Ilmu yang mempelajari tentang nuklir dirasa belum cukup lama dilakukan.
Pada awal abad 19 penggunaan teknologi nuklir baru mulai diperkenalkan, namun
penggunaan teknologi nuklir itu sendiri erat kaitannya untuk keperluan perang
dikarenakan perang dunia kedua sedang berlangsung pada saat itu. Jika dilihat dari
sejarahnya, awal penggunaan nuklir memang digunakan untuk memproduksi
senjata sehingga hal tersebut secara turun temurun berdampak pada pengertian
nuklir itu sendiri terhadap masyarakat dunia terutama masyarakat Indonesia.
Terlebih lagi, masih kurangnya edukasi mengenai kegunaan nuklir yang positif
sehingga masyarakat selalu menganggap bahwa nuklir selalu berdampak negatif
terhadap kehidupan manusia. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri dikarenakan
bangsa Indonesia sendiri merdeka akibat Jepang yang menyerah terhadap sekutu
pada perang dunia kedua akibat pengeboman pada dua kota Hiroshima dan
Nagasaki oleh bom nuklir sehingga menyebabkan kekosongan kekuasaan (vacum
of power) yang dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sehingga memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Penjatuhan bom nuklir di Jepang tersebut
tentu sangat dikenal di seluruh dunia beserta dampak yang ditimbulkannya. Tidak
terkecuali oleh masyarakat Indonesia yang kala itu juga dijajah oleh Jepang. Hingga
saat ini, turun temurun dampak pengeboman nuklir di Jepang akan selalu diingat
yang mengakibatkan masyarakat secara luas yang kurang mengerti mengenai ilmu
kenukliran menganggap bahwa nuklir akan berdampak negatif seperti layaknya
bom. Padahal, jika nuklir berada di tangan yang benar maka akan menghasilkan
manfaat yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, namun dikarenakan
penyalahgunaan teknologi nuklir yang terjadi di masa lalu yaitu untuk
memproduksi senjata yang mematikan jutaan umat manusia sehingga masyarakat
belum bisa menerima pemanfaatan teknologi nuklir yang positif di Indonesia
seperti halnya untuk keperluan energi yaitu dengan pembangunan Pembangkit
Lisrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Sejarah nuklir yang pahit tentu akan diingat sepanjang masa dalam kehidupan
manusia. Apalagi jika pemanfaatan teknologi nuklir itu sendiri terutama terhadap
energi juga mengalami masa lalu yang buruk. Hal tersebut tentu berpengaruh
terhadap pembangunan PLTN di Indonesia. Kecelakaan PLTN yang terjadi di
berbagai belahan dunia sepanjang sejarah mengakibatkan penundaan pembangunan
PLTN di Indonesia. Sebagai contoh, kecelakaan terparah yaitu Chernobyl yang
merupakan pusat tenaga nuklir di Ukraina yang meledak dan mengakibatkan
korban jiwa serta dampak yang ditimbulkan yaitu radiasi yang mengakibatkan cacat
tubuh, kanker, dan dalam penanganannya belum selesai hingga sekarang. Dalam
sepanjang sejarah, memang dampak radiasilah yang selalu ditakutkan oleh manusia
ketika PLTN dibangun dan mengalami kecelakaan. Karena dampak dari radiasi itu
sendiri memengaruhi kehidupan manusia karena sangat berbahaya. Zat-zat
radioaktif jika tersebar di lingkungan maka seluruh makhluk hidup yang ada baik
itu tanaman, hewan, bahkan manusia akan mengalami imbasnya. Tidak hanya
Chernobyl kecelakaan nuklir lainnya Fukushima, Three Mile Island, serta lainnya
yang termasuk kategori kecelakaan pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Seperti
halnya, pada kecelakaan PLTN Fukushima yang disebabkan oleh bencana alam
yaitu gempa dan tsunami sehingga terjadi radioaktivitas di wilayah kecelakaan
tersebut. Pengamanan sumber radioaktif yang ada pada PLTN harus diwaspadai
supaya tidak terjadi kebocoran yang tidak diinginkan. Setelah ilmu nuklir
mengalami sepak terjang yang begitu panjang. Indonesia sendiri sudah turut andil
dalam peningkatan pemanfaatan teknologi nuklir. Berbagai peraturan dan undang-
undang terkait teknologi nuklir telah dibuat oleh pemerintah Indonesia, namun yang
jadi pertanyaan selama ini mengapa PLTN di Indonesia tidak dibangun hingga
sekarang? Padahal pemerintah Indonesia telah menetapkan peraturan semenjak
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958 sehingga membentuk Dewan Tenaga
Atom dan Lembaga Tenaga Atom yang kemudian disempurnakan menjadi Badan
Teknologi Atom Nasional (BATAN).
Sudah hampir 70 tahun semenjak pemerintah membuat peraturan mengenai
kenukliran. Seharusnya PLTN sudah dapat dibangun di Indonesia, namun tidak
terjadi hingga sekarang. Disinilah titik permasalahan yang terjadi. Sejak awal,
tenaga nuklir dimanfaatkan sebagai senjata dan digunakan sebagai perang, namun
lambat laun nuklir digunakan untuk kedamaian dengan peningkatan pemanfaatan
teknologi nuklir terutama pada bidang energi. Terdapat badan pusat yang mengatur
seluruh negara di dunia dan terdapat perjanjian di dalamnya. Badan tersebut yaitu
International Atomic Energy Agency (IAEA). Indonesia pun tergabung di
dalamnya. Akan tetapi, hal tersebut membuat Indonesia dengan mudah mengakses
teknologi nuklir untuk membangun PLTN? Regulasi-regulasi yang ditetapkan
pemerintah juga berpengaruh terhadap pembangunan PLTN di Indonesia. Tidak
hanya regulasi nasional saja, bahkan regulasi internasional yang terjadi dalam
penukliran akan berpengaruh terhadap suatu negara. Di dalam suatu regulasi tentu
terdapat sebuah tujuan untuk dicapai bersama dalam skala internasional.
Peningkatan-peningkatan pemanfaatan teknologi nuklir yang digunakan dalam
skala global yaitu dalam pembangkit listrik telah banyak digunakan di berbagai
negara. Dari sekian banyak negara yang menggunakan PLTN tidak ada satu
diantaranya, Indonesia memiliki PLTN tersebut. Masalah inilah yang harus
dihadapi negara Indonesia agar Indonesia dapat membangun PLTN dan digunakan
sebagai kebutuhan listrik masyarakat.
Melalui pendekatan kuantitatif dengan memerhatikan data-data terkait
regulasi teknologi nuklir pada skala internasional maupun regional dengan
membandingkan sebagai pendekatan kualitatif. Secara analisis logis pada
pendekatan kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif agar mendapatkan suatu titik
temu permasalahan yang terjadi terkait pengaruh penyalahagunaan teknlogi nuklir
dan pengamanan sumber radioaktif terhadap peningkatan teknologi nuklir pada
pembangunan pembangkit listrik tenanga nuklir di Indonesia.
1
Bhaskara, “Nuklir yang Penuh Kontroversi.”
dengan dasar ideologi yang berbeda. Berbeda dengan Indonesia yang sejak awal
tidak memiliki senjata nuklir.
Indonesia merupakan negara yang mendukung terciptanya Asia Tenggara
bebas senjata nuklir. Hal ini dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno
Marsudi seperti yang dikutip pada tirto.id bahwa Aksesi negara-negara pemilik
senjata nuklir terhadap Protokol Traktat SEANWFZ sangat penting untuk
memastikan efektivitas traktat tersebut dan sekaligus memastikan 600 juta
penduduk ASEAN terbebas dari ancaman senjata nuklir 2. SEANWFZ sendiri yaitu
Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone yang berarti Kawasan Bebas Senjata
Nuklir Asia Tenggara yang merupakan suatu kesepakatan negara-negara asia untuk
mengamankan kawasan ASEAN dari nuklir sehingga kawasan Asia Tenggara
bebas senjata nuklir. Regulasi pemerintah Indonesia terhadap safeguard tentu telah
ditetapkan baik secara undang-undang maupun peraturan pemerintah terkait seperti
halnya peraturan kepala BAPETEN. Regulasi pemerintahan Indonesia terhadap
penyalahgunaan teknologi nuklir di Indonesia yaitu pada Undang-Undang No. 8
Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran
Senjata-senjata Nuklir. Dalam undang-undang tersebut secara garis besar berisi
tentang keadaan Negara Indonesia yang merupakan Negara non nuklir yang
menjadi Peserta pada Perjanjian ini akan menerima peraturan
pengamanan/pengawasan (safeguard) Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)
dan untuk ini antara negara peserta dan badan tersebut akan dibuat persetujuan
mengenai pengamanan/ pengawasan itu. Dalam hal ini, Indonesia merupakan salah
satu dari sekian negara yang tidak memiliki senjata nuklir, sehingga ketika nuklir
berada di Negara Indonesia akan dimanfaatkan sebagai hal yang positif salah
satunya yang bergerak dalam bidang ketenagalistrikan dengan pembangunan
PLTN. Akan tetapi, sampai saat ini nuklir di Indonesia dimanfaatkan dalam bidang
lain seperti kesehatan, peternakan, serta pertanian. Untuk, pembangunan PLTN di
Indonesia sebagai negara penggerak yang memiliki tenaga nuklir masih berupa
wacana belaka.
Sumber tenaga listrik dari yang dihasilkan dari PLTN merupakan suatu
contoh pemanfaatan nuklir dalam hal positif. Seiring berkembangnya zaman,
keberadaan nuklir sudah tidak lagi digunakan untuk perang. Akan tetapi, masih
banyak stigma-stigma bahwa nuklir akan berdampak buruk bagi kehidupan
manusia. Padahal dengan penanganan yang tepat, nuklir merupakan tenaga yang
sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan energi di dunia. Beberapa negara sudah
menggunakan PLTN sebagai pasokan energi listrik, namun Indonesia belum
melakukannya. Semenjak ditetapkannya regulasi mengenai ketenaganukliran di
Indonesia, sampai saat ini pembangunan PLTN di Indonesia hanyalah sebuah
rencana saja.
Regulasi terkait dalam pembangunan PLTN tentu erat kaitannya dengan
regulasi dalam bidang energi serta pembangunan jangka panjang. Regulasi yang
terkait diantaranya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional (KEN) dan Undang-undang No. 17 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP). Pembangunan PLTN di Indonesia sudah lama
direncanakan, sejak awal tahun 1970-an perencanaan secara serius pembangunan
PLTN telah dilakukan dengan pembentukan Komisi Persiapan Pembangunan
PLTN (KP2PLTN) 4. Melalui lika-liku yang begitu panjang hingga memasuki awal
tahun 2000-an bahkan sampai sekarang pun PLTN hanya menjadi rencana
pembangunan saja tanpa perealisasian lebih lanjut.
Politisasi energi yang terjadi di Indonesia sangat kuat. Bahkan, negara-negara
asing yang ingin berinvestasi kepada Indonesia dalam pembangunan PLTN pun
hasilnya ditolak. Seperti yang dikutip pada tirto.id yaitu Pemerintah Rusia berminat
menanam investasi untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
di Indonesia. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin menyatakan
pemerintah Rusia menilai pengembangan PLTN merupakan solusi mempercepat
pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia yang kini baru mencapai tingkat
elektrifikasi 89,5 persen. Pihak Rusia juga mengusulkan beberapa calon lokasi
aman untuk PLTN berkapasitas 1.000 Mega Watt. Calon lokasi itu misalnya Pulau
Bangka dan Kalimantan Timur. Tapi, pemerintah Indonesia menolak penawaran
tersebut 5. Tidak hanya Rusia, Jepang pun menawarkan hal yang sama yakni
menawarkan kerja sama teknologi nuklir di Indonesia. Dari pengalaman
kecelakaan PLTN Fukushima di Jepang yang diakibatkan oleh gempa dan tsuami,
Jepang siap berbagi pengalaman kepada Indonesia jika tertarik menggunakan
energy nuklir. Terlebih lagi, memang dari kondisi geologis Indonesia yang rawan
terjadi bencana alam. Diharapkan dengan kecelakaan Fukushima di Jepang dapat
dijadikan pelajaran bagi negara Indonesia, namun pemerintah Indonesia malah
menawarkan teknologi Energi Baru terbarukan. Padahal, perbedaan biaya dan
tenaga yang dihasilkan memiliki perbandingan yang jauh.
