Anda di halaman 1dari 3

Ujian Tengah Semester

Pengkajian Puisi
Semester Genap Tahun Akademik 2011
oleh, Rabiah (0906559574)

Soal :
Perkembangan puisi baru tidak bisa mengabaikan keberadaan puisi lama. Berikan
pembuktian dan contoh puisinya.

Keterkaitan antara Puisi Lama dengan Puisi Baru


Dalam dunia sastra kita mengenal tiga jenis teks sastra, yakni genre puisi,
prosa, dan drama. Genre puisi dibagi lagi dalam sub genre puisi lama dan puisi
modern. Puisi lama merupakan hasil kesusastraan Indonesia yang awalnya tercipta
dari tradisi oral (lisan). Karena kita tidak mengenal tradisi penulisan, karya sastra
puisi hanya diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan.
Karya sastra tidak diciptakan dalam sesuatu yang hampa, melainkan dalam
suatu konteks budaya dan masyarakat tertentu (Budianta, dkk., 2008: 23). Puisi
lama yang pertama muncul diduga adalah mantra. Mantra merupakan bagian
penting ritual-ritual masa lampau (Budianta, dkk., 2008: 58). Kemudian, muncul
puisi yang juga pada awalnya adalah tradisi lisan yang digunakan sebagai ritual
berbalas pantun oleh masyarakat Betawi.
Sebuah karya sastra diciptakan untuk menyampaikan “sesuatu” yang
dilakukan dengan cara yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan
pembacanya yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain (Budianta, dkk., 2008:
9). Horatius seorang kritikus Romawi mensyaratkan dua hal bagi puisi, yaitu
harus indah dan menghibur, namun pada saat yang sama juga harus berguna dan
mengajarkan sesuatu (Budianta, dkk., 2008: 40). Untuk memberikan kenikmatan
bagi pembaca, penulisan karya sastra, salah satunya puisi, tidak dilakukan seperti
membuat tulisan ilmiah. Dalam penulisan puisi, terdapat tiga unsur pembangun
yang membuat sebuah teks diterima sebagai teks puisi oleh khalayak sastra, yaitu
gaya bahasa, persamaan bunyi atau rima, dan bentuk sebagai penanda yang jelas.
Dengan ketiga unsur tersebut, kita akan melihat secara bentuk dan isi keindahan
sebuah puisi yang tidak akan kita dapatkan dalam penulisan karya ilmiah.
Seperti yang diutarakan sebelumnya bahwa karya sastra bergantung pada
konteks budaya, konvensi pada karya sastra pun bisa berubah seiring dengan
perubahan budaya masyarakat. Dari ketiga unsur pembangun puisi di atas, rima
adalah salah satu unsur pembangun puisi yang, terutama, terlihat pada puisi-puisi
lama Indonesia, seperti mantra, pantun, dan gurindam. Puisi lama dikenal dengan
ciri khas yang terletak pada keterikatan aturan rima dan jumlah baris, serta adanya
sampiran. Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, yang mutlak,
artinya, aturan-aturan itu tidak boleh diubah atau tidak boleh dilanggar.
Pada tahap selanjutnya, konvensi puisi berubah tidak lagi terikat dengan
ketentuan baris dan rima, serta umumnya berbentuk narasi. Puisi yang demikian
dinamakan puisi baru. Puisi baru muncul karena penyair telah bosan dengan
aturan yang ada dalam puisi lama. Penyair yang mula-mula menggunakan puisi
baru adalah orang-orang yang melihat kesusastraan sebagai lambang kebebasan
dari masa lampau dan masa yang ada ketika itu.
Puisi baru disebut pula puisi modern. Sesuai dengan masyarakat baru,
puisi baru mengedepankan pikiran, gagasan, dan perasaan orang masa kini. Dalam
puisi baru, berbagai ketentuan, terutama, tentang banyaknya suku kata tiap baris
dan banyaknya baris tiap bait banyak “dilanggar” oleh pengarang. Puisi baru ingin
bebas lepas dari segala ketentuan yang terlalu mengikat. Meskipun demikian,
hakikat puisi tetap dipertahankan. Jadi, meskipun puisi baru tidak lagi terikat rima
dan jumlah baris, serta tidak ada sampiran, puisi baru tetap lah mengambil ciri
dari puisi lama dalam segi bentuk dan pembacaannya yang khas.
Kebebasan penulisan puisi dalam puisi modern dilakukan atas selera
penyair dan tidak jarang sebuah puisi diterima sebagai sebuah puisi hanya karena
penulisnya adalah seorang penyair (Budianta, dkk., 2008: 43). Puisi berikut dapat
memberikan gambaran kepada kita bahwa puisi baru tetaplah mencirikan puisi
lama dengan gaya pengungkapan yang lebih bebas.
Contoh puisi ini penulis ambil dalam buku Membaca Sastra, yaitu dua teks yang
sama dengan cara penulisan yang berbeda. Bunyinya:

a. Sekadar bilang

bahwa saya terlanjur makan Maafkan aku


buah persik rasanya renyah
dalam begitu manis
kulkas bgitu dingin

yang mungkin sengaja


kau sisihkan
buat sarapan

b. Tomi yang baik,


Sekadar bilang bahwa saya terlanjur makan buah persik dalam kulkas yang
mungkin sengaja kau sisihkan buat sarapan. Maafkan aku, rasanya renyah,
begitu manis, bgitu dingin..

Williams

Jika dilihat dari cara penulisannya, kita dapat mengatakan bahwa tulisan pertama
adalah sebuah puisi, namun jika melihat penulisan yang kedua dengan adanya
nama penulis dan orang yang dituju, kita dapat mengatakan bahwa tulisan tersebut
adalah permohonan maaf. Jadi, jelas bahwa puisi baru meskipun dari segi rima
dan jumlah baris, serta tidak lagi ada sampiran, seperti ketentuan puisi lama, tetap
lah mengambil hakikat dalam puisi lama (puisi).

Daftar Pustaka

Budianta, Melani, dkk. 2008. Membaca Sastra. Depok: IndonesiaTera.

Anda mungkin juga menyukai