Anda di halaman 1dari 13

EFEKTIFITAS BIOLOGICAL WEAPONS CONVENTION (BWC) Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Internasional

Oleh: Aldo Marchiano Kaligis Guntur Rizkiyana Muhammad Michiko Karlina Mujizatya Mokodompit Nadia Fatmakusumah Puteri Kurnia Rahmita Ramadhiani Sucita Ramli Syifa Nisrina Utami Sandyarani

URUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan paper ini. Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada Bapak Usmar Salam dan Ibu Ririn Tri Nurhayati atas bimbingannya selama ini, para tutor dan teman-teman serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Hukum Internasional A Tahun Akademik 2010/2011 ini dengan judul Efektifitas Biological Weapons Convention (BWC). BWC merupakan bukti nyata kesungguhan PBB dalam menangani masalah keamanan dan perdamaian dunia. Konvensi ini mencakup jenis-jenis senjata biologis yang dilanggar serta janji negara-negara pihak untuk menghentikan pengembangan dan penggunaan senjata biologis untuk penyerangan. Senjata biologis menjadi ditakutkan karena dapat menyerang semua orang, sipil maupun militer, tanpa pandang bulu, dan distraktif dengan masa pemulihan puluhan tahun. Akhir kata, kami mengharapkan kritik dan saran guna usaha untuk menyempurnakan paper ini.

Yogyakarta, 25 April 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Senjata biologis telah mulai digunakan sejak 400 SM, yaitu saat Spartan menyerang musuhnya dengan sulfur. Usaha untuk membuat produk hukum bagi senjata biokimia ini telah dimulai sejak tahun 1907, yaitu Konvensi Hague. Sayangnya, Amerika Serikat saat itu tidak mau berpartisipasi. Namun akhirnya saat Perang Dunia II, 1941, Amerika Serikat di bawah pimpinan Roosevelt menyatakan tidak akan menjadi yang pertama menggunakan senjata biologis. Sebeumnya, sudah ada Inggris, Italia dan Jepang yang menggunakannya dalam Perang Dunia I. Sebelum Biological Weapons Convention (BWC) dibentuk pada tahun 1972, sudah ada Geneva Protocol pada 1925. Namun protokol ini, sebagai konvenan, hanya sebatas membahas perang. BWC adalah salah satu konvensinya. BWC pada awalnya berasal dari The 18 Nations Disarmament Committee yang mendiskusikan tentang draf perjanjian senjata biologis yang teah diterima oleh Majelis Umum PBB pada 1968 dan didukung oleh NATO. Di awal 1972, Uni Soviet, Amerika Serikat dan 100 negara lainnya menandatangani BWC. Dan akhirnya Amerika Serikat meratifikasi Geneva Protocol pada 1975. B. Rumusan Masalah Apakah BWC efektif dalam mencegah pengembangan dan pengunaan senjata biologis? C. Hipotesis Penulis beranggapan bahwa BWC sebenarnya merupakan usaha yang sangat baik dari dunia internasional dalam mencegah meluasnya penggunaan senjata. BWC merupakan bukti bahwa segala jenis senjata tidak dapat dihalalkan penggunaan dan pengembangannya dalam rangka penyerangan terhadap negara lain. Ini menunjukkan keseriusan PBB dalam menangani perdamaian, dengan membatasi segala gerak-gerik negara. Namun menurut penulis, BWC masih kurang maksimal karena ada beberapa negara yang tidak meratifikasi konvensi ini dan tidak ada lembaga hukum yang mengawasi pelaksanaan BWC.

BAB II PEMBAHASAN A. Negara-negara yang Tidak Meratifikasi BWC Terdapat 163 negara yang meratifikasi BWC, dengan 13 negara yang hanya menandatangani, dan 19 negara yang tidak menandatangani. Kebanyakan negara-negara yang tidak meratifikasi ataupun tidak menandatangani berasal dari benua Afrika dan kawasan Timur Tengah. Lalu, negara-negara ini mayoritas adalah negara kecil dan miskin, kecuali Israel dan Mesir. Negara-negara yang hanya menandatangani antara lain Mesir, Suriah, dan Pantai Gading. Sementara yang sama sekali tidak menandatangani contohnya adalah Israel, Kamerun, Angola, dan Andorra. Israel Israel adalah salah satu negara yang tidak meratifikasi ataupun menandatangani BWC. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Nuclear Threat Initiative (NTI) dan negara-negara tetangga Israel, negara Yahudi tersebut memang memiliki program pengembangan senjata biologis yang aktif1. Kemudian, menurut Federation of American Scientists, Israel juga mengembangkan senjata biologis untuk keperluan militer dan penyerangan. Diduga pusat pengembangan senjata biologis tersebut terletak di daerah Ness-Ziona2. Alasan Israel untuk mengembangankan senjata biologis pun dapat dilihat dari sifat dasar dari warga Israel itu sendiri, persepektif geopolitik, aspek historis. Salah satu sifat paling mendasar dari kaum Yahudi adalah hasrat besar mereka terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaum Yahudi terkenal sangat cerdas dan pada sejarahnya, tak sedikit kaum Yahudi yang membuat banyak penemuan bagi dunia ilmu pengetahuan. Keinginan mereka untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi mendasari pengembangan senjata biologis di Israel. IPTEK dijadikan landasan yang menjustifikasi pengembangan tersebut demi mencapai national interests mereka. Perdana menteri Israel yang pertama, David Ben-Gurion, pernah berkata, We are inferior to other peoples in our numbers, dispersion, and the characteristics of our political life, but no other people is superior to us in intellectual prowess3.
1

The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Israel Profile : Biological overview' , NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/Israel/Biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 16.00 'Israel's Nuclear Weapons', FAS, diakses dari http://www.fas.org/nuke/guide/israel/nuke/farr.htm , pada 15 April 2011 pukul 16.02 Avner Cohen, Israel and The Bomb, Columbia University Press, New York, 1998, hlm. 28.

Dari aspek geopolitik, Israel berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Negara ini dikelilingi oleh negara-negara Arab yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam. Seperti kita ketahui, negara-negara Arab memiliki sentimen tersendiri pada Israel akibat invasi yang mereka lakukan pada Palestina. Hal ini membuat Israel berusaha memperkuat pertahanannya melalui ancaman persen-jataan, tidak hanya nuklir tetapi juga senjata biologis. Selanjutnya, dari aspek historis, Israel memiliki trauma pada tragedi Holocaust yang menimpa orang-orang Yahudi pada masa Perang Dunia II. Pada tragedi tersebut, bangsa Yahudi dibantai habis-habisan oleh kaum Nazi Jerman. Korban tewas akibat tragedi tersebut dikabarkan mencapai 6 juta orang4. Trauma yang membayangi itu pun membuat Israel mengambil langkah-langkah represif untuk memulihkan moral bangsanya, dan juga langkahlangkah preventif untuk mencegah terulangnya tragedi tersebut. Bila dikaitkan dengan aspek geopolitik, maka ancaman terbesar terulangnya tragedi Holocaust datang dari negara tetangga di sekeliling Israel, yakni negara-negara Arab. Sentimen bangsa Arab terhadap bangsa Yahudi dapat mendorong terjadinya pembantaian, karena dilihat dari segi jumlah pun, aliansi negara Arab jelas jauh lebih banyak dari jumlah rakyat Israel. Tak heran apabila langkah preventif yang diambil oleh Israel salah satunya adalah dengan mengembangkan persenjataan-persenjataan non-konvensional. Mesir Mesir sebenarnya menandatangani BWC, namun negara ini tidak meratifikasi konvensi tersebut. Pada masa perang saudara di Yaman tahun 1963, negara ini merupakan negara Arab pertama yang menyatakan menggunakan senjata biokimia dalam daftar altilerinya5. Mesir juga pernah membangun operasi pengembangan senjata biokimia pada 1960 yang disebut sebagai 'Operasi Izlis'6. Pada 1993, Badan Intelejen Rusia mengeluarkan pernyataan bahwa Mesir sedang menjalankan operasi untuk mengembangkan senjata biologis. Pernyataan tersebut didukung oleh Amerika Serikat, yang menyatakan hal serupa pada tahun 19967. Program pengembangan tersebut diduga berada di daerah Abu Za'abal. Kecurigaan Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara tetangga Mesir didasari pada pernyataan Presiden Anwar Sadat yang berkata, The only reply to biological warfare is that we too should use biological warfare. ...
4

Louis Bulow, 'Victims : The Nazi Genocide', Nazi Testimonies, diakses dari http://www.deathcamps.info/testimonies/victims.htm , pada 15 April 2011 pukul 16.23 5 The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Egypt Profile : Biological overview' , NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/egypt/biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 17.01 6 Dany Shoham, Nonproliferation Review : Chemical and Biological Weapons in Egypt, 1998, hlm. 48 7 Ibid., hlm. 54

Briefly, we have the instruments of biological warfare in the refrigerators and we will not use them unless they (Israel) begin to use them8. Dari pernyataan tersebut, terlihat jelas bahwa ada kekhawatiran dari Mesir terhadap ancaman dari Israel, karena dari segi geopolitik, kedua negara ini berbatasan langsung dan hubungan di antara keduanya sering kali mengalami pasang surut. Kehawatiran Mesir semakin bertambah dengan tidak ditandatanganinya BWC oleh Israel. Mesir menganggap bahwa meratifikasi BWC adalah langkah yang naif, sementara negara tetangganya berpotensi membahayakan kemanan nasional melalui pengembangan senjata-senjata non-konvensional. Pemerintah Mesir telah menyatakan tidak akan meratifikasi BWC apabila tidak ada langkah-langkah konkrit dari negara-negara Timur Tengah untuk melenyapkan senjata pemusnah masal dari kawasan tersebut9. Suriah Negara ini memiliki posisi yang sama dengan Mesir dalam BWC, yakni menandatangani namun tidak meratifikasi. Selama beberapa tahun terakhir, Suriah telah menyerukan posisinya sebagai penentang adanya senjata pemusnah masal. Namun, negara ini tetap mengizinkan penggunaan 'hal-hal yang diperlukan' untuk memproteksi keadaan domestik suatu negara dari ancaman eksternal10. Pada 1970-an, Suriah dianggap telah memiliki senjata-senjata biologis untuk kepentingan pertahanan negara. Senjata tersebut didapatkan melalui kerjasama militer dengan Uni Soviet. Kemu-dian pada 1980-an, Suriah terus mengupayakan kemajuan di bidang farmasi dan bio-teknologi11. Sejak saat itu, Suriah mulai dicurigai mengembangkan senjata biologis untuk keperluan yang lebih ofensif. Mantan sekretaris bidang keamanan Amerika Serikat, Dick Cheney, mengkategorikan Suriah sebaga negara yang diduga mengembangkan persenjataan biologis12. The U.S Disarmament and Arms Control Agency juga mengeluarkan data pada tahun 1996 yang mengatakan bahwa Suriah memang mengembangkan senjata biologis untuk keperluan ofensif13. Ada empat hal yang mendasari Suriah untuk tidak meratifikasi BWC. Pertama adalah
8

9 10

11 12 13

The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Egypt Profile : Biological overview' , NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/egypt/biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 16.02 Dany Shoham, op. cit. hlm. 55 The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Syria Profile : Biological overview' , NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/Syria/Biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 19.21 Ibid. M. Zuhair Diab, Arms Control and Security in the Middle East, 1995, hlm. 106 Ibid.

