Anda di halaman 1dari 107

BAHAN DIKLAT TEKNIS SUBTANTIF DASAR (DTSD)

KEPABEANAN DAN CUKAI

MODUL ( I – III)

MATERI
KLASIFIKASI BARANG

OLEH :

TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
2007
MODUL I

SISTEM KLASIFIKASI BARANG


MENURUT HARMONIZED SYSTEM

MATERI
KLASIFIKASI BARANG

OLEH :

TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
2007
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa, bahwa Modul ini dapat diselesaikan
sesuai waktunya.

Obyek dari kegiatan Direktorat Bea dan Cukai adalah barang. Dalam rangka penentapan
tarif bea masuk dan kepentingan kepabeanan lainnya, seyogyanya petugas Ditjen Bea dan
Cukai menambah keterampilam dalam mengklasifikasi barang agar pelayanan cepat dan
negara tidak dirugikan dalam menetapkan besarnya bea masuk, karena ada kepastian
tentang jenis barang dan penetapan tarif posnya.

Modul ini merupakan seri dari 3 buah modul mata pelajaran klasifikasi barang. Modul ini
digunakan dalam Diklat Teksnis Substantif Dasar I Kepabeanan dan Cukai dengan judul
“Catatan Penting dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia”

Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga dapat diselesaikannya Modul ini. Semoga Allah membalas
atas amal kebaikan tersebut.
Semoga Modul ini bermanfaat sebagai penambah wawasan dan media untuk penambah
keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang.

Jakarta, Nopember 2007

Penulis
DAFTAR ISI
Halalaman
Kata Pengantar ............................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................... ii

1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1.Deskripsi singkat........................................................................ 1
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum................................................ 1
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus............................................... 1
2 KEGIATAN BELAJAR 1
JENIS CATATAN PADA BTBMI……………………………...... 2
2.1 Uraian, Contoh dan Non contoh........................................... 2
2.2. Latihan 1............................................................................... 5
2.3. Rangkuman........................................................... 5
3 KEGIATAN BELAJAR 2
STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG PADA BTBMI....... 6
3.1 Uraian, Contoh dan Non contoh.......................................... 6
3.2. Latihan 2............................................................................ 22
3.3. Rangkuman...................................................................... 23
4 KEGIATAN BELAJAR 3
CATATAN PENTING PADA BTBMI........................................ 24
4.1 Uraian, Contoh dan Non contoh............................................ 24
4.2. Latihan 3............................................................................... 32
4.3. Rangkuman........................................................................... 32
5 Test Formatif ............................................................................... 33
6 Kunci Jawaban .................................................. 36
7 Umpan Balik..................................................................... 37
8 Daftar Pustaka............................................................................. 38
MODUL I
KLASIFIKASI BARANG

I. PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Singkat

Seorang Pegawai Ditjen Bea dan Cukai harus menjadi seorang klasifikator dibidang
kepabeanan Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu memahami
pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang. Seorang klasifikator
harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang karena
akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
yang pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya
yang harus dibayar.

1.2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu memahami landasan
dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari Modul ini para siswa diharapkan dapat menjelaskan :


1. Identifikasi dan klasifikasi barang
2. Harmonized System (HS)
3. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI ) 2007.
2. KEGIATAN BELAJAR 1

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI BARANG

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

2.1.1. Identifikasi dan Klasifikasi Barang

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat mengklasifikasi suatu barang
dengan benar? Biasanya klasifikasi tersebut dilakukan dengan mencari langsung pos tarif
yang dianggap sesuai. Cara seperti ini tidak akurat dan sering menyebabkan terjadinya
kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan negara dirugikan.

Dalam buku ini akan dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis dalam
mengklasifikasi barang. Diharapkan dengan menggunakan metode ini para siswa dapat
dengan mudah mengklasifikasi barang. Namun sekali lagi perlu diingat, klasifikasi yang
benar hanya dapat dilakukan apabila mengetahui jenis barang dan memahami aturan-
aturan mengklasifikasi dengan benar.

Langkah pertama dalam mengklasifikasi adalah apa yang akan diklasifikasikan.


Sebelum mengklasifikasi suatu barang, kita harus tahu lebih dulu spesifikasi barang itu.
Langkah ini dinamakan Identifikasi barang. Keakuratan mengklasifikasi tergantung dari
keakuratan dalam mengidentifikasi barang. Seorang klasifikaotr tidak mungkin dapat
mengklasifikasikan suatu barang dengan benar bila ia tidak tahu spesifikasi barang
tersebut.

Setelah kita mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan melalui identifikasi barang,
barulah kita dapat melakukan langkah kedua yaitu Klasifikasi barang. Perlu diingat
bahwa setelah melakukan tahap klasifikasi, baru diketahui bahwa informasi yang ada
belum lengkap sehingga kita harus kembali melakukan identifikasi barang untuk
memperoleh informasi yang diperlukan tersebut.

Informasi apa yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu barang dan darimana
informasi tersebut diperoleh? Informasi yang diperlukan sebenarnya tergantung dari
uraian yang ada pada BTBMI yang berkaitan dengan barang bersangkutan. Semakin
sederhana dan rinci uraian barang pada BTBMI, semakin mudah bagi kita untuk
mengklasifikasikan barang karena tidak dibutuhkan informasi yang terlalu rumit
(misalnya, informasi yang diperlukan untuk mengklasifikasikan kuda hidup, hanyalah
kuda bibit, untuk tujuan olah raga, atau kuda untuk sirkus).

Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah suatu bahan kimia?
Barangkali sebelum mengklasifikasi kita memerlukan berbagai informasi mengenai
barang kimia tersebut: apakah organik atau anorganik, apakah bentuk asal atau preparat,
apa komposisinya, apa kegunaannya, bagaimana bentuknya, dan sebagainya. Informasi
yang diperlukan tentunya semakin banyak dan rumit. Demikian juga apabila barang
tersebut berupa barang elektronik. Berapa watt dan voltage tenaga listrik yang
dibutuhkan, kegunaan, buatan, dan keterangan lainnya.
Darimana kita dapat memperoleh informasi yang kita perlukan untuk mengklasifikasi
suatu barang? Mari menjawab pertanyaan tesebut dengan memperhatikan bagan di
bawah ini:

Untuk mengetahui spesifikasi barang yang akan kita klasifikasikan, banyak sumber
informasi yang dapat kita gunakan. Fisik barang itu sendiri sudah memberikan beberapa
informasi yang kita butuhkan, misalnya apakah bentuknya cair atau padat, butiran atau
bongkahan, bagaimana pengemasnya, dan sebagainya. Informasi lain dapat kita peroleh
dari berbagai sumber di atas. Semakin banyak informasi yang kita miliki tentang barang
tersebut, semakin akurat kita mengklasifikasikannya.
C/A, MSDS, EXPL. NOTES HASIL PENG- LITERATUR
KATALOG, ALPHABETI - UJIAN LABO- LAIN
BROSUR, DLL CAL INDEX, DLL RATORIUM

IDENTIFIKASI

KLASIFIKASI

KONDISI FISIK LABEL, KE- INFORMASI DARI KAMUS,


BARANG MASAN SUMBER LAIN: DATA BASE,
SK, INSTANSI/LEM- DAN LAIN -
BAGA TERTENTU LAIN.

Identifikasi barang diperlukan untuk menjawab setidak-tidaknya empat pertanyaan dasar


di bawah ini:

• What is it?
Barang apa yang diimpor? ⇒ bahan baku, setengah jadi, atau barang jadi? produk
pertanian, kimia, elektronik, mesin?

• What is it made of?


Dibuat dari apa barang tersebut? ⇒ komposisi, campuran, bahan yang dominan?
• What for?
Digunakan untuk apa? ⇒ kegunaan tertentu, bagian dari barang lain, aksesoris, lebh dari
satu macam kegunaan?

• How is it imported?
Bagaimana saat diimpor? ⇒ kemasan? belum lengkap? terurai? dalam bentuk set?

Pertanyaan di atas harus dijawab sebelum kita memulai tahap klasifikasi. Apabila kita
sudah mempunyai jawaban, barulah kita berusaha mencari pos yang tepat. Dengan kata
lain, setelah 3W + 1H ⇒ What are the classifiable codes?

Mengapa “What are classifiable codes?” (pos-pos, bukan satu pos tertentu?). Kita dapat
menemukan satu pos tertentu bila pos dimaksud dengan spesifik menguraikan jenis
barangnya. Namun pada umumnya suatu pos mencakup atau menguraikan satu
kelompok barang sehingga sepintas lalu seakan-akan ada satu barang yang dicakup oleh
dua atau lebih pos. Untuk itu kita perlu mengantisipasi semua pos tarif yang mungkin
untuk dipilih satu pos yang paling sesuai.
Keterangan pabrik atau produsen barang perlu diperhatikan, dari jenis pabrik apa,
misalnya apakah pabrik farmasi atau pabrik produksi pipa plastik. Hal ini untuk
mengetahui grade atau kemurnian dari bahan tersebut. Kalau dari pabrik farmasi
kecenderungannya grade farmasi atau kemurnian mendekati 100 %. Keterangan
kemurnian barang akan berkaitan dengan harga barang tersebut, Demikian juga negara
asal barang akan berpengaruh terhadap mutu atau harga barang.

2.1.2. Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang

1) Prosedur Umum Klasifikasi

Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTBMI, prosedur yang digunakan adalah


sebagai berikut :
• identifikasi barang yang akan diklasifikasikan;
• mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi mengenai barang;
• merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut;
• melihat buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI);
• menentukan klasifikasi barang ke dalam BTBMI (dapat dimulai baik dari segi bahan
baku menjadi barang jadi, proses sederhana dan proses canggih/kompleks, pertanian,
mineral, kimia, mesin, dan seterusnya).

2). Tahapan Mengklasifikasi Barang

Dalam penjelasan ini disajikan tahapan mengklasifikasi barang secara garis besar.
Tahapan lebih rinci akan dijelaskan kemudian setelah memahami apa itu Harmonized
System, Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi
Harmonized System dan teori pendukung lainnya.

(a) Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia, atau
mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik. Identitas barang meliputi :
nama, guna, fungsi, bauatan, berat, kemasan dan informasi lain yang bergunauntuk
mengklasifikasi barang.

(b) Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila sudah
kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan Bab yang
berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

(c) Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab yang
berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan yang
mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih, perhatikan pada
Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan. Pada tahap ini,
biasanya kita sudah mempunyai gambaran umum apakah barang tersebut
diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lainnya.

(d) Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas, maka kita
mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan kita
klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah dapat
menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci. Bila sudah kita
temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan sub-pos
(6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos
tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos
(4-digit). Dalam tahap ini tentunya menggunakan kaidah-kaidah seperti yang ada
dalam nomor 1 sampai dengan 10 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi
Harmonized System

(e) Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian barang,
langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM, atau cukai)
dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-lain.). Karena
pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu menggunakan pembebanan
yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.

2.2. Latihan 1

Pertanyaan Jawaban
1. Mengapa kita harus mengidentifikasi 1.
barang sebelum mengklasifikasinya ?

2. Bila akan diimpor sebuah pompa air yang 2.


menggunakan tenaga listrk, data apa yang
diperlukan mengenai pompa tersebut ?

3. Bagaimana langkah-langkah dalam meng klasifi 3.


kasi barang ?

2.3. Rangkuman

Dalam kegiatan 1 telah dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis dalam


mengklasifikasi barang. Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah
suatu bahan kimia? Sebelum mengklasifikasi kita memerlukan identifikasi untuk
mendapatkan informasi mengenai: : organik atau anorganik, bentuk asal atau preparat,
komposisinya, kegunaannya, bentuknya, dan sebagainya..
Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTBMI, prosedur yang digunakan adalah
sebagai berikut : 1) identifikasi barang, 2) mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan
semua informasi mengenai barang; 3) merumuskan identitas; 4 melihat BTBMI ; 5)
menentukan klasifikasi barang

3. KEGIATAN BELAJAR 2. HARMONIZED SYSTEM

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

3.1.1. Pengantar

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis
dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan dan
statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10
tahun 1995, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized
System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia

Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah menggunakan beberapa


sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu :
a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan Republik
Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.
b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.
c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan
penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.
d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem pentarifan ini
sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini terdapat
penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit
atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari
sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 1987
sampai dengan 31 desember 1988.
f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia
berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1989.

2. Mengapa HS ?

Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang dikenal
dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia) telah membentuk
suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu nomenklatur klasifikasi
barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean, tetapi juga digunakan untuk
kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan negosiasi perdagangan.

Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu nomenklatur
(daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang dinamakan
Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan
sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti,
nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang dikenal dengan nama
Konvensi HS.

Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian besar adalah
negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi
konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi HS dengan Keppres
Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada tahun 1993, sebenarnya
Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.
3.1.2. Tujuan Harmonized System

Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan


timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan
masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. Menyadari hal yang demikian
WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS yang mulai berlaku secara
internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan tujuan :

• Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat secara


sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.
• Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan dunia.
• Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen jelasan
dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tarif pengangkutan,
keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.
• Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan perhatian
kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola perdagangan
Internasional.

Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional? Ada beberapa keuntungan


yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman klasifikasi barang,
yaitu:

1. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang


diperdagangkan secara internasional.
2. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara
internasional.
3. Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh
importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.
4. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi yang benar
dan sama untuk keperluan negosiasi.
5. Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat
digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.
HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan sistem kode
penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan oleh berbagai
lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan, misalnya:
a. World Customs Organization (WCO).
b. The International Chamber or Shipping (ICS).
c. The International Air Transport Association (IATA).
d. The International Union Railway (IUR).
e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

3.1.3 Publikasi Pelengkap HS

Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang digunakan untuk


lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi tersebut juga diterbitkan
oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

1. The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)

Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun
sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi
(official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap
yang sangat penting dari HS.
Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk mendapatkan
interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory Notes ini, sebagian
negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum
Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami perubahan
(amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk itu membaca
Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya dalam HS.

Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi kedua (tahun 1996) yang
terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 29), Volume 2 (Bab 30- 63),
Volume 3 (Bab 64 - 84), dan Volume 4 (Bab 85 - 97).
2. The Alphabetical Index

Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau sub-sub


pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO juga menerbitkan buku
indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical Index. Alphabetical Index
terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A - L) dan Volume II (M - Z).

3. Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of


Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base (dalam
bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules, dan
Correlation Tables.

3.1.4. Sistem Pengkodean

Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar, yaitu:

1. Multipurpose nomenclature

HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk keperluan


kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam bidang lain seperti
negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan sebagainya. Masing-masing negara
penandatangan konvensi (contracting party) dapat mengembangkan penggolongan 6-digit
tersebut menjadi kelompok yang lebih spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan
industrinya. Dengan tetap berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai
kesatuan persepsi tentang pengklasifikasian suatu barang.

2. Structured nomenclature

HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan 1.241 pos.
HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan Umum
Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos, merupakan
pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam.
Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab 77, 98, dan
99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang, sedangkan Bab 98 dan 99
digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing contracting party, misalnya untuk
barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia juga menggunakan Bab 98 untuk
keperluan ekspor barang tertentu yang pada bulan April 1999 dicabut kembali.

Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga bagian utama
atau integral, yaitu:
a. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules for
the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized
System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum
melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang menggunakan HS.
KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi
barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS, bagian ini akan dibahas
tersendiri.
b. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
c. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.

HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor


tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem penomoran
dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-digit) dengan
penjelasan sebagai berikut:

01 01 11
__ Bab (Chapter) 1
_______ Pos (Heading) 01. 01
______________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11

• Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu diklasifikasikan.
Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada Bab 1.

• Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada contoh
di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.
• Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di atas,
barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.

Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam


BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam HS. Penjelasan
mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan berikutnya.

3.2.Latihan 3

Pertanyaan Jawaban
1. Apa yang dimaksud dengan Harmonized 1.
System ?
2. Apa tujuan Harmnized System 2.
3. Bagaimana sistem penomoran Harmonized 3.
System ?

3.3. Rangkuman

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis
dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan dan
statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10
tahun 1995. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada
Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal
dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

Perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan timbulnya


kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat industri
dan pola perdagangan Internasional. WCO meluncurkan HS yang mulai berlaku secara
internasional pada tanggal 1 Januari 1988. HS menggunakan kode nomor dalam
mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang
tersusun secara sistematis. Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem
penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub
pos dalam HS.
4. KEGIATAN BELAJAR 3 BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA

4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

4.1.1. Dasar Hukum

Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah berhasil
membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang Kepabeanan, yang kemudian
dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan saat
ini telah diamandemend dengan UU no. 17 tahun 2006 . Pasal 14 ayat (1) Undang-
Undang ini menyebutkan bahwa “Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang
dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang”. Selanjutnya berdasarkan pasal 14
ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.

Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan memperhatikan:


a. Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar Internasional.
b. Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.
c. Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung
terciptanya perdagangan bebas.
d. Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.

Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan


Republik Indonesia Nomor : 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni 1996 tentang Penetapan
Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Dalam
Pasal 1 Keputusan ini disebutkan “Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang barang
dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International
Convention The Harmonized Commodity Description and Coding System beserta
protocol-nya”.

Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang sebelumnya dikenal
dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30 April 1957. Sebagai
anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang aktif dalam kegiatan WCO
dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini. Berbagai bantuan teknis dalam
rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan
Internasional, telah diterima oleh Indonesia.

Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993, Indonesia


telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the Harmonized
Commodity Description and Coding Sistem”. Sebagai tindak lanjutnya , berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16 Maret 1994 telah
ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994 , struktur Klasifikasi barang dalam Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS
Convention.

Berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization telah


mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS versi
1992, menjadi “HS versi 1996”.

Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada tanggal 29


Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.
01/1995 yang merupakan:
1. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.
2. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur bersama bea
masuk) untuk barang bersangkutan.
3. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebasan atas Impor dan
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1986
tentang Bea Masuk Tambahan Atas Barang Impor.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya dijabarkan


dalam bentuk penerbitan BTBMI edisi tahun 1996. Hingga saat ini BTBMI 1996
dimaksud telah beberapa kali diubah atau direvisi sesuai dengan perkembangan
kebijaksanaan nasional. BTBMI terakhir dengan BTBMI tahun 2007 menggunakan HS
ver 2007 berdasarkan AHTN.

4.1.2. Struktur BTBMI

Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang Harmonized
System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTBMI. BTBMI adalah buku tarif bea
masuk yang digunakan di Indonesia semenjak 1989 yaitu, beberapa tahun sebelum
Indonesia meratifikasi HS Convention dan saat ini yang berlaku adalah BTBMI 2007
berdasarkan AHTN.

BTBMI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut untuk
digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia. BTBMI
mempunyai struktur sebagai berikut:

1. Kolom :

a. Kolom pertama adalah kolom “Pos/Subpos/Pos Tarif” yang mencantumkan nomor


pos/subpos sebagai berikut :
1) 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System-World
Customs Organization (HS-WCO);
2) 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;
3) 10 (sepuluh) digit merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa
Indonesia, kecuali:
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari teks AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari teks HS –
WCO.
4) 4 (empat), 6 (enam) dan 10 (sepuluh) digit pada bab 98 merupakan teks berasal dari
uraian barang dalam bahasa Indonesia.

b. Kolom kedua adalah kolom “Uraian Barang” dalam bahasa Indonesia yang disusun
dengan pola sebagai berikut:
1) Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan terjemahan dari teks
HS-WCO;
2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari teks
AHTN;

3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari uraian
barang dalam bahasa Indonesia, kecuali:
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari teks AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari teks HS –
WCO.
4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian barang dalam
bahasa Indonesia.

c. Kolom ketiga adalah kolom “Description of Goods” dalam bahasa Inggris yang
disusun dengan pola sebagai berikut :

1) Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS-WCO dalam
bahasa Inggris;

2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam bahasa
Inggris;
3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari teks
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :
♦ yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) merupakan teks AHTN;
♦ yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) merupakan teks asli
HS – WCO.
4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian barang dalam
bahasa Indonesia.

d. Kolom keempat adalah kolom “Bea Masuk Umum” yang mencantumkan


pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.01/2003 tanggal 18
Desember 2003;

e. Kolom kelima adalah kolom “Bea Masuk CEPT” yang mencantumkan pembebanan
tarif bea masuk yang berlaku untuk impor barang dari negara-negara ASEAN dalam
rangka Skema CEPT berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003;
f. Kolom keenam adalah kolom “PPN” yang mencantumkan pembebanan tarif PPN
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;

g. Kolom ketujuh adalah kolom “PPnBM” yang mencantumkan pembebanan tarif


PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003 dan Nomor
355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003;

h. Kolom kedelapan adalah kolom “Larangan/Pembatasan” yang mencantumkan


ketentuan larangan atau pembatasan barang impor berdasarkan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
62/MPP/KEP/02/2001 dan tata niaga impor dan peredaran bahan berbahaya tertentu
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
254/MPP/KEP/7/2000, serta ketentuan instansi teknis lainnya;

i. Kolom kesembilan adalah kolom “Keterangan” yang disediakan untuk


mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain yang
belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.

2. Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk hal-hal
sebagai berikut :
a. Tanda strip (-) pada kolom Bea Masuk CEPT berarti komoditi pada pos tarif
bersangkutan tidak termasuk dalam skema CEPT;
b. Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos tariff
bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM.

3. Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk hal-
hal sebagai berikut :
a. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “Bea Masuk Umum” berarti
pembebanan impornya mengikuti tarif pada pos tarif 87.01 sampai dengan 87.05;
b. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “PPN”, “PPnBM” dan
“Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan pemberlakuan
ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau
sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan;

4 Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam


menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum dalam
Subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguan dalam menginterpretasikan teks
yang tercantum dalam Catatan Penjelasan Tambahan (SEN), maka yang mengikat
secara hukum adalah teks asli SEN dalam bahasa Inggris.

Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya BM, PPN, dan PPnBM
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan Tata Niaga Impor) ditetapkan oleh
Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perlu diingat bahwa selain BM yang tercantum
dalam BTBMI, terdapat juga BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri oleh Menteri
Keuangan. Bea Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 April 1996
berlandaskan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sesuai pasal
18, 19 dan 20.

4.1.3. Kode Penomoran dan Pentakikan

1. Sistem Penomoran

Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan


susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, 2 digit selanjutnya mengacu kepada
AHTN dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos tarif nasional. Untuk memahami sistem
penomoran tersebut, perhatikan contoh berikut:

0705.11.00.00 Selada kubis (selada bongkahan)

(1) Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab.


Bab 07 : Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.

(2) Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos.


Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin.
(3) Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos yaitu selada.
Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:
0705.10: - Selada

(4) Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif


0705.19.00.00 : - - Lain-lain)

2. Sistem Takik

Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan sistem takik (dash, -)
untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Pos (4-digit) tidak diberi takik.


b. Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit).
c. Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -).
d. Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian
seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.

Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh yang sudah ada
(pos tarif 0705.11.000):

07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin).
0705.10 - Selada
* Ingat, dalam HS/BTBMI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos
tersebut dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

0705.11.00.00 -- Selada kubis (selada bongkolan).


Apabila pos tarif 0705.11 dipecah lagi menjadi pos tarif yang lebih rinci, khusus untuk
negara Indonesia, maka digunakan pemecahan menggunakan tiga takik pada digit 9 dan
10, misalnya :
0705.11.00.10 - - - Segar
0705.11.00.20 - - - Dingin

Namun apabila ASEAN misalnya akan membagi dari subpos 0705.11. maka :
0705.11.10.00 - - - Segar
0705.11.20.00 - - - Dingin

Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang nomor sub-pos atau pos tarif yang dipecah
lebih lanjut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BTBMI, contoh :
• sub-pos 0705.10, dalam BTBMI tidak dicantumkan (hanya dicantumkan uraian
barangnya yaitu: - selada) karena sub-pos tersebut dipecah lebih lanjut menjadi
0705.11 dan 0705.19.

• Dalam HS/BTBMI hanya ada dua jenis barang, yaitu barang tertentu dan lain-lain.
Kedua jenis barang tersebut dapat dipecah kembali lagi menjadi dua kelompok di atas
(barang tertentu dan lain-lain) yang lebih spesifik.

• Setiap kelompok barang di atas (baik dalam pos, sub-pos, maupun pos tarif) dibagi
atau dirinci dengan dua cara, yaitu barang tertentu A - barang tertentu B atau -
barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Contoh:
Barang tertentu A - barang tertentu B :
Pos 07.07 (Ketimun dan ketimun acar, segar atau dingin) dibagi menjadi ketimun dan
ketimun acar saja. Barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain).
Pos 07.01 (Kentang, segar atau dingin) dibagi menjadi bibit dan lain-lain.

• Bila pos dipecah menjadi sub-sub pos, perhatikan digit kelima dan keenam. Barang
tertentu mempunyai kode 10, 20, 30, ..., 80.

• Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas. Mari kita lihat contoh
berikut:

39.01 --Polimer dari etilena, dalam bentuk asal.


3901.10 -- Polietilena berat jenis kurang dari 0,94:
3901.10.10.00 -- Dalam bentuk padat
-- Butiran
3901.10.21.00 --- Mutu farmasi
3901.10.22.00 --- Mutu kabel
3901.10.23.00 --- Lain-lain, digunakan dalam pembuatan kabel telepon atau
kabel listrik
3901.10.29.00 --- Lain-lain
3901.10.30.00 --Cair atau pasta
--Bentuk lain :
3901.10.91.00 --- Digunakan dalam pembuatan kabel telepon atau kabel
listrik
3901.10.99.00 --- Lain-lain

Untuk pemecahan pos tarif,perhatikan dua digit terakhir.

• Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, ..., 30;


• Barang lainnya (lain-lain) diberi kode 90.
• Bila kode 10 dipecah lagi menjadi lebih rinci, digunakan digit kesembilan, yaitu
menjadi 11, 12, ..., 19.

• Demikian juga kode 900 bila dipecah menjadi 91, 92, ..., 99.

4.1.4. Arti kata “lain-lain”

Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk


menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya. Kata
“lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional
Untuk dapat memahami arti kata “Lain-lain” , perhatikan hal-hal berikut ini:
• bandingkan kelompok barang “lain-lain” dimaksud dengan kelompok barang yang
setara.
• apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada bab, bandingkan dengan uraian
barang pada bab-bab terdahulu.
• apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan uraian
barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama.
• apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan uraian
barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama.
• apabila kata “lain-lain” dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan uraian
barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.

Metode di atas dapat difahami dengan lebih mudah apabila kita dapat
menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok barang
mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang lain-lain yang ingin kita
ketahui.

Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-lain


dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sebagai berikut:

A A1
A2
Lain-lain (1) B1
B2
Lain-lain (2) C1
C2
Lain-lain (3)

• Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1);


• Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2).
• Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).
Cara membaca:
• Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2).
• Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1).
• Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.

Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2, selain B1 dan
B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan
A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan
A2.
Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain tersebut
akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-lain dibatasi
pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada judul Bab, Pos, Sub-
pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan catatan Bagian, catatan Bab,
maupun catatan Sub-pos.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang terdapat dalam
BTBMI:
a) Judul Bab.
Bab 63: Barang tekstil sudah jadi lainnya ....
Secara singkat makna kata lainnya berfungsi untuk menampung barang tekstil sudah
jadi yang belum disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam Bagian XI. Secara
lebih rinci judul bab tersebut dapat diuraikan menjadi “Tekstil dan barang tekstil,
selain yang telah disebutkan pada Bab 50 sampai dengan Bab 62”.

b) Judul Pos.
Pos 01.06: Binatang hidup lainnya.
Kata lainnya dalam pos ini berfungsi untuk menampung binatang hidup yang belum
disebutkan pada pos-pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian pos tersebut dapat
diuraikan menjadi:
Binatang hidup,
• selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, selain binatang sejenis lembu, selain
babi
• selain biri-biri dan kambing
• selain unggas dari jenis : ayam spesies Gallus domesticus, bebek, kalkun dan
ayam mutiara

c) Judul Sub Pos


Sub-pos 0102.90 : - Lain-lain
Kata lain-lain dalam sub-pos ini berfungsi untuk menampung binatang sejenis lembu,
hidup yang belum disebutkan pada sub-sub pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian
dalam sub-po stersebut dapat diuraikan menjadi:
Binatang hidup,
• selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,
• termasuk binatang sejenis lembu, namun bukan untuk bibit

4.2. Latihan 3

Pertanyaan Jawaban
1. Pasal berapa dalam Undang-undang no. 10 tahun 1.
1995 yang berkaitan dengan klasifikasi barang ?

2. Apa isi Buku Tarif Bea Masuk Indonesia ? 2.

3. Apa yang dimaksud dengan sistem pentakikan 3.


dalam penomoran HS ?

4. Bagaimana cara membaca pengertian kata “Lain- 4.


lain” dalam BTBMI ?

4.3. Rangkuman

Indonesia telah menjadi Contracting Party dari “International Convention on the


Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. berdasarkan keputusan
Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993. Sebagai tindak lanjutnya struktur
Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada
sistem klasifikasi dari HS Convention
Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan
susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS dan 2 digit terakhir adalah pecahan
pos tarif nasional. Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan
sistem takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang
Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata “Lain-lain”, berfungsi untuk
menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya. Kata
“lain-lain” terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional. Dengan sedikit
latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain tersebut akan dapat dengan
mudah dimengerti
5. Test Formatif

5.1. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan
huruf S apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S ) Untuk mengklasifikasi barang diperlukan data mengenai nama, jenis dan


spesifikasi lainnya secara akurat. Informasi mengenai barang tersebut
dapat kita peroleh melalui : kondisi fisik, brosur, sertificate of analysis,
label kemasan dan data lainnya

2. ( B - S ) Customs Cooperation Council di Brussels pada tanggal 14 Juni 1983


menghasilkan Konvensi Internasional tentang The Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dan mulai berlaku di
Indonesi sejak tanggal 1 Januari 1988

3. ( B - S ) HS bersifat harmonis karena standard klasifikasi dan sistem kode


penomoran barang digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti
Pabean, statistik, perdagangan internasional dan pengangkutan laut, udara
dan kereta api. Salah satu tujuan HS adalah untuk memberikan ketidak
seragaman secara internasional penggolongan barang dalam tarif pabean

4. ( B - S ) Apabila terdapat perbedaan sistem klasifikasi pada setiap negara akan


memperpanjang waktu untuk penetapan bea masuk dan pengeluaran
barang impor di pelabuhan. Fungsi dasar HS adalah untuk memberikan
keseragaman dalam mengklasifikasi barang guna memberikan
kemudahan pada perdagangan internasional

5. ( B - S ) Ditinjau dari fungsi pengklasifikasian, struktur HS terdiri dari : KUM HS


; Catatan Bagian, Bab dan Subheading ; Heading, sub-heading dan
penomoran hingga ke Pos tarif (10 digit). Demikian dalam kekuatan
hukumnya sama, karena yang utama adalah uraian barangnya.
5.2. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf
yang terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )

1. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem


klasifikasi barang. Bunyi kalimat diatas sesuai dengan bunyi UU no. 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan pada :
a. pasal 16
b. pasal 115
c. pasal 14
d. pasal 116

2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai berlaku
secara internasional sejak :
a. tanggal 1 Januari 1989
b. tanggal 1 Agustus 1988
c. tanggal 31 Januari 1988
d. tanggal 11 Januari 1989

3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi barang.


Prosedur tersebut secara umum ialah .........
a. mengidentifikasi barang dengan mempelajari jenis dan spesifikasinya
b. merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut
c. melihat Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dan menentukan klasifikasinya
d. pernyataan a, b dan c benar

4. Dalam pengamatan sementara untuk mengklasifikasi barang, maka sebutkan


pernyataan dibawah ini yang tidak benar
a. Jenis suatu jenis barang dimungkinkan tidak ada dalam HS
b. Dapat terkait dengan beberapa bab
c. Mengklasifikasi barang seluruhnya harus tepat secara eksak
d. Barang tidak dapat diklasifikasikan, karena uraian jenis barangnya tidak ada
dalam BTBMI
5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia :
a. hanyalah sementara (mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan RI)
b. harus mengacu kepada perkembangan terakhir besarnya penetapan Bea Masuk
c. selalu berubah
d. pernyataan a, b dan c benar

5.3. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan benar

1. Sebutkan 3 Sistem dalam mengklasifikasi barang yang pernah digunakan


Pemerintahan Republik Indonesia, sebelum HS !

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konvensi HS ?

3. Mengapa kita memilih suatu system seperti HS dalam menentukan klasifikasi


barang ?

4. Sebutkan tujuan Harmonized System ?

5. Apakah besarnya tarif bea masuk Indonesia secara hukum sesuai seperti apa yang
tertulis dalam BTBMI tersebut ?

6. KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF

Kelompok 5.1.
1 B.
2. S
3. B.
4. B
5. S

Kelompok 5.2..
1. a
2. b
3. d
4. c
5. d
Kelompok 6.3.

Nomor 1
a) Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan
penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal
1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980.
b) Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem pentarifan ini
sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini terdapat
penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit atau
semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985.
c) Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari
sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai
dengan 31 desember 1988.

Nomor 2
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu nomenklatur
(daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang dinamakan
Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan
sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti,
nomenklatur disahkan dalam Konvensi HS

Nomor 3
a) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang
diperdagangkan secara internasional.
b) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang
diperdagangkan secara internasional.
c) HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara
internasional.
d) Menggunakan “bahasa pabean” sehingga dapat dengan mudah dimengerti
oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.
e) Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi
yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.
f) Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat
digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.

Nomor 4
a) Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat secara
sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.
b) Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan dunia, dan
;
c) Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen jelasan
dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tarif pengangkutan,
keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.
d) Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan perhatian
kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola perdagangan
Internasional.

Nomor 5
Buku tarif Bea Masuk Indonesia hanyalah suatu referensi praktis agar dapat secara
optimal digunakan di lapangan. Ketentuan hukum yang legal adalah sesuai Surat
Keputusan Menteri Keuangan tentang perubahan Tarif Bea Masuk Indonesia
(lihat Kata Pengantar pada BBTBMI)

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada di
belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh mana Anda
menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan


Untuk kelompok A dan B :
Jumlah Jawaban yang benar dibagi 10 kemudian dikali 100 % = ............

Untuk kelompok C :
Apabila benar seluruhnya nilai menjadi 100
Untuk nilai keseluruhan maka dibagi rata-rata dari (A+B) dan C
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang

Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan kepada
modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat penguasaan
Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul kembali, terutama
bagian yang belum Anda kuasai

8. Daftar Kepustakaan

a. Harmonized System, Word Customs Organization, 2007 version


b. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007).
Departemen Keuangan RI, Jakarta
c. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007
d. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)
Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta
***

MODUL II

SISTEM KLASIFIKASI BARANG


MENURUT HARMONIZED SYSTEM
MATERI
KLASIFIKASI BARANG

OLEH :

TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
2007
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa, bahwa Modul ini dapat diselesaikan
sesuai waktunya.

Obyek dari kegiatan Direktorat Bea dan Cukai adalah barang. Dalam rangka penentapan
tarif bea masuk dan kepentingan kepabeanan lainnya, seyogyanya petugas Ditjen Bea dan
Cukai menambah keterampilam dalam mengklasifikasi barang agar pelayanan cepat dan
negara tidak dirugikan dalam menetapkan besarnya bea masuk, karena ada kepastian
tentang jenis barang dan penetapan tarif posnya.

Modul ini merupakan seri dari 3 buah modul mata pelajaran klasifikasi barang. Modul ke
2 dengan judul Teknik Klasifikasi Barang digunakan dalam Diklat Teksnis Substantif
Spesialis Kepabeanan dan Cukai

Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga dapat diselesaikannya Modul ini. Semoga Allah membalas
atas amal kebaikan tersebut.
Semoga Modul ini bermanfaat sebagai penambah wawasan dan media untuk penambah
keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang.

Jakarta, Nopember 2007

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ............................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................... ii
1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1.Deskripsi singkat................................................................. 1
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum........................................... 1
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus............................................... 1
2 KEGIATAN BELAJAR 1
KETENTUAN UMUM UNTUKMENGINTERPRETASI HS..... 2
2.1 Uraian, Contoh dan Non contoh........................................... 2
2.2. Latihan 1............................................................................... 13
2.3. Rangkuman........................................................................ 14

3 KEGIATAN BELAJAR 2
TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG............................ 15
3.1 Uraian, Contoh dan Non contoh.......................................... 15
3.2. Latihan 2............................................................................ 16
3.3. Rangkuman...................................................................... 17
4 KEGIATAN BELAJAR 3
NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG 18
4.1 Uraian, Contoh dan Non contoh............................................ 18
4.2. Latihan 3............................................................................... 23
4.3. Rangkuman........................................................................... 24
5 Test Formatif ............................................................................... 24
6 Kunci Jawaban .................................................. 27
7 Umpan Balik..................................................................... 28
8 Daftar Pustaka............................................................................. 29
MODUL II
TEKNIK KLASIFIKASI BARANG

I. PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Singkat

Seorang klasifikator dibidang kepabeanan harus dapat mengidentifikasi dan


mengklasifikasi barang dengan terampil. Oleh karena itu, seorang klasifikator harus
terlebih dahulu memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi
barang. Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan pengisian Pemberitahuan
Impor Barang yang pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan
pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

1.2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu menerapkan ketentuan
umum untuk menginterpretasi Harmonized System, tahapan dalam mengklasifikasi
barang dan membuat nota penelitian klasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari Modul ini diharapkan para Siswa mampu menjelaskan :


1. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System
2. Tahapan dalam mengklasifikasi Barang.
3. Nota Penelitian Klasifikasi Barang.
2. KEGIATAN 1
KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI
HARMONIZED SYSTEM

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

2.1. 1. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 1

Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan


pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu kompleksnya
teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai pedoman dasar yang tidak
boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan klasifikasi barang, sadar atau tidak,
salah satu ketentuan dalam KUM HS harus dipergunakan. Untuk itu, marilah kita
pelajari satu-persatu enam butir KUM HS tersebut.

KUM HS 1 :
Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan referensi saja;
untuk tujuan hukum, klasifikasi harus ditentukan menurut uraian yang terdapat dalam pos
dan berbagai Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan serta menurut ketentuan-ketentuan
berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut tidak menentukan lain :

Penjelasan:
HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat banyaknya
jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup dengan persis pada setiap
bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi karena sifatnya yang khusus dalam
HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk hewani tidak dirinci atau termasuk dalam
pos lainnya), tetapi diklasifikasikan khusus pada bab 50.
Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan hukum. Karena
itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau pos yang mungkin
mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum adalah pos (heading), catatan
bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian pos dan catatan-catatan tersebut
merupakan pertimbangan utama. Apabila pos dan catatan-catatan tersebut tidak
menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak bisa digunakan barulah digunakan KUM
HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2 Bab 31 menjelaskan pos 31.02 hanya untuk
produk tertentu. Batasan ini tidak boleh diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

Spesifikasi keledai :
- jenis keledai
- umur 2 tahun
- dapat mendemontrasikan
beberapa permainan dalam
pertunjukan sirkus

Pengklasifikasian apakah
pada bab 1 atau bab 95

Perhatikan gambar keledai yang biasa digunakan untuk sirkus.


Bagaimana pengklasifikasiannya bila keledai tersebut diimpor oleh grup sirkus dari
jerman ?

2.1. 2.. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 2a dan 2 b

KUM HS 2 a :
Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi juga
referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung, asalkan pada
saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung tersebut memiliki karakter
utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau rampung. Referensi ini harus dianggap
juga meliputi refensi untuk barang tersebut dalam keadaan lengkap atau rampung (atau
yang berdasarkan ketentuan ini dapat digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang
diajukan dalam keadaan belum dirakit atau terbongkar.
Penjelasan:
Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau rampung,
asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai barang lengkap atau
rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor dalam keadaan terurai, dan
tiap setnya tidak ada sadel dan ban dalamnya. Namun tetap dianggap set sepeda karena
sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.

Spesifikasi :
Sepeda merk
:”Bamby”
- Ada alat
perubah
kecepatan
- memiliki laher
dalam as ban
-bisa dikendarai
oleh orang tua
maupun anak-
anak

Perhatikan gambar sepeda diatas. Bagaimana pengklasifikasiannya bila sepeda


tersebut : a) tidak dicat ,b) tidak ada sadelnya c) dalam keadaan terurai

KUM HS 2 b :
Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga meliputi
referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan bahan atau zat
lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu harus dianggap juga
meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari bahan atau zat
tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan
sesuai prinsip dari Ketentuan 3.

Penjelasan:
Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan berdasarkan
KUM HS 1. Sebagai contoh suatu susu yang telah ditambah sedikit vitamin, maka
pengklasifikasiannya tetap sebagai susu. Mengapa demikian ? karena sifat sebagai
susunya tidak berubah. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos atau catatan bagian
atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-lard oil, ...tidak diemulsi
atau dicampur...); karena uraian posnya sudah menyebutkan bahwa produk dalam pos
tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak berlaku.
Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang
seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus digunakan KUM
HS 3).
Spesifikasi tutup botol :
- Terbuat dari gabus
- bagian luarnya dilapisi plastik.
Bagaimana pengklasifikasian
tutup botol tersebut, apakah
pada bab 45 atau bab 39

Perhatikan sumbat botol diatas, bagaimana bila sumbat botol bagian atas dilapis
plastik ?

2.1.3. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 3a, b dan c

KUM HS 3 :
Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain, barang yang
dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau lebih, maka
klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut :
Penjelasan:
KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.
Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru kemudian
KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan apabila uraian pos,
catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, catatan 4(b) bab 97
menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos 97.01 sampai dengan 97.05 dan juga
dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan pada pos terdahulu awal (berarti
bertentangan dengan KUM HS 3c ). Dalam hal ini KUM HS 3(c) tidak berlaku.

KUM HS 3 a :
Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan dari pos yang
memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua pos atau lebih yang
masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat yang terkandung
dalam barang campuran atau barang komposisi,atau hanya merujuk kepada bagian dari
bahan atau zat terkandung dalam campuran atau barang komposisi atau hanya merujuk
kepada bagian dari barang dalam set yang disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-
pos tersebut harus dianggap setara sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun
salah satu dari pos tersebut memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

Penjelasan:
Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian yang lebih
umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos yang
menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan pada pos
85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor). Saringan oli walau sebagai bagian
dari mesin pada pos 8409, namun pos 8421 uraian barangnya lebih rinci.

Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih diutamakan dari pos
yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted textile for motor cars
diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.

Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat yang
terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari item dalam
satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak berlaku dan digunakan
KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih rinci dari pos lainnya.

KUM HS 3 b :
Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang berbeda atau yang
dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan dalam set untuk
penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a), harus
diklasifikasikan berdasarkan bahan atau komponen yang memberikan karakter utama
barang tersebut, sepanjang kriteria ini dapat diterapkan.

Penjelasan:
KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri dari bahan
yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang berbeda, dan barang
yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan bila KUM HS 3(a) tidak bisa
digunakan.

Yang dimaksud dengan karakter utama (Essential character) pada KUM HS ini
mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai, dan bahan utama
yang berkaitan dengan penggunaan barang.

KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu sama lain
adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama membentuk barang
jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah. Contoh, rak bumbu dengan
beberapa botol tempat bumbu kosong.

Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran yaitu:
• Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).
• Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.
• Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-eat-
meal).
Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir (96.15),
gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas dalam tas kulit
(42.02)  diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan komponen yang memberikan
sifat utama).

KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian yang dikemas
terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam proporsi tertentu
untuk keperluan industri (contoh, minuman).

Spesifikasi Mie
:Instan :
- Supermi instan
bungkus
- merk :”Mi Enak”
- Mengandung
mie, bumbu,
saus, bawang
dan cabe

Perhatikan mie instan yang sudah mask diatas. Tahukah Saudara ketika belum
dimasak yang bungkusannya terdiri dari : mie, saus, kecap, bumbudan bahan lainnya.
Bagaimana Saudara mengklasifikasi bila dalam keadaan mentah atau dalam
bungkusan ?

