Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

ELEKTRONIKA NUKLIR

MODUL 07

RANGKAIAN KOINSIDEN

Disusun Oleh :

Dharmawan Eka Putra ( 18/431321/TK/47914 )

KELOMPOK G

Tanggal Praktikum : Selasa, 1 September 2020

Asiten Praktikum :

Marvin Ilham Russell (17/413826/TK/46266)

LABORATORIUM SENSOR DAN SISTEM TELEKONTROL

DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2020
BAB 1

LANDASAN TEORI

Transistor pada umumnya digolongkan menjadi dua jenis besar, yaitu jenis
BJT (Bias Junction Transistor) dan jenis FET (Field Effect Transistor). Namun,
yang sering digunakan yaitu jenis BJT dikarenakan transistor jenis FET sering
digunakan untuk kinerja yang membutuhkan kecepatan yang tinggi.
Bahan dasar pembuatan transistor antara lain Silikon, Germanium, dan
Galium Arsenide. Kemudian, untuk kemasan dari transistor biasa terbuat dari
plastik, metal, atau surface mount, dan ada beberapa juga jenis transistor yang
dikemas dalam satu wadah biasa disebut IC (integrated circuit).
Fungsi dari transistor bermacam-macam tergantung jenis transistor yang
digunakan. Pada umumnya penggunaan transistor pada rangkaian analog yaitu
sebagai fungsi amplifier, mencakup pengeras suara, stabilisator, dan penguat
sinyal radio. Pada rangkaian digital, transistor digunakan sebagai memori, logic
gate, dan rangkaian-rangkaian digital lainnya.
Berdasarkan karakteristiknya Transistor BJT dibagi menjadi dua jenis
yakni Transistor jenis NPN dan PNP. Dilihat dari segi namanya yang
membedakan yakni kutub-kutub pada transistor. Pada jenis NPN (Negatif-Positif-
Negatif), sedangkan pada PNP (Positif-Negatif-Positif). Sehingga kinerja pada
kedua transistor memiliki prinsip yang berbeda.

1.1. Karakteristik Transistor

A. Transistor NPN
Karakteristik transistor NPN dapat dilihat dari arah panah ketika
melihat sketsa gambar, namun pada bentuknya dapat dilihat melalui kaki-
kakinya. Tegangan kontruksi dan terminal untuk emitor pada NPN panah
mengarah kebawah, dapat dilihat pada gambar berikut :

Terdapat symbol b (basis), c (kolektor), e


(emitor). Basis yang merupakan kaki tengah
pada simbol, Emitor merupakan kaki yang
memiliki tanda panah, dan kolektor kaki
yang berada diatas emitor. Gambar tersebut
dapat disebut juga sebagai simbol transitor
NPN.
Untuk transistor NPN tersusun oleh semikonduktor tipe P yang
diapit oleh dua buah semikonduktor tipe N. Kaki-kaki yang dimiliki
pada sebuah transistor dapat diartikan bahwa terdapat pula ruang
diantara kaki tersebut yakni. Ruang emitor, ruang basis, serta ruang
kolektor. Skema ruang-ruang tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut :

N
j
j
j
j
j
j
k
j
,
k
n
Terlihat lapisan semikonduktor tipe P lebih kecil daripada 2
semikonduktor tipe N. Ruang semikonduktor tipe P yang merupakan
daerah basis dibuat lebih kecil dikarenakan mengandung banyak
muatan positif. Pada semikonduktor tipe N yang menjadi daerah emitor
ini disisipkan lebih banyak logam pengotor dibandingkan dengan
semokonduktor tipe N yang menjadi daerah kolektor, sehingga pada
daerah emitor lebih banyak terdapat elektron bebas dibandingkan
dengan daerah kolektor, walaupun kedua daerah ini dibuat dari bahan
yang sama yaitu semikonduktor tipe N.
Arus aliran NPN mengalir dari kolektor ke emitor sehingga untuk
mengalirkan arus tersebut dibutuhkan sambungan ke sumber positif
pada kaki basis. Apabila arus pada basis berkurang, maka arus yang
mengalir pada kolektor ke emitor juga berkurang hingga titik cutoff.
Tegangan pada kinerja NPN dimulai ketika mengenai kaki basis
hingga titik saturasi, kemudian arus mulai mengalir sebagaimana
mestinya. Contoh rangkaian sederhana pada NPN yaitu pada gambar
berikut :
Transistor tipe BJT akan bekerja jika kaki-
kaki transistor diberi tegangan bias. Pemberian
tegangan bias juga memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing tergantung metode
yang digunakan. Namun, jika terintegrasi
dengan IC, pemberian tegangan bias tidak perlu
dilakukan karena sudah menjadi satu pada IC,
seperti gambar disamping. Namun, jika
rangkaian diberi tegangan bias dapat dilihat pada rangkaian dibawah
ini :
Dapat dilihat pada pemberian tegangan bias
agar rangkaian transistor bekerja memerlukan
hambatan dimana pemberian hambatan tersebut
berlaku untuk Rb (Hambatan basis) dan Rc
(Hambatan Kolektor), sehingga pada rangkain
tersebut memerlukan pula Vbb (Tegangan bias)
dan Vcc sebagai sumber teganan.

B. Transistor PNP

Karakteristik transistor PNP memiliki kebalikan dari transistor NPN,


hanya saja pada transistor PNP polaritas tegangan dibalik. Yang
membedakan lagi nampak pada simbol dari PNP itu sendiri dimana arah
panah emitor mengarah keatas.

Dapat dilihat pada gambar berikut, yang


merupakan skema dari Transistor PNP. Dimana
semikonduktor N diapit oleh 2 semikonduktor P
yang merupakan kebalikan dari NPN.

Pada transistor PNP arus mengalir pada kaki basis sehingga transistor
off. Arus akan mengalir jika kaki basis diberi sambungan ke ground (-) dan
dapat menginduksi arus pada kaki emitor ke kolektor. Transistor PNP
memakai arus base kecil dan teganan bsae negative guna mengontrol arus
emitter-kolektor yang jauh lebih besar. Dengan kata lain, untuk transistor
PNP emitter memiliki nilai lebih positif terhadap base dan juga terhadap
kolektor.

Kontruksi dan tegangan terminal untuk transistor PNP memiliki


karakteristik seperti NPN bipolar dilihat menurut arah arus dan tegangan
dibalik guna mengalirkan arus. Rangkaiannya dapat dilihat sebagai berikut :

Tegangan base dan Emiter (VBE) menjadi positif di


Emiter dan negative pada base. Terminal base selalu
bias negative seiring dengan kondisi emitter. Sumber
tegangan Sumber tegangan yang terhubung ke
transistor PNP terhubung oleh Emitter dengan
resistor beban. Rangkaian yang membatasi arus
maksismum yang mengalir melalui perangkat yang
terhubung ke terminal kolektor. Tegangan Base (Vb) yang bias negative
seiring dengan Emiter dan terhubung ke base resistor (Rb) yang lagi berfungsi
membatasi base arus maksimum.

Secara base, transistor PNP bias menggantikan transistor NPN pada


sebagian akibat rangkaian yang ditonjolkan oleh perbedaan polaritas tegangan
dan arah aliran arus. Transistor PNP dapat dipakai menjadi perangkat
switching atau sakelar.

1.2. Daerah Kerja Transistor

Transistor BJT memiliki daerah kerja berdasarkan tiga penggunaan


berbeda yaitu : Daerah cutoff, Daerah saturasi, Daerah aktif, dan
Daerah Breakdown. Daerah kerja ini dapat digunakan melalui
karakteristik transistor. Pembedaan daerah kerja ini dapat digunakan
untuk menganalisa arus dan teganan transistor.
A. Daerah Cutoff

Dioda Emiter diberi pra-tegangan mundur sehingga menimbulkan


tidak terjadinya pergerakan electron yang menyebabkan arus basis (IB)
= 0, Arus Kolektor (IC) = 0.

B. Daerah Saturasi

Dioda kolektor diberi pra-tegangan mundur, dengan tegangan


melebihi VCE(sat) yaitu tegangan yang menyebabkan diode kolektor
saturasi agar menghindari daerah saturasi ini, Dioda emitter diberi pra-
tegangan maju begitu pula dengan diode kolektor sehingga arus
kolektor IC akan mencapai nilai maksimum, tanpa bergantung lagi pada
arus basis (IB) sehingga menyebabkan transistor tidak dapat
dikendalikan, maka daerah ini harus dihindari.
C. Daerah Aktif

Dikarenakan terdapat penambahan pra-tegangan maju pada diode


emitter dan diode kolektor diberi pra-tegangan mundur sehingga daerah
menjadi aktif, maka terjadilah arus emitter sama dengan arus kolektor
ditambah dengan arus basis. Maka transistor dapat dikendalikan

D. Daerah Breakdown

Dioda kolektor diberi pra-tegangan mundur yang melebihi Tegan


breakdown dimana tegangan kolektor ke emitter saat arus basis adalah
nol, maka arus kolektor (IC) melebihi batas spesifikasi yang disarankan
yang dapat menimbulkan kerusakan pada transistor ke depannya.

1.3. Transistor 2N3904


Transistor yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu transistor
2N3904 yang merupakan salah satu jenis dari transistor BJT model
NPN. Melihat dari karakteristik transistor NPN, kolektor dane mitor
akan dibiarkan terbuka (bias terbalik). Jumlah arus maksimum yang
dapat mengalir pada kolektor yaitu 200mA dengan transistor 2N3904.
Ketika transistor ini sepenuhnya bias maka dapat memungkinkan
memenuhi arus maksismum yang mengalir melintasi kolektor dan
emitor sehingga arus memasuki tahap saturasi. Ketika arus basis
dilepas, transistor menjadi mati penuh, tahap ini disebut sebagai
wilayah cutoff dan tegangan basis bias sekitar 600mV.

Aplikasi penggunaan transistor 2N3904 ini dapat digunakan


sebagai amplifier, penguat audio, mengontrol beban tegangan, serta
pada peralatan rumah tangga dapat diaplikasikan pada televisi, dsb.
BAB II
HASIL PRAKTIKUM

A. Tampilan hasil osiloskop

B. Rangkaian Koinsiden
C. Time Koinsiden

 = 7,136 s

BAB 3

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dibuat sedemikian rupa agar pulsa yang
dikeluarkan koinsiden. Koinsiden sendiri berarti hampir sama dengan kata lain
terdapat dua pulsa atau lebih yang keluaran pulsanya memiliki kenaikan yang
waktunya mendekati sama. Sehingga terdapat istilah time coincidence. Selang
waktu antara dua pulsa atau lebih tersebut berkisar 10-3 hingga 10-21. Jadi sangat
kecil sekali selang waktu yang dihasilkan.

Waktu koinsiden yang dihasilkan pada praktikum kali ini yaitu 7,136 s
mikro sekon. Hasil tersebut diperoleh dari T2-T1 pada tampilan hasil osiloskop.
Cara menentukan T2 atau T1nya dengan memperhatikan bagaiman kedua sinyal
tersebut mulai mengalami kenaikan. Pulsa-pulsa yang dikeluarkan selalu mungkin
didapatkan resolving time dari koinsiden unit yang mempunyai nilai terbatas dan
dapat terjadi hanya bila efisiensi dari transistor tidak 100% atau tidak dalam
kinerja maksimum, maka dari itu frekuensi yang diatur pada praktikum hanya
600Hz saja serta voltase cukup 5V.

Pada umumnya sinyal pada sumber radioaktif memiliki keluaran yang


random, namun pada praktikum kali ini rangkaian telah diatur koinsiden sehingga
pulsa yang dikeluarkan teratur. Pulsa yang dikeluarkan pada keluaran tersebut
berbentuk pulsa sinus serta pulsa kotak. Terjadi pulsa sinus dikarenakan tegangan
diterapkan menggunakan tegangan AC sebaliknya pada pulsa kotak yang
dikeluarkan tegangan yang digunakan tegangan DC.

Tegangan yang masuk pada rangkaian menghasilkan dua gelombang


berbeda. Terdapat pula function generator yang mana pada sinyal A tidak
dihubungkan, hanya sinyal B saja yang dihubungkan pada function generator.
Arus Emiter langsung masuk dan diteruskan pada osiloskop yang menyebabkan
sinyal B berbentuk sinusoidal. Terdapat hambatan emitor pula guna mengatur arus
emitor pada kinerja transistor yang berpengaruh pada pulsa keluaran A yang tidak
dihubungkan pada function generator melainkan langsung mengarah pada ground.
Ditambah pula arus yang digunakan DC sehingga memperkuat pulsa keluaran
agar memiliki waktu koinsiden dengan pulsa B.

Resolving time masing-masing pulsa keluaran dapat diketahui sama


halnya ketika ingin mengetahui waktu koinsiden. Namun, yang ditekankan pada
praktikum kali ini waktu koinsiden antara kedua pulsa, dimana terdapat perbedaan
waktu yang sangat tipis kali nyaris tidak terlihat, maka dari itu perlu dizoom
dengan skala 2µs/Div agar dapat melihat perbedaan waktu kenaikan antara kedua
pulsa tersebut dan didapatkan sebesar 7,136 s.

Perbedaan frekuensi input akan berpengaruh pada resolving time,


perbedaan tersebut ada karena terdapat hambatan yang ada pada rangkaian
tersebut. Semakin besar frekuensi maka resolving time semakin kecil. Pulsa
koinsiden didapatkan jika kedua transistor dalam kondisi reverse bias secara
bersamaan. Semakin besar frekuensi input maka nilai resistor akan semakin besar
pula. Laju cacah koinside dari kedua pulsa tersebut dapat dikatakan sebagai
resolving time dari dua pulsa yang bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai