Anda di halaman 1dari 4

MAHĀBHĀRATA

Berbeda dengan kenyataan di tanah Bharata, India, cerita-cerita


*Mahābhārata* di Indonesia ternyata lebih memasyarakat
dibandingkan dengan *Rāmāyana. Mahābhārata* memang merupakan
sebuah karya yang terbesar dan teragung sepanjang sejarah. Besar
dalam bentuk dan bahasa, serta besar pula dalam seni sastra, dan
juga sangat kaya akan filsafat. Ada yang mengatakan, bahwa semisal
ada yang membandingkan dengan karya-karya penulis abad-abad ini,
boleh saja dicoba-coba. Ada yang memastikan, kalau *Olyssey* dan
*Illiad* dijadikan satu, Mahābhārata masih lebih besar 8 kali.
Mahabharata adalah Karya besar dan fakta sejarah kepahlawanan
suci. Adasementara orang memberi tafsiran dengan argumentasi yang
menarik, mengatakan bahwa Mahābhārata dan Rämäyaëa adalah
dongeng semata. Dongeng yang di dalamnya diselipi filsafat-filsafat
dan ajaran-ajaran moral. Disatu pihak ada pula yang membantahnya
mengatakan orang bodoh akan bertambah bodoh dengan meyakini
tafsiran seperti itu. Tafsir lain juga ada yang mengatakan bahwa Panca
Pāndava adalah panca indria didalam diri kita, dan Krishnaadalah
pikiran, rajanya indria. *Kuruksetra* adalah badan kita, dan
seterusnya. Jikalau orang-orang mengatakan bahwa Mahabharata dan
Ramayana hanyalah dongeng atau symbol-simbol saja, lalu apa yang
menjadi kenyataan bagi mereka? Apa yang mereka percayai?
Memang kadang-kadang tafsir juga dibutuhkan. Tetapi, untuk sesuatu
yang sudah sangat jelas, apakah perlu lagi tafsir? Bekas kerajaan
Hastina masih ada, bekas perang dahsyat medan Kuruksetra yang
suci masih ada, semua tempat *"lila"* Śrī Krishna ada dan dapat
dijumpai di India.

Lantas alasan apa lagi yang cukup kuat untuk menuduh para Pāndava
tidak pernah ada dan yang ada hanya simbol mereka sebagai panca
indria? Mahābhārata artinya sejarah besar keturunan Bhārata.
Pantaskah kita katakana bahwa semuanya sebagai simbol belaka?
Tentu saja tidak bijak kita mengeluarkan kesimpulan yang melawan
fakta sejarah. Jadi, berdasarkan uraian dari berbagai sudut pandang,
karya Mahābhārata memang sebenarnya pernah ada, kejadian yang
pernah terjadi di atas bumi ini. Mahabharata adalah sejarah kejadian
nyata. Sejarah tetap sejarah dan sejarah pula yang akan membuktikan
kebenarannya. (01)

Maharesi Vyasadeva, Bhagavan Vyāsa (Indonesia: Byasa, Byoso?)


adalah roh agung yang telah mencapai pembebasan sepenuhnya.
Beliau turun ke dunia ini dengan membawa satu missi maha utama.
Beliau lahir ke dunia ini bukan karena karma dan akhirnya terjerat oleh
dunia material seperti kita-kita ini. Melainkan beliau adalah roh agung
yang telah bebas sepenuhnya. Jika utusan pemerintah bertugas ke
penjara maka ia bukanlah narapidana.

Kurang lebih sekitar 5000 tahun yang lalu, *Kali Yuga* (zaman Edan,
zaman penuh kekalutan) mulai berlangsung menggantikan zaman
Dvapara Yuga. Begitu zaman Kali mulai, maka kecerdasan orang
mulai melemah dan akhirnya lebih jauh sudah menjadi demikian
merosot, ingatan tumpul, malas dalam kerohanian, sebaliknya sangat
giat dalam hal menghias badan dan mengisi perut.

Maka turunlah Bhagavan Vyāsa menjelang mulainya zaman Kali,


dengan tujuan untuk menulis *VedaI *agar orang-orang zaman Kali
yang telah mengalami kemunduran dalam segala hal, dapat
mempelajari dan mengambil keuntungan dari ajaran Veda demi
kemajuan hidupnya lahir batin di dunia ini.

Sebelum mulainya zaman Kali, secara tradisi, V*eda* hanya


disampaikan secara lisan turun menurun, dari Guru kepada murid.
Guru menyampaikan, murid mendengar. Selesai! (waktu itu
pendengaran dan ingatan orang sangat tajam). Bahkan kemampuan
Guru-Guru spiritual pada waktu itu, kalau beliau sudah melihat sang
murid berhak, memenuhi syarat karena telah berhasil menundukkan
keakuan palsunya, maka sang Guru akan memberikan ajaran Veda
kepada muridnya hanya lewat memandang atau menyentuh sang
murid. Tanpa melalui proses belajar sang murid langsung memiliki
ajaran Veda. Hanya yang mungkin kelihatan dongeng menarik bagi
kita kebanyakan, tetapi ilmu seperti itu ada dan dimiliki oleh para
maharesi kita, bahkan kita bisa melihat kepribadian-kepribadian agung
seperti itu di zaman ini pun.

Maharesi Vyasadeva menuliskan kitab suci Veda dari satu


V*eda*beliau menjadikannya 4 (empat), yang dinamakan Catur Veda,
yaitu Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan Atharva Veda. Untuk
penulisan Catur Veda, Resi Vyasa memberikan tanggungjawab dan
tugas kepada 4 (empat) orang muridnya untuk menuliskan masing-
masing Veda itu. Kemudian beliau menulis *Vedānta Sutra, Purāna-
Purāna, Upanisad*, dan pada akhirnya beliau melihat bahwa ada
beberapa golongan orang yang sangat sulit menerima ajaran *Veda,*
seperti *Dvija Bandhu, yaitu mereka yang lahir di keluarga terhormat
*tetapi mengalami kesulitan mengembangkan sifat-sifat terhormat,
kemudian melihat para wanita secara umum di masyarakat yang
karena lelap didalam urusan rumah tangga sehingga kehilangan
kesempatan dalam mempelajari ajaran Veda, dan juga para *Sudra,
*yaitu kelompok orang-orang yang juga mengalami kesulitan
mempelajari Veda karena seluruh waktunya dipergunakan untuk
melakukan tugas-tugas pelayanan, seperti golongan buruh, kuli dan
termasuk orang-orang yang hatinya telah membatu akibat terlalu
sering melihat pembunuhan binatang atau langsung melakukan
pembunuhan. Oleh karena itulah Vyāsadeva menyusun sejarah
Mahābhārata yang hebat dan suci ini.

Dengan membaca, mendengar dan mengingat cerita-cerita


Mahābhārata secara teliti dan penuh keyakinan maka hati orang akan
disucikan, karena ia merupakan penjelasan dalam bentuk cerita dan
nasihat-nasihat moral daripada mantram-mantram Veda. Mahābhārata
juga disebut *Mahābhārata Yuddha. *Puncak Mahābhārata adalah
pertempuran antara pihak Pāndava dengan pihak Kaurava yang sama-
sama Bhārata wangsa. Dalam puncak Mahābhārata inilah
diwejangkan ajaran *Bhagavad-gitā* oleh Tuhan Yang Maha Esa Śrī
Krishna yang di dalam kitab-kitab suci disebut sebagai sumber
*Brahman* yang tidak terwujud dan juga sebagai Nārāyana yang
pertama. (02)

Mahābhārata ditulis dalam bahasa Sanskerta berbentuk *Gitā *(syair


nyanyian), dalam bahasa Jawa Kuno berbentuk *Sloka* dan
*Palawakya*. Karya besar ini terdiri dari 18 * parwa* (buku) dan
100.000 *sloka* (ayat). Penulis Mahabharata ke dalam bahasa Jawa
Kuno tidak jelas. Hanya disebutkan ditulis pada zaman raja
Dharmawangsa Tguh Ananta Wikramottunggadewa, tahun 991 - 1007
masehi. Sang Maharaja tampaknya mengerti betapa pentingnya rakyat
membaca dan mendengar *Mahābhārata* yang akan membentuk
rakyat yang bermoral dan berjalan di jalan kebenaran. Beliau
memerintahkan para Rakawi (pengarang) Kerajaan pada zamannya
untuk menyalin *Mahābhārata *ke dalam Bahasa Jawa Kuno. Istilah
"proyek besar" yang diberikan oleh IDB Agastia dalam bukunya
"*Sastra Jawa Kuno dan kita*" - sangat tepat. Inilah proyek yang
sebenarnya proyek karena ia menyempurnakan kehidupan lahir batin
masyarakat.

Selain parva-parva yang disalin ke dalam bahasa Jawa Kunopada


zaman Dharmawangsa ini terdapat pula kitab *Uttara Kanda, Arjuna
Wijaya, Astikaśraya, Parthayana/Subhadra Wiwaha, Bhārata Yudda,
Rāma Kanda, Hari Sraya, Hari Wijaya dan Krshnāndhaka*. "….*sire ta
Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama ngarania, umilwa
manggalaning mangjawakna Byāsamata....... mwang paramparā
karĕngő tekeng anagatakāla."*

Sungguh suci perintah Maharaja Dharmawangsa, *"mangjawakna


Byāsamata"*:- yaitu membahasa-jawa-kunokan tulisan-tulisan,
wejangan-wejangan, buah pikiran Bhagavān Vyāsa. *"Paramparā
karĕngő tĕkeng anagatakāla" - *disebar luaskan turun-temurun sampai
kemudian hari.

*Parampara* disini berarti disampaikan turun temurun dari yang


berhak kepada yang lain, atau dari orang-orang tua yang berhati
bersih kepada anak cucunya. Bahasa Sanskerta rupanya dikuasai
betul pada zaman itu, entah bagaimana sistem pendidikannya pada
waktu itu. Saya pernah mempunyai lontar tentang pelajaran Sanskerta.
Sayang sekali, karena alas an emosional ingin memusatkan perhatian
pada spiritual akhirnya lontar tersebut saya hadiahkan kepada seorang
sarjana terkenal. Melihat kemampuan Sanskerta leluhur kita, tidak
mustahil kalau garis perguruan guru-guru kerohanian (*paramparā*)
berlaku saat itu di Jawa. Mengingat suasana masih dipengaruhi oleh
zaman * sattvam* (suasana penuh kebaikan), dimana disiplin
penyampaian *Veda* dijaga ketat kemurniannya turun-temurun. (03)

*Mahābhārata * dipuji sebagai karya sempurna. Orang-orang


menemukan segala di sana. *Mahābhārata* adalah gubahan yang
hebat, suatu ensiklopedia dari pada tradisi dan legenda perbedaan-
perbedaan politik dan sosial di India. *Mahābhārata* tak ada
bandingnya dalam menggambarkan kebesaran pahlawan.
*Mahābhārata* adalah merupakan gudang besar yang berisikan
bermacam-macam barang berharga. Yang berisikan kehidupan yang
bercorak ragam dan gilang gemilang. Ia bukan saja buku yang
berisikan peraturan-peraturan moral semata-mata, akan tetapi penuh
juga dengan kesusilaan (etika dan kehidupan). Dalam *Mahābhārata*
titik beratnya diletakkan dalam kebaikan untuk bersama. (Usman
Effendi).

*Mahābhārata* bukanlah merupakan suatu buku melainkan suatu


kesusastraan yang luas disusun dalam jangka waktu yang lama.
(Winternitz).
*Mahābhārata* ini dapat pula dipandang sebagai *Kawya Sastra, Sruti
*atau singkatnya, ensiklopedia sekaligus."

Parva-prava ini sebanyak 18 parva, diperkirakan diselesaikan oleh


Bhagavan Krsna Dvipayana Vyāsa dalam waktu 3 tahun (*lawas nira
magawe s*ā*stra tělung tahun)*, di Bhadarika Āśrama di pegunungan
Himalaya. Kalau ada yang sempat ke Himalaya sana dan ingin
mengunjungi Goa Pertapaan Maharesi Vyasa, silakan mengunjungi
telple besar Bhadrinath. Goa pertapaan Maharesi Vyasa ada di dekat
Bhadrinath.

Dari 18 parva aslinya, yang dijumpai dalam bahasa jawa Kuno antara
lain : 1. *Adi parva, *2. *Sabha parva, *3. *Virata Parva, *4. *Udyoga
Parva, *5. *Bhisma Parva, *6. *Āśramavasa Parva, *7. *Mausala
Parva, * 8.*Prasthanika Parva, *9. *Svargarohana Parva, konon juga
Vana Parva, *(untuk parva ini penulisnya tidak jelas, diperkirakan
banyak pujangga menulisnya).

Berdasarkan tradisi penterjemahan, rasanya tidak masuk akal kalau


tidak semua parva diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno. Kalau
ada kekurangan jumlah parva yang dijumpai didalam literature Jawa
Kuno, saya kira semua itu pasti disebabkan oleh kemusnahan lontar.
Berbeda dengan pencetakan buku-buku zaman ini, sekali cetak bisa
puluhan atau ratusan ribu eksemplar. Dengan demikian, kemungkinan
musnah adalah kecil. (04)
Source : HDNet

Anda mungkin juga menyukai