4
“Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia.”
5
antara, “Rusia Ingin Bangun Pembangkit Tenaga Nuklir di Indonesia.”
Berdasarkan analisis kuantitatif dengan memerhatikan jumlah PLTN di dunia
yaitu digunakan lebih dari 400 negara, namun tidak satupun PLTN tersebut berada
di Indonesia.
ada kaitannya dengan pasokan energi negara yang tercukupi akibat pembangunan
PLTN di negaranya. Karena memang tenaga nuklir menghasilkan tenaga yang
sangat besar dan efisiensi sangat murah dibandingkan sumber energi yang lain.
Akan tetapi, dapat dilihat bahwa penggunaan energi nuklir selalu dinilai unggul dan
paling murah diantara yang lainnya. Oleh karena itu, sebenarnya pembangunan
PLTN di Indonesia saat ini sangat cocok dilakukan.
6
“Jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Di Dunia | Databoks.”
7
“Quo Vadis Energi Nuklir Indonesia - Kumparan.Com.”
Indonesia sebagai negara pihak pada Nonproliferasi Nuklir, Indonesia
memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan teknologi nuklir dalam tujuan damai
bukan dalam persenjataan. Sehingga penyalahgunaan teknologi nuklir di Indonesia
sangat kecil sekali, karena Indonesia pula tergabung dalam IAEA selaku badan
atom internasional yang mengawasi setiap ada tindakan mencurigakan dalam
konteks memproduksi senjata nuklir, memperkaya sumber radioaktif, serta hal-hal
lain yang dinilai bukan penggunaan nuklir untuk safety. Dalam hal ini, PLTN di
Indonesia seharusnya dapat dibangun bukan hanya perencanaan saja seperti
perencanaan pembangunan dalam penggunaan energi nuklir yang telah dijabarkan
pada dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2016-2050.
Berdasarkan penelitian BAPETEN dikutip dari tirto.id bahwa adan Tenaga
Nuklir Nasional (Batan) menyimpulkan sebanyak 77,53 persen masyarakat di
Tanah Air mendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). 8
Maka dari itu, sebenarnya Indonesia telah mampu membangun PLTN di negaranya.
Hubungan antara regulasi terkait ketenaganukliran yang ditetapkan pemerintah
dalam berbagai undang-undang, seharusnya dapat merealisasikan pembangunan
PLTN di Indonesia. Hanya saja perencanaan pembangunan PLTN sejak lama ini
belum terealisasi hingga sekarang.
Melalui analisis kuantitatif dan perbandingan tersebut, dari membandingkan
efesiensi penggunaan teknologi nuklir dengan yang lainnya dan membandingkan
jumlah PLTN di Indonesia dengan jumlah PLTN yang ada di dunia, sehingga dapat
dilakukan analisis kualitatif yang bersumber dari regulasi serta data-data terkait
penyalahgunaan teknologi nuklir dan keamanan sumber radioaktif, bahwa
Indonesia tidak dapat menyalahgunakan teknologi nuklir dikarenakan berkomitmen
untuk tidak mengembangkannya, sehingga PLTN di Indonesia sebenarnya tidak
perlu mengkhawatirkan penyalahgunaan teknologi nuklir. Pengamanan Sumber
Radioaktif yang terjadi akibat limbah yang dihasilkan PLTN telah diatur pula dalam
regulasi pemerintah agar safety dan security supaya tidak jatuh di tangan orang
yang salah sehingga menimbulkan ilegalisasi penggunaan sumber radioaktif serta
digunakan secara selamat, demi menghindari kecelakaan nuklir yang terjadi di
Indonesia. Untuk peningkatan dalam pemanfaatan teknologi nuklir salah satunya
digunakan sebagai pembangkit listrik yang seharusnya dapat terwujud, namun
hingga saat ini tidak berbuah hasil. Justru, peningkatan pemanfaatan teknologi
nuklir yang dilakukan oleh BATAN dibawah pengawasan BAPETEN
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, peternakan, serta pertanian, belum
mencapai dalam bidang energi. Padahal, salah satu usaha peningkatan pemanfaatan
teknologi nuklir di Indonesia dalam bidang energy yaitu pembangunan PLTN
sebagai pasokan energi di Indonesia.
Pembangunan PLTN di Indonesia belum terwujud dari awal 1970-an hinga
sekarang bukan karena faktor sumber daya alam, karena sumber radioaktif
Indonesia sudah memilikinya namun pemanfaatannya bukan dalam bidang energi.
Faktor lain yang bukan yakni sumber daya manusia. Pada sumber daya manusia
dinilai cukup kompeten dan mampu dalam membangun PLTN di Indonesia, banyak
ilmuwan dari Indonesia yang telah cukup menguasai energi nuklir. Dari sisi
8
Idhom, “Survei Batan Klaim Masyarakat Indonesia Dukung PLTN.”
ekonomis, pembangunan PLTN memang dirasa memakan biaya yang cukup mahal,
namun hal tersebut sebanding dengan tenaga yang dihasilkan, ramah lingkungan
dibandingkan dengan energi yang lainnya. Dari sisi geologis di Indonesia yang
merupakan negara rawan bencana, Jepang yang telah mengalami kecelakaan
Fukushima dengan terbuka berbagi pengalamannya terhadap Indonesia agar tidak
terulang kejadian yang sama. Lagipula, PLTN Fukushima saat itu masihlah
generasi satu, padahal saat ini PLTN telah mencapai generasi empat yang
memungkinkan dapat mengatasi kejadian tidak terduga seperti bencana alam.
Berdasarkan analisis kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan-
pendekatannya, penggunaan teknologi nuklir di Indonesia terhambat oleh politisasi
di dalam negara sendiri, dan bahkan di internasional. Negara Rusia sendiri
mengungkapkan bahwa pemerintah Rusia menyadari wacana pengembangan
PLTN di Indonesia pasti menghadapi tantangan politik yang berat. Maka dari itu,
pembangunan PLTN di Indonesia mengalami kemunduran terus dan masih
bertahan dengan sumber energi lama dan justru mengalihkan ke sumber energi yang
justru penggunaannya lebih mahal dari sumber utamanya. Sedangkan, pada sumber
energi yang lebih murah, tidak diperkenalkan dan ditunda-tunda dikarenakan
politisasi dalam bidang energi sangat kuat di Indonesia.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia akan dibangun
jika keadaan politisasi di Indonesia tidak terlalu kuat melalui kebijakan pemerintah
yang menekankan pada penggunaan energi nuklir demi pembangunan PLTN di
Indonesia. Dari sekian banyak PLTN di dunia, Indonesia dapat memilikinya sesuai
dengan Rencana Umum Energi Nasional yakni seburuk-buruknya tahun 2050
mendatang. Regulasi yang terjadi di Indonesia dirasa cukup baik secara teoritis.
Sehingga perlu diperbaiki kembali pada sistem kebijakan pemerintah dalam hal
energi agar nuklir dapat berperan menjadi pasokan energi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Bhaskara, Ign L. Adhi. “Nuklir yang Penuh Kontroversi.” tirto.id. Accessed August
31, 2019. https://tirto.id/nuklir-yang-penuh-kontroversi-bEAZ.
Udiyani, Pande Made, Sri Kuntjoro, and Jupiter Sitorus Pane. “AKTIVITAS DAN
KONSEKUENSI DISPERSI RADIOAKTIF UNTUK DAERAH KOTA
DAN PEDESAAN.” Jurnal Pengembangan Energi Nuklir 17, no. 2
(December 29, 2015): 79–86.
https://doi.org/10.17146/jpen.2015.17.2.2603.