Anda di halaman 1dari 3

Nama : Eryna Yulianaristin

Kelas :E
NIM : 23530284
Mata Kuliah : Filosofi Pendidikan

KONEKSI ANTAR MATERI


TOPIK 3
Mahasiswa membuat sebuah kesimpulan dan pesan kunci dengan mengaitkan
pemahaman dari Topik III dengan Topik I dan Topik II. Sejauh mana topik tentang
identitas manusia Indonesia menjadi sebuah pemahaman yang berkesinambungan
dalam proses belajar. Mahasiswa membangun perspektif kritis dengan mengacu pada
Mata Kuliah Sosio-Kultural dan Mata Kuliah Psikologi Perkembangan untuk melihat
bagaimana latar belakang sosial budaya dan pola asuh serta Mata Kuliah Pendidikan di
Daerah Khusus.

Perjalanan pendidikan nasional Indonesia melalui proses yang panjang. Faktor-faktor


sosial, budaya, ekonomi dan politik mempengaruhi pendidikan di Indonesia sejak masa
penjajahan hingga kini. Faktor-faktor tersebut memberikan tantangan tersendiri terlebih
bagaimana proses pembelajaran dapat berjalan.

Mengingat semboyan yang menjadi rangkaian asas-asas ke-Tamansiswaan-an yang


dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu "Asas Tri-con" yang mengajarkan, bahwa di
dalam pertukaran kebudayaan dengan dunia luar harus kontinuitas dengan alam
kebudayaannya sendiri, lalu konvergensi dengan kebudayaan-kebudayaan lain yang ada, dan
akhirnya jika sudah bersatu dalam alam universal, bersama mewujudkan persatuan dunia dan
manusia yang konsentris. Konsentris berarti bertitik pusat satu dengan alam-alam kebudayaan
sedunia, tetapi masih memiliki garis lingkaran sendiri sendiri.

Inilah suatu bentuk dari sifat "Bhineka Tunggal Ika". Identitas manusia Indonesia yang
lahir,tumbuh dan berkembang dalam kebhinekatunggalikaan mestinya selaras dengan apa yang
disampaikan Ki Hajar Dewantara. Juga pemaknaan dari Pendidikan adalah tempat persemaian
segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan.

Perspektif sosio kultural dalam pendidikan dimaknai sebagai interaksi antar manusia
dalam suatu budaya berkaitan dengan pendidikan. Dalam hal ini, interaksi yang dimaksud
adalah adanya kesesuaian-kesesuaian yang berkesinambungan mengenai sebuah peran, aturan
serta nilai budaya. Kesesuaian ini tidak hanya terbatas pada konteks interaksi saja, namun
mencakup hal lainnya Salah satunya adalah konteks pendidikan.

Interaksi sosiokultural dalam pendidikan menjadi penting karena dapat mencegah


disintegrasi bangsa, baik yang disebabkan oleh cemburu sosial maupun kurangnya rasa
toleransi terhadap teman yang berbeda. Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, dimana manusia tertaut dengan tingkah laku, norma dan ajaran budaya. Oleh karena
itu pendidikan sendiri sebenarnya saling terintegrasi dengan kebudayan, pendidikan selalu
berubah sesuai perkembangan kebudayaan. Karena pendidikan merupakan proses transfer
kebudayaan dan sebagai cermin nilai-nilai kebudayaan.

Pendidikan dalam bingkai ke Indonesiaan merupakan penegasan kesederajatan


martabat manusia Indonesia. Meskipun manusia Indonesia lahir, hidup dan berkembang dalam
kebhinekaan, namun hal tersebut tidak menjadi membagi golongan minoritas dan mayoritas
untuk memecah belah kesatuan dan persatuan. Dalam prespektif pendidikan, bermacam sosio
kultural di Indonesia justru dimaknai sebagai salah satu upaya untuk mengurangi pengaruh
budaya asing dengan menerapkan pembelajaran sosiokultural untuk menuntun dan membentuk
karakter peserta didik.

Hal ini selaras dengan dasar-dasar pendidikan yang dipaparkan oleh Ki Hajar
Dewantara bahwa pendidikan dan pengajaran dengan sistem barat tidaklah selalu buruk,
sebagai bangsaa kita boleh mengadopsi sistem negara manapun kemudian kita terapkan untuk
Indonesia, namun jangan lupakan pendidikan kultural dan nasional serta ajarkan nilai-nilai
luhur yang menjadi identitas manusia Indonesia.

Fase-fase belajar peserta didik adalah fase emas, perkembangan tersebut tidak bisa
diulang maupun diputar mundur. Oleh karena itu setiap fase peserta didik dalam setiap proses
pembelajaran menjadi sangat penting. Pada perspektif pendidikan, Ki Hajar Dewantara juga
telah menyampaikan "Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat
bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan
dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan
wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya
selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak
bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan.
Identitas manusia Indonesia sebagai manusia pancasila, dimana pancasila sebagai
landasan filosofis memuat jiwa bangsa, cita-cita luhur bangsa, rasa-perasaan sebagai bangsa,
dan nilai- nilai hidup berbangsa. Menjadikan manusia Indonesia kaya akan nilai-nilai luhur
yang hidup dalam kebiasaan, menjadi nafas dalam setiap langkah manusia Indonesia. Nilai-
nilai luhur yang bersumber dari pancasila inilah yang dijadikan akar dari pendidikan karakter
sehingga ditanamkan kuat-kuat dalam pendidikan nasional, proses belajar untuk peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai