Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.


Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil
sensus adalah sebanyak 237.556.363 orang dan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar
1,49 persen per tahun. Data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia
(GAPMMI) menyebutkan ada 1.159.983 industri pangan di Indonesia dengan total tenaga kerja
mencapai 3.4 juta orang. Dari total industri tersebut tercatat industri skala rumah tangga
mencapai 1.087.489 industri kecil 66.178 dan industri besar menengah 6.316. Selain itu,
dinyatakan pula bahwa tahun ini pertumbuhan industri makanan dan minuman akan mencapai
5%-10%. Hal ini secara tidak langsung berdampak positif bagi perkembangan industri, baik
industri pangan maupun industri non-pangan.
Industri perisa (flavor) dan pewangi (fragrance) merupakan salah satu industri yang telah
menjadi bagian penting pengembangan produk di industri pangan (perisa) dan non-pangan
(pewangi). Perkembangan suatu industri perisa dan pewangi sangat erat hubungannya dengan
pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk pangan (perisa) dan non-pangan (pewangi). Data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 menyebutkan bahwa omset industri makanan dan
minuman skala menengah dan besar di tahun 2003 Rp 162 triliun. Di tahun 2004, omsetnya naik
tipis menjadi Rp 171 triliun, lalu kenaikannya pesat 3 kali lipat di tahun 2005 menjadi Rp 204
triliun. Nilai kenaikan cenderung berlipat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan literatur dapat diketahui bahwa pertumbuhan industri mengalami
peningkatan dan akan berdampak pula pada nilai perekonomian di Indonesia. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan bahwa secara kumulatif, pertumbuhan PDB Indonesia hingga
Triwulan III-2010 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009 tumbuh sebesar 5,9 %.
Besaran PDB Indonesia atas dasar harga berlaku setelah diakumulasikan mencapai Rp 4.727,6
triliun. Laju pertumbuhan PDB pada sektor industri pengolahan adalah 2,6% dan nilai PDB atas
dasar harga berlaku sebesar 24,4% dari total PDB. Industri perisa (flavor) dan pewangi
(fragrance) termasuk ke dalam sektor industri pengolahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
industri perisa dan pewangi merupakan salah satu industri yang meningkatkan perekonomian di
Indonesia dan memiliki prospek yang bagus di tahun ke depan karena pasar perisa (flavor) dunia
saat ini mencapai 10,2 milyar USD pertahun.
Perisa (flavor) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan atau
tanpa ajudan perisa (flavoring adjunct) yang digunakan untuk memberi perisa, dengan
pengecualian rasa asin, manis dan asam, tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung
dan tidak diperlakukan sebagai bahan pangan (BSN, 2006). Perisa dikenal sebagai penyedap
rasa dan aroma yang diaplikasikan pada produk makanan dan minuman. Pewangi (fragrance)
merupakan campuran minyak atsiri dan senyawa aroma, fiksatif, dan pelarut yang digunakan
untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, ataupun ruangan. Menurut IFRA,
pewangi (fragrance) digunakan di berbagai produk sehari-hari mulai dari kosmetik dan produk
perawatan pribadi, produk pembersih, penyegar udara, parfume dan cologne.

1
Untuk dapat menghasilkan perisa (flavor) dan pewangi (fragrance) yang dapat
diaplikasikan pada berbagai produk pangan dan non pangan maka suatu industri perisa dan
pewangi harus memperhatikan teknologi proses produksi yang digunakan. Selain itu, berbagai
kegiatan industri yang didukung dengan perencanaan dan pengendalian yang optimal maka akan
menciptakan efisiensi dan efektifitas sehingga pada akhirnya akan menghasilkan suatu nilai
tambah. Saat ini perkembangan industri perisa dan pewangi didukung oleh penerapan teknologi
yang canggih dan modern pada proses produksinya sehingga akan menghasilkan produk yang
bervariasi, bermutu, berkualitas dan mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional.
Berdasarkan hal di atas, maka “Teknologi Proses Produksi” dijadikan topik dalam praktek
lapang ini. Dengan harapan dapat memberikan gambaran, penjelasan dan peningkatan wawasan
mengenai jalannya suatu industri yang sebenarnya.

B. TUJUAN

Tujuan dari praktek lapang ini adalah untuk mempelajari dan menambah wawasan
mengenai teknologi proses produksi perisa (flavor) dan pewangi (fragrance). Selain itu kegiatan
ini juga bertujuan untuk melatih kemampuan dalam menganalisa masalah yang terdapat di
industri, menjalin kemitraan dan kerjasama yang baik antara mahasiswa dan perguruan tinggi
dengan dunia industri, memperoleh keterampilan serta pengalaman kerja sesuai dengan profesi
dan pengetahuan yang diterima di bangku kuliah terutama sesuai dengan topik yang diangkat.

C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Praktek lapang dilaksanakan selama dua bulan (40 hari kerja efektif) mulai tanggal 23
Juni 2010 hingga 20 Agustus 2010. Kegiatan ini dilaksanakan di PT MANE INDONESIA,
Cikarang.

D. METODE PELAKSANAAN

Pelaksanaan praktek lapang di PT MANE INDONESIA dilakukan melalui beberapa


metode antara lain,
1. Pengamatan di lapangan
Kegiatan ini dilakukan dengan mengamati secara langsung di area produksi perisa
(flavor) dan pewangi (fragrance), area central storage, dan area kantor. Pengamatan ini
dilakukan untuk mengetahui operasi yang terjadi di lapangan dengan menitikberatkan pada
teknologi proses produksi perisa dan pewangi pada area produksi yang diterapkan di
PT MANE INDONESIA.
2. Praktek langsung di lapangan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam menerapkan
ilmu yang telah dipelajari dan untuk meningkatkan kemampuan teknis tentang aktivitas yang
dikerjakan. Kegiatan praktek langsung ini dilakukan di area produksi perisa (flavor) dan

2
pewangi (fragrance) cair dengan ikut terlibat atau membantu dalam kegiatan proses
produksi. Selain itu, kegiatan praktek langsung juga dilakukan di beberapa departemen
lainnya antara lain, Quality Assurance Departement dengan melakukan audit GMP pada area
produksi, Quality Control Department dengan melakukan pengecekan mutu barang yang
meliputi uji sensori dan analisa mutu, Research and Development (R&D) Departement
bagian aplikasi pewangi (fragrance) dengan membuat parfum dan aplikasi perisa manis
(sweet flavor) dengan membuat permen.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengklasifikasikan permasalahan-permasalahan yang
terjadi di lapangan dan untuk mengumpulkan informasi baik yang berhubungan dengan aspek
yang dipelajari maupun di luar aspek yang dipelajari sebagai tambahan ilmu dan wawasan.
Wawancara ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pihak yang terkait.
4. Studi pustaka
Studi pustaka ditujukan sebagai pelengkap dan perbandingan yang dilakukan dengan
mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan.

3
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Pada awalnya Mane Group merupakan sebuah perusahaan keluarga yang didirikan oleh
Victor MANE di Perancis. Perusahaan keluarga ini dikenal dengan sebutan VMF (Victor Mane
& Fils) yang bermakna Victor MANE and Sons. Pada tahun 1871 perusahaan keluarga ini
memulai kegiatan produksinya dengan memproduksi produk wewangian (fragrance) dengan
melakukan proses penyulingan dari orange blossom di Riou de Gordon, di tenggara Perancis.
MANE memiliki dua putra bernama Eugène dan Gabriel. Setelah perang dunia pertama,
mereka bekerjasama untuk meningkatkan produksi dari bahan baku aromatik dan memulai untuk
meracik pewangi (fragrance) dan perisa (flavor). Pabrik pertama yang mereka dirikan berada di
desa Bar sur Loup. Kemudian, pada tahun 1926 mereka membuka kembali bagian pertama
pabrik Notre Dame untuk proses ekstraksi dan distilasi yang berjarak 2 km dari desa Bar sur
Loup.
Pada tahun 1944 Gabriel mengalami kecelakan dan akhirnya meninggal. Walaupun
begitu, Eugene tetap melanjutkan pembangunan pabrik ini hingga akhirnya pada tahun 1946
perusahaan ini dapat berkembang secara internasional sebagai pemimpin perusahaan perisa
(flavor) dan pewangi (fragrance) di Perancis dan dikenal sebagai perusahaan berskala
internasional.
VMF berkembang sangat pesat mulai tahun 1969 di bawah pimpinan Maurice MANE
(anak dari Eugene). Di bawah kepemimpinannya, perusahaan mengalami peningkatan kapasitas
produksi hingga akhirnya membuka cabang perusahaan di luar Perancis, antara lain Amerika
Serikat, Brazil, Jepang, Swiss, Inggris, Meksiko, Spanyol, Jerman, dan yang lebih baru dibangun
adalah di Itali, Singapura, Indonesia, Chili, Thailand, Turki, Kanada, Argentina, Rusia, Cina, dan
35 Agen yang tersebar di seluruh dunia.
Pada tahun 1980-an pabrik Notre Dame mengalami perluasan pabrik, yaitu dengan
pendirian pabrik baru La Sarree. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan kapasitas dan
memenuhi persyaratan dari ISO 9002. Maurice MANE memiliki dua putra yang bernama Jean
dan Michel. Dengan mengikuti tradisi yang telah turun temurun di keluarga MANE, maka pada
tahun 1995, Jean diangkat sebagai Presiden, dan Michel diangkat sebagai Direktur perusahaan
dan Presiden dari MANE regional Amerika Serikat di Amerika Utara dan Amerika Selatan.
Pada tahun 1995 ini, Mane memulai proyek pembangunan pusat regional di Asia
tenggara. Indonesia ditunjuk sebagai tempat kepala regional yang berlokasi di Jakarta. Secara
formalitas pada pertengahan tahun 1995, namun secara resmi PT Mane Indonesia didirikan pada
bulan Januari 1996 dan memulai produksi pada awal tahun 1998. Produk VMF telah dikenal di
Indonesia lebih dari 32 tahun melalui beberapa keagenan. Perkembangan pasar di Indonesia
meliputi produk-produk kosmetik, sabun, deterjen, industri pangan, serta bisnis kretek yang
mengonsumsi perisa (flavor) dalam kuantitas besar.
Sejak berdiri hingga saat ini, PT Mane Indonesia mengalami perkembangan yang sangat
cepat. Hal ini dikarenakan meningkatnya kapasitas produksi dari tahun ke tahun karena
banyaknya permintaan baik dari pelanggan lama (continue order) maupun pelanggan baru.
Selain itu, PT Mane Indonesia sangat memperhatikan dalam penggunaan teknologi yang modern
dan canggih proses produksi baik perisa (flavor) maupun pewangi (fragrance). Hal ini dapat
dilihat dari penggunaan mesin dan peralatan yang berkualitas pada proses produksi perisa
(flavor) dan pewangi (fragrance). Sehingga dapat menghasilkan produk yang bermutu dan
berkualitas tinggi.
PT Mane Indonesia memiliki sekitar 258 karyawan hingga saat ini di bawah struktur
sales, research and developments, production, dan departemen-departemen administrative.
Kemudian memiliki lahan seluas 21,680 m2 dan beroperasi di bawah bangunan dengan luas
mendekati 10,000 m2. Area ini memiliki kapasitas produksi sebesar 2.000 ton per tahun untuk
pewangi (fragrance) dan 6.000 ton per tahun untuk perisa (flavor) yang terdiri dari 2.500 ton per
tahun untuk perisa cair, 500 ton per tahun untuk emulsi, 2.000 ton per tahun untuk perisa bubuk

