Anda di halaman 1dari 62

KISI MIDSEMESTER1 DAN INTIP SOAL

MIDSEMESTER1.

https://forms.gle/RGzYoTPSpMdnASc68

Dasar-dasar Transistor (1)


Transistor merupakan salah satu komponen aktif elektronika yang memiliki beberapa fungsi yaitu
penguat (tegangan, arus dan daya), sebagai switching (pemutus dan penyambung), sebagai
penstabil dan lain lain. Komponen yang satu ini memiliki tiga elektroda yang diberi nama emitor
(E), basis (B) dan kolektor (C). Sebagaimana halnya dioda, transistor juga dibentuk dari bahan
bahan yang bersifat semikonduktor. Bahkan secara struktur transistor merupakan komponen
elektronik yang dibentuk dari gabungan dua buah dioda yang disusun sedemikian rupa.
Pertemuan dari gabungan dua buah dioda ini kemudian diberikan elektroda baru yang diberi
nama basis.
Kalau dilihat dari namanya transistor berasal dari dua suku kata yaitu transfer dan resistor.
Transfer berarti pemindahan dan resistor berarti hambatan listrik. Sehingga transistor dapat saja
kita definisikan sebagai perpindahan atau peralihan bahan hambatan (setengah penghantar)
menjadi penghantar pada kondisi tertentu.

Karena fungsinya yang sangat penting, transistor sangat banyak digunakan dalam rangkaian
elektronika dan menggeser fungsi tabung hampa udara yang banyak digunakan pada periode
sebelumnya. Dengan ditemukannya transistor telah membuat perubahan yang sangat besar
terhadap berbagai macam peralatan dan rangkaian elektornika. Sebelum ditemukannya
transistor, tabung hampa udara merupakan komponen utama dalam pembuatan peralatan
elektronika seperti radio, televisi, komputer, pemancar dan lain lain. Akibatnya peralatan tersebut
berukuran besar, berat, konsumsi daya sangat besar dan cara kerjanyapun sangat lambat.
Ketika fungsi tabung ini digantikan oleh transistor, peralatan menjadi lebih kecil, ringan,
konsumsi arus kecil dan cara kerjanyapun menjadi lebih cepat. Transistor juga merupakan
komponen dasar penyusun integrated circuit atau yang lebih dikenal dengan istilah IC
Transistor yang akan dibahas adalah transistor jenis BJT (Bias Junction Transistor). Transistor
BJT pertama kali dibuat oleh William Bradford Schockley, John Bardeen dan Walter Houser
Brattain pada tahun 1951 atas penemuannya ini ketiga Ilmuan ini dianugrahi hadiah Nobel pada
tahun 1956 dalam bidang fisika. Penemuan transistor membawa perubahan yang ekstrim dalam
dunia khususnya bidang elektronika. Jika dulu sebelum ada transistor peralatan elektronika
dibuat masih menggunakan tabung hampa yang memiliki ukuran yang besar dan membutuhkan
daya listrik yang tinggi untuk pengoperasiannya, namun setelah ditemukannya transistor,
peralatan elektronika dapat dibuat menjadi lebih kecil, handal dan tidak membutuhkan daya
yang besar untuk pengoperasiaanya. Penemuan transistor membawa perubahan besar dalam
industri elektronika dan membuka gerbang menuju dunia moderen hingga saat ini.

Dari awal mula transistor dibuat hingga saat ini ada 2 golongan besar transistor yaitu :

1. Transistor tegangan bias (Bias Junction Transistor (BJT))


2. Transistor efek medan (FET = Field Effect Transistor)

Namun dipasaran transistor jenis BJT paling banyak digunakan. Transistor efek medan lebih
banyak digunakan pada peralatan yang membutuhkan kecepatan kerja yang tinggi.

Bias Junction Transistor (BJT)

Transistor BJT sering disebut transistor saja, transistor berdasarkan susunan semikonduktor
pembentuknya dapat dibagi menjadi 2 tipe transistor yaitu : tipe PNP (Positif – Negatif –
Positif) dan Tipe NPN (Negatif – Positif – Negatif ). Gambar 1 berikut ini menunjukan
perbedaan simbol transistor NPN dan Transistor PNP.

Gambar 1 perbedaan simbol dan semikonduktor penyusun transistor NPN dan PNP

Kaki emitor (e) adalah kaki yang memiliki tanda anak panah. Kaki basis (b) adalah kaki tengah
pada simbol dan sisanya kaki kolektor (c). Transistor terbuat dari gabungan 3 jenis
semikonduktor. Untuk transistor NPN tersusun oleh semikonduktor tipe P yang diapit oleh 2
buah semikonduktor tipe N, sedangkan transistor PNP terbuat dari semikonduktor tipe N yang
diapit oleh 2 buah semikonduktor tipe P seperti pada gambar 1. Kedua tipe transistor ini dapat
disamakan dengan gabungan 2 buah dioda seperti pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 gabungan 2 buah diode dapat digunakan untuk menjelaskan transistor

Transistor mempunyai 3 kaki yaitu kaki emitor, kaki kolektor dan kaki basis, artinya di dalam
transistor juga terdapat 3 buah area yaitu area emitor, area kolektor dan area basis. Gambar 3
menunjukan 3 area yang terdapat di dalam transistor.

Gambar 3 sketsa konstruksi transistor NPN

Gambar 3 menunjukan sketsa konstruksi transistor NPN. Terlihat lapisan tipis semikonduktor
tipe P yang diapit oleh 2 semikonduktor tipe N. Semikonduktor tipe N yang lebih kecil akan
menjadi daerah emitor. Pada semikonduktor tipe N yang menjadi daerah emitor ini disisipkan
lebih banyak logam pengotor dibandingkan dengan semokonduktor tipe N yang menjadi daerah
kolektor, sehingga pada daerah emitor lebih banyak terdapat elektron bebas dibandingkan
dengan daerah kolektor, walaupun kedua daerah ini dibuat dari bahan yang sama yaitu
semikonduktor tipe N. Semokonduktor tipe P yang menjadi daerah basis dibuat tipis dan
banyak mengandung muatan positif (lubang).
Untuk menjelaskan cara kerja transistor ketiga daerah ini dapat digambar seperti pada gambar
4 berikut ini.

Gambar 4 sketsa 3 daerah pada transistor

Bila 2 semikonduktor yang berbeda misalnya tipe N dan tipe P disambung, maka pada bagian
sambungan akan timbul lapisan penyangga atau lebih tepat disebut depletion layer. Pada
transistor karena dibuat dari sambungan 3 jenis semikondutor, maka terdapat 2 lapisan
penyangga (depletion layer) yaitu antara sambungan daerah emitor dengan basis dan
sambungan antara basis dengan kolektor. Kondisi ini dapat digambar seperti pada gambar 4.
Karena daerah emitor memiliki elektron bebas lebih banyak, maka tebal lapisan deplesi antara
sambungan emitor-basis akan lebih tebal dibandingkan dengan sambungan basis kolektor.
Besar tegangan untuk melewati lapisan penyangga ini adalah 0,7 V untuk semikonduktor dari
bahan silikon dan 0,3 V untuk semikonduktor dari bahan germanium. Tegangan ini identik
dengan tegangan Knee (Vknee) pada dioda.

Transistor tipe BJT baru akan bisa bekerja jika kaki-kakinya diberi tegangan bias. Ada banyak
metode yang dapat digunakan untuk memberi tegangan bias  dan masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Pada pokok bahasan ini akan dibahas
proses pemberian tegangan bias pada kaki basis atau disebut bias basis. Gambar berikut ini
menunjukan rangkaian pemberi tegangan bias pada transistor NPN.
Gambar 5 transistor NPN yang diberi tegangan bias basis

Pada gambar 5, saat tidak ada tegangan bias pada kaki basis, maka arus basis (i b) tidak
mengalir ke transistor akibatnya transistor dalam posisi OFF atau tidak ada arus listrik yang
mengalir pada transistor. Ini terjadi karena kaki kolektor diberi tegangan balik (backward
voltage) dari tegangan sumber (V CC). Akibat tegangan balik ini zone deplesi pada sambung
kolektor-basis menjadi semakin tebal.
Gambar 6 ketika arus basis mengalir melalui basis

 Ketika kaki basis diberi tegangan bias maju (tegangan +), maka kaki basis – emitor yang
merupakan sebuah dioda mendapat tegangan maju (forward voltage), akibatnya elektron
bebas yang banyak terdapat di daerah emitor akan bergerak ke basis, zona deplesi antara
sambungan basis-emitor hilang. Karena jumlah elektron bebas pada daerah emitor lebih
banyak dari pada jumlah elektron bebas pada daerah kolektor, maka daerah kolektor akan
bersifat lebih positif dibandingkan dengan daerah emitor. Selain itu pada daerah kolektor
terhubung langsung ke tegangan + sumber (V CC), yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
tegangan bias basis, maka elektron – elektron bebas dari daerah emitor sebagian besar akan
mengalir ke tegangan + sumber melewati daerah kolektor dan sebagian kecil akan mengalir ke
tegangan + bias basis.
Pada saat elektron ini mengalir, maka akan mengalir arus listrik yang besarnya sama dengan
arus elektron tetapi arahnya berlawanan dengan arus elektron. Jika arus elektron mengalir
melalui emitor ke kolektor, maka arus listrik akan mengalir dari kolektor ke emitor. Arus listrik
yang mengalir dari tegangan sumber ke kaki kolektor disebut arus listrik kolektor (i C) dan arus
listrik yang mengalir dari kaki emitor menuju ke ground disebut arus listrik emitor (i E). Arus
listrik yang mengalir masuk ke kaki basis akan menuju ke kaki emitor, karena potensial listrik
di kaki kolektor lebih tinggi dibandingkan dengan potensial listrik di kaki basis, maka arus
listrik akan mengalir ke kaki emitor yang memiliki potensial listrik paling rendah seperti pada
gambar 7 berikut ini.
Gambar 7 transistor NPN aktif dan mengalirkan arus dari kolektor ke emitor

Kesetimbangan arus listrik yang mengalir melewati transistor ini dapat ditulis secara
matematis sebagai berikut :

 ie = ib + ic
Bagaimana dengan transistor PNP ?

Sama halnya dengan transistor NPN, hanya pada transistor PNP polaritas tegangan dibalik
seperti pada gambar 8 berikut ini.

Gambar 8 pemberian tegangan bias pada transistor PNP dan Tranasistor NPN
Pada transistor PNP kaki kolektor dihubungkan ke kutub negatif sumber tegangan (V CC) dan kaki
emitor dihubungkan ke kutub positif sumber tegangan. Kutub negatif tegangan bias (V BB)
dihubungkan ke kaki basis dan kutub positif tegangan bias bersama dengan kutub positif
sumber tegangan dihubungkan menjadi ground.  Bila pada transistor NPN yang menjadi ground
adalah kutub negatif, maka pada transistor PNP yang menjadi ground adalah kutub positif.

Analisa Rangkaian Transistor

Ada 3 macam rangkaian transistor yang umum digunakan yaitu :

1. Common Emitor (C-E), emitor yang digroundkan


2. Common collector (C-C), kolektor yang digroundkan
3. Common Basis (C-B), basis yang digroundkan
Rangkaian Common Emitor
Pada pembahasan ini, akan dibahas tentang rangkaian transistor common emitor.
Rangkaian common emitor adalah rangkaian yang paling umum dan mudah untuk dianalisa.
Berikut ini adalah contoh rangkaian common emitor yang paling sederhana.

Gambar 9 rangkaian common emitor


Pada rangkaian common emitor seperti pada gambar 9, kaki emitor dihubungkan ke ground.
Rangkaian ini mempunyai 2 loop yaitu loop kolektor-emitor (loop ce) dan loop basis-emitor
(loop be).
Pada loop be transistor mendapat tegangan bias maju (forward bias) dari basis ke emitor. Arus
listrik basis (ib ) dapat diatur besarnya dengan mengubah besar nilai resistor pembatas arus R b.
Mengubah arus listrik basis (ib) juga akan mengubah besar arus listrik kolektor (i c). Artinya arus
listrik kolektor (ic) dapat dikontrol dengan mengubah – ubah arus listrik basis (i b). Besar arus
basis jauh lebih kecil dibandingkan dengan arus kolektor.
Pada loop ce sumber tegangan Vcc memberikan tegangan balik (backward) ke kolektor – emitor
pada transistor melalui RC. Dalam kondisi tanpa bias maju pada loop be, transistor tidak akan
bekerja. Transistor baru akan bekerja jika ada arus basis. Karena transistor memiliki 3 kaki,
maka terdapat 3 tegangan pada transistor yaitu :
Vce = tegangan antara kaki kolektor dengan kaki emitor (Vce = Vc – Ve)
Vcb = tegangan antara kaki kolektor dengan kaki basis (Vcb = Vc – Vb )
Vbe = tegangan antara kaki basis dengan kaki emitor (Vbe = Vb – Ve)

Gambar berikut ini menunjukan posisi ketiga tegangan pada kaki-kaki transistor.

Gambar 10
tegangan pada kaki-kaki transistor

Untuk gambar rangkaian 9, tegangan pada kaki emitor (Ve) = 0 sehingga tegangan pada kaki
transistor dapat disederhanakan menjadi :

Vce = Vc
Vcb = Vc – Vb
Vbe = Vc
Loop be

Kaki basis ke emitor dapat dianggap sebagai sebuah dioda seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 11 kaki basis ke emitor dapat dianggap sebagai sebuah dioda

Maka hubungan arus basis dengan tegangan Vbe dapat digambar sebagai sebuah
tegangan knee (Vknee) pada dioda B-E.

Gambar 12 tegangan knee pada dioda b-e


Jadi arus listrik basis (ib) dapat mengalir melalui B-E jika tegangan Vbe lebih besar dari 0,7 V
untuk transistor dengan bahan silikon dan lebih besar dari 0,3 V untuk transistor germanium.
Karena Vbe besarnya sama dengan Vb jika tegangan emitor sama dengan nol, maka V b akan sama
dengan 0,7 V untuk transistor silikon dan akan sama dengan 0,3 volt untuk transistor
germanium.

Dengan menggunakan hukum 2 Kirchoff , maka arus basis dapat dihitung. Gambar 13
memperlihatkan loop be.

Menurut hukum ke 2 kirchoff dalam rangkaian tertutup, maka jumlah tegangan harus sama
dengan nol, sehingga didapat :

Loop CE

Gambar 14 berikut ini memperlihatkan loop CE pada transistor common emitor.


Gambar 14 loop ce transistor

Sama dengan loop be, loop ce juga dapat dianalisa dengan menggunakan hukum ke 2 Kirchoff
yaitu :

Hubungan, Ib, ic dan Vce dapat digambar sebagai sebuah kurva karakteristik transistor yaitu :
Gambar 15 hubungan ic, ib dan vce sebagai sebuah kurva karakteristik transistor
Daya yang hilang (PD) dapat dihitung :
Pd = Vce . ic
Daya yang hilang atau digunakan oleh transistor adalah besarnya tegangan kolektor emitor (V ce)
dikalikan dengan besarnya arus listrik kolektor (i c). Daya ini menyebabkan naiknya temperatur
pada sambungan semikonduktor kolektor dengan semikonduktor basis dan emitor. Transistor
umumnya akan rusak jika temperatur sambungan ini melebihi 150 oC. Pada gambar 15 terlihat
kurva karakteristik transistor yang bekerja pada arus basis sebesar i b dengan tegangan Vce yang
bervariasi dari nol hingga Vbreak. Vsat adalah tegangan saturasi yaitu tegangan pada saat arus
kolektor yang mengalir melalui transistor menjadi stabil (konstan). Sedangkan V break adalah
tegangan rusak. Daerah antara tegangan saturasi dengan tegangan rusak disebut daerah aktif
transistor. Transistor tidak boleh bekerja melebihi tegangan rusaknya. Daerah dari V ce = 0
hingga Vce = Vsat disebut daerah jenuh (saturation zone). Pada daerah jenuh ini penguatan arus
listrik (β) akan lebih kecil dari β ada daerah aktifnya.
Untuk arus basis yang bervariasi dari kecil hingga besar maka kurva karakteristik transistor
dapat digambar seperti pada gambar 16. Pada saat arus basis 0, maka arus kolektor masih ada
sedikit yang mengalir. Namun arus ini tidak dapat berpengaruh apa-apa. Daerah kurva pada
saat ib = 0 disebut cut-off region dan arus kolektor yang lewat pada zona cut-off region disebut
arus cut-off kolektor.

Arus cut-off kolektor ini terjadi karena pada dioda kolektor terdapat kebocoran arus, tapi
kebocoran arus ini sangat kecil sehingga dalam perhitungan dapat diabaikan.
Gambar 16 kurva karakteristik transistor

Jadi pada kurva karakteristik transistor terdapat 4 daerah (zona) yaitu daerah aktif, daerah
saturasi, daerah cut-off dan daerah breakdown. Transistor yang dirangkain untuk bekerja
sebagai penguat signal (amplifier) akan bekerja pada daerah aktif. Sedangkan transistor yang
dirangkai sebagai saklar akan bekerja pada daerah saturasi ketika dalam kondisi ON dan
bekerja pada daerah cut-off ketika dalam kondisi OFF. Bila kerja transistor masuk ke daerah
breakdown, maka transistor menjadi rusak. Ke 4 daerah kerja transistor ini dapat digambarkan
sebagai berikut.

Gambar 17 ke-4 daerah kerja transistor dalam kurva karakteristik transistor


Dasar-dasar Transistor (2)
Setiap transistor yang dijual dipasaran, selalu dilengkapi dengan datasheet. Datasheet adalah
lembaran informasi yang dibuat oleh pabrik produsen komponen elektronika yang berisikan
tentang informasi-informasi mengenai komponen elektronika yang dibuatnya. Sebelum
merancang atau mendesain rangkaian elektronika ada baiknya kita mengetahui tentang
informasi-informasi penting mengenai komponen elektronika yang akan kita gunakan di dalam
rangkaian. Semua informasi itu dapat ditemukan di dalam datasheet. Datasheet dapat
diperoleh dengan mudah di website atau mengcopy dari penjual komponen elektronika.

