nuklir. Alih-alih mau melucuti senjata nuklirnya, AS
malah terus melakukan inovasi untuk mengembangkan senjata nuklir generasi terbaru.
Sejarah telah mencatat, AS pernah dibuat “panas dingin” ketakutan pada tahun 1995 saat
Iran, negeri berpenduduk mayoritas muslim itu, mengumumkan bahwa negerinya telah
memiliki instalasi nuklir. Bahkan hingga kini ketakutan itu terus meradang. AS kerap kali
menuding Iran sebagai pengembang senjata nuklir. Bahkan boleh jadi, gembar gembor
tentang bahaya nuklir pasca tsunami di Jepang juga adalah strategi AS, untuk menumbuhkan
phobia terhadap nuklir. Karena AS juga pernah mengalami tragedi sejenis Cherenobyl dan
Fukushima. Tapi toh hingga kini mereka justru semakin gencar mengembang nuklir. Tak ada
rasa khawatir sedikit pun.

 Jadi dari fakta diatas jelas sudah bahwa perjanjian NPT dan sejenisnya yang diikuti oleh
negeri-negeri muslim, seperti Irak, Iran, bahkan mungkin termasuk Indonesia, hanyalah
perangkap yang digunakan oleh negara adidaya untuk memperkuat diri mereka dan
melemahkan negara lain. Khususnya dunia Islam.

 Dalam pandangan Islam perjanjian seperti ini terkategori perjanjian politik (al-mu’ahadah
as-syasiyah) yang haram hukumnya. Sebab akan membuka kesempatan kepada negara lain
untuk mengontrol kekuatan Islam. Dan langkah ini adalah bentuk pemberian jalan kepada
negara lain untuk menguasai negeri muslim. Hal ini jelas bertentangan dengan sabda Allah

 “Sekali-kali Allah tidakakan pernah memberikan jalan kepda orang-orang kafir untuk
menguasai orang-orang mukmin.” (QS. An-Nisa : 141)

 Maka dalam pandangan Islam, perjanjian yang tidak adil seperti itu harus dibatalkan.

Lalu apa yang harus dilakukan oleh dunia Islam terhadap teknologi nuklir? Maka untuk hal
ini kebijakannya dikembalikan kepada ketentuan syariat Islam. Islam tidak pernah
mengekang perkembangan teknologi. Silakan memanfaatkan teknologi apa saja, selama
dalam koridor syariat.

 Bahkan sejarah telah membuktikan perkembangan dan kegemilangan teknologi justru terjadi
pada masa kekhilafahan Islam. Saat kota-kota di Eropa masih gelap dan kumuh, negeri Islam
telah memiliki tata kota yang sangat Indah. Jika malam jalan-jalannya diterangi oleh
gemerlapan lampu.

 Setali tiga uang dengan pemanfaatan nuklir. Tidak ada larangan untuk memanfaatkannya.
Apalagi keperluan hidup dan termasuk untuk keperluan militer. Dalan Al-Quran, surah Al-
Anfal ayat 60 Allah telah memerintahkan Rasulullah dan para sahabatnya untuk menyiapkan
kekuatan apapun yang mereka punya. Jika peperangan tempo dulu di jazirah Arab,
menambatkan kuda adalah salah satu cara untuk menunjukkan kekuatan. Dengan harapan
musuh akan gentar melihat kekuatan kaum muslimin.

 Nah jika sekarang negara musuh menambatkan nuklir, maka mau tidak mau dunia Islam pun
harus memiliki persenjataan nuklir, minimal sekelas atau bahkan lebih.

 Mengenai hukum penggunaan senjata mematikan sejenis nuklir dalam peperangan bisa
diklasifikasikan dalam tiga pendapat.

 Pertama, menurut mazhab hanafi, boleh digunakan untuk mengalahkan musuh, baik disana
terdapat orang-orang yang haram dibunuh, seperti kaum muslimin atau anak-anak dan kaum
perempuan non-muslim, baik terpaksa dibunuh atau tidak. Tentu dengan tetap
memperhatikan adanya halangan atau kesulitan untuk mengalahkan musuh menggunakan
senjata lain.

 Kedua, menurut pandangan mazhab syafii, boleh digunakan untuk mengalahkan musuh
meski dalam kondisi tidak terpaksa sekalipun dan walaupun musuh bisa dikalahkan tanpa
menggunakan senjata tersebut. Namun ada syaratnya, jumlah kaum muslimin saat itu sedikit.
Karena itu jika jumlah kaum muslimin banyak dan mereka bisa mengalahkan musuh tanpa
harus menggunakan senjata seperti ini, maka hukumnya tidak boleh.

 ketiga, menurut mazhab Malik, dalam kondisi tidak mendesak yaitu saat di pihak lawan
terdapat kaum muslim, anak-anak atau kaum perempuan, maka hukum penggunaan senjata
tersebut haram.

 Jadi dapat disimpulkan, penggunaan senjata yang mematikan (senjata nuklir) di medan
perang untuk mengalahkan musuh diperbolehkan. Tapi tidak boleh begitu saja
menggunakannya. Boleh digunakan selama diorientasikan untuk kemaslahatan Islam, kaum
muslimin, dan tentunya seluruh alam. Serta harus diingat pula, Islam bukanlah agama yang
begitu gampang memproklamirkan perang. Perang (jihad) adalah jalan terakhir, ketika
serangkaian mediasi tak menemukan hasil

Anda mungkin juga menyukai