4
dari proses pencampuran, dan 1.000 ton per tahun untuk perisa bubuk dari proses pengeringan
semprot dengan kemungkinan peningkatan luas area produksi tiga kali lipat dan peningkatan dua
kali lipat untuk area kantor dan laboratorium.
Saat ini PT Mane Indonesia telah menjadi salah satu pemimpin untuk rumah perisa
(flavor) dan pewangi (fragrance) di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa PT Mane Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, sebagai wujud konsistensi untuk
meningkatkan citra grup MANE dan efisiensinya, PT Mane Indonesia memutuskan untuk
mengimplementasikan sistem manajemen mutu sesuai dengan persyaratan ISO 9000. Sertifikat
ISO 9001: 2008 adalah sebagai wujud dari komitmen PT Mane Indonesia terhadap pelayanan
mutu yang merupakan upaya untuk meningkatkan relasi kepercayaan dengan pelanggan dan
rekan kerja. Demikian juga dengan adanya penerapan sistem jaminan halal (SJH) dan Hazard
Critical Control Point (HACCP) pada produk yang dihasilkan oleh PT. Mane Indonesia.

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

Lokasi dari kegiatan praktek lapang yang dilakukan di PT Mane Indonesia terletak di
Cikarang Industrial Estate, Jl. Jababeka XVI Kav Blok V-66, Cikarang Bekasi. Di lokasi inilah
PT Mane Indonesia melangsungkan kegiatan proses produksi perisa dan pewangi. PT Mane
Indonesia memiliki lokasi yang cukup strategis karena terletak di ujung jalan Kav Blok V.
PT Mane Indonesia yang berlokasi di Cikarang ini memiliki luas total lahan sebesar
21,680 m2 dan beroperasi di bawah bangunan dengan luas mendekati 10,000 m2. Sedangkan
untuk kantor pemasaran dan penjualan PT Mane Indonesia berada di lokasi yang berbeda yaitu
terletak di Adhigraha Building 18th Floor, Jl. Gatot Subroto Kav.56 Jakarta 12950.
PT Mane Indonesia yang berlokasi di Cikarang Industrial Estate terdiri dari beberapa
area, antara lain area kantor, area kantin, area produksi (area penyimpanan dan penggudangan,
area pengiriman, area karantin) dan area parkir. Kemudian gedung ini terbagi menjadi 3 tingkat
dan 1 lantai ruang bawah tanah untuk penyimpanan bahan baku.
Lantai dasar pada bangunan PT Mane Indonesia digunakan untuk area kantor (meliputi
Quality Assurance Department (QAD), Central Analysis Department (CAD), Purchasing
Department (PUD), Human Resources Department (HRD), Information and Technology
Department (ITD), Accounting Department (ACD)); area produksi (area penyimpanan dan
penggudangan, area pengiriman, area karantin); area kantin; dan area parkir.
Pada tingkat pertama terbagi menjadi dua bagian yaitu area kantor pada lantai mezzanine
di bagian belakang gedung (meliputi Quality Control Department (QCD), Production
Department (PRD), Sales Administration Department (SAD)) dan area office pada bagian depan
gedung untuk Research and Development (R&D) Fragrance Department. Selain itu, pada
tingkat pertama/mezzanine gedung ini terdapat mushola.
Kemudian pada tingkat kedua terdapat area kantor untuk R&D Flavor Department dan
bagian pemasaran. Masing-masing tingkat pada gedung ini dilengkapi dengan toilet wanita dan
pria kecuali pada lantai basement. Lokasi dari pintu masuk dan meja resepsionis terdapat di
tingkat pertama dari gedung ini. Tata letak dari gedung PT Mane Indonesia dapat dilihat pada
Lampiran 1.

C. STRUKTUR ORGANISASI

PT Mane Indonesia dipimpin oleh seorang Managing Director yang memimpin


Technical Director Flavor and Fragrance (yang terdiri dari Research and Development
Technician dan Production Department Manager), Sales Director Flavor and Fragrance (yang
terdiri dari Domestic Sales Department Manager dan Sales Executive), dan memimpin 11
departemen yang ada di PT Mane Indonesia. Struktur organisasi PT Mane Indonesia dapat
dilihat pada Lampiran 2.

5
D. PRODUK YANG DIHASILKAN

PT Mane Indonesia memproduksi perisa (flavor) dan pewangi (fragrance). Produk yang
dihasilkan dari produksi perisa berupa perisa cair dan perisa bubuk. Pada perisa bubuk terbagi
menjadi dua macam yaitu, perisa manis dan perisa bumbu. Perisa manis merupakan perisa yang
memiliki rasa manis, kopi, buah-buahan (stroberi, jambu biji, nanas, asam, dan lain-lain). Perisa
bumbu merupakan perisa yang memiliki rasa gurih (memiliki karakteristik utama yang asin, lezat
atau umami) misalnya rasa daging sapi, makanan ringan (snack), ikan, ayam, dan lain-lain.
Kemudian produk yang dihasilkan dari produksi pewangi adalah berupa pewangi cair.
Semua produk yang dihasilkan oleh PT Mane Indonesia selanjutnya akan diaplikasikan pada
berbagai industri pangan (perisa) dan industri non pangan (pewangi). Sebagian besar produk
dijual di Indonesia akan tetapi sebagian sudah diekspor ke beberapa Negara lain seperti
Thailand, Cina, Filipina, Singapura, Malaysia, India, dan Pakistan. Klasifikasi jenis produk dapat
dilihat lebih jelas pada Gambar 1 di bawah ini.

JENIS PRODUK

FLAVOR (PERISA) FRAGRANCE (PEWANGI)

LIQUID (CAIR) POWDER (BUBUK) LIQUID (CAIR)

SAVORY/SEASONING
SWEET (MANIS)
(BUMBU)

Gambar 1. Klasifikasi jenis produk

E. KETENAGAKERJAAN

Saat ini PT Mane Indonesia memiliki total karyawan sebanyak 258 orang. PT Mane
Indonesia membagi karyawan menjadi dua jenis, yaitu karyawan shift dan karyawan non shift.
Adapun yang termasuk karyawan shift adalah karyawan produksi. Karyawan tersebut terbagi
menjadi lagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan jam kerja. Pembagian jadwal karyawan
shift disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Pembagian jadwal karyawan shift

Jenis Kelompok Jam (WIB)


1 07.30-16.00
Produksi
2 16.00-24.00

Untuk karyawan non-shift (karyawan kantor) jadwal kerja hari Senin-Jum’at jam
07.30 – 16.00 WIB dengan waktu istirahat jam 12.00 – 12.30 WIB. Semua karyawan bekerja
sebanyak 40 jam dalam seminggu. Hal ini berarti dalam sehari jam kerja karyawan adalah 8 jam
kerja.

6
PT Mane Indonesia memiliki sarana-sarana yang menunjukkan kepedulian perusahaan
terhadap kesejahteraan karyawan, yaitu:
1. Asuransi Jamsostek meliputi kematian dan kecelakaan karyawan saat dalam perjalanan (ke
atau dari tempat kerja) dan saat bekerja.
2. Jaminan pemeliharaan kesehatan dengan memberikan fasilitas rawat jalan dan rawat inap.
3. Pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Pemeriksaan kesehatan
ini meliputi pemeriksaan darah, urin dan rontgen.
4. Seragam dan sepatu keselamatan (safety shoes) untuk karyawan bagian produksi,
laboratorium dan pengemudi. Kemudian dilengkapi dengan jasa pencucian untuk seragam.
5. Susu yang diberikan kepada karyawan pada bagian yang pekerjaannya berhubungan langsung
dengan produk misalnya bagian produksi dan laboratorium.
6. Mobil jemputan untuk karyawan dan untuk karyawan yang tidak menggunakan mobil
jemputan akan mendapatkan uang transport sebagai gantinya.

7
III. SARANA PRODUKSI

A. PERALATAN PRODUKSI

Area produksi terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu perisa (flavor) dan pewangi
(fragrance) cair, dan perisa bubuk (powder flavor). Pada area produksi perisa bubuk terbagi lagi
menjadi beberapa bagian antara lain, bumbu (savoury/seasoning), manis (sweet), dan spray
dryer (SD)/ multistage spray dryer (MSD). Pada umumnya peralatan produksi yang digunakan
di semua area produksi ditangani secara manual dan semi otomatis. Hanya saja pada area
produksi perisa dan pewangi cair lebih banyak menggunakan tenaga manusia dibandingkan pada
area perisa bubuk. Hal ini dikarenakan pada area perisa bubuk lebih banyak menggunakan
mesin daripada tenaga manusia untuk melakukan proses produksi.
Beragam peralatan produksi yang digunakan ada yang berperan sebagai sarana utama
produksi dan ada pula yang berperan sebagai sarana penunjang produksi. Secara umum sarana
utama produksi yang terdapat pada area produksi, antara lain tangki pencampuran, mixer, spray
dryer, homogenizer, maillard reactor, powder blender grinder, timbangan, dan pompa transfer.
Kemudian untuk sarana penunjangnya antara lain, batang pengaduk, forklift, handlift, corong,
sendok, gelas (beaker), pochon, ember (bucket), penyaring dan saucer.