Pada kesempatan ini dibahas mengenai sifat dan karakteristik transistor dari keluar BD139 dan
pasangannya BD140. Transistor BD139 adalah transistor multiguna tipe NPN dan pasangan
BD139 adalah BD140 yang berjenis PNP. Berikut ini data sheet transistor BD139 dan BD140.
Gambar 1 halaman pertama datasheet BD139 & BD140

Pada halaman pertama datasheet seperti pada gambar 1 terlihat bahwa keluarga BD139 dan
BD140 mempunyai versi yang lebih rendah yaitu BD135 dan BD136. Yang membedakan kedua
golongan ini adalah kemampuan maksimumnya. Dari datasheet diketahui transistor BD139 dan
BD135 berjenis NPN dan transistor BD136 dan BD140 berjenis PNP. Gambar 1 pada datasheet
menunjukan konfigurasi kaki-kaki transistor. Package keempat transistor menggunakan sistem
SOT-32 dan dijual dalam bundel tabung. Informasi ini dapat dilihat pada tabel 1 gambar 1.
Gambar 2
halaman kedua datasheet transistor BD139 dan BD140

Halaman kedua datasheet dapat dilihat pada gambar 2. Pada halaman kedua terdapat 2 tabel
yaitu tabel 2 yang memberikan data tentang batas maksimum komponen dan tabel 3 yang
memberikan data tentang daya tahan panas komponen.

Dari tabel 2 pada gambar 2 diketahui transistor BD139 dan BD140 didesain untuk bekerja pada
arus DC yang memiliki tegangan listrik rendah. Transistor ini umum digunakan untuk penguat
signal audio dan sebagai saklar. Berarti transistor ini bekerja baik pada frekuensi audio. Kelas
yang lebih rendah dari BD139 dan BD140 adalah BD135 dan BD136. Dari tabel 2 didapat data :

VCBO = 80V untuk ie = 0


VCEO = 80V untuk ib = 0
VEBO = 5 V untuk ic = 0
VCBO adalah tegangan kolektor-basis pada kondisi emitor terbuka atau arus i e = 0, VCEO adalah
tegangan kolektor-emitor pada kondisi basis terbuka atau arus i b = 0 dan VEBO adalah tegangan
emitor-basis pada kondisi kolektor terbuka atau i c = 0. Harga ini adalah harga maksimum yang
tidak boleh dilampaui untuk menjaga agar transistor dapat bekerja dengan baik.

Dari tabel 2 gambar 2 juga didapat data tentang kuat arus maksimum yaitu :

Ic = 1,5 A
Icm = 3 A
Ib = 0,5 A
Ic = 1,5 A menyatakan arus maksimum yang dibolehkan pada kolektor ketika transistor sedang
beroperasi kontinyu adalah 1,5 A lebih dari ini transistor akan rusak. Sedangkan I cm = 3 A
menyatakan arus maksimum yang diijinkan untuk melewati kolektor ketika transistor
beroperasi tidak kontinyu atau sesaat. Besar arus ini adalah 3 A, jika melebihi 3 A maka
transistor akan rusak. Sedangkan arus basis maksimum adalah 0,5 A (Ib = 0,5 A).
Pada tabel 2 gambar 2 juga diberikan data tentang daya maksimum pada transistor jika
transistor dioperasikan maksimum. Jika transistor dioperasikan pada arus kolektor maksimum
maka daya yang transistor adalah P TOT = 12,5 Watt, ini terjadi jika body transistor dijaga
temperaturnya dibawah 25oC dan daya transistor akan turun menjadi 1,25 Watt , jika transistor
tidak didinginkan dan hanya temperatur ruang yang dijaga dibawah 25 oC.
Pada tabel 2 gambar 2 juga memberikan data tentang temperatur penyimpanan. Transistor
dapat disimpan dalam ruang yang memiliki batas temperatur (T stg) : -65 hingga 150 oC.
Sedangkan temperatur maksimum pada sambungan semikonduktor yang diijinkan adalah T j <
150oC.
Tabel 3 pada gambar 2 menunjukan nilai termal transistor. Dari data diketahui hambatan
termal antara sambungan dengan casing transistor adalah 10 oC/W sedangkan hambatan termal
sambungan dengan udara sekitar adalah 100oC/W.
Tabel 4 pada gambar 3 menunjukan harga karakteristik listrik transistor BD139 dan BD140. Dari
tabel 4 diketahui ICBO pada kondisi Vcb = 30V dan arus emitor (IE) = 0 atau emitor terbuka adalah
0,1 mikroAmpere untuk transistor NPN(BD139) dan -0,1 mikroAmpere untuk transistor PNP
(BD140) bila temperatur transistor kurang dari 25 oC. Bila temperatur transistor = 125 oC maka
arus (ICBO) naik menjadi 10 mA. Arus (ICBO) adalah arus bocor dari kolektor basis pada saat
transistor dalam keadaan OFF. Idealnya arus ini harus sama dengan Nol. Sedangkan arus bocor
emitor basis (IEBO) pada VEB = 5V untuk NPN dan VEB = -5V pada PNP saat Ic = 0 atau kolektor
terbuka adalah 10 mikroAmpere untuk NPN dan -10 mikroAmpere untuk PNP.
Tegangan VCEO pada saat ib = 0 untuk iC = 30 mA (NPN) dan iC = -30mA (PNP) adalah 80 Volt dan
-80Volt. Sedangkan tegangan VCE jenuh pada saat iC = 0,5 A dan ib = 0,05 A adalah 0,5 V.
Gambar 3 halaman 3 datasheet transistor BD139 & BD140

Penguatan arus (β) (pada tabel dilambangkan dengan h fe) untuk kedua transistor sama besarnya
yaitu minimum 25 dan maksimum 250.
Gambar 4 halaman ke-empat datasheet transistor BD139 dan BD140

Gambar 4 menunjukan kurva karakteristik transistor BD139 dan BD140. Gambar 2 pada gambar
21 menunjukan daerah operasi yang aman untuk transistor BD139 dan BD140. Sedangkan
gambar 3 pada gambar 4 menunjukan hubungan penurunan daya transistor terhadap kenaikkan
temperatur transistor.

Berikut ini penampakan transistor BD139 dan BD140

NPN PNP

Gambar 5 transistor BD139 dan BD140

Ukuran fisik transistor BD 139 dan BD140 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6 Halaman ke-lima datasheer transistor BD130 dan BD140

Gambar 6 menunjukan ukuran fisik dari transistor BD139 dan BD140. Kedua transistor memiliki
konfigurasi kaki yang sama dan ukuran fisik yang sama. Nilai ukuran fisik ini sangat berguna
pada saat mendesain PCB.
Dasar-dasar TRANSISTOR (3)
Pahami pelan2 dan bayangkan penerapan Konfigurasi transistor.

Basis (B), Kolektor (C), Emitor (E)

Konstruksi dan Tegangan terminal transistor NPN Bipolar

Tegangan antara Base dan Emitter (VBE), Positif di Base dan Negatif pada Emitter
karena untuk transistor NPN, terminal Base selalu Positif sehubungan Emitter. Tegangan
pasokan Kolektor Positif sehubungan Emitter (VCE). Menjadikan Kolektor selalu lebih
Positif sehubungan Base dan Emitter.

Kolektor terhubung ke VCC tegangan pasokan melalui resistor beban, RL yang juga
bertindak untuk membatasi arus maksimum yang mengalir melalui perangkat. Basis
pasokan tegangan VB terhubung ke Resistor Basis, untuk membatasi arus Basis
maksimum.
Transistor NPN  pergerakan pembawa Arus Negatif (Elektron) melalui wilayah Basis
yang merupakan aksi transistor, karena elektron menyediakan hubungan antara sirkuit
Collector dan Emitter. Hubungan antara rangkaian Input dan Output, Fitur aksi transistor
karena transistor yang memperkuat properti berasal dari kontrol konsekuen yang
diberikan oleh Base pada Collector ke Emitter.

Arus transistor dalam transistor NPN bipolar adalah rasio dari dua arus ini (Ic/ Ib),
disebut Gain Arus DC dan simbol dari HFE atau sekarang Beta (β). Nilai β hingga 200
untuk transistor standar, Rasio antara Ic dan Ib menjadi penguat ketika digunakan
diwilayah aktif karena Ib menyediakan Input dan Ic Output.

Arus Gain transistor terminal Kolektor dan Emitor, Ic/Ie, disebut Alpha (α), dan


merupakan fungsi dari transistor (elektron menyebar di persimpangan). Karena arus
emitor adalah jumlah dari arus basis yang sangat kecil ditambah arus kolektor yang
sangat besar, nilai alfa (α), dan untuk transistor sinyal daya rendah khas, nilai ini
berkisar 0,950 ke 0,999.

Hubungan α dan β dalam Transistor NPN (tunggu


sampai rumusnya terlihat.
Menggabungkan  α dan β menghasilkan dua ekspresi matematika yang memberi kan
hubungan antara arus yang berbeda yang mengalir dalam transistor.

Konfigurasi Common Emitter 


Sebagai Saklar Semikonduktor .

Untuk mengubah arus beban "ON" atau "OFF" dengan mengendalikan sinyal Base ke


transistor baik di wilayah Saturasi atau Cut-Off, Digunakan di wilayah aktif untuk
memperkuat Sinyal AC kecil yang diterapkan ke terminal Base-nya dengan Emitor yang
dibumikan.