KUM HS 3 c:
Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a) atau 3(b), maka
barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir berdasarkan urutan
penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai pertimbangan yang setara.

Penjelasan:
Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan pada pos
terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi terbuat dari kayu
dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari bahan baku memiliki
bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos 83.06, namun karena menurut
KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos

Spesifikasi barang :
- Van belt merk :
:”Ando”
- mengandung
83.06.

Perhatikan vanbelt ini, bagaimana pengklasifikasiannya bila terbuat dari bahan


plastik dan karet yang sama tebalnya ?

2.1. 4. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 4

KUM HS 4:
Barang yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi diatas, harus
diklasifikasikan ke dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling menyerupai.

Penjelasan:
a) KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak
dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang yang
sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya).
b) Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai (misalnya yang baru
muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan bahwa barang-barang tersebut
harus digolongkan kedalam pos atas barang yang memiliki persamaan terbanyak.
c) Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan harus
diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang memiliki
kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk meneliti pada pos
mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.
d) Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat, penggunaan, dan
seterusnya.
Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada lagi data
atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang dimaksud. Untuk
itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat disarankan untuk mencari
lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari berbagai sumber yang ada, seperti
literatur, data teknis, internet, dan sebagainya.

2.1. 5. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 5

KUM HS 5 :
Sebagai tambahan dari aturan di atas, Ketentuan berikut ini harus diberlakukan terhadap
barang tersebut di bawah ini :

Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar, kotak kalung dan
kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas untuk menyimpan barang atau
perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan jangka panjang dan diajukan bersama
barangnya, harus diklasifikasikan menurut barangnya, apabila kemasan tersebut memang
biasa dijual dengan barang tersebut. Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk
kemasan yang memberikan seluruh karakter utamanya;

Penjelasan:
KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu yang:
• khusus dibuat untuk barang tertentu.
• digunakan untuk jangka waktu lama.
• dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan pada pos
tersendiri).
• biasa dijual bersama dengan barangnya.
• tidak memberikan sifat utama.

Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan
sebagainya.
Spesifikasi barang :
- gitar dengan
kemasannya
- merk :”Refly”
- Terbuat dari karet
yang dilapisi tekstil
tebal

Perhatikan gambar guitar dan kemasannya diatas. Bagaimana Saudara


mengklasifikasiguitar beserta kemasan diatas ?

KUM HS 5 b :
Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus dan kemasan
pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus diklasifikasikan menurut
barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut memang biasa untuk
membungkus barang tersebut. Namun demikian ketentuan ini tidak mengikat apabila
bahan atau kemasan pembungkus tersebut secara nyata cocok untuk dipakai
berulangulang.

Penjelasan:
Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan dengan
barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang digunakan


berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama pengemasnya
(tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada pos tarif gas,
sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi dari
barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus diklasifikasikan tersendiri
Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat permen dari porselin berdekorasi China
Spesifikasi barang :
- tabung gas berisi
gas
- merk :”Reflon”
- Terbuat baja tahan
karat

Bagaimana pengklasifikasian suatu gas beserta tabungnya yang dapat diisi ulang ?
Tabung gas LPG dengan isinya LPG pada pos berapa dalam Harmonized System ?

2.1. 6. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 6

KUM HS 6 :
Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus ditentukan
berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos bersangkutan, serta ketentuan
ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan pengertian bahwa hanya subpos yang
setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, untuk
keperluan ketentuan ini diberlakukan juga catatan Bagian dan catatan Bab.

Penjelasan:
KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara langsung)
untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik yang sama).

KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya, catatan


bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi pertimbangan utama.
Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak sama dengan Platinum pada
catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11 dan 7110.19).

2.2. Latihan
Pertanyaan Jawaban
1. Dalam mengklasifikasi barang gantungan 1.
kunci yang terdiri dari ring baja, rantai baja
dan hiasan dari plastik, harus menggunakan
KUM HS nomor berapa ?

2. Sebutkan contoh barang yang dalam 2.


mengklasifikasinya menerapkan KUM HS
nomor 3a (selain yang telah disebutkan
contoh diatas)

3. Bagaimana menurut pendapat Saudara 3.


mengenai penggunaan KUM HS nomor 4
dalam prakteknya ?

2.3. Rangkuman

Dalam mengklasifikasi barang dalam BTBMI diperlukan suatu pedoman. Pedoman


tersebut adalah Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)
merupakan ketentuan untuk memasuki klasifikasi barang. Saat ini KUM HS hanya
terdiri dari nomor 1 sampai dengan nomor 6. Dahulu sampai dengan 10, nomor 7 sampai
10 dihilangkan dan beberapa diantaranya menjadi surat keputusan Dirjen Bea dan Cukai
3. KEGIATAN BELAJAR 2
TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk mengklasifikasi
barang:

1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia, atau
mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.

2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila sudah
kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan Bab yang
berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab yang


berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan yang
mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih, perhatikan pada
Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.

4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal tertentu)
yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses pengklasifikasian pada
butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai gambaran umum apakah
barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lainnya.

5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas, maka kita
mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan kita
klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah dapat
menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci. Bila sudah kita
temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan sub-pos
(6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos
tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos
(4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita sedang menggunakan KUM HS 1.

6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi barang, kita
mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat menggunakan KUM HS 2
apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat digunakan. Cara untuk meyakinkan
bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan berusaha membuktikan bahwa hanya ada
satu pos yang sesuai untuk barang tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa
diterapkan karena informasi atau data spesifikasi barang kurang lengkap, maka yang
harus dikerjakan adalah mencari informasi atau data tersebut lebih dulu. Jangan
terburu-buru menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin KUM HS 1
tidak dapat digunakan.

7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud
dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek. Beberapa aspek
yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama adalah fungsi/kegunaan,
nilai (value), dan bentuk fisik (appearance). Usahakan paling tidak selalu
mempertimbangkan ketiga aspek tersebut sebelum menentukan sifat utama suatu
barang campuran.

8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu diingat
bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-pos tarif yang
setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi, perbandingan
dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.

9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian barang,
langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM, atau cukai)
dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-lain.). Karena
pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu menggunakan pembebanan
yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.

3.2. Latihan
Pertanyaan Jawaban
1. Mengapa sebelum mengklasifikasi barang, 1.
diperlukan data mengenai barangnya ?
Sebutkan contoh kasus !

2. Bagaimana tahapan dalam mengklasifikasi 2.


barang agar menghasilkan pos tarif yang
akurat ?

3. Mengapa dalam mengklsifikasi barang harus 3.


memperhatiakan bagian dan bab serta
catatan bagian dan catatan babnya yang
terkait dengan barang tersebut ?

3.3. Rangkuman

Dalam proses mengklasifikasi barang diperlukan tahapan yang sesuai, agar menghasilkan
keputusan yang tepat sesuai aturan yang benar. Pada prinsipnya meliputi identifikasi
barang, mendeskripsikan jenis barang, kemudian melihat uraian barang dalam BTBMI
sesuai dengan yang akan diklasifikasi. Pengamatan uraian barang dalam BTBMI dengan
melihat bagaian, bab dan catatan yang berkaitan dengan barang yang akan diklasifikasi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut baru ditentukan pos tarif yang tepat.
4. KEGIATAN BELAJAR 3
NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG

4.1. Uraian Contoh dan Non Contoh

4.1.1. Pengantar

Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang berkepentingan yaitu
aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini telah berjalan, dalam rangka
pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri jenis barang, klasifikasi, dan
pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan meneliti dan menetapkan klasifikasi
barang tersebut.
Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai klasifikasi
barang antara importir/PPJK dan aparat DJBC. Dalam mempertahankan pendapatnya,
aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci yang menjelaskan dasar klasifikasi barang
dimaksud. Dalam diktat ini disajikan cara membuat uraian rinci klasifikasi barang
tersebut.

Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut saja Nota
Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi barang sebenarnya
tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada
permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini pembuatan nota penelitian
klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dasar
mengklasifikasi barang sesuai HS/BTBMI.

4.1.2. Nota Penelitian Klasifikasi Barang

Pada bagian akhir diktat ini disajikan juga contoh soal klasifikasi barang menggunakan
nota penelitian klasifikasi barang. Soal tersebut dapat dijawab dengan menggunakan
contoh nota penelitian di bawah ini:
Contoh 1.
1) Nama barang/uraian jenis barang

2) - Bagian, Bab, alasan/catatan Bag/Bab /Sub-pos yang terkait


3) - Explanatory Notes atau referensi lainnya

4) Uraian klasifikasi barang


- tuliskan mulai dari 2 digit, 4 digit, 6 digit dan 9 digit

5) Kesimpulan

Contoh 2.

(Contoh ini umumnya diterapkan pada penelitian klasifikasi di Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai):

Nama Barang/Uraian Jenis Barang

Spesifikasi Barang
(Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)

Pos (pos-pos) Yang Mungkin


(Bisa satu atau lebih kemungkinan pos tarif)

Dasar Klasifikasi
Catatan : Bagian, Bab dan Sub pos
• Uraian pos, Explanatory Notes, BTBMI, dan informasi atau referensi
lainnya
• Tentukan satu pos yang paling sesuai
• Tentukan sub-pos yang paling sesuai
• Tentukan pos tarif yang paling sesuai
Kesimpulan Klasifikasi Barang
Barang dimaksud dimaksud diklasifikasikan pada
tarif xxxx.xx.xxx BM x% PPN x%.

4.1.3.. Praktek Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang:

1. Nama dan Jenis barang :


Norit mengandung arang aktif dari arang kayu dalam bentuk tablet 5 gram
dipergunakan untuk mengatasi keracunan atau perut kembung. Bahan tersebut telah
terdaftar dalam Farmakope Indonesia

Alasan Klasifikasi :

- Arang kayu masuk Bab 44.


- Menurut catatan 1 (d) Bab 44 tidak meliputi arang aktif masuk pos 3802
- Bab 38 catatan 1 (d) tidak meliputi barang untuk obat …masuk Bab 30

Uraian klasifikasi :
- Bab 30..Produk farmasi
- Pos 3004. Obat dalam dosis tertentu..
- Subpos 3004.90 Lain-lain
- Subpos 3004.90.90 Lain-lain
- Pos tarif 3004.90.99.00 Lain-lain

Kesimpulan :
Norit diklasifikasikan pada pos tarif 3004.90.99.00 BM ….
% .PPN … % PPh %.

2. Nama dan Jenis barang :


Shampo merk : KAO dalam tube 100 ml mengandung obat anti ketombe dan anti
jamur atau kerontokan rambut

Alasan Klasifikasi :
- Shampo termasuk kosmetik Bab 33, shampo Pos 3305. ;
- Bila mengandung obat Bab 30 Lihat Bab 30 catatan 1(d) :Bab ini tidak meliputi pos
3303-3307 walau mengandung obat

Uraian klasifikasi :
- Bab 33..kosmetika…
- Pos 3305 preparat digunakan pada rambut..
- Subpos 3305.10 shampo
- Pos tarif 3305.10.90.00..shampo
Kesimpulan :
Shampo mengandung obat anti kerontokan diklasifikasikan pada pos tarif
3305.10.90.00 BM …. % .PPN … % P

3. Nama dan Jenis barang :


Sosis daging sapi yang dimasak
Alasan Klasifikasi :
- Makanan olahan masuk Bagian IV
- Olahan dari ikan masuk Bab 16, lihat cat 1 “..diolah selain dari bab 2 dan 3 masuk Bab
16…”

- Lihat Bab 16 catatan 2 “Bab 16 meliputi olahan makanan mengandung daging lebih
dari 20 %

Uraian klasifikasi :

- Bab 16 ...Olahan dari daging


- Pos 1601 ...sosis
- Subpos 1601.00.10. sosis
- Pos tarif 1601.00.12.00…mengandung daging sapi
Kesimpulan :
Sosis daging sapi tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 1601.00.12.00 BM …. % .PPN
… % PPh %.
4. Nama dan Jenis barang :
Bahan untuk membuat cat besi mengandung bahan alkyd resin (poliester resin) 55 %,
bahan pelarut yang mudah manguap 28 % dan bahan lainnya 13 %
Alasan Klasifikasi :

- Bahan cat termasuk produk kimia bagian VI, cat masuk bab 32
- Lihat catatan 4 bab 32 ....... pos 3208 meliputi bahan yang mengandung bahan pelarut
mudah menguap lebih dari 50 %
- pelarut kurang dr 50 % ke pos 3907..
Uraian klasifikasi :
- Bab 39..polimer
- Pos 3907 poliester (alkid resin)
- Subpos 3907.50 alkid (poliester) dari poliester
- Pos tarif 3907.50.10.00 cair
Kesimpulan :
Bahan cat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 3907.50.10.00 BM …. % .PPN … %
PPh %.

5. Nama dan Jenis barang :


Kawat pilinan dari baja terdiri dari 5 buah yang dipilin tidak diisolasi ukuran diameter
2,5 cm digunakan untuk penarik mobil derek
Alasan Klasifikasi :
- Barang dari logam tidak mulia masuk Bagian XV.
- Lihat Bagian XV catatan 2 “kawat dipilin masuk bagian untuk pemakaian umum pos
7312 ….Mobil derek masuk bab 87
- Lihat Bagian XVII catatan 2(B) bagian untuk pemakaian umum tidak boleh masuk Bab
87
- Barang dari logam tidak mulia masuk Bab 73, (walau bagian untuk mobil derek)
Uraian klasifikasi :
- Bab 73..barang dari baja
- Pos 7312 ..kawat
- Subpos 7312.10. kawat dipilin
- Pos tarif 7312.10.90.00 ukuran 25 mm
Kesimpulan :
Kawat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7312.10.90.00 BM ….% PPN …%
PPh….%.

6. Nama dan Jenis barang :


Bagian dari kendaraan bermotor berupa : Radiator untuk mobil bus mini untuk
pengangkutan 15 orang dengan mesin diesel dalam keadaan CKD masa total 10 ton
Alasan Klasifikasi :
-Kendaraan yang bergerak selain diatas rel… masuk Bagian XVII, Kendaraan Bab
87

- Radiator bagian dari kendaraan bermotor berjalan bukan di rel. Bagiannya masuk
pos 8708.

Uraian klasifikasi :

-Bab 87 Kendaraan yang bergerak selain diatas rel …


-Pos 8708 bagian untuk kendaraan bermotor..

-Sub pos 8708.90 bagian dan aksesori lainnya ….


- Sub pos 8708.91. radiator
- Pos tarif 8708.91.30.00 untuk bus mini
Kesimpulan :
Radiaotor tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8708.91.30.00 BM …. % .PPN …
% PPh %.

4.2. Latihan

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkab tahapan dalam membuat nota 1.
penelitian klasifikasi barang ?

2. Nota penelitian klasifikasi barang 2.


seyogyanya memuat hal-hal apa saja ?
3. Mengapa dalam mengklasifikasi barang 3.
tidak hanya menyebutkan 9 digitnya atau
kesimpulannya saja ?