Tabel 2. Klasifikasi alat/mesin

Nama alat/mesin Kapasitas alat/mesin Bahan

5000 liter
2500 liter
1000 liter
600 liter
Tangki Stainless steel
250 liter
150 liter
50 liter
25 liter
Mixer:
Ribbon blender 175 kg
Plough shear mixer 1500 kg Stainless steel
High speed mixer 100 kg
Spray dryer:
SD 3,5 3,5-5 kg/jam
SD 6 6-15 kg/jam
MSD 70 40-50 kg/jam Stainless steel
MSD 300 200-250 kg/jam
Pilot 1 kg/jam

Tangki pencampuran merupakan salah satu alat yang digunakan pada saat proses
pencampuran. Tangki ini digunakan sebagai wadah untuk melakukan pencampuran bahan baku
dan bahan pembantu. Tangki ini terbuat dari stainless steel kualitas pertama dengan kapasitas
yang beragam antara lain 5000 liter, 2500 liter, 1000 liter, 600 liter, 250 liter, 150 liter, 50 liter,
dan 25 liter. Tangki yang berkapasitas besar seperti 2500 liter dan 5000 liter digunakan mixer

8
yang terpasang langsung di atas tangki, sedangkan untuk tangki lainnya mixer yang digunakan
merupakan sistem knock-down yang dapat dipindah-pindah.
Mixer yang digunakan di area produksi perisa dan pewangi cair berbeda dengan mixer
yang digunakan pada area produksi perisa bubuk. Hal ini dikarenakan perbedaan dari jenis
bahan yang digunakan pada proses pencampuran. Pada area produksi perisa bubuk
menggunakan mixer jenis ribbon blender, plough shear mixer, dan high speed mixer. Sementara
itu, untuk proses pencampuran di area perisa dan pewangi cair menggunakan liquid mixer
agitator dengan agitator vertikal. Kapasitas dari ribbon blender yang digunakan adalah
maksimum 175 kg. Sedangkan, plough shear mixer digunakan untuk produksi dengan kapasitas
maksimum 1.500 kg dan high speed mixer digunakan untuk produksi dengan kapasitas
maksimum 100 kg.
Spray dryer digunakan di area produksi perisa bubuk. Spray dryer adalah mesin yang
digunakan untuk proses pengeringan dengan metode penyemprotan yang membutuhkan aliran
cair dan memisahkan zat terlarut sebagai padatan dan pelarut ke dalam uap. Mesin spray dryer
yang ada di area produksi perisa bubuk terdiri atas lima jenis yaitu, SD 3,5 dengan kapasitas
produksi 3,5-5 kg/jam; SD 6 dengan kapasitas produksi 6-15 kg/jam; MSD 70 dengan kapasitas
produksi 40-50 kg/jam; MSD 300 dengan kapasitas produksi 200-250 kg/jam; pilot dengan
kapasitas produksi 1 kg/jam. Pada jenis SD terjadi secara satu tahap sedangkan jenis MSD
terjadi secara multi tahap. Perbedaan lain jenis SD dengan MSD terletak pada ukuran partikel
dari produk yang dihasilkan. Pada jenis MSD menghasilkan produk dengan ukuran partikel
yang lebih besar dari jenis SD.
Mesin maillard reactor digunakan pada area produksi perisa bubuk bagian perisa bumbu
(savoury/seasoning flavor). Pada mesin ini menghasilkan produk bumbu yang umumnya
diaplikasikan sebagai bumbu minyak (penyedap rasa) pada mie goreng instan. Homogenizer
digunakan pada area produksi emulsi. Homogenizer ini berfungsi untuk memecah globula-
globula lemak agar ukurannya seragam/homogen.
Grinder digunakan di area produksi perisa bubuk tepatnya di area perisa bumbu. Grinder
berfungsi untuk mengecilkan ukuran dari bahan baku sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan.
Misalnya, gula pasir (kristal) digrinding untuk menjadi gula halus. Proses penggilingan
termasuk ke dalam kategori persiapan pencampuran dari proses produksi di bagian perisa
bumbu.
Ada beberapa macam timbangan yang digunakan di area produksi. Timbangan ini
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu, skala digital, skala analitik, dan pallet scale
(movable). Pallet scale merupakan timbangan yang paling mudah penggunaannya diantara yang
lain karena dalam penggunaannya timbangan ini dapat dibawa ke bahan baku yang akan
ditimbang (timbangannya dapat didorong sehingga timbanganlah yang mendatangi bahan).
Sedangkan penggunaan dari timbangan statis adalah bahan yang akan ditimbang harus
mendatangi timbangan.
Batang pengaduk merupakan sejenis pengaduk yang terbuat dari stainless steel dan
digunakan untuk mencampur bahan-bahan cair yang diproduksi di area perisa dan pewangi cair
dalam kapasitas kecil. Sedangkan untuk kapasitas besar dan untuk bahan-bahan yang sukar
dicampur digunakan mixer.
Pada umumnya di area perisa dan pewangi cair, pompa transfer digunakan dalam proses
pengemasan untuk memindahkan produk ke dalam kemasan. Pada saat proses pengemasan
digunakan pula penyaring. Penyaring yang digunakan adalah penyaring dari kertas saring
dengan ukuran 50 micron, cartridge filter dan juga wire mesh dengan ukuran 180 mesh.

9
Sedangkan di area produksi perisa bubuk digunakan penyaring dengan wire mesh ukuran 40
mesh untuk melakukan proses penyaringan.

B. BAHAN BAKU

Bahan baku yang digunakan untuk produksi perisa (flavor) dan pewangi (fragrance) ada
yang berasal dari dalam negeri (lokal), dan luar negeri (impor). Namun sebagian besar bahan
baku yang digunakan berasal dari luar negeri dan dari cabang-cabang VMF di negara lainnya.
Ketersediaan dari bahan baku yang diperlukan untuk produksi menjadi tanggung jawab
Departemen Produksi bagian PPIC. Sedangkan untuk pembelian bahan baku dilakukan oleh
Departemen Pembelian (Purchasing).
Bahan baku yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu mutunya oleh
Departemen Quality Control. Departemen Central Storage akan mengambil QC retain secara
sampling dari semua bahan baku yang baru saja datang dari pemasok dan memberikannya
kepada Departemen Quality Control. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi perisa
dan pewangi terbagi menjadi empat macam, yaitu ekstrak alami, essential oil (minyak atsiri),
kimia atau buatan dan pelarut. Bahan baku ini memiliki bentuk yang bermacam-macam antara
lain cair, pasta, bubuk, dan kristal.
Pada proses produksi perisa dan pewangi cair menggunakan beberapa macam pelarut,
antara lain Propylene Glycol (PG), Dipropylene Glycol (DPG), air, minyak, etanol,dan lain-lain.
Pelarut yang paling banyak digunakan pada produksi perisa cair adalah Propylene Glycol
sedangkan pada produksi pewangi cair adalah Dipropylene Glycol. Khusus pada produksi perisa
halal tidak digunakan pelarut etanol karena bersifat tidak halal.
Pada beberapa proses pembuatan produk perisa bubuk dan cair digunakan perisa dasar
yang merupakan formula inti dari suatu perisa. Adapun penggunaan bahan penunjang untuk
memproduksi perisa yaitu pewarna, pengemulsi, zat pembawa, dan pengawet. Pewarna
digunakan untuk memberikan warna yang menarik dan seragam. Sedangkan pengemulsi
digunakan untuk mencampurkan fasa air dan minyak hingga akhirnya akan menjadi suatu
larutan. Pengemulsi yang biasanya digunakan adalah instant gum dan clear gum. Bahan
pembawa yang digunakan bersifat netral (tidak ada mengandung sifat perisa) contohnya adalah
maltodekstrin.
Bahan pengawet yang digunakan untuk memproduksi perisa umumnya berperan sebagai
antioksidan. Kemudian untuk perisa cair tidak digunakan bahan pengawet karena pelarut yang
digunakan pada perisa cair umumnya propylene glycol yang bersifat bacterio-static, sedangkan
untuk perisa bubuk umumnya mengandung garam yang mengahasilkan ion Cl sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, kadar air dari perisa bubuk dikontrol dengan
ketat.

IV. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI

10
PT Mane Indonesia memproduksi perisa (flavor) dan pewangi (fragrance). Produksi perisa
terbagi menjadi dua bagian yaitu, perisa bubuk dan cair. Kemudian area produksi perisa bubuk
terbagi menjadi beberapa bagian antara lain, bumbu (savoury/seasoning), manis (sweet), dan spray
dried. Sedangkan untuk pewangi hanya menghasilkan produk berupa pewangi cair.
Salah satu dari teknologi proses produksi pada perisa adalah dihasilkannya perisa bumbu dan
juga perisa manis. Perisa bumbu merupakan perisa dengan citarasa gurih yang pada umumnya
diaplikasikan pada produk MSDS (Meals, Soup, Dressing, and Snack). Perisa ini umumnya
berbentuk bubuk tetapi ada juga dalam bentuk cair seperti bumbu minyak pada mie goreng instan.
Sedangkan perisa manis merupakan perisa dengan citra rasa manis dan umumnya diaplikasikan ke
dalam produk gula-gula (confectionery), minuman (beverage), susu (dairy), dan roti (bakery).
PT Mane Indonesia menerapkan sistem JIT (Just in Time) yang didasarkan pada prinsip make
to order atau berdasarkan pesanan dan sistem FIFO (First in First Out). Hal ini bertujuan untuk dapat
menjamin bahan baku yang datang segera digunakan sehingga tidak terjadi penumpukan stok bahan
baku maupun produk yang terlalu lama di gudang penyimpanan.
Pada saat sebelum produksi dimulai, operator (compounder) akan menerima lembar formula
dari supervisor produksi dalam bentuk lembaran yang berisi detail proses yang harus dikerjakan dan
lembar daftar cek proses yang berisi informasi nama dan kode produk, alat-alat produksi yang
digunakan, daftar pengecekan proses produksi, nama operator dan hasil pemeriksaan mutu.