Jika tegangan “Biasing” diterapkan pada Base sehingga memungkinkan untuk selalu


beroperasi di dalam Wilayah Aktif Linier, rangkaian penguat pembalik yang
disebut Penguat Emitor umum tahap tunggal dihasilkan.
Empat Mode Operasi Transistor -
 ➤ Saturasi  - Transistor bertindak seperti Sirkuit Pendek. 
                      Arus bebas mengalir dari Kolektor ke Emitor.
 ➤ Cut-Off   - Transistor bertindak seperti Sirkuit Terbuka. 
                      Tidak ada arus yang mengalir dari Kolektor ke Emitor.
 ➤ Aktif      -  Arus dari kolektor ke emitor sebanding dengan 
                      arus yang mengalir ke basis.
 ➤ Reverse-Aktif  - Seperti Mode Aktif, arus sebanding dengan arus basis,
                      tetapi mengalir secara terbalik. 

Sebagai Penguat Kelas A
Salah satu Terminal Base Bias untuk Bias Maju Persimpangan Base-Emitor. Hasilnya
transistor beroperasi diantara daerah Cut-Off dan Saturasi, sehingga memungkinkan
penguat transistor secara akurat mereproduksi bagian Positif dan Negatif dari Sinyal
Input AC.

Konfigurasi Emitor dikenal Kurva Karakteristik Keluaran, menghubungkan arus kolektor


output, (Ic) ke tegangan kolektor, (Vce) ketika nilai-nilai yang berbeda dari arus Base,
(Ib). Kurva karakteristik output diterapkan pada transistor untuk transistor dengan
nilai β yang sama.
"Load Line" DC  ditarik ke kurva output karakteristik untuk menunjukkan semua titik
operasi yang mungkin ketika nilaiyang berbeda dari arus basis diterapkan. Perlu
mengatur nilai awal Vce dengan benar untuk memungkinkan tegangan output bervariasi
ke atas dan ke bawah ketika memperkuat Sinyal Input AC disebut pengaturan titik
operasi atau Titik Quiescent, Q-point

Dasar-dasar TRANSISTOR (4)


Fungsi Transistor dan Cara Mengukurnya
Fungsi Transistor dan Cara Mengukurnya – Transistor merupakan salah satu Komponen Elektronika
Aktif yang paling sering digunakan dalam rangkaian Elektronika, baik rangkaian Elektronika yang
paling sederhana maupun rangkaian Elektronika yang rumit dan kompleks. Transistor pada
umumnya terbuat dari bahan semikonduktor seperti Germanium, Silikon, dan Gallium Arsenide.
Secara umum, Transistor dapat dibagi menjadi 2 kelompok Jenis yaitu Transistor Bipolar (BJT) dan
Field Effect Transistor (FET).
Baca juga : Pengertian Transistor dan Jenis-jenisnya.

Fungsi Transistor

Fungsi-fungsi Transistor diantaranya adalah :

sebagai Penyearah,

sebagai Penguat tegangan dan daya,

sebagai Stabilisasi tegangan,

sebagai Mixer,

sebagai Osilator

sebagai Switch (Pemutus dan Penyambung Sirkuit)

Struktur Dasar Transistor

Pada dasarnya, Transistor adalah Komponen Elektronika yang terdiri dari 3 Lapisan Semikonduktor
dan memiliki 3 Terminal (kaki) yaitu Terminal Emitor yang disingkat dengan huruf “E”, Terminal Base
(Basis) yang disingkat dengan huruf “B” serta Terminal Collector/Kolektor yang disingkat dengan
huruf “C”. Berdasarkan strukturnya, Transistor sebenarnya merupakan gabungan dari sambungan 2
dioda. Dari gabungan tersebut , Transistor kemudian dibagi menjadi 2 tipe yaitu Transistor tipe NPN
dan Transistor tipe PNP yang disebut juga dengan Transistor Bipolar. Dikatakan Bipolar karena
memiliki 2 polaritas dalam membawa arus listrik.

NPN merupakan singkatan dari Negatif-Positif-Negatif sedangkan PNP adalah singkatan dari Positif-


Negatif-Positif.

Berikut ini adalah gambar tipe Transistor berdasarkan Lapisan Semikonduktor yang membentuknya
beserta simbol Transistor NPN dan PNP.
Cara Mengukur Transistor

Kita dapat menggunakan Multimeter Analog maupun Multimeter Digital untuk mengukur ataupun
menguji apakah sebuah Transistor masih dalam kondisi yang baik. Perlu diingatkan bahwa terdapat
perbedaan tata letak Polaritas (Merah dan Hitam) Probe Multimeter Analog dan Multimeter Digital
dalam mengukur/menguji sebuah Transistor.

Berikut ini adalah Cara untuk menguji atau mengukur Transistor dengan Mengunakan Multimeter
Analog dan Multimeter Digital.

A. Mengukur Transistor dengan Multimeter Analog

Cara Mengukur Transistor PNP dengan Multimeter Analog

Atur Posisi Saklar pada Posisi OHM (Ω) x1k atau x10k

Hubungkan Probe Merah pada Terminal Basis (B) dan Probe Hitam pada Terminal Emitor (E), Jika
jarum bergerak ke kanan menunjukan nilai tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik

Pindahkan Probe Hitam pada Terminal Kolektor (C), jika jarum bergerak ke kanan menunjukan nilai
tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik.

Cara Mengukur Transistor NPN dengan Multimeter Analog

Atur Posisi Saklar pada Posisi OHM (Ω) x1k atau x10k

Hubungkan Probe Hitam pada Terminal Basis (B) dan Probe Merah pada Terminal Emitor (E), Jika
jarum bergerak ke kanan menunjukan nilai tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik

Pindahkan Probe Merah pada Terminal Kolektor (C), jika jarum bergerak ke kanan menunjukan nilai
tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik.
Catatan :
Jika Tata letak Probe dibalikan dari cara yang disebutkan diatas, maka Jarum pada Multimeter
Analog harus tidak akan bergerak sama sekali atau “Open”.

B. Mengukur Transistor dengan Multimeter Digital

Pada umumnya, Multimeter Digital memiliki fungsi mengukur Dioda dan Resistansi (Ohm) dalam
Saklar yang sama. Maka untuk Multimeter Digital jenis ini, Pengujian Multimeter adalah terbalik
dengan Cara Menguji Transistor dengan Menggunakan Multimeter Analog.

Cara Mengukur Transistor PNP dengan Multimeter Digital

Atur Posisi Saklar pada Posisi Dioda

Hubungkan Probe Hitam pada Terminal Basis (B) dan Probe Merah pada Terminal Emitor (E), Jika
Display Multimeter menunjukan nilai Voltage tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik

Pindahkan Probe Merah pada Terminal Kolektor (C), jika Display Multimeter nilai Voltage tertentu,
berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik.

Cara Mengukur Transistor NPN dengan Multimeter Digital

Atur Posisi Saklar pada Posisi Dioda

Hubungkan Probe Merah pada Terminal Basis (B) dan Probe Hitam pada Terminal Emitor (E), Jika
Display Multimeter menunjukan nilai Voltage tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik

Pindahkan Probe Hitam pada Terminal Kolektor (C), jika Display Multimeter menunjukan nilai
Voltage tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik.

Catatan :
Jika Tata letak Probe dibalikan dari cara yang disebutkan diatas, maka Display Multimeter Digital
harus tidak akan menunjukan Nilai Voltage atau “Open”
Salah satu cara pemberian tegangan (sumber daya) Pada transistor
adalah dengan menggunakan dua buah sumber tegangan.
Satu sumber diberikan antara emitor dan kolektor dan satu lagi di
berikan anatara emitor dan basisi.
Sumber tegangan yang diberikan pada transistor harus tegangan dari
sumber arus searah (DC = direct current).
Adapun caranya adalah berikut:

Pemberian tegangan pada Transistor. Tipe PNP


Antara kaki emito dan kolektor yaitu kaki emitor diberi tegangan positif
dan kaki kolektor diberi tegangan negatif

Antara kaki basis dan emitor yaitu kaki emitor diberi tegangan positif dan
kaki basis kolektor diberitegangan negatif

Pemberian tegangan pada Transistor. Tipe NPN


Antara kaki emito dan kolektor yaitu kaki emitor diberi tegangan negatif
positif dan kaki kolektor diberi tegangan positif
Antara kaki basis dan emitor yaitu kaki emitor diberi tegangan negatif
dan kaki basis kolektor diberi tegangan positif
TRANSISTOR LANJUTAN (5)
PENURUNAN RUMUS-RUMUS ANALISA PENGUATAN
TRANSISTOR DWI KUTUB DENGAN PARAMETER H

rs i1 hi i2
A C
+ + iL

Vs V1 hrv2 + hf  ho V2 ZL
-
i1

- -
B D

1. Penguatan Arus (AI)


Didefinisikan sebagai rasio arus keluaran terhadap arus masukan
IL i
AI   2 (I L  i 2) ..........................................................................................(1)
I1 i1
dari rangkaian diatas diperoleh:
i2 = hf · i1 + ho · v2 .........................................................................................................(2)
Dengan mensubstitusikan v2 = –i2 · zL ke (2):
i2 = hf · i1 – ho · i2 · zL
hf · i1 = i2 + ho · i2 · zL
hf · i1 = i2 (1 + ho · zL)
i2 - hf
AI    ................................................................................................(3*)
i1 1  h o  z L

2. Impedansi Input (Zi)


Didefinisikan sebagai hambatan pada bagian terminal masukan (A,B).
v1
Zi  ........................................................................................................................(4)
i1
Dari rangkaian input, diperoleh:
v1 = i1 · h1 + hr · v2 ........................................................................................................(5)
Sehingga:
i
i1  h i  h r  v v2
Zi  1  h i h 
r i1
2
.......................................
.......................................
.(6)
Dengan mengingat persamaan (1): i2 = -AI · i1
v2 = -i2 · zL = AI · i1 · zL ...............................................................................................(7)
Mensubstitusikannya ke (6):
A i z
Z i  h i  h r  I 1 L h i  h r  A I  Z L ...............................................................
i1 (8*)
Menuliskan kembali persamaan (3) dan mengubahnya ke ekuivalen admintansi,
1
dimana Y  .
Z
hf hf h f  YL
A I    .......................................................................(9)
1  ho  Z L ho h o  YL
1
YL
Mensubstitusikan (9) ke (8):
h r  YL  h f hrh
Z  h  h  A  Z  hi    hi  .................................(10*)
1 f
i i r I L
h o  YL YL h o  YL

3. Penguatan Tegangan (Av)


Didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan keluaran (v2) terhadap tegangan
masukan (v1).
v2
AV  ....................................................................................................................(11)
v1
Berdasarkan persamaan (7) dan mensubstitusikannya ke persamaan (11):
A I  i1  z A I  ZL
AV   ......................................................................................(12*)
Zi
L

v1

karena:
1 i
 1
Z i v1

4. Penguatan Tegangan Total (Avs)


Didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan keluaran (v2) terhadap tegangan
sumber (vs).
v 2 v 2 v1 v1
A VS     AV  ...................................................................................(13)
v s v1 v s vs
Berdasarkan rangkaian ekuivalen pada bagian input seperti berikut ini:
i1 v s  Zi
v1 
Zi  R s
rs
Sehingga:
Vs Zi v1 v s  Zi
AV 
Zi  R s A V  Zi
A VS   ...................... (14*)
vs Zi  R S

Berdasarkan persamaan (12) maka persamaan (14) dapat juga diubah menjadi:
A I  ZL
A VS  .........................................................................................................(15*)
Zi  R s

5. Penguatan Arus Total (AIS)


Jika rangkaian menggunakan sumber arus (is) yang paralel terhadap Rs seperti gambar
di bawah ini, maka AIS didefinisikan sebagai perbandingan arus keluaran (i2) terhadap
arus sumber (is).
i1  i 2  i 2 i1 i1
A IS     AI  ................... (16)
is i1 i s is

Dari gambar di samping:


Is rs Zi v1 rs
i1   i s ............................................. (17)
rs  Z i

Berdasarkan persamaan (16) dan dengan mensubstitusikan persamaan (17):


rs  i s
AI
i1 rs  Z i A I  rs
A IS  A I    ......................................................................(18*)
is is rs  Z i
Menuliskan kembali persamaan (15) ke dalam bentuk lain:
A I  ZL A Z
A VS   Z i  Rs  I L ........................................................................(19)
Zi  R s A VS
Mensubstitusikan persamaan (19) ke (18):
A I  rs A I  rs A I  A VS  rs rs
A      ..............................................(20*)
IS A VS
Zi  Rs A I  ZL A I  ZL ZL
A VS
6. Admitansi Output1
Didefinisikan sebagai admitansi pada bagian keluaran (C,D), dimana nilainya
diperoleh dengan mengatur tegangan sumber vs menjadi nol dan hambatan beban ZL
menjadi tak berhingga, dan dengan mengendalikan terminal keluaran dari tegangan v2.
i2
Yo  (dengan vs = 0 dan RL = ).........................................................................(21)
v2

Mensubstitusikan persamaan (2) ke (21):


i 2 h f  i1  h o  v h i
Yo    h o  f 1 ...................................................................(22)
v2 v2
2

v2
Mengamati bagian input dari rangkaian ekuivalen bila vs di-hubung singkat:
i1 i1  rs + i1  hi + hr  v2 = 0
rs hi
i1 (rs + hi) + hr  v2 = 0
+
i1 (rs + hi) = - hr  v2
v1 h r  v 2 +
- i1 hr
  ......................................................
v2 rs  h i
-

Substitusi (23) ke (22)2:


h f i1  hr  h h
Y h   h  h      ho  f ...........................................(24*)
o o o f 

r

v2  rs  h i rs  h i

Ringkasan:
Rumus-rumus analisa sinyal kecil dari penguat transistor:
-hf A V  Zi A I  Z L
A I  A VS  
1  ho  z L Z i  rS Z i  rs

Zi  h i  h r  A I  A I  rs rs
A  A 
ZL
IS VS
Z i  rs ZL
A
A I  ZL V  h h 1
Z i f r
Yo  h o  
rs  h i Zo

1
1
Biasanya juga dinotasikan sebagai Impedansi Output (Zo) dimana Zo 
Yo
2
Perhitungan admitansi output diatas menganggap ZL adalah bagian luar dari output. Jika ZL ikut
diperhitungkan, maka admitansi output yang diperoleh merupakan rangkaian paralel antara Y o dan
ZL.
Keterangan:
1. Rumus-rumus persamaan diatas berlaku untuk segala jenis konfigurasi transistor (CC,
CE, dan CB).
2. Jika rangkaian menggunakan resistansi murni (tanpa komponen reaktif) maka notasi
dapat disesuaikan.
Contoh: Zi  Ri dengan mengingat Z = R + jX bila X = 0, Yo  Go dengan
mengingat Y = G + jB saat B = 0.

Contoh Soal 1:
Berdasarkan gambar rangkaian penguat transistor 2N3904 (hFE = 180) seperti di
bawah ini tentukan AI, Ri, AV, AVS, AIS, Ro. Pergunakan nilai-nilai parameter h di
dalam datasheet.
+ 20

10 K Kopling
20 K

1 K Kopling
2N3904
10 K
VS 10 K
10 K Bypas
s

Penyelesaian:
Untuk mengetahui nilai-nilai parameter h di dalam datasheet, sebelumnya perlu
diketahui nilai ICQ pada analisa DC.

Analisa DC:
Dengan mengubah gambar rangkaian menjadi rangkaian ekuivalen DC, seperti pada
gambar ? (a):
R1  R 20 10
RB    6,67 K
2 20  10
R1  R 2
R2 10
VBB   VCC   20  6,67 V
R1  R 2 20  10

+ 20 V

1 K
10 K
20 K
10 K 10 K
+
VS 20 K 10 K

10 K
10 K

rb re rc

(a) (b)

rs i ic
hie

+ h re  Vce h fe  i
VS rb + b
hoe rL'
-

R i' Ri Ro Ro'

(c)
Gambar ?. Rangkaian Ekuivalen untuk Contoh Soal 1 (a) DC (b) AC (c) AC + Hybrid

Berdasarkan datasheet, dipilih VBE = 0,7 Volt:


VBB  VBE 6,67  0,7
I BQ    3,28 A
R B   DC  1  R 6,67 10  180  1 10
3

3
10
E

I CQ  I BQ   DC  3,28 10 6 180  0,59110 3 A  0,6 mA

Dengan menggunakan nilai ICQ = 0,6 mA pada grafik, diperoleh:


hie = 6 K, hfe = 130, hre = 1,8·10-4, hoe = 65·10 A/V, 1/hoe = 15K4 .

Analisa AC:
Dengan mengubah gambar rangkaian menjadi rangkaian ekuivalen AC seperti pada
gambar ? (b):
R1  R 20 10
rb    6,67 K
2 20  10
R1  R 2

RCR 10 10
rL '    5 K
L 10  10
RC R
L

Penguatan Arus (AI):


 h fe  130
A I   6  98
1  hoe  rL ' 1  65 10  5 10 3

Hambatan Input (Ri)3:


  98  5 10  5911.8 
3 4 3
R i  h  h re  A  rL'  6 10  1,8 10
ie I

Hambatan input keseluruhan meliputi resistor basis (rb), maka Ri’ = rb || Ri :


r Ri 6667  5911,8
R i' b   3133 
rb  R i 6667  5911,8

Penguatan Tegangan (AV):


A I  rL '  98  5
AV   3  156
R i' 10
3133

Penguatan Tegangan Total (AVS):


AV  Ri '  156  3133
A VS    118
R i '  rs 3133  1000
atau:
A I  rL '  98  5000
A VS    118
R i '  rs 3133  1000

Penguatan Arus Keseluruhan (AIS):

A IS 
A I  rs

 98 1000  24
R i '  rs 3133  1000
atau:

3
Ri hanya memperhitungkan hambatan input dari sisi transistor saja. Segala macam perhitungan
penguatan yang melibatkan Ri berarti hanya melibatkan penguatan dari transistor saja, bukan dari
rangkaian secara keseluruhan.
rs 1000
A IS  A VS    118   24
rL ' 5000
Konduktansi Output (Go)4:
h fe  h 6 130 1,8 10
G h   65 10   61,7 A / V
re
o oe
h ie  rs 3
6 10  110
3

maka resistansi output (Ro):


1 1
Ro    16K2 
G o 61,7 10 6
Hambatan output keseluruhan (Ro’) dengan memasukkan rL’ ke dalam perhitungan:
16,2 
R o '  R || rL '   3,8K
5
o
16,2  5

PERHITUNGAN DENGAN PENDEKATAN

Perhitungan untuk penguatan khususnya dengan konfigurasi Common Emitter diatas bisa
dilakukan dengan menggunakan model pendekatan seperti berikut ini:
Ib Ic
B C
+ +
Rs

Vbe hie vce


+ h fe I b L
vs
-
- -
E E

Dengan persyaratan:
hoe(RE + RL)  0,1.
Penguatan Arus:
 h fe
AI   h fe
1  h oe R
L

karena hoe biasanya berkisar dalam perpangkatan 10-6.


4
Go hanya memperhitungkan konduktansi output dari transistor saja, tanpa melibatkan resistor beban.
R
Impedansi Input:
Ri = hie + hreAIRL  hie
Karena hre biasanya berkisar pada perpangkatan 10-4.
Penguatan Tegangan:
RL
AV AI
Ri
dengan menggunakan pendekatan AI  hfe dan Ri  hie, maka:
RL
A V  h fe
h ie
Impedansi Output:
Model rangkaian yang disederhanakan seperti diatas memiliki resistansi keluaran yang tak
terhingga karena dengan Vs = 0 dan sebuah sumber tegangan luar diberikan pada bagian
output, akan ditemukan nilai Ib = 0 dan Ic = 0.
Ro = 

Rangkuman:
Variabel Nilai pendekatan
AI -hfe
Ri hie
RL
AV  h fe
h ie

Ro 
Ro’ RL
mpedansi Input penguat (amplifier) mendefinisikan karakteristik inputnya berkaitan
dengan arus dan tegangan yang melihat ke terminal input penguat. Impedansi Input,
ZIN atau Resistansi Input seperti yang sering disebut, merupakan parameter penting
dalam desain penguat transistor dan dengan demikian memungkinkan penguat
dikarakterisasi sesuai dengan impedansi input dan output yang efektif serta tingkat
daya dan arus.

Nilai impedansi penguat sangat penting untuk analisis terutama ketika mengalirkan
masing-masing penguat secara bersama-sama untuk meminimalkan distorsi sinyal.
Impedansi input dari sebuah penguat atau amplifier adalah impedansi input “dilihat”
oleh sumber penggerak input dari penguat. Jika terlalu rendah, itu dapat memiliki
efek pembebanan yang merugikan pada tahap sebelumnya dan mungkin
memengaruhi respons frekuensi dan tingkat sinyal output dari tahap itu.

Tetapi dalam sebagian besar penerapan/aplikasi, common emitter dan rangkaian


penguat common collector umumnya memiliki impedansi input yang tinggi.
Beberapa jenis desain penguat (amplifier), seperti rangkaian penguat common
collector secara otomatis memiliki impedansi input tinggi dan impedansi output
rendah sesuai dengan sifat desainnya.

Penguat atau Amplifier dapat memiliki impedansi input yang tinggi, impedansi


output yang rendah, dan hampir semua gain sewenang-wenang, tetapi jika
impedansi input amplifier lebih rendah dari yang diinginkan, impedansi output dari
tahap sebelumnya dapat disesuaikan untuk mengkompensasi atau jika ini tidak
mungkin maka tahap penguat buffer mungkin dibutuhkan.

Selain amplifikasi tegangan ( Av ), rangkaian penguat juga harus memiliki


amplifikasi arus ( Ai ). amplification daya ( Ap ) juga dapat diharapkan dari rangkaian
penguat. Tetapi selain memiliki tiga karakteristik penting ini, rangkaian penguat
(amplifier) juga harus memiliki karakteristik lain seperti impedansi input tinggi ( Z IN ),
impedansi output rendah ( ZOUT ) dan beberapa derajat bandwidth, ( Bw ).
Bagaimanapu juga, amplifier "sempurna" akan memiliki impedansi input tak terbatas
dan impedansi output nol.
Impedansi Input dan Output

Dalam banyak hal, penguat (amplifier) dapat dianggap sebagai jenis "kotak hitam"
yang memiliki dua terminal input dan dua terminal output seperti yang ditunjukkan.

Gagasan ini menyediakan model h-parameter sederhana dari transistor yang dapat
kita gunakan untuk menemukan titik set DC dan parameter operasi penguat. Pada
kenyataannya, salah satu terminal adalah umum antara input dan output yang
mewakili ground atau nol volt.

Ketika melihat dari luar ke dalam, terminal-terminal ini memiliki impedansi input,
ZIN dan impedansi output, ZOUT. Impedansi input dan output dari penguat adalah rasio
tegangan terhadap arus yang mengalir masuk atau keluar dari terminal ini.

Impedansi input dapat tergantung pada supply sumber makan amplifier sedangkan
impedansi output juga dapat bervariasi sesuai dengan impedansi beban, R L di
terminal output. Sinyal input yang sedang diperkuat biasanya arus bolak-balik (AC)
dengan rangkaian penguat mewakili beban, Z ke source/sumber.

Impedansi input penguat bisa puluhan ohm, (Ohm Ω ) hingga beberapa ribu ohm,
(kilo-ohm kΩ ) untuk rangkaian transistor berbasis bipolar hingga jutaan ohm,
(Mega-ohm MΩ ) untuk rangkaian transistor berbasis FET.

Ketika sumber dan beban sinyal terhubung ke amplifier, sifat listrik yang sesuai dari
rangkaian amplifier dapat dimodelkan seperti yang ditunjukkan.
Model Impedansi Input dan Output

Di mana, VS adalah tegangan sinyal, RS adalah resistansi internal dari sumber sinyal,
dan RL adalah resistansi beban yang terhubung melintasi output. Kita dapat
memperluas ide ini lebih jauh dengan melihat bagaimana amplifier terhubung ke
sumber dan beban.

Ketika amplifier terhubung ke sumber sinyal, sumber "melihat" impedansi input, Zin
dari amplifier sebagai beban. Demikian juga, tegangan input, Vin adalah apa yang
dilihat penguat di impedansi input, Zin. Kemudian input amplifier dapat dimodelkan
sebagai rangkaian pembagi tegangan sederhana seperti yang ditunjukkan.

Model Rangkaian Input Penguat (Amplifier)


Gagasan yang sama berlaku untuk impedansi output amplifier. Ketika resistansi
beban, RL terhubung ke output dari penguat, penguat menjadi sumber makan beban.
Oleh karena itu, tegangan dan impedansi output secara otomatis menjadi tegangan
sumber dan impedansi sumber untuk beban seperti yang ditunjukkan.

Model Rangkaian Output Penguat (Amplifier)

Kemudian kita dapat melihat bahwa karakteristik input dan output dari suatu
penguat dapat dimodelkan sebagai jaringan pembagi tegangan sederhana. Penguat
Amplifier itu sendiri dapat dihubungkan di Common Emitter (ground
emitter), Common Collector (follower emitter) atau dalam konfigurasi Common
Base.

Dalam tutorial ini kita akan melihat transistor bipolar yang terhubung dalam


konfigurasi common emitter yang terlihat sebelumnya.

Penguat (Amplifier) Common Emitter


Konfigurasi common emitter klasik yang disebut menggunakan jaringan pembagi
tegangan (beda potensial) untuk bias Base transistor. Catu daya Vcc dan resistor
bias mengatur titik operasi transistor untuk melakukan dalam mode aktif maju.

Dengan tidak ada aliran arus sinyal ke Base, tidak ada arus Collector, (transistor
dalam cut-off) dan tegangan pada collector sama dengan tegangan supply, Vcc.
Arus sinyal ke dalam base menyebabkan arus mengalir pada resistor collector, Rc
menghasilkan penurunan tegangan yang menyebabkan tegangan collector turun.

Kemudian arah perubahan tegangan collector berlawanan dengan arah perubahan


pada base, dengan kata lain, polaritasnya terbalik. Dengan demikian konfigurasi
common emitter menghasilkan amplifikasi tegangan besar dan DC tingkat tegangan
didefinisikan dengan baik dengan mengambil tegangan output dari seluruh collector
seperti yang ditunjukkan dengan resistor RL mewakili beban di output.

Single-stage Penguat Common Emitter

Mudah-mudahan sekarang kita dapat menghitung nilai-nilai resistor yang diperlukan


untuk transistor untuk beroperasi di tengah wilayah aktif liniernya, yang disebut titik
diam atau titik Q, tetapi penyegaran cepat akan membantu kita memahami lebih
baik bagaimana nilai-nilai amplifier itu diperoleh sehingga kita dapat menggunakan
rangkaian di atas untuk menemukan impedansi input dari penguat.
Pertama mari kita mulai dengan membuat beberapa asumsi sederhana tentang
rangkaian penguat common emitter satu tahap di atas untuk menentukan titik
operasi transistor. Penurunan tegangan melintasi resistor Emitter, V RE = 1.5V, arus
diam, IQ = 1mA, gain arus (Beta) dari transistor NPN adalah 100 ( β = 100 ), dan
frekuensi sudut atau breakpoint dari amplifier diberikan sebagai: ƒ -3dB = 40Hz.

Sebagai arus diam tanpa sinyal input mengalir melalui Collector dan Emitter dari
transistor, maka kita dapat mengatakan bahwa: I C = IE = IQ = 1mA. Jadi dengan
menggunakan Hukum Ohm:

Dengan transistor diaktifkan sepenuhnya-ON (saturasi), jatuh tegangan pada


resistor Collector, Rc akan menjadi setengah dari Vcc - VRE untuk memungkinkan
ayunan sinyal output maksimum dari puncak ke puncak di sekitar titik pusat tanpa
memotong output sinyal.

Perhatikan bahwa DC tidak ada sinyal gain tegangan dari penguat dapat ditemukan
dari -RC/RE. Perhatikan juga bahwa kenaikan tegangan bernilai negatif karena fakta
bahwa sinyal output telah terbalik sehubungan dengan sinyal input asli.

Karena transistor NPN maju bias, persimpangan Base-Emitter bertindak seperti


dioda bias maju sehingga Base akan 0.7 volt lebih positif daripada tegangan Emitter
(Ve + 0,7V), oleh karena itu tegangan melintasi resistor Base R2 akan:

VR2 = VRE + VBE = 1.5 + 0.7 = 2.2V


Jika dua resistor bias sudah diberikan, kita juga dapat menggunakan rumus
pembagi tegangan standar berikut untuk menemukan tegangan dasar Vb di R2 .

Informasi yang diberikan menyatakan bahwa arus diam adalah 1mA. Dengan
demikian transistor bias dengan arus Collector 1mA di supply 12 volt, Vcc. Arus
collector ini sebanding dengan arus base sebagai Ic = β*Ib. Gain arus DC, Beta ( β )
dari transistor diberikan sebagai 100, maka arus Base yang mengalir ke transistor
adalah:

Rangkaian bias DC yang dibentuk oleh jaringan pembagi tegangan R1 dan R2


menentukan titik operasi DC. Tegangan Base sebelumnya dihitung pada 2.2 volt
maka kita perlu menetapkan rasio yang tepat dari R1 ke R2 untuk menghasilkan nilai
tegangan ini di supply 12 volt, Vcc.

Umumnya, untuk jaringan biasing pembagi tegangan standar DC dari rangkaian


penguat common emitter, arus yang mengalir melalui resistor yang lebih rendah, R2
sepuluh kali lebih besar dari arus DC yang mengalir ke Base. Maka nilai resistor, R2
dapat dihitung sebagai:

Tegangan yang turun melintasi Resistor R1 akan menjadi tegangan supply minus


tegangan bias Base. Juga jika resistor R2 membawa 10 kali arus basis, resistor atas
R1 dari rantai seri harus melewati arus R2 ditambah transistor arus basis aktual, Ib.
Dengan kata lain, 11 kali arus base seperti yang ditunjukkan.

Untuk penguat amplifier common emitter, reaktansi Xc dari kapasitor bypass Emitter
biasanya sepersepuluh (1/10) nilai resistor Emitter, RE pada titik frekuensi cut-off.
Spesifikasi amplifier memberikan frekuensi sudut -3dB dari 40Hz, maka nilai
kapasitor CE dihitung sebagai:

Sekarang kita memiliki nilai yang ditetapkan untuk rangkaian penguat common
emitter kita di atas, kita sekarang dapat melihat menghitung impedansi input dan
output penguat serta nilai kapasitor kopling C1 dan C2 .

Model Penguat (Amplifier) Base-Emitter


Rumus umum untuk impedansi input dari rangkaian apa pun adalah Z IN = VIN/IIN.
Rangkaian bias DC mengatur titik “Q” operasi DC dari transistor dan sebagai
kapasitor input, C1 bertindak sebagai rangkaian terbuka dan memblokir setiap
tegangan DC, pada DC (0Hz) impedansi input ( Z IN ) dari rangkaian akan menjadi
sangat tinggi.

Namun ketika sinyal AC diterapkan pada input, karakteristik rangkaian berubah


karena kapasitor bertindak sebagai rangkaian pendek pada frekuensi tinggi dan
melewati sinyal AC. Rumus umum untuk impedansi input AC dari sebuah amplifier
yang melihat ke dalam Base diberikan sebagai ZIN = REQ||β(RE + re).

Di mana REQ adalah resistansi yang setara ke ground (0v) dari jaringan biasing di
seluruh Base, dan re adalah resistansi sinyal internal dari lapisan Emitter yang
forward bias. Kemudian jika kita menyingkat catu daya 12 volt, Vcc ke ground
karena Vcc muncul sebagai kependekan dari sinyal AC, kita dapat menggambar
ulang rangkaian common emitter di atas sebagai berikut:

Model Rangkaian Penguat Base-emitter

Kemudian kita dapat melihat bahwa dengan tegangan supply korsleting, ada
sejumlah resistor paralel di seluruh transistor. Dengan mengambil sisi input dari
penguat transistor saja dan memperlakukan kapasitor C1 sebagai hubungan pendek
ke sinyal AC, kita dapat menggambar ulang rangkaian di atas untuk menentukan
impedansi input penguat sebagai:

Impedansi Input Penguat Base-emitter


Kami mengatakan dalam tutorial sebelumnya Penguat Common Emitter bahwa
ketahanan sinyal internal lapisan Emitter adalah sama dengan hasil dari 25mV ÷ Ie
dengan ini 25mV nilai drop volt internal dan IE = IQ. Kemudian untuk rangkaian
penguat kami di atas resistansi AC nilai re dari dioda emitter diberikan sebagai:

Resistansi Sinyal Kaki Emitter

Di mana re merupakan resistor internal kecil secara seri dengan Emitter. Karena
Ic/Ib = β, maka nilai impedansi Base transistor akan sama dengan β*re.

Perhatikan bahwa jika kapasitor bypass CE tidak termasuk dalam desain amplifier,
maka nilainya menjadi: β(RE + re) secara signifikan meningkatkan impedansi input
amplifier.

Dalam contoh kami kapasitor bypass, CE disertakan, oleh karena itu impedansi input,
ZIN dari penguat Common Emitter adalah impedansi input "dilihat" oleh sumber AC
yang menggerakkan penguat dan dihitung sebagai:

Persamaan Impedansi Input


2.2kΩ ini adalah impedansi input yang melihat ke terminal input amplifier. Jika nilai
impedansi dari sinyal sumber diketahui, dan dalam contoh sederhana kami di atas
diberikan sebagai 1kΩ , maka nilai ini dapat ditambahkan atau dijumlahkan dengan
ZIN jika diperlukan.

Tapi mari kita asumsikan selama satu menit bahwa rangkaian kita tidak memiliki
kapasitor bypass, CE terhubung. Apa yang akan menjadi impedansi input penguat
tanpa itu.

Persamaannya akan tetap sama kecuali untuk penambahan R E di bagian β (RE + re)
dari persamaan karena resistor tidak akan lagi disingkat pada frekuensi tinggi. Maka
impedansi input unbypassed dari rangkaian amplifier kami tanpa C E adalah:

Impedansi Input tanpa Kapasitor Bypass

Kemudian kita dapat melihat bahwa dimasukkannya kapasitor bypass leg Emitter
membuat perbedaan besar pada impedansi input rangkaian karena impedansi turun
dari 15.8kΩ tanpa 2.2kΩ dengan itu dalam rangkaian contoh kami. Kita akan melihat
nanti bahwa penambahan kapasitor bypass ini, CE juga meningkatkan penguatan
(amplifier).

Dalam perhitungan kami untuk menemukan impedansi input amplifier, kami


mengasumsikan bahwa kapasitor dalam rangkaian memiliki impedansi nol ( Xc = 0 )
untuk arus sinyal AC, serta impedansi tak terbatas ( Xc = ∞ ) untuk arus bias DC.

Sekarang kita tahu impedansi input bypass dari rangkaian amplifier, kita dapat
menggunakan nilai 2.2kΩ ini untuk menemukan nilai kapasitor kopling input, C1
diperlukan pada titik frekuensi cut-off yang ditentukan yang sebelumnya diberikan
sebagai 40Hz. Karena itu:

Persamaan Kapasitor Kopling Input 

Sekarang kita memiliki nilai untuk impedansi input dari rangkaian penguat Common
Emitter single-stage (satu tahap) kita di atas, kita juga dapat memperoleh ekspresi
untuk impedansi output dari penguat dengan cara yang sama.

Impedansi Output dari Penguat Amplifier


Impedansi Output dari sebuah penguat dapat dianggap sebagai impedansi (atau
resistansi ) bahwa beban melihat “melihat kembali” ke amplifier ketika input adalah
nol. Bekerja pada prinsip yang sama seperti yang kita lakukan untuk impedansi
input, rumus umum untuk impedansi output dapat diberikan sebagai: Z OUT = VCE/IC.
Namun arus sinyal yang mengalir di resistor collector, RC juga mengalir di resistor
beban, RL sebagai dua dihubungkan secara seri di Vcc.

Kemudian lagi, dengan mengambil sisi output dari penguat transistor saja dan
memperlakukan kapasitor kopling output C2 sebagai hubungan pendek ke sinyal AC,
kita dapat menggambar ulang rangkaian di atas untuk menentukan impedansi
output penguat sebagai:

Rangkaian Impedansi Output Penguat Amplifier

Kemudian kita dapat melihat bahwa resistansi sinyal output sama dengan R C secara
paralel dengan RL memberikan kita resistansi output:

Persamaan Impedansi Output


Perhatikan bahwa nilai 833Ω ini dihasilkan dari fakta bahwa resistansi beban
terhubung melintasi transistor. Jika RL dihilangkan, maka impedansi output dari
penguat akan sama dengan resistor Collector, RC saja.