4.3. Rangkuman

Proses dalam mengklasifikasi barang harus seuai dengan aturan, demikian juga hasil
penelitian klasifikasi barang harus disajikan dalam bentuk format yang benar. Pada
umumnya hsil penelitian dituangkan dalam suatu format yang berisikan komponen :
nama dan jenis barang, alas an klasifikasi, uraian klasifikasi dan kesimpulan. Dalam
membuat nota penelitian klasifikasi barang ada yang sederhana dengan hanya
menggunakan BTBMI, namun dilapangan nama barang berdasarkan hasil pemeriksaan,
ditambah informasi barang dari brosur, hasil analisa laboratorium atau sumber informasi
lainnya

5. Test Formatif

5.1. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan huruf S
apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S ) Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia
hanya dimaksudkan untuk memudahkan penyebutan saja. Tidak
mengikat secara hukum dalam mengklasifikasi

2. ( B - S ) Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap atau tidak


rampung dianggap sebagai barang lengkap atau rampung, asalkan pada
saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai barang
lengkap atau rampung

3. ( B - S) Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat uraian yang


paling terinci harus lebih diutamakan daripada pos yang memuat uraian
yang lebih umum sifatnya

4. ( B - S ) Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti instrumen dan


tempat simpan yang semacam, dengan bentuk atau kelengkapan khusus
untuk menyimpan barang tertentu atau seperangkat barang tertentu,
cocok untuk pemakaian jangka panjang dan diimpor lengkap dengan
isinya, harus diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual
dengan barang itu

5. ( B - S ) Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi dulu barang


yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui spesifikasi barang maka
akan lebih mendekati keakuratan dalam mengklasifikasi barang

6.2. Pililihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf
yang terdapat di depan jawaban tersebut

1. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka yang
singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada permasalahan
yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b.alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
d. pernyataan a, b dan c benar

2. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan sebagai
mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a

3. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 % dikeluarkan dari
bab 22 berdasarkan catatan :
a. definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian

4. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan pada
bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a

5. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu pos
tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b

6.3. Tentukan pos tarif dari barang tersebut dibawah ini

1. Mengapa olahan makanan yang terbuat dari daging sapi yang dikukus tidak
diklasifikasikan pada bab 2

2. Mengapa sabun mandi mengandung obat pembasmi kuman walaupun mengandung


obat tidak diklasifikasikan pada bab 30 sebagai produk farmasi.

3. Mengapa tutup kepala (topi) pengaman untuk pengendara sepeda motor yang terbuat
dari bahan plastik tidak diklasifikasikan pada bab 39 ?

4. Automatic voltage regulator yang digunakan sebagai stabilizer otomatis untuk


komputer harus diklasifikasikan pada pos 85.04 atau 90.32 . Sebutkan alasannya
5. Benang tenun terbuat dari campuran 70 % kapas (cotton) dan 30 % nilon, merupakan
benang tunggal, dari serat disisir dengan nomor benang 150 decitex, tidak dikelantang
dan tidak dimerserisasi.Ketentuan dan catatan apa yang digunakan dalam
mengklasifikasi barang tersebut

6. Kunci Jawaban

6.1. Pilihan B atau S

1. B
2. S
3. B
4. S
5. B

6.2. Pilihlah berganda


1. d
2. c
3. b
4. a
5. d

6.3. Essay

Diberitahukan hanya 6 digitnya (sub posnya)


1. Daging sapi hasil olahan sesuai bab 2 (pengolahan sementara/terbatas)
diklasifikasikan pada bab 2. Bentuk pengolahan bukan sederhana, seperti
dipanggang, dikukus dan pengolahan selain pada bab 2 diklasifikasikan pada bab
16. Lihat catatan 1 bab 16. Perhatikan pos tarif 1602.50.000

2. Lihat catatan 1(e) Bab 30


3. Lihat catatan 1(n) Bab 39

4. Lihat catatan 2(A) Bagian XI

5. Lihat catatan 6(b) Bab 90


Perhatikan sub-pos 5206.24.

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada di
belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh mana Anda
menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan


Jumlah Jawaban Anda yang benar dibagi 15 kemudian dikali 100 % = ............
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang

Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan kepada
modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat penguasaan
Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul kembali, terutama
bagian yang belum Anda kuasai

8. Kepustakaan

1. Harmonized System, Word Customs Organization, 2007 version


2. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007).
Departemen Keuangan RI, Jakarta
3. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007
4. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)
Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta
5. Classification Disputes Settled by The Harmonized System Committee. World
Customs Organization (1994)

***
8. Kepustakaan

1. Harmonized System, Word Customs Organization, 2007 version


2. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007).
Departemen Keuangan RI, Jakarta
3. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007
4. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)
Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta
5. Classification Disputes Settled by The Harmonized System Committee. World
Customs Organization (1994)

***
MODUL III

SISTEM KLASIFIKASI BARANG


MENURUT HARMONIZED SYSTEM

MATERI
KLASIFIKASI BARANG

OLEH :

TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
2007
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa, bahwa Modul ini dapat diselesaikan
sesuai waktunya.

Obyek dari kegiatan Direktorat Bea dan Cukai adalah barang. Dalam rangka penentapan
tarif bea masuk dan kepentingan kepabeanan lainnya, seyogyanya petugas Ditjen Bea dan
Cukai menambah keterampilam dalam mengklasifikasi barang agar pelayanan cepat dan
negara tidak dirugikan dalam menetapkan besarnya bea masuk, karena ada kepastian
tentang jenis barang dan penetapan tarif posnya.

Modul ini merupakan seri dari 3 buah modul mata pelajaran klasifikasi barang. Modul ini
digunakan dalam Diklat Teksnis Substantif Dasar I Kepabeanan dan Cukai dengan judul
“Catatan Penting dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia”

Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga dapat diselesaikannya Modul ini. Semoga Allah membalas
atas amal kebaikan tersebut.
Semoga Modul ini bermanfaat sebagai penambah wawasan dan media untuk penambah
keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang.

Jakarta, Nopember 2007

Penulis
DAFTAR ISI
Halalaman
Kata Pengantar ............................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................... ii

1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1.Deskripsi singkat........................................................................ 1
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum................................................ 1
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus............................................... 1
2 KEGIATAN BELAJAR 1
JENIS CATATAN PADA BTBMI……………………………...... 2
2.1 Uraian, Contoh dan Non contoh........................................... 2
2.2. Latihan 1............................................................................... 5
2.3. Rangkuman........................................................... 5
3 KEGIATAN BELAJAR 2
STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG PADA BTBMI....... 6
3.1 Uraian, Contoh dan Non contoh.......................................... 6
3.2. Latihan 2............................................................................ 22
3.3. Rangkuman...................................................................... 23
4 KEGIATAN BELAJAR 3
CATATAN PENTING PADA BTBMI........................................ 24
4.1 Uraian, Contoh dan Non contoh............................................ 24
4.2. Latihan 3............................................................................... 32
4.3. Rangkuman........................................................................... 32
5 Test Formatif ............................................................................... 33
6 Kunci Jawaban .................................................. 36
7 Umpan Balik..................................................................... 37
8 Daftar Pustaka............................................................................. 38
MODUL III
CATATAN PENTING DALAM BTBMI

I. PENDAHULUAN

1.1. Deskrifsi Singkat

Untuk menjadi menjadi seorang klasifikator dibidang kepabeanan yang handal harus
dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang dengan terampil. Oleh karena itu,
seorang klasifikator harus terlebih dahulu memahami pengetahuan barang dan
pengetahuan mengenai klasifikasi barang. Seorang klasifikator harus memiliki
kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang karena akan menentukan
ketepatan pengisian Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang pada akhirnya menentukan
ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

1.2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu menjelaskan


pengelompokkan barang dan jenis catatan berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari Modul ini diharapkan para Siswa mampu menjelaskan :


1. Jenis catatan pada BTBMI
2. Struktur pengelompokkan barang
3. Catatan Penting dalam BTBMI

2. KEGIATAN BELAJAR 1
JENIS CATATAN PADA BTBMI

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Disamping KUM HS, catatan-catatan dalam HS merupakan bagian integral yang harus
diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan hukum sama
seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan Bagian, Catatan Bab, dan
Catatan Sub-pos. Catatan-catatan tersebut dapat dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu:

2.1.1. Catatan Definitif

Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau sekumpulan pos
tertentu.

Contoh: Catatan 4 Bab 30:


Pos no. 30.04 hanya berlaku untuk hal berikut ini, yang harus diklasifikasikan dalam pos
tersebut dan tidak dalam pos lainnya dari Nomenklatur ini:

(a) Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan perekat kertas
steril untuk penutup luka bedah;
(b) Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;
(c) Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;
(d) …
(e) …
(f) …
(g) …
(h) Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh sperma.

2.1.2. Catatan Eksklusif

Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos dan
memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.
Contoh: Catatan 1 Bab 2:
Bab ini tidak meliputi:
(a) Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan 02.08,
atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi manusia;
(b) Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau darah
binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau
(c) Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).

2.1.3. Catatan Ilustratif

Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang perlu
dijabarkan lebih lanjut.

Contoh : Catatan 3 Bab 42:


Untuk keperluan pos no. 42.03, istilah “barang pakaian dan perlengkapan pakaian”
berlaku, antara lain, untuk sarung tangan (termasuk sarung tangan olah raga), apron
dan pakaian pelindung lainnya, tali penahan celana, ikat pinggang, tali sandang dan
semua jenis gelang, tetapi tidak termasuk arloji tangan (pos no. 91.13).

2.1.4. Catatan Lain-lain

Catatan yang menguraikan pengertian-pengertian yang bersifat teknis.Contoh:

(a) Catatan 2 Bab 3:


Dalam Bab ini pengertian “pellet” adalah produk-produk yang telah diaglomerasi baik
secara langsung dengan cara dikompresi atau dengan penambahan sejumlah kecil
bahan pengikat.
(b) Catatan 1 Bab 9:
Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan 09.10 harus
diklasifikasikan sebagai berikut:
(a) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus digolongkan dalam pos
itu;
(b) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus digolongkan dalam
pos no. 09.10.
Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari pos no. 09.04 sampai dengan 09.10
(atau campuran seperti yang dimaksud dalam (a) atau (b) di atas) tidak
mempengaruhi penggolongannya asalkan…..

(c) Catatan 2 Bagian XV:


Dalam seluruh Nomenklatur, istilah “bagian untuk pemakaian umum” berarti:
(a) Barang dari pos no. 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang
semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;
(b) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas untuk
lonceng atau arloji (pos no. 91.14); dan
(c) Barang dari pos no. 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta kaca dari
logam tidak mulia, dari pos no. 83.06.

Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan dalam
pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah termasuk uraian
tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan di atas.
Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab 83,
barang dari Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan 76 Bab 78
sampai dengan 81.

Membaca dengan teliti dan memahami catatan-catatan di atas, termasuk KUM HS,
Explanatory Notes, dan uraian pada pos, sub-pos, dan pos tarif yang berkaitan dengan
barang yang akan diklasifikasikan merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan agar
klasifikasi yang dilakukan benar-benar akurat.
Mengklasifikasi barang tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar mencari satu pos
tertentu saja. Untuk beberapa hal cara seperti ini mungkin berhasil namun labih banyak
risiko kegagalannya. Tatacara mengklasifikasi harus diikuti dengan urut agar benar-benar
diperoleh hasil yang akurat.

2.2. Latihan
Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan contoh catatan definitif pada 1.
Bab 39 ?

2. Sebutkan contoh catatan ekslusif pada 2.


Bab 71 ?

3.Sebutkan catatan ilustratif pada pada 3.


Bagian ?

2.3. Rangkuman

Catatan merupakan pintu gerbang dalam memasuk bagian dan bab dalam BTBMI. Secara
garis besarnya pintu gerbang tersebut akan mengatur tentang suatu barang yang boleh
dimasukan, dikeluarkan, atau dikeluarkan sebagian serta penjelasan lainyya. Hal ini
diperlukan agar jangan sampai salah dalam menempatkan pengelompokan barang sesuai
Harmonized system. Secara singkat jenis catatan tersebut meliputi, catatan definitive,
eksklusive, illustratif, dan penjelasan.
3. KEGIATAN BELAJAR 2
STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG PADA BTBMI

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

3.1.1. Gambaran Per Bagian

Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam 96 bab (dan bab 77
sebagai persiapan masa mendatang) yang dikelompokkan dalam 21 bagian.
Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya, yaitu bahan baku
(raw material), bahan yang tidak/belum dikerjakan (unworked products), barang
setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi (finished products). Sebagai
contoh, binatang hidup diklasifikasikan pada Bab 1, jangat dan kulit binatang pada Bab
41, sepatu dari kulit binatang pada Bab 64. Urutan pengelompokan ini juga berlaku
untuk bab dan pos.
Di bawah ini disajikan urutan pengelompokan barang dalam HS/BTBMI:
1. Gambaran per Bagian

Bagian I mencakup binatang hidup dan produk dari binatang (daging, ikan, produk susu,
telur, madu, produk yang dapat dimakan lainnya, dan produk yang tidak dapat dimakan).
Namun beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari bagian I dan diklasifikasikan
pada bab 15, demikian juga halnya dengan jangat, kulit, bulu dan barang terbuat
daripadanya (diklasifikasikan pada bagian VIII). Bab 1 sampai dengan bab 24 (Bagian I
sampai dengan Bagian IV) mencakup produk-produk pertanian dalam arti luas.

Bagian II mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak (tanaman, biji-
bijian, sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis minyak dan lemak
tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang termasuk bagian I dan II belum
mengalami proses pengerjaan kecuali sampai tahap tertentu (dengan beberapa
pengecualian). Terhadap produk yang telah mengalami proses lebih lanjut
diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21. Contohnya, produk makanan siap saji
yang diawetkan diklasifikasikan pada Bagian IV.

Bagian III hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak hewani dan
nabati dan produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).
Minyak pada Bab II baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya minyak goreng
atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak menguap, karena minyak
nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai minyak atsiri.

Bagian IV mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan tembakau, bersama-


sama dengan produk industri makanan yang tidak dicakup bab-bab sebelumnya. Bab 16
meliputi daging atau ikan yang telah mengalami proses lebih lanjut, diantaranyadi
goreng, dikukus atau diawetakan secara permanen. Bab 17 meliputi gula dan bahan
lainnya seperti sirop, madu tiruan dan karamel. Berbagai jenis gula yang murni secara
kimiawi diklasifikasikan pada Bab 29. Demikian juga bahan pemanis tiruan masuk Bab
29, seperti saccharin dan dulcin.
HUBUNGAN BAGIAN I DAN II DENGAN BAGIAN IV:

BAGIAN DIPROSES LEBIH LANJUT >>>BAGIAN IV

I & II

*BAB 2 (DAGING) > * BAB 16


BAB 3 (IKAN)

*BAB 4 (SUSU) > * BAB 19


BAB 10 (GANDUM-GANDUMAN)

BAB 11 (PRODUK-GILINGAN)

*BAB 7 (SAYURAN) > * BAB 20


BAB 8 (BUAH-BUAHAN)
BAB 11 (PRODUK GILINGAN,
KENTANG )
Bagian V mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik seperti tanah,
batuan pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26 , dan sumber bahan organik pada Bab
27 seperti batu bara, dan minyak bumi.

Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab 25 meliputi produk tambang,
seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam keadaan mentah (crude), telah
dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau saringan.

Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan sebagai bahan
kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan hasil bentukan atau
pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan hasil pembakaran maka
masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau batu permata digolongkan pada Bab
71.

Bagian VI mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal (primary form)
maupun produk-produk industri kimia seperti produk farmasi, pupuk, sabun, kosmetik,
cat, bahan peledak, dan lain-lain.

Bagian VII mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet dan produk dari
karet (bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari plastik dan karet buatan
banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan teknologi, maka produk barang-
barang tersebut semakin bervariasi dan bertambah jenisnya. Karena kemajuan teknologi
pembuatan barang, maka pengenalan dan proses pengidentifikasi barang tersebut semakin
sulit, khususnya dalam rangka klasifikasi barang.

Bagian VII mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari karet. Bagian ini
terdiri dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik) dan bab 40 (Karet dan
Barang Dari Karet).

Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah :


BAB 39 BAB 40
PLASTIK DAN BARANG DARI KARET DAN BARANG DARI
PLASTIK KARET

SUB-BAB 1
3901-3911 : POLIMER BUATAN 4001-4002 : BAHAN KARET
3912-3913 : POLIMER ALAMI 4003 : KARET PUGARAN
3914 : PENUKAR ION 4004 : SISA, REJA
4005 : COUMPOND
SUB-BAB II
3915 : SISA, REJA.... 4006 :TIDAK DIVULKANISASI
3916-3921 : BARANG SETENGAH 4007-40016 : BARANG SETENGAH JADI
JADI
3922-3924 : BARANG JADI 4017 : KARET KERAS

Bagian VIII mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang seperti jangat
dan kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42), kulit berbulu, termasuk
kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos 42.01 dan 42.02 juga mencakup
produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit.

Bagian IX mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan barang dari
kayu (bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang kerajinan tangan (bab
46). Namun, beberapa produk seperti furniture diklasifikasikan di bab lain (bab 94).

Bagian X juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu pulp (bab 47),
kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48), dan produk industri
percetakan (bab 49).

Bagian XI mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai dengan pakaian
dan permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat bila diproses akan
menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau produk tekstil lainnya. Serat
dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan buatan manusia. Serat dari tumbuhan
atau disebut serat nabati, misalnya serat kapas, flaks, rami, henneps, goni dan sisal. Serat
yang berasal dari hewan misalnya bulu domba atau bulu anak domba, bulu unta, bulu
kelinci, bulu kambing Angora (Mohair) dan sutera.

Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat sintetik dan serat
artificial (tiruan). Serat buatan adalah serat hasil industri kimia. Untuk memahami ini
lihat Catatan 1 Bab 54. Istilah sintetik digunakan dalam hubungan bahan polimer seperti
poliamida, poliester, poliurethan dan lainnya, sedangkan serat tiruan digunakan dalam
hubungan untuk bahan dari rayon viskosa, asetat sellulosa, dan semacam itu.

Melalui data nomor benang, bisa dilihat besar atau kecilnya suatu benang. Ada dua
sistem yang dipakai dalam penomoran benang, yaitu :
1. Sistem penomoran benang langsung (Direct Yarn Number)
2. Sistem penomoran benang tidak langsung (Indirect Yarn Number)

Kain yang terbuat dari benang dengan cara tenun, dibuat dengan mesin tenun melalui cara
menyilangkan kelompok benang satu terhadap yang lain. Benang tersebut biasa disebut
sebagai lusi dan pakan, benang pakan kalau dalam mesin rajut adalah yang bergerak
menyilang benang lusi atau sesuai arah lebar kain. Kain rajut dibuat dengan jalan
menjeratkan benang satu dengan yang lain atau pada benang itu sendiri, contohnya kaos,
T shirt dan kain katun (lihat Bab 60 tentang jenis kain ini).

Bagian XII mencakup produk alas kaki (bab 64), tutup kepala (bab 65), payung, tongkat
jalan, dll. (bab 66), juga produk-produk tertentu dari bulu, bunga buatan, dan barang dari
rambut manusia (bab 67).

Bagian XIII mencakup produk-produk yang diperoleh dari batu, gips, plaster, semen, dll.
(bab 68), keramik (bab 69), dan kaca/barang dari kaca (bab 70).

Bagian XIV mencakup hanya bab 71 yaitu mencakup mutiara dan batu mulia, logam
mulia, perhiasan, dan uang logam.

Bagian XV mencakup logam tidak mulia dan barang terbuat daripadanya. Namun
demikian bagian ini tidak mencakup barang dari logam dasar yang termasuk dalam bab-
bab di belakangnya (seperti mesin dan kendaraan).

Bagian XVI mencakup mesin, peralatan mekanik, dan peralatan listrik. Bagian ini
mempunyai pos dan sub-pos yang sangat besar dibandingkan dengan bagian lainnya.

Bagian XVII mencakup kendaraan, pesawat terbang, dan alat transportasi lainnya (kereta
api, kapal laut, pesawat ruang angkasa, dll.).

Bagian XVIII mencakup perlatan optik, fotografi, sinematografi, ukuran, kontrol, medis,
atau bedah (bab 90), jam (bab 91), dan perlatan musik (bab 92).
Bagian XIX hanya terdiri dari bab 93 yang mencakup senjata dan amunisi.

Bagian XX mencakup furniture, lampu, perlengkapan penerangan, papan nama


iluminasi, dan bangunan prefabrikasi (bab 94), mainan, peralatan permainan, dan
peralatan olahraga (bab 95), dan bermacam-macam barang hasil pabrik (bab 96).

Bagian XXI hanya terdiri dari bab 97 yang mencakup hasil karya seni, barang kegemaran
kaum pengumpul, dan barang antik.

3.1.2. Hubungan Antar Bab

Apabila kita mempelajari Bab demi Bab Harmonized System, akan kita dapati bahwa
terdapat keterkaitan antara bab tertentu dengan bab atau beberapa bab lainnya. Hal ini
dapat difahami mengingat antara bab satu dengan bab lainnya kadang-kadang mencakup
barang yang mengandung bahan yang sama atau merupakan proses lebih lanjut dari
barang dalam bab sebelumnya.

Selain itu, judul bab dalam HS sebagian besar bersifat umum. Perlu diingat bahwa judul
bab bukan merupakan uraian yang bersifat mengikat secara hukum. Dengan demikian
dapat dimengerti apabila suatu barang yang sepintas termasuk dalam suatu bab ternyata
diklasifikasikan pada bab lain.

Sebagai contoh, di bawah ini disajikan gambaran keterkaitan antar bab dalam HS:
• Bab 1 mencakup antara lain binatang hidup. Namun kuda hidup yang digunakan
dalam sirkus tidak klasifikasikan pada bab 1, melainkan pada bab 95 (pos 95.08).
• Daging pada Bab 2 hanya terhadap pengolahan terbatas seperti : segar, dingin,
diasap dan dipanggang. Produk yang dikemas dalam kedap udara dan mengalami
pengolahan lebih jauh selain pengolahan dari Bab 2 maka diklasifikasikan pada bab
16.
• Bab 6 meliputi semua tanaman hidup yang umumnya dimaksud untuk dijual oleh
tukang bibit atau yang bergerak dibidang hortikultura yang serasi untuk ditanam atau
dijadikan pajangan. Pada Bab 6 tidak termasuk benih, buah atau buah berbonggol dan
umbi-umbian tertentu. Sayuran atau buah yang diawetkan dengan cuka atau dengan
cara lain misalnya masuk Bab 20.
• Kembang gula (sugar confectionery) diklasifikasikan pada bab 17. Tetapi apabila
kembang gula tersebut mengandung kokoa, maka harus diklasifikasikan olahan
makanan mengandung kokoa pada bab 18 (pos 18.06).
• Bahan kimia etilena diklasifikasikan pada Bab 29 (bahan kimia organik). Namun
apabila etilene terpolimerisasi menjadi polietilena dengan jumlah unit monomer (n) 5
atau lebih, maka harus diklasifikasikan pada Bab 39 (plastik).

Barang dari plastik diklasifikasikan pada Bab 39. Bila sudah berbentuk barang yang
khusus dibuat untuk keperluan tertentu, barang tersebut diklasifikasikan di bab-bab
lain. Sebagai contoh, frame kacamata dari plastik (bab 90), kotak jam dari plastik
(bab 91), furniture dari plastik (bab 94), dan sebagainya.

• Mesin dan peralatan mekanis diklasifikasikan pada bab 84 sedangkan mesin dan
peralatan listrik diklasifikasikan pada bab 85. Namun demikian, beberapa mesin dan
peralatan tertentu tetap diklasifikasikan pada bab 84 meskipun elektrik, seperti mesin
dengan motor listrik, mesin pada pos 84.03 (electric central heating boiler) dan pos
84.19 (wood dryer), dan beberapa mesin lainnya.

Contoh-contoh di atas adalah sebagian kecil contoh keterkaitan antar bab dalam HS.
Adalah tidak mungkin untuk menggambarkan dengan rinci keterkaitan antas bab dalam
diktat ini. Untuk mengetahui keterkaitan antara bab satu dengan bab lainnya, kita dapat
melihat di catatan bab maupun catatan bagian. Untuk itu membaca catatan bab maupun
catatan bagian merupakan kewajiban sebelum kita mengklasifikasikan suatu barang pada
pos tertentu.

2.1.3. Bab Pada PADA BTBMI


BAGIAN I
BINATANG HIDUP; PRODUK HEWANI
BAB
1. Binatang hidup
2. Daging & sisanya yang dapat dimakan
3. Ikan dan udang-udangan, binatang lunak dan binatang air lainnya yang tidak
bertulang belakang
4. Produk pabrik susu; telur unggas; madu alam; produk hewani yang dapat
dimakan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lain.
5. Produk hewani, tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya
BAGIAN II
PRODUK NABATI
BAB
6. Pohon hidup dan tanaman lainnya; umbi akar dan yang semacam itu; bunga
potong dan daun untuk hiasan
7. Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan
8. Buah & buah berbatok yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk dan melon
9. Kopi, teh, mate dan rempah-rempah
10. Gandum-ganduman
11. Produk industri penggilingan ; malti ; pati; inulin ; gluten gandum.
12. Biji mengandung minyak dan buah mengandung minyak ; bermacam-macam
butir, biji dan buah; tanaman industri atau obat ; jerami dan makanan ternak.
13. Lak, getah, damar dan air, ekstrak nabati lainnya
14. Bahan nabati untuk anyam-anyaman; produk nabati tidak dirinci atau
termasuk pos lainnya
BAGIAN III
MINYAK DAN LEMAK HEWANI ATAU NABATI DAN
PRODUK DISOSIASINYA; LEMAK OLAHAN YANG DAPAT DIMAKAN;
MALAM HEWANI ATAU NABATI

Bab 15
(Judul Bab sama dengan Bagian)

BAGIAN IV
BAHAN MAKANAN OLAHAN; MINUMAN, MINUMAN KERAS
DAN CUKA, TEMBAKAU DAN TEMBA KAU PENGGANTI BUATAN

BAB
16. Olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau
dari binatang air yang tidak bertulang belakang
17. Gula dan kembang gula
18. Kakao & olahan kakao
19. Olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati atau susu; produk industri kue.
20. Olahan dari sayuran, buah, kacang atau bagian lain dari tanaman.
21. Bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
22. Minuman, minuman keras dan cuka
23. Ampas, dan sisa dari industri makanan; olahan makanan hewan
24. Tembakau dan tembakau pengganti buatan.

BAGIAN V
PRODUK MINERAL
BAB
25. Garam; belerang; tanah dan batu; bahan plester; kapur dan semen.
26. Bijih logam, terak dan abu
27. Bahan bakar mineral, minyak mineral dan produk sulingannya; bahan
mengandung bitumen; malam mineral
BAGIAN VI
PRODUK INDUSTRI KIMIA DAN INDUSTRI YANG ADA
HUBUNGANNYA DENGAN INDUSTRI KIMIA
BAB
28. Bahan kimia anorganik; senyawa organik atau organik dari logam mulia, dari
logam tanah langka, dari unsur radio aktif dan dari isotop
29. Bahan kimia organik
30. Produk farmasi
31. Pupuk
32. Ekstrak bahan samak atau bahan celup; bahan samak dan turunannya; bahan
celup, pigmen dan bahan pewarna lainnya; cat dan vernis; dempul dan damar
lainnya; tinta
33. Minyak atsiri dan resinoida; wangi-wangian, kosmetika atau preparat pewangi
34. Sabun bahan organik penggiat permukaan, preparat pencuci, preparat pencuci,
preparat pelumas, malam tiruan, malam olahan, preparat pelumas atau
pembersih, lilin dan barang semacam itu, pasta untuk membuat model,
“malam untuk mencetak gigi” dan preparat untuk gigi dengan bahan dasar
gips.
35. Zat albumina ; modifikasi pati ; perekat ; enzim
36. Bahan peledak; produk piroteknik; korek api; paduan piroforik; olahan
tertentu yang mudah terbakar
37. Barang fotografi atau sinematografi
38. Aneka produk kimia

BAGIAN VII
PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK;
KARET DAN BARANG DARI KARET

BAB
39. Plastik dan Barang dari plastik
40. Kulit dan Barang dari Kulit
BAGIAN VIII
JANGAT DAN KULIT MENTAH, KULIT SAMAK, KULIT BERBULU
DAN BARANGNYA; PELANA TERMASUK PERLENGKAPANNYA DAN
PAKAINAN KUDA; BARANG UNTUK BERPERGIAN, TAS TANGAN
DAN TEMPAT SIMPAN SEMACAMNYA; BARANG DARI USUS
(LAIN DARI USUS ULAT SUTERA)

BAB
41. Jangat dan kulit mentah (lain dari kulit berbulu) dan kulit samak
42. Barang dari kulit samak; pelana termasuk perlengkapan dan pakaian kuda;
barang untuk bepergian, tas tangan dan wadah yang semacam itu; barang
dari usus hewan (lain dari pada usus ulat sutera)
43. Kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan

BAGIAN IX
KAYU DAN BARANG DARI KAYU; ARANG KAYU; GABUS
DAN BARANG DARI GABUS; BARANG DARI JERAMI, RUMPUT ESPARTO
ATAU DARI BAHAN ANYAMAN LAINNYA; KERANJANG
DAN BARANG ANYAMAN