1. PROSES PRODUKSI PERISA DAN PEWANGI CAIR

Proses produksi perisa dan pewangi cair termasuk dalam kategori pencampuran cair.
Proses produksi ini meliputi pencampuran bahan baku perisa atau pewangi dengan bahan-bahan
lain sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Adapun tahapan yang dilalui pada proses
produksi perisa dan pewangi cair antara lain, persiapan bahan baku dan peralatan produksi,
penimbangan, pencampuran, penyaringan, pengemasan, dan pengiriman. Tahapan prosesnya
dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2 di bawah ini.

Persiapan bahan baku dan


peralatan produksi

Penimbangan

Pencampuran
Prosedur
pengendalian
ketidaksesuaian
Penyaringan
tolak

Q
C Pengemasan dan pelabelan

terima
Pengiriman

Gambar 2. Tahapan proses produksi perisa dan pewangi cair

Peralatan produksi dan bahan baku dipersiapkan terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan
penimbangan bahan baku sesuai dengan jumlah yang terdapat pada lembar compound order.
Kemudian bahan tersebut dicampur satu per satu ke dalam tangki pencampuran sesuai urutan
proses yang ada pada lembar compound order. Dalam memasukkan bahan dikelompokkan
dahulu bahan berbentuk bubuk, kemudian dicampurkan ke bahan berupa cairan. Selain itu,

11
bahan-bahan yang tergolong sukar larut dimasukkan terlebih dahulu. Lalu, dilanjutkan dengan
pemasukan bahan yang mudah larut seperti pelarut. Dalam proses ini pengetahuan dan
pengalaman seorang operator (compounder) sangat penting untuk melakukan teknik
pencampuran yang baik dan benar.
Setiap kali memasukan bahan dilakukan pengadukan setelahnya agar dapat tercampur
secara merata pada saat sebelum dilakukan pencampuran dengan mixer. Pengadukan dilakukan
secara manual dengan menggunakan dayung pengadukan. Kemudian apabila semua bahan yang
telah dimasukkan ke dalam tangki pencampuran dan bahan yang sukar larut telah larut maka
dilanjutkan dengan proses pencampuran.
Teknologi proses produksi dari perisa dan pewangi cair terdapat pada proses
pencampuran. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan mixer yang memiliki
agitator. Lamanya proses pencampuran tergantung dari jenis bahan dan banyaknya (volume)
bahan yang dicampur. Pada umumnya proses pencampuran hanya dilakukan dalam hitungan
menit. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan bahan ke dalam tangki pencampur, bahan-
bahan yang berupa powder atau kristal sudah larut pada saat proses pengadukan.
Setelah proses pencampuran selesai, dilakukan pengecekan kehomogenan produk secara
manual dengan cara mengambil sebagian produk dari saluran di bagian bawah tangki. Apabila
cairan sudah homogen maka proses pencampuran dihentikan. Sebaliknya, jika cairan belum
homogen maka proses pencampuran dilanjutkan. Proses selanjutnya dilanjutkan dengan proses
penyaringan. Pada proses produksi perisa dan pewangi cair ini didapatkan rendemen sebesar
99,8%.
Pada saat proses penyaringan diambil QC retain untuk di cek mutunya oleh QC.
Penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan kertas saring yang terpasang pada alat
penyaring dengan ukuran 100 mesh. Selanjutnya akan dilakukan pelabelan dan pengemasan
sesuai dengan spesifikasi kemasan pada lembaran compound order yang didasarkan pada
permintaan konsumen.

2. PROSES PRODUKSI PERISA BUMBU BUBUK

Proses produksi perisa bumbu termasuk dalam kategori pencampuran kering. Proses
produksi ini meliputi beberapa tahap yaitu pengambilan atau penyediaan bahan baku, pengecilan
ukuran, persiapan pencampuran, dan pencampuran. Di bawah ini adalah gambar dari proses
produksi perisa bumbu.
Pengambilan /penyediaan bahan
baku dan persiapan peralatan