Sekarang kita memiliki nilai untuk impedansi output dari rangkaian penguat kita di
atas, kita dapat menghitung nilai output kapasitor kopling, C2 seperti sebelumnya
pada titik frekuensi cut-off 40Hz.

Persamaan Kapasitor Kopling Output

Sekali lagi nilai coupling kapasitor C2 dapat dihitung baik dengan atau tanpa
dimasukkannya beban resistor RL.

Gain Tegangan Common Emitter

Gain tegangan dari rangkaian common emitter diberikan sebagai Av = R OUT/ REMITTER di
mana ROUT mewakili impedansi output seperti yang terlihat pada kaki Collector dan
REMITTER sama dengan resistansi setara di kaki Emitter baik dengan atau tanpa
kapasitor bypass terhubung.

Tanpa kapasitor bypass CE terhubung, ( RE + re ).

dan dengan kapasitor bypass CE terhubung, ( re ) saja.


Kemudian kita dapat melihat bahwa dimasukkannya kapasitor bypass dalam desain
penguat membuat perubahan dramatis terhadap kenaikan tegangan, Av dari
rangkaian common emitter kita dari 0.5 menjadi 33.

Hal ini juga menunjukkan bahwa gain common emitter tidak masuk hingga tak
terbatas ketika resistor emitter eksternal disingkat oleh kapasitor bypass pada
frekuensi tinggi tetapi sebagai gantinya mendapatkan nilai terbatas R OUT/re.

Kita juga telah melihat bahwa ketika gain naik, impedansi input turun dari 15.8kΩ
tanpa ke 2.2kΩ dengannya. Peningkatan gain tegangan dapat dianggap sebagai
keuntungan di sebagian besar rangkaian penguat dengan mengorbankan impedansi
input yang lebih rendah.

Ringkasan Impedansi Input dan Output


Dalam tutorial ini kita telah melihat bahwa impedansi input dari penguat common
emitter dapat ditemukan dengan hubung singkat tegangan supply dan
memperlakukan rangkaian bias pembagi tegangan sebagai Resistor secara Paralel.

Impedansi “terlihat” melihat ke dalam jaringan pembagi (R1||R2) umumnya jauh


lebih kecil daripada impedansi yang melihat langsung ke dalam base transistor, β
(RE + re) ketika sinyal input AC mengubah bias pada base dari transistor
mengendalikan aliran arus melalui transistor.

Ada banyak cara untuk bias transistor. Dengan demikian, ada banyak rangkaian
penguat transistor tunggal yang praktis, masing-masing dengan persamaan dan
nilai impedansi inputnya sendiri. Jika Anda memerlukan impedansi input seluruh
tahap plus impedansi sumber, maka Anda harus mempertimbangkan Rs resistor
secara seri dengan bias base juga, ( Rs + R1 || R2 ).
Impedansi output dari tahap common emitter adalah sama dengan resistor collector
secara paralel dengan beban resistor ( RC||RL ) jika terhubung sebaliknya yang hanya
RC. Gain tegangan, Av penguat tergantung pada R C/RE.

Bypass Kapasitor Emitter, CE dapat memberikan jalan tanah AC untuk Emitter itu,
hubung singkat output Resistor Emitter, RE hanya menyisakan sinyal resistansi
Emitter, kembali di kaki Emitter. Efeknya adalah peningkatan gain penguat (dari 0.5
menjadi 33) pada frekuensi tinggi tetapi juga penurunan nilai impedansi input
amplifier, (dari 18.5 kΩ menjadi 2.2 kΩ).

Dengan kapasitor bypass ini dilepas, tegangan amplifier bertambah, Av berkurang


dan ZIN bertambah. Salah satu cara untuk mempertahankan jumlah gain tetap dan
impedansi input adalah dengan memasukkan tambahan resistor secara seri dengan
CE untuk menciptakan apa yang disebut rangkaian penguat "split-emitter" yang
merupakan pertukaran antara penguat yang tidak dilewati dan penguat yang
sepenuhnya dilewati rangkaian.

Perhatikan bahwa penambahan atau penghapusan kapasitor bypass ini tidak


berpengaruh pada impedansi output amplifier.

Kemudian kita dapat melihat bahwa impedansi input dan output dari sebuah
penguat dapat memainkan peran penting dalam mendefinisikan karakteristik
transfer penguat sehubungan dengan hubungan antara arus output, Ic dan arus
input, Ib.

Mengetahui impedansi input amplifier dapat membantu untuk membuat grafik


serangkaian kurva karakteristik output untuk penguat amplifier.
3 RANGKAIAN DASAR TRANSISTOR
            Untuk membias transistor supaya dapat bekerja ada 3 macam cara dasar pembiasan
transistor (rangkaian dasar transistor). Setiap rangkaian memiliki respon pembiasan yang
berbeda-beda terhadap sinyal input dalam rangkaiannya, berikut 3 rangkaian dasar transistor
yang dimaksud :          
 Emitor terbumi atau Common Emitter.
 Kolektor terbumi atau common Kolektor.
 Basis terbumi atau common Base. 
1. Rangkaian  Emitor terbumi atau Common Emitter. 
       Pada rangkaian ini  kaki emitor digroundkan, basis sebagai input dan kolektor sebagai
output. Gambar rangkaiannya sebagai berikut ;

Gambar Rangkaian Transistor Emitor Terbumi.

Sifat atau karakter Transistor Rangkaian Emitor Terbumi yaitu sebagai berikut :
 Sinyal input pada basis
 Sinyal output pada kolektor.
 Penguatan arus yang besar,faktor β = 50 – 100 kali.
 Impedansi Input Zi = ± 1 KΩ.
 Impedansi Output Zo = 40 KΩ.
 Penguatan daya ( Power Gain  ) = 50 dB maksimum.
 Penguatan tegangan ( Voltage Gain ) = ± 250.
 Inversi sinyal tidah sefasa, inverting (-).
 Responsi sinyal HF rendah (dengan daya < 3 db
 Sinyal output berbeda fasa 180 derajat atau berbalik fasa sebesar 180 derajat terhadap
sinyal input.
 Sangat memungkinkan adanya osilasi akibat feedback atau umpan balik positif, sehingga
dipasang feedback negatif untuk mencegahnya.
 Mempunyai stabilitas penguatan rendah karena tergantung stabilitas suhu dan bias
transistor.
 Sering dipakai sebagai penguat audio (frekuensi rendah) terutama pada sinyal audio. 
2. Rangkaian Kolektor terbumi atau common Kolektor.
            Rangakaian ini sering disebut Emitor Follower (Pengikut Emitor) karena tegangan output
hampir sama dengan tegangan input. Pada rangkaian ini kaki kolektor digroundkan, basis sebagai
input dan emitor sebagai output. Rangkaian ini hampir mirip dengan Rangkaian Emitor Terbumi
tetapi ouputnya diambil dari emitor. Gambar Rangkaiannya sebagai berikut :

Gambar Rangkaian Transistor Kolektor Terbumi.

Sifat atau karakter Transistor Rangkaian Kolektor Terbumi yaitu sebagai berikut :
 Sinyal input pada basis.
 Sinyal output pada emitor.
 Penguatan arusnya besar  β/α dibulatkan menjadi β = ± 50.
 Impedansi Input sangat tinggi Zi =  ± 100 KΩ.
 Impedansi Output rendah Zo= ± 1 KΩ.
 Penguatan daya rendah Gp = ± 16 dB.
 Penguatan tegangan rendah Gv = ± 1.
 Inversi sinyal sefasa atau inverting +.
 Mempunyai response sinyal HF tergantung dari sumber dan resistansi bebannya.
 Signal output dan signal input satu phasa (tidak terbalik seperti Common Emitor).
 Cocok sebagai buffer, karena mempunyai Impedansi input tinggi dan impedansi output
rendah.
 Mempunyai penguatan arus tinggi (sama dengan Hfe transistor)
3. Rangkaian  Basis terbumi atau common Base.
       Pada rangkaian ini  kaki basis digroundkan, emitor sebagai input dan kolektor sebagai
output. Gambar Rangkaiannya sebagai berikut :
Gambar Rangkaian Transistor Basis Terbumi. 
Sifat atau karakter Transistor Rangkaian Emitor Terbumi yaitu sebagai berikut :
 Sinyal input pada emitor.
 Sinyal output pada kolektor.
 Penguatan arusnya kecil sekali kurang dari 1 ( α = 0.92)
 Impedansi input rendah Zi = ± 200 Ω.
 Impedansi Output tinggi Zo = ± 200 KΩ.
 Penguatan daya medium Gp = 30 dB.
 Pengutan tegangan tinggi Gv = 250.
 Inversi sinyal fasa positif, inverting +.
 Responsi sinyal HF (dengan daya < 3 dB) tinggi.
 Isolasi input dan output tinggi sehingga Feedback lebih kecil.
 Dapat dipakai sebagai buffer atau penyangga.
 Cocok sebagai Pre-Amp karena mempunyai impedansi input tinggi yang dapat
menguatkan sinyal kecil.
 Dapat dipakai sebagai penguat frekuensi tinggi (biasanya terdapat pada jalur UHF dan
VHF).

Anda mungkin juga menyukai