perseteruannya dengan Israel. Perseteruan ini membuat Suriah tidak ingin secara sukarela mengambil langkah-langkah disarmament, dan membahayakan keamanan bangsanya sendiri. Kedua adalah tidak adanya kelompok yang menentang ataupun menghalalkan penggunaan senjata biologis di kalangan elit politik negara ini. Dapat dikatakan bahwa permasalahan pengembangan senjata biologis ini bukanlah sesuatu yang sangat urgent untuk dijadikan polemik dalam berlangsungnya proses politik di Suriah. Yang ketiga, industri-industri biokimia yang ada di Suriah semua adalah milik pemerintah, sehingga tidak ada kepentingan-kepentingan dari pihak swasta di dalamnya. Dengan absennya pihak swasta, maka proses pengambilan kebijakan pun semakin mudah mencapai kata sepakat. Lalu, yang terakhir adalah posisi presiden Bashar al-Assad sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Suriah14, memiliki keterikatan khusus pada militer Suriah. Dengan ikatan itu, tentu saja Presiden Assad ingin angkatan bersenjata negaranya memiliki kekuatan yang mumpuni, dan tidak akan segan-segan untuk mengalokasikan dana untuk memperbesar kekuatan. Salah satunya dengan cara mengembangkan senjata biologis. B. Negara-negara yang Meratifikasi BWC Indonesia Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi konvensi ini. Indonesia merasa bahwa potensi senjata biologis ke depannya akan menjadi senjata pemusnah massal yang sangat membahayakan populasi manusia. Delegasi Indonesia menyatakan ketegasannya atas ketidaksetujuannya terhadap senjata biokimia dalam Pertemuan Ahli Konvensi Senjata Biologi yang digelar 18 hingga 22 Agustus ini di Jenewa. Amerika Serikat Saat Nixon menjadi presiden, ia menyatakan bahwa Amerika serikat secara sepihak meninggalkan penggunaan senjata kimia dalam bentuk apapun dalam penyerangan pertama dan mereka juga turut serta menjadi role model bagi ne-gara lain untuk mengembangkan teori ini agar negara lain dapat mengikuti langkah Amerika Serikat dalam mencegah penggunaan sejata biologis secara masal.

14

'Bashar al-Assad', Maps of World, diakses dari http://www.mapsofworld.com/cities/syria/damascus/basharal-assad.html , pada 15 April pukul 19.31

C. Kelemahan Pasal-pasal BWC Biological Weapon Convention (BWC) dibuat dengan tujuan melarang pengembangan, produksi, penyimpanan senjata biologi, dan peralatan-peralatan terkait dan juga melarang sistem pengiriman senjata yang ditujukan untuk tujuan permusuhan atau konflik bersenjata. Alasan pelarangan ini adalah untuk menghindari efek yang dihasilkan oleh senjata biologi yang dapat membunuh jutaan manusia dan menghancurkan sektor ekonomi dan sosial. Namun, BWC hanya melarang pembuatan dan penyimpanan senjata biologi dan tidak secara tegas melarang pemakaiannya. Isi BWC secara garis besar adalah sebagai berikut,

melarang Negara Pihak untuk mengembangkan, memproduksi, menimbun, atau mem-

peroleh agen biologi atau racun yang tidak memiliki pembenaran untuk tujuan damai atau defensif

melarang Negara Pihak untuk mengembangkan, memproduksi, menimbun, atau memmewajibkan Negara Pihak untuk menghancurkan atau mengalihkan persediaan bamelarang Negara Pihak dari mentransfer barang terlarang kepada siapapun atau memmelindungi hak-hak Negara Pihak untuk pertukaran peralatan, bahan dan informasi il-

peroleh peralatan untuk mengirimkan agen biologi atau racun untuk tujuan permusuhan

rang yang dilarang untuk tujuan damai

bantu dalam pembuatan atau akuisisi senjata biologi

miah dan teknologi untuk tujuan damai, agar tidak terjadi penghambatan pembangunan ekonomi dan teknologi;

Negara-negara Pihak berkomitmen untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah

melalui konsultasi dan dalam melaksanakan penyelidikan yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan PBB

Negara-negara Pihak berkomitmen untuk memberikan bantuan kepada orang lain

yang telah diserang menggunakan senjata biologi. Namun, kelemahan dari BWC ini adalah konvensi ini tidak memiliki ketentuan verifikasi. Hal yang ditakutkan adalah ada negara yang mengadakan program senjata biologis gelap yang tidak dapat dideteksi karena BWC tidak melakukan pengawasan dan pembuktian tidak adanya kegiatan produksi senjata biologi pada setiap Negara. Larangan inti dari BWC tercantum dalam pasal I yang menyatakan bahwa Setiap Negara pihak konvensi ini tidak akan pernah mengembangkan, memproduksi, menimbun, mem-

peroleh atau mempertahankan agen biologi berupa mikroba, racun apapun asal atau metode produksinya, ataupun yang lainnya dalam jenis dan jumlah yang tidak memiliki pembenaran untuk penangkal, perlindungan, ataupun tujuan damai lainnya. Yang masih dipertanyakan apakah larangan ini juga mencakup larangan penggunaan senjata biologis dalam jumlah kecil yang dapat digunakan untuk pembunuhan. Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa penggunaan senjata biologis untuk tujuan perlindungan adalah diperbolehkan, yaitu untuk penelitian yang dapat digunakan untuk melawan Negara oleh kekuatan asing. Namun pengembangan agen biologi dalam jumlah kecil skala laboratorium juga bisa saja digunakan untuk melakukan serangan ofensif terhadap pemberontak dalam negeri dan target musuh kepemimpinan. Mikroba pathogen memiliki manfaat dalam penelitian biomedis dan terapi, oleh karena itu BWC tidak dapat begitu saja melarang penggunaannya. Penggunaannya hanya dibatasi untuk tujuan yang damai atau defensif. Selain itu kelemahan dari BWC adalah kurang universal. Ketentuan dalam pasal-pasal konvensi ini hanya mengikat dan berlaku terhadap Negara pihak saja, dan Negara-negara pihak yang tidak memiliki perundang-undangan yang sah juga bisa saja disalahgunakan, misalnya secara tidak sengaja menjadi pemasok senjata biologi atau tempat berlindung yang aman. Dikarenakan ada Negara-negara pihak yang tidak memiliki perundang-undangan nasional yang efektif, maka menyebabkan lemahnya implementasi nasional terhadap BWC. D. Memperkuat Biological Weapons Covention Kelemahan BWC lainnya adalah kurangnya pengawasan terhadap negara-negara yang telah menandatangani konvensi tersebut, serta kurangnya mekanisme pengawasan dan konsekuensi hukum oleh dan terhadapt negara-negara anggota BWC. Gagalnya BWC dalam mengadopsi sistem pengawasan yang dapat mengikat secara hukum untuk menginspeksi negara anggota ternyata mengundang Non-Governmental Organization untuk masuk dan berperan dalam mengisi kekosongan peran tersebut untuk sementara waktu15. Pada tahun 2001, sebuah kelompok terdiri dari 8 NGO yang berkecimpung dalam bidang senjata biologis bergabung untuk menerapkan sistem pengawasan yang civil-society based. Pada tanggal 11 November 2002, mereka meresmikan BioWeapon Prevention Project (BWPP), sebuah proyek untuk mengawasi negara-negara dan kebijakannya dalam menerapkan atau melanggar BWC, juga memonitor perkembangan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan senjata biologis maupun
15

The Non-proliferation Review by Jonathan B. Tucker, The New BWC Process: A Preliminary Assesment, Spring 2004 http://cns.miis.edu/npr/pdfs/111tucker.pdf

kimia. Dengan demikian negara-negara anggota BWC merasa bahwa mereka sedang diawasi, dan timbullah rasa tanggung jawab dalam menegakkan norma-norma penggunaan senjata bio-logis. Selain pembaharuan yang timbul dari luar, perlu ada perbaikan dari BWC sendiri antara lain dengan cara-cara:

Menekan negara-negara yang belum meratifikasi atau menandatangani BWC seperti Syria dan Israel untuk segara mengadopsi sehingga tercipta sebuah ikatan legal internasional yang lebih kuat. BWC dapat dilihat sebagi norma yang universal jika sebagian besar negara di dunia meratifikasinya, dengan demikian bahkan negara-negara yang tidak meratifikasi pun dapat terikat oleh customary international law16.

Meningkatkan sentivitas para ilmuwan terhadap isu penyalahgunaan dan mempersenjatankan penyakit. Calon ilmuwan perlu diajarkan bagaimana melakukan pengawasan terhadap BWC, risiko-risiko dari beberapa penelitian biologi, serta nilai-nilai kemanusiaan dalam melakukan penelitian maupun mengembangkan ilmu pengetahuan.

Memperketat pengawasan terhadap penelitian biologi yang berbahaya. Sebuah penemuan terbaru yaitu bahwa patogen (pembawa penyakit) bisa menjadi lebih mematikan (rentan terhadap vaksin) hanya dengan sedikit modifikasi genetic. Hal ini menjadi ancaman keamanan global jikalau ada oknum yang menyebarkan atau penyalahgunaannya oleh kelompok teroris.