BAB
44. Kayu dan barang dari kayu; arang kayu
45. Gabus dan barang dari gabus
46. Barang dari jerami, dari rumput esparto atau dari bahan anyaman lainnya;
keranjang dan barang anyaman

BAGIAN X
PULP DARI KAYU ATAU DARI BAHAN SELLULOSA
BERSERAT LAINNYA; KERTAS ATAU KERTAS KARTON
(BEKAS DAN SISA) YANG DIPEROLEH KEMBALI;
KERTAS DAN KERTAS KARTON DAN BARANGNYA

BAB
47. Pulp dari kayu atau dari bahan sellulosa berserat lainnya, kertas atau kertas
karton (bekas dan sisa) yang diperoleh
48. Kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau kertas karton
49. Barang cetakan, surat kabar, gambar dan produk lainnya dari industri
percetakan; naskah tulisan tangan, naskah ketikan dan rencana

BAGIAN XI
TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL

BAB
50. Sutera 56. Gumpalan, kain kempa dan bukan
51. Wool, bulu hewan halus atau kasar; tenunan; benang khsusu; benang
benang bulu kuda dan kain tenunan pintal, tali tambang dan kabel dan
52. Kapas barang-barangnya
53. Serat tekstil dari nabati lainnya ; 57. Permadani dan tekstil penutup
benang kertas dan tenunan dari lantai lainnya
benang kertas 58. Kain tenunan khusus; kain tekstil
54. Filamen buatan berjumbai; renda; permadani;
55. Serat staple buatan hiasan; sulaman
59. Kain tekstil diresapi, dilapisi,
ditutupi atau dibuat berlapis-lapis;
barang tekstil dari jenis yang cocok
untuk digunakan dalam industri
60. Kain rajutan atau kain kaitan
61. Barang dan perlengkapan pakaian, rajutan atau kaitan
62. Barang dan perlengkapan pakaian, tidak dirajut atau dikait
63. Barang tekstil sudah jadi lainnya, setelan; pakaian bekas dan barang tekstil
bekas; gombal

BAGIAN XII
ALAS KAKI, TUTUP KEPALA, PAYUNG, PAYUNG PANAS,
TONGKAT JALAN, TONGKAT DUDUK, CAMBUK, PECUT DAN
BAGIANNYA; BULU UNGGAS; OLAHAN DAN BARANGNYA;
BUNGA TIRUAN; BARANG DARI RAMBUT MANUSIA

BAB
64. Alas kaki, pelindung kaki dan yang semacam itu ; bagian dari barang
semacam
65. Tutup kepala dan bagiannya
66. Payung, payung panas, tongkat jalan, tongkat duduk, cambuk, pecut dan
bagiannya
67. Bulu unggas dan bulu unggas olahan serta barang terbuat dari bulu unggas
atau bullu unggas tiruan; bunga tiruan; barang dari rambut manusia
BAGIAN XIII
BARANG DARI BATU, GIPS, SEMEN, ASBES, MIKA
ATAU DARI BAHAN SEMACAM ITU; PRODUK KERAMIK; KACA
DAN BARANG DARI KACA

BAB
68. Barang dari batu, gips, semen, asbes, mika atau bahan semacam itu
69. Produk keramik
70. Kaca dan barang dari kaca

BAGIAN XIV
MUTIARA ALAM DAN MUTIARA BUDIDAYA, BATU PERMATA
ATAU SEMI PERMATA, LOGAM MULIA, LOGAM MULIA KERAJANG
DAN BARANGNYA; PERHIASAN IMITASI; MATA UANG LOGAM

BAB
71
(Judul Bab sama dengan judul Bagian)

BAGIAN XV
LOGAM TIDAK MULIA DAN BARANG DARI LOGAM TIDAK MULIA

BAB
72. Besi dan baja 78. Timah hitam dan barang terbuat dari
73. Barang dari besi dan baja timah hitam
74. Tembaga dan barang terbuat dari 79. Seng dan barang terbuat dari seng
tembaga 80. Timah dan barang terbuat dari timah
75. Nikel dan barang terbuat dari nikel 81. Logam tidak mulia lainnya; sermet;
76. Aluminium dan barang terbuat dari barangnya
aluminium

82 83
Perkakas, peralatan, barang Bermacam-macam barang
tajam,sendok dari logam tidak mulia
dan garpu, dari logam tidak
mulia;bagian
bagiannya dari logam tidak mulia

BAGIAN XVI
MESIN DAN PESAWAT MEKANIK; PERLENGKAPAN LISTRIK;
BAGIANNYA PESAWAT PEREKAM DAN PESAWAT REPRODUKSI SUARA,
PESAWAT PEREKAM ATAU REPRODUKSI SUARA DAN GAMBAR UNTUK
TELEVISI, DAN BAGIAN SERTA PERLENGKAPAN
DARI BARANG YANG SEMACAM ITU

BAB
84. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik; bagiannya
85. Mesin dan alat listrik serta bagiannya; pesawat perekam dan pesawat
reproduksi suara, pesawat perekam dan reproduksi gambar dan suara untuk
televisi, dan bagian serta perlengkapan dari barang yang semacam itu

BAGIAN XVII
KENDARAAN, PESAWAT TERBANG, KENDARAAN AIR
DAN PERLENG KAPAN PENGANGKUTAN YANG BERKAITAN

BAB
86. Lokomotif kereta api atau trem, kendaran yang bergerak diatas rel dan
bagiannya; alat pemasang dan perlengkapan rel kereta api atau trem dan
bagiannya; perlengkapan isyarat lalu lintas mekanik dari segala jenis
(termasuk elektronik)
87. Kendaraan selain yang begerak diatas rel kereta api atau trem, dan bagian serta
perlengkapannya
88. Kapal udara, pesawat ruang angkasa, serta bagiannya
89. Kapal, bahtera, dan bangunan terapung

BAGIAN XVIII
ALAT DAN APARAT OPTIK, POTOGRAFI, SINEMATOGRAFI, UKUR,
PENELITI, PRESISI, KEDOKTERAN DAN BEDAH; LONCENG
DAN ARLOJI; INSTRUMEN MUSIK;
BAGIAN DAN PERLENGKAPANNYA

BAB
90. Alat dan aparat optik, fotografi, sinematografi, ukur, peneliti, presisi,
kedokteran dan bedah; bagian dan perlengkapannya
91. Lonceng dan arloji dan bagiannya
92. Instrumen musik ; bagian dan perlengkapan dari barang seperti itu

BAGIAN XIX
SENJATA DAN AMUNISI; BAGIAN DAN KELENGKAPANNYA

BAB
93
(judul sama dengan judul Bagian)

BAGIAN XX
BERMACAM-MACAM BARANG HASIL PABRIK

BAB
94. Perabot rumah; kasur tempat tidur, kasur, lapik kasur, bantal dan
kelengkapannya; lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau
termasuk dalam pos manapun; isyarat iluminasi, papan nama iluminasi dan
semacam itu; bangunan prefabrikasi
95. Mainan, keperluan permainan dan keperluan olah raga; bagian dan
kelengkapannya
96. Bermacam-macam barang hasil pabrik lain

BAGIAN XXI
HASIL KARYA SENI, BARANG KEGEMARAN
KAUM PENGUMPUL DAN BARANG ANTIK

BAB
97
(Judul Bab sama dengan Bagian)

2.2. Latihan 2

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan pos saja untuk barang mentega dan 1.
margarin ?

2. Daging sapi yang diolah sederhana masuk pos 2.


berapa ? Bagaimana bila telah dikukus masuk
Bab berapa ?

3. Sebutkan posnya saja batu pualam yang masih 3.


bongkahan dan yang telah jadi ubin ?

2.3. Rangkuman

BTBMI terdiri dari 21 Bagian, Bab 1 sampai dengan 77 dan bab 78 sampai dengan bab
98. Urutan pengelompokan barang umumnya didasarkan atas bahan dasar, proses
setengah jadi dan barang jadi. Pengelompokan barang ini berawal dari binatang, hewani,
nabati mineral dan selanjutnya kepada bahan kimia dan produknya. Terakhir dengan
mesin, kendaraan, barang presisi, barang untuk kemanan dan barang kelontong.
Pemahaman pengelompokan barang akan mempermudah dan mempercepat dalam
mengklasifikasi.Sebaiknya seorang klasifikator yang bak akan memahami
pengelompokan jenis barang dalam BTBMI
4. KEGIATAN BELAJAR 3

CATATAN PENTING PADA BTBMI

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Disamping KUM HS, catatan-catatan dalam HS merupakan bagian integral yang harus
diperhatikan benar-benar. Catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan hukum sama
seperti uraian pos atau sub-pos. HS mempunyai Catatan Bagian, Catatan Bab, dan
Catatan Sub-pos. Catatan-catatan penting tersebut adalah :

3.1.1 Bagian II
Bab 7 Catatan 2
2.- Dalam pos 07.09, 07.10, 07.11 dan 07.12 kata "sayuran" meliputi jamur, cendawan
tanah, buah zaitun, kaper, labu sumsum, labu kuning, terong, jagung manis (Zea
mays var. saccharata), buah dari genus Capsicum atau dari genus Pimenta, adas
pedas, parsley, chervil, tarragon, cress dan marjoram manis (Majorana hortensis atau
Origanum majorana) yang dapat dimakan.

3.1.2 Bagian II
Bab 16 Catatan 2
2.- Olahan makanan digolongkan dalam Bab ini asalkan mengandung sosis, daging,
sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya, atau
berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut beratnya. Dalam hal apabila olahan
mengandung dua atau lebih produk yang disebut di atas, diklasifikasikan dalam pos
pada Bab 16 yang sesuai dengan komponen atau komponen-komponen yang
mendominasi menurut beratnya. Ketentuan ini tidak berlaku untuk produk diisi dari
pos 19.02 atau olahan dari pos 21.03 atau 21.04.

3.1.3 Bagian IV
Bab 19 catan 1
1.- Bab ini tidak meliputi :
(a) Kecuali dalam hal produk diisi dari pos 19.02, olahan makanan mengandung
sosis, daging, sisa daging, darah, ikan atau krustasea, moluska atau invertebrata air
lainnya, atau berbagai kombinasinya, lebih dari 20% menurut beratnya (Bab 16);
(b) Biskuit atau barang lain yang dibuat dari tepung atau dari pati, diolah secara khusus
untuk makanan hewan (pos 23.09); atau
(c) Obat-obatan dan produk lain dari Bab 30.

3.1.4 Bagian IV
Bab 20 catatan subpos 2
2.- Untuk keperluan subpos 2007.10, istilah "olahan homogen" berarti olahan buah,
dihomogenisasi secara halus, disiapkan untuk penjualan eceran sebagai makanan bayi
atau untuk keperluan diet, dalam kemasan dengan berat bersih tidak melebihi 250 g.
Untuk penerapan definisi ini tidak memperhitungkan sejumlah kecil berbagai bahan yang
ditambahkan pada olahan tersebut sebagai penyedap, pengawet atau keperluan lain.
Olahan ini dapat mengandung sejumlah kecil buah yang dapat dilihat. Subpos 2007.10
harus dipertimbangkan lebih dahulu daripada subpos lain dari pos 20.07.

3.1.5 Bagian VI
Bagian VI catatan 3
3.- Barang yang disiapkan dalam set yang terdiri dari dua atau lebih unsur yang terpisah,
beberapa atau seluruhnya yang digolongkan dalam Bagian ini dan dimaksudkan untuk
dicampur bersama untuk memperoleh produk dari Bagian VI atau VII, harus
diklasifikasikan dalam pos yang sesuai dengan produk tersebut, asalkan unsur tersebut :
(a) berdasarkan penyiapannya jelas dapat dikenal untuk digunakan bersamasama tanpa
dibungkus ulang sebelumnya;
(b) diajukan bersama; dan
(c) pada saat diajukan, dapat dikenali sebagai unsur yang saling melengkapi
satu sama lain, baik berdasarkan sifat atau perbandingan relatifnya.

3.1.6 Bagian VII


Bab 39 catatan 4
4.- Istilah "kopolimer" meliputi semua polimer yang unit monomer tunggalnya
tidak ada yang beratnya 95% atau lebih menurut berat total kandungan polimer
tersebut.
Untuk keperluan Bab ini, kecuali apabila konteksnya menentukan lain, kopolimer
(termasuk kopolikondensasi, produk kopoliadisi, block copolymer dan graft copolymer)
dan campuran polimer harus diklasifikasikan dalam pos yang mencakup polimer dari unit
komonomer tersebut yang beratnya mendominasi berat unit komonomer tunggal lainnya.
Untuk keperluan Catatan ini, bagian unit komonomer dari polimer yang termasuk dalam
pos yang sama harus digolongkan bersama.

Dalam hal tidak terdapat unit komonomer tunggal yang mendominasi, maka kopolimer
atau campuran polimer harus diklasifikasikan dalam pos terakhir berdasarkan urutan
penomoran di antara pos yang mempunyai pertimbangan yang setara.

3.1.7 Bagian VII


Bab 40 catatan 4

4.- Dalam Catatan 1 Bab ini dan dalam pos 40.02, istilah "karet sintetik"
berlaku untuk :
(a) Zat sintetik tidak jenuh yang dapat diubah dengan tidak kembali ke sifat semula
melalui vulkanisasi menggunakan belerang menjadi zat non termoplastik, yang pada suhu
antara 18 C dan 29 C tidak akan putus bila di rentang hingga tiga kali panjang aslinya,
dan setelah direntang hingga dua kali panjang aslinya selama lima menit, panjangnya
akan kembali menjadi tidak lebih dari satu setengah kali panjang aslinya. Untuk
keperluan pengujian ini, dapat ditambahkan zat yang diperlukan untuk ikatan silang,
seperti pengaktif dan akselerator vulkanisasi; keberadaan zat yang dimaksud oleh Catatan
5 (b) (ii) dan (iii) juga diperkenankan. Namun demikian, keberadaan berbagai zat yang
tidak diperlukan untuk ikatan silang, seperti perentang, peliat dan pengisi, tidak
diperkenankan

3.1.8 Bagian XI
Bagian XI catatan 2

2.- (A) Barang yang dapat diklasifikasikan dalam Bab 50 sampai dengan 55 atau
dalam pos 58.09 atau 59.02 dan dari campuran dua bahan tekstil atau lebih harus
diklasifikasikan seolah-olah seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang beratnya
mendominasi berat setiap bahan tekstil lainnya. Apabila tidak satupun bahan tekstil yang
mendominasi menurut beratnya, barang tersebut harus diklasifikasikan seolah-olah
seluruhnya terdiri dari satu bahan tekstil yang termasuk dalam pos terakhir berdasarkan
urutan penomoran di antara pos-pos dengan pertimbangan yang setara.
(B) Untuk keperluan ketentuan di atas :
(a) Benang lilit dari bulu kuda (pos 51.10) dan benang berlogam (pos 56.05) harus
diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal yang beratnya dianggap seperti berat
keseluruhan komponennya; untuk pengklasifikasian kain tenunan, benang berlogam harus
dianggap sebagai bahan tekstil;
(b) Pilihan pos yang sesuai harus dilakukan, pertama, dengan menentukan Babnya, dan
kemudian pos yang tepat dalam Bab tersebut, tanpa memperhatikan berbagai bahan yang
tidak diklasifikasikan dalam Bab tersebut;
(c) Apabila Bab 54 dan 55 berkaitan dengan berbagai Bab lainnya, maka Bab 54 dan 55
harus diperlakukan sebagai Bab tunggal;
(d) Apabila Bab atau pos merujuk pada barang dari bahan tekstil yang berbeda , maka
bahan tersebut harus diperlakukan sebagai bahan tekstil tunggal.

3.1.9 Bagian XV
Bagian XV catatan 2
2. Dalam Nomenklatur ini, istilah "bagian untuk pemakaian umum" berarti :
(a) Barang dari pos 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang semacam itu dari
logam tidak mulia lainnya;
(b) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas jam atau arloji
(pos 91.14); dan
(c) Barang dari pos 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta cermin dari logam tidak
mulia, dari pos 83.06.

Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan Bab 78 sampai dengan 82 (tetapi tidak dalam pos
73.15) referensi untuk bagian barang tidak meliputi referensi untuk bagian pemakaian
umum sebagaimana dirinci di atas.

3.1.10 Bagian XVI


Bagaian XVI catatan 3, 4 dan 5
3.- Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, mesin gabungan yang terdiri dari dua
atau lebih mesin yang dipasang bersama untuk membentuk satu kesatuan dan mesin
lainnya yang dirancang untuk keperluan melakukan dua fungsi atau lebih yang saling
melengkapi atau fungsi alternatif, harus diklasifikasikan seolah-olah terdiri hanya dari
komponen tersebut atau sebagai mesin tersebut yang melakukan fungsi utama.

4.- Apabila mesin (termasuk kombinasi mesin) terdiri dari komponen tersendiri (terpisah
atau saling dihubungkan dengan pipa, dengan peralatan penggerak, dengan kabel listrik
atau dengan peralatan lainnya) yang dimaksudkan untuk digunakan bersama untuk
melakukan fungsi tertentu secara jelas, yang termasuk dalam salah satu pos dalam Bab 84
atau 85, seluruhnya harus diklasifikasikan dalam pos yang sesuai dengan fungsi tersebut.

5.- Untuk keperluan Catatan ini, istilah " mesin " berarti berbagai mesin, permesinan,
instalasi, perlengkapan, aparatus atau peralatan yang disebut dalam pos pada Bab 84 atau
85.

3.1.11 Bagian XVI


Bagian XVI catatan 5
5.- (A) Untuk keperluan pos 84.71, istilah "mesin pengolah data otomatis"
berarti :
(a) Mesin digital, yang dapat : (1) Menyimpan program atau programprogram
pengolahan dan sekurang-kurangnya data yang diperlukan segera untuk pelaksanaan
program tersebut; (2) Diprogram secara bebas menurut kebutuhan pemakai; (3)
Mengerjakan perhitungan aritmatika yang ditentukan oleh pemakai; dan, (4) Tanpa
intervensi manusia, melaksanakan program pengolahan yang memerlukan modifikasi
pelaksanaannya, dengan keputusan yang logis, selama berlangsungnya pengolahan;

3.1.12 Bagian XVI


Bagian XVI catatan 7
7.- Untuk keperluan klasifikasi, mesin yang digunakan untuk lebih dari satu kegunaan,
harus diperlakukan seolah-olah kegunaan utamanya adalah kegunaan satu-satunya.
Berdasarkan Catatan 2 pada Bab ini dan Catatan 3 pada Bagian XVI, suatu mesin yang
kegunaan utamanya tidak diuraikan dalam pos manapun atau yang tidak ada satupun
kegunaannya merupakan kegunaan utama, kecuali apabila konteksnya menentukan lain,
harus diklasifikasikan dalam pos 84.79. Pos 84.79 juga meliputi mesin untuk membuat
tali atau kabel (misalnya, mesin penjalin, mesin pemilin atau mesin pembuat kabel) dari
kawat logam, benang tekstil atau berbagai bahan lainnya atau dari kombinasi bahan
bahan tersebut.

3.1.16 Bagian XVI


Bab 85 catatan 4
4.- Untuk keperluan pos 85.34 "sirkit tercetak" adalah sirkit yang diperoleh dengan
pembentukan di atas dasar pengisolasi, melalui berbagai proses pencetakan (misalnya,
pencetakan timbul, penyepuhan, pengetsaan) atau melalui teknik "sirkit film" berupa
elemen konduktor, kontak atau komponen tercetak lainnya (misalnya, induktansi,
resistor, kapasitor), tersendiri atau saling berhubungan menurut pola yang ditetapkan
sebelumnya, selain elemen yang dapat memproduksi, menyearahkan, memodulasi atau
memperkuat sinyal elektris (misalnya, elemen semi konduktor).

Istilah " sirkit tercetak " tidak meliputi sirkit yang dikombinasi dengan elemen selain
yang diperoleh selama proses pencetakan, juga tidak meliputi resistor, kapasitor, atau
induktansi khusus. Namun demikian, sirkit tercetak dapat dilengkapi dengan elemen
penghubung tidak dicetak. Sirkit film tipis atau tebal yang terdiri dari elemen pasif dan
aktif yang diperoleh selama proses teknologis yang sama, harus diklasifikasikan dalam
pos 85.42.

3.1.13 Bagaian XVII


Bagian XVII catatan 2
2.- Istilah "bagian" serta "bagian dan aksesori" tidak berlaku untuk barang berikut, dapat
diidentifikasi sebagai barang dari Bagian ini maupun tidak :
(a) Sambungan, cincin pipih atau sejenisnya dari berbagai bahan (diklasifikasikan
menurut bahan utamanya atau dalam pos 84.84) atau barang lainnya dari karet
divulkanisasi selain karet keras (pos 40.16);
(b) Bagian untuk pemakaian umum, sebagaimana dirinci dalam Catatan 2 Bagian XV,
dari logam tidak mulia (Bagian XV), atau barang semacam itu dari plastik (Bab 39);
(c) Barang dari Bab 82 (perkakas);
(d) Barang dari pos 83.06;
(e) Mesin atau aparatus dari pos 84.01 sampai dengan 84.79, atau bagiannya; barang dari
pos 84.81 atau 84.82 atau barang dari pos 84.83, asalkan barang tersebut merupakan
bagian integral dari mesin atau motor;
(f) Mesin atau perlengkapan elektris (Bab 85);
(g) Barang dari Bab 90;
(h) Barang dari Bab 91;
(ij) Senjata (Bab 93);
(k) Lampu atau alat kelengkapan penerangan dari pos 94.05; atau
(l) Sikat dari jenis yang digunakan sebagai bagian dari kendaraan ( pos 96.03).

3.- Referensi untuk "bagian" atau "aksesori" dalam Bab 86 sampai dengan 88 tidak
berlaku untuk bagian atau aksesori yang tidak cocok untuk digunakan sematamata atau
terutama dengan barang dari Bab-bab tersebut. Bagian atau aksesori yang memenuhi
uraian dalam dua pos atau lebih dari pos pada Bab-bab tersebut, harus diklasifikasikan
menurut pos yang sesuai dengan penggunaan utama dari bagian atau aksesori tersebut.

3.1.14 Bagian XVIII

Bab 90 catatan 7
7.- Pos 90.32 berlaku hanya untuk :
(a) Instrumen dan aparatus untuk mengontrol arus, tinggi permukaan, tekanan atau
variabel lainnya dari cairan atau gas secara otomatis, atau untuk mengontrol suhu secara
otomatis, yang penggunaannya tergantung maupun tidak pada fenomena elektris yang
berubah-ubah menurut faktor yang harus dikontrol secara otomatis, yang dirancang untuk
memberi faktor tersebut untuk, dan mempertahankannya pada nilai yang dikehendaki,
distabilkan terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai aktual secara konstan atau
periodik; dan
(b) Regulator besaran listrik otomatis dan instrumen atau aparatus untuk mengontrol
besaran bukan listrik secara otomatis, yang pengoperasiannya tergantung pada fenomena
listrik yang berubah-ubah menurut faktor yang dikontrol, yang dirancang untuk memberi
faktor ini untuk, dan mempertahankannya pada nilai yang dikehendaki, distabilkan
terhadap gangguan, dengan pengukuran nilai aktual secara konstan atau periodik.

3.1.15 Bagian XXI


Bab 97 catatan 5
5.- Bingkai yang terpasang pada lukisan, gambar, gambar pastel, kolase atau plakat
hiasan semacam itu, ukiran, barang cetakan atau litograf harus diklasifikasikan dengan
barang tersebut, asalkan dari jenis dan nilai yang wajar untuk barang tersebut. Merujuk
pada Catatan ini, bingkai yang bukan merupakan jenis atau nilai yang wajar untuk barang
tersebut, harus diklasifikasikan terpisah.
4.2. Latihan 3

Pertanyaan Jawaban
1. Sebutkan 3 contoh barang termasuk 1.
bagian untuk pemakaian umum ?

2. Bagaimana syarat komputer menurut 2.


Harmonized system pada Bab 84 ?

3. Bagaimana pengklasifikasian motor untuk 3


mobil mainan ?
4. Saringan udara untuk mesin 4
diklasifikasikan pada pos berapa ?
5. Apakah bingkai dan gambar yang sama 5.
mahal harganya diklasifikasikan dalam
satu pos tarif ?

4.3. Rangkuman

Salah satu syarat menjadi seorang klasifikator yang baik adalah harus dapat memahami
catatan penting. Catatan merupakan salah satu syarat penting dalam mengklasifikasi
barang. Bahkan dalam KUM HS nomor satu dinyatakan bahwa hal yang mengikat dalam
mengklasifikasi barang adalah catatan, baik catatan bagian, bab maupun subpos. Berbagai
jenis barang akan dijelaskan dengan catatan dalam bagian, bab maupun subpos yang
bersifat mengikat.
5. Test Formatif
5.1. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan huruf S
apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S ) Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia
hanya dimaksudkan untuk memudahkan penyebutan saja. Tidak
mengikat secara hukum dalam mengklasifikasi

2. ( B - S ) Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap atau tidak


rampung dianggap sebagai barang lengkap atau rampung, asalkan pada
saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai barang
lengkap atau rampung

3. ( B - S) Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat uraian yang


paling terinci harus lebih diutamakan daripada pos yang memuat uraian
yang lebih umum sifatnya

4. ( B - S ) Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti instrumen dan


tempat simpan yang semacam, dengan bentuk atau kelengkapan khusus
untuk menyimpan barang tertentu atau seperangkat barang tertentu,
cocok untuk pemakaian jangka panjang dan diimpor lengkap dengan
isinya, harus diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual
dengan barang itu

5. ( B - S ) Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi dulu barang


yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui spesifikasi barang maka
akan lebih mendekati keakuratan dalam mengklasifikasi barang

5.2. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf
yang terdapat di depan jawaban tersebut
6. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka yang
singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada permasalahan
yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya memuat tentang :
a. nama barang dan uraian jenis barang
b.alasan atau catatan yang digunakan
c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit
d. pernyataan a, b dan c benar

7. Suatu kemasan mengandung mie, bumbu, saos dan bawang, diklasifikasikan sebagai
mie pada bab 19, berdasarkan KUM HS nomor :
a. 2b
b. 3a
c. 3b
d. 5a

8. Larutan dengan kandungan asam cuka (acetic acid) lebih dari 10 % dikeluarkan dari
bab 22 berdasarkan catatan :
a. definitif
b. esklusif
c. ilustrasi
d. pengertian

9. Walalupun etil alkohol merupakan bahan kimia organik, namun diklasifikasikan pada
bab 22 dikarenakan KUM HS nomor :
a. 1
b. 2a
c. 2b
d. 3a
10. Tabung gas LPG yang berisi gas LPG tidak dapat diklasifikasikan menjadi stu pos
tarif karena ketentuan menurut KUM HS nomor :
a. 3b
b. 3c
c. 5a
d. 5b
5.3. Jawablah pertanyaan soal dibawah ini dengan ringkas

6. Mengapa olahan makanan yang terbuat dari daging sapi yang dikukus tidak
diklasifikasikan pada bab 2

7. Mengapa sabun mandi mengandung obat pembasmi kuman walaupun mengandung


obat tidak diklasifikasikan pada bab 30 sebagai produk farmasi.

8. Mengapa tutup kepala (topi) pengaman untuk pengendara sepeda motor yang terbuat
dari bahan plastik tidak diklasifikasikan pada bab 39 ?

9. Automatic voltage regulator yang digunakan sebagai stabilizer otomatis untuk


komputer harus diklasifikasikan pada pos 85.04 atau 90.32 . Sebutkan alasannya

10. Benang tenun terbuat dari campuran 70 % kapas (cotton) dan 30 % nilon, merupakan
benang tunggal, dari serat disisir dengan nomor benang 150 decitex, tidak dikelantang
dan tidak dimerserisasi.Ketentuan dan catatan apa yang digunakan dalam
mengklasifikasi barang tersebut

6. Kunci Jawaban Tes Formatif

6.1. Pilihan B atau S


1. B
2. S
3. B
4. S
5. B

6.2. Pilihlah berganda


1. d
2. c
3. b
4. a
5. d

6.3. Essay

Diberitahukan hanya 6 digitnya (sub posnya)


1. Daging sapi hasil olahan sesuai bab 2 (pengolahan sementara/terbatas)
diklasifikasikan pada bab 2. Bentuk pengolahan bukan sederhana, seperti
dipanggang, dikukus dan pengolahan selain pada bab 2 diklasifikasikan pada bab
16. Lihat catatan 1 bab 16. Perhatikan pos tarif 1602.50.000

2. Lihat catatan 1(e) Bab 30

3. Lihat catatan 1(n) Bab 39

4. Lihat catatan 2(A) Bagian XI

5. Lihat catatan 6(b) Bab 90


Perhatikan sub-pos 5206.24.
7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada di
belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh mana Anda
menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan


Jumlah Jawaban Anda yang benar dibagi 15 kemudian dikali 100 % = ............
Arti tingkat penguasaan :
* 90 % - 100 % = Baik sekali
* 80 % - 89 % = Baik
* 70 % - 79 % = Cukup
* 69 % = Kurang

Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan kepada
modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat penguasaan
Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul kembali, terutama
bagian yang belum Anda kuasai

8. Kepustakaan

1. Harmonized System, Wordl Customs Organization, 2007 version


2. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007).
Departemen Keuangan RI, Jakarta
3. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007
4. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995)
Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta
5. Classification Disputes Settled by The Harmonized System Committee. World
Customs Organization (1994)
***

Anda mungkin juga menyukai