Negara anggota BWC harus lebih transparan terhadap program bio-defense mereka agar tidak menciptakan rasa kecurigaan antar negara dan untuk meyakinkan bahwa fasilitas tersebut hanya digunakan untuk tujuan membela-diri saja, dan benar-benar hanya untuk proteksi semata.

Membentuk suatu sekertariat kecil yang diperlukan untuk membantu negara-negara anggota dalam mengerjakan tugas-tugas dasar seperti mengimplementasi BWC secara legal di dalam negara tersebut.

Membentuk sebuah lembaga resmi yang permanen, terdiri atas ahli-ahli biologi dan inspektur yang dapat mengawasi perkembangan-perkembangan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan BWC. Lembaga ini berisi ahli-ahli mikrobiologi dan spesialis

16

Aspek-aspek hukum internasional yang berasal dari kebiasaan atau nilai-nilai yang diakui secara universal.

dalam penyakit menular berbahaya, yang kurang lebih berasal dari negara-negara yang dapat merepresentasikan sebagian besar negara di dunia.

KESIMPULAN

Menurut penulis, BWC masih kurang efektif untuk menghentikan penggunaan dan pengembangan senjata biologis karena masih ada beberapa negara yang tidak mau menandatangani dan meratifikasi BWC dengan berbagai alasan, seperti riset, ilmu pengetahuan dan pertahanan diri. Selain itu BWC tidak memiliki sistem hukuman jika pelanggaran terjadi, sehingga beberapa negara merasa kurang terikat dengan konvensi ini. Walaupun sudah ada usaha verifikasi, namun dukungan yang lemah dari Amerika Serikat membuat sistem ini kembali berhenti. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membuat BWC sebaiknya diperbaharui karena dikhawatirkan konvensi ini menjadi ketinggalan jaman. Proses pembuktian dan penyelidikan kepemilikan atau pengembangan senjata biologis pun agak rumit, sehingga memakan waktu lama dan tindak lanjut yang kurang maksimal. Penulis menyarankan adanya tekanan terhadap negara yang belum meratifikasi, membentuk badan pengawas yang resmi dan permanen, serta menyarankan partisipasi penuh negara-negara peserta berupa transparansi keberadaan senjata biologis dan melaporkan adanya kepemilikan oleh negara lain. Dengan memaksimalkan BWC, diharapkan dapat menekan jumlah senjata biologis demi keamanan dan perdamaian dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Media Cetak Cohen, Avner. 1998. Israel and The Bomb, New York: Columbia University Press. Shoham, Dany. 1998. Nonproliferation Review : Chemical and Biological Weapons in Egypt. Sumber Media Elektronik http://www.antaranews.com/view/?i=1219196148&c=TEK&s= diakses pada 25 April 2011 pukul 19.30 WIB http://webcache.googleusercontent.com/search? q=cache:kAvthLMsUocJ:www.state.gov/t/isn/4718.htm+US+Biological+weapon+conventio n&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id diakses pada 25 April 2011 pukul 19.37 WIB The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Israel Profile : Biologicaloverview', NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/Israel/ Biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 16.00 WIB Israel's Nuclear Weapons', FAS, diakses dari http://www.fas.org/nuke/guide/israel/nuke/farr.htm , pada 15 April 2011 pukul 16.02 WIB Louis Bulow, 'Victims : The Nazi Genocide', Nazi Testimonies, diakses dari http://www.deathcamps.info/testimonies/victims.htm , pada 15 April 2011 pukul 16.23 The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Egypt Profile : Biological overview' , NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/egypt/biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 17.01 The James Martin Center for Nonproliferation Studies staff, 'Syria Profile : Biological overview' , NTI, diakses dari http://www.nti.org/e_research/profiles/Syria/Biological/index.html , pada 15 April 2011 pukul 19.21 M. Zuhair Diab, Arms Control and Security in the Middle East, 1995, hlm. 106 The Non-proliferation Review by Jonathan B. Tucker, The New BWC Process: A Preliminary Assesment, Spring 2004 http://cns.miis.edu/npr/pdfs/111tucker.pdf Bashar al-Assad', Maps of World, diakses dari http://www.mapsofworld.com/cities/syria/damascus/bashar-al-assad.html , pada 15 April pukul 19.31

Anda mungkin juga menyukai