Pengecilan ukuran

Prosedur pengendalian
ketidaksesuaian
Persiapan sebelum
pencampuran
tolak

Pencampuran
QC

terima
Penyaringan

Pengemasan dan pelabelan

Pengiriman

Gambar 3. Tahapan proses produksi perisa bumbu bubuk

12
Tahap awal dari proses produksi perisa bumbu ini adalah pengambilan atau penyediaan
bahan baku. Pada tahap ini dilakukan pemindahan bahan baku dari area penyimpanan dan
penggudangangan ke area produksi.
Teknologi proses produksi perisa bumbu terletak pada tahap pengecilan ukuran
(penggilingan), persiapan pencampuran, dan pencampuran. Pada tahap penggilingan terjadi
proses pengecilan ukuran partikel bahan dengan menggunakan alat grinder mill. Alat grinder
mill ini berfungsi untuk menghancurkan atau membuat bahan menjadi halus, seperti gula pasir
menjadi gula halus. Proses penggilingan tidak selalu dilakukan pada saat akan memproduksi
produk perisa bumbu, namun disesuaikan dengan kebutuhan dari produksi (tergantung dari isi
lembar compound order apakah terdapat bahan baku yang harus melewati proses penggilingan
terlebih dahulu atau tidak).
Bahan baku yang telah melewati proses penggilingan akan dilanjutkan ke proses
penyaringan. Proses penyaringan dilakukan dengan memasang saringan pada bagian penyaring
dari alat grinder mill. Ukuran saringan berkisar antara 20 sampai dengan 100 mesh. Pemilihan
ukuran saringan didasarkan pada jenis bahan baku yang digrinding. Kemudian produk hasil dari
proses penyaringan dimasukkan ke dalam kemasan plastik kemasan putih dan diberi segel pada
plastik agar kadar air dari bahan tetap terjaga. Bagan alir proses penggilingan (grinding) dan
pengayakan (sieving)dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 3.
Tahapan selanjutnya adalah persiapan sebelum pencampuran. Pada tahap ini dilakukan
pencampuran untuk bahan baku berbentuk cair dengan bahan baku berbentuk bubuk ataupun
lainnya. Mesin yang digunakan pada tahap ini adalah high speed mixer. Proses persiapan
sebelum pencampuran ini diawali dengan mengambil bahan baku cair dan dilakukan
penimbangan sesuai dengan data yang terdapat lembar compound order. Selanjutnya, bahan
baku yang berbentuk bubuk ditimbang dan disebar dengan menggunakan high speed mixer.
Kemudian, bahan baku bentuk lainnya (anticaking) dicampur dengan menggunakan high speed
mixer. Setelah semua bahan baku dicampur dengan bahan baku cair lalu dilakukan pengecekan
secara manual apakah sudah tercampur dan terlarut satu sama lain atau belum. Produk hasil dari
proses persiapan sebelum pencampuran dikemas dengan menggunakan plastik putih dan disegel
dengan segel plastik. Bagan alir tahapan dari perisapan sebelum pencampuran (premix
preparation) dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 4.
Hasil produk dari proses penggilingan dan proses sebelum pencampuran akan digunakan
pada proses pencampuran. Teknologi proses produksi pada tahap pencampuran ini terletak pada
penggunaan dari ribbon blender atau plough shear mixer yang penggunaannya dipilih
berdasarkan pada besarnya batch dari bahan yang akan dicampur. Proses pencampuran dimulai
dengan menimbang bahan baku yang akan digunakan sesuai dengan data yang ada pada lembar
compound order. Lalu, dilanjutkan dengan memasukkan bahan baku ke dalam mesin dan proses
pencampuran pun berlangsung selama ± 60 menit.
Setelah proses pencampuran selesai dilanjutkan dengan proses penyaringan dengan
menggunakan alat penyaring. Namun, sebelumnya pada saat proses pencampuran selesai
dilakukan pengecekan secara visual apakah sudah tercampur secara merata atau belum. Apabila
sudah tercampur secara merata maka langsung diambil QC retainnya untuk diperiksa mutunya
oleh QC kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringan. Selanjutnya akan dilakukan
pengemasan dan pelabelan sesuai dengan spesifikasi kemasan pada lembar compound order
yang didasarkan pada permintaan konsumen. Rendemen dari yang dihasilkan pada proses
produksi adalah 99,5%.

3. PROSES PRODUKSI PERISA MANIS BUBUK

Proses produksi perisa manis termasuk dalam kategori pencampuran sederhana. Proses
ini dikatakan sederhana karena pencampuran yang terjadi adaalah antara bahan berbentuk bubuk
dengan bubuk.
Di bawah ini adalah gambar dari tahapan proses produksi perisa manis.

13
Persiapan bahan baku
Prosedur pengendalian dan peralatan produksi
ketidaksesuaian

Penimbangan
tolak

QC Pencampuran

terima
Penyaringan

Pengemasan dan
pelabelan

Pengiriman

Gambar 4. Tahapan proses produksi perisa manis bubuk

Proses produksi diawali dengan menyiapkan peralatan dan bahan baku yang akan
digunakan pada proses pencampuran. Setelah itu, bahan baku ditimbang sesuai dengan data
yang terdapat pada lembar compound order. Kemudian proses pencampuran dilakukan dengan
menggunakan ribbon blender atau plough shear mixer tergantung dari kapasitas produksinya.
Jika kapasitanya produksinya besar untuk proses pencampurannya menggunakan plough shear
mixer.
Setelah proses pencampuran selesai dilanjutkan dengan proses penyaringan dengan
menggunakan alat saring. Namun, sebelumnya pada saat proses pencampuran selesai dilakukan
pengecekan secara visual apakah sudah tercampur secara merata atau belum. Apabila sudah
tercampur secara merata maka langsung diambil QC retain untuk diperiksa mutunya oleh QC
kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringan.
Selanjutnya akan dilakukan pengemasan dan pelabelan sesuai dengan spesifikasi kemasan
pada lembar compound order yang didasarkan pada permintaan konsumen. Setelah selesai
dikemas, produk pun siap dikirim ke konsumen. Rendemen dari yang dihasilkan pada proses
produksi adalah 99,5%.

4. PROSES PRODUKSI PERISA DENGAN PENGERING SEMPROT

Pada proses produksi pengeringan semprot menggunakan mesin spray drier.


Pertama-tama bahan mengalami proses preparasi di dalam tangki. Bahan berupa emulsi terdiri
dari maltodekstrin, perisa, dan pengemulsi dimana media untuk melarutkan ketiganya adalah air
dengan komposisi 45-50%. Pengemulsi yang digunakan adalah instant gum (arabic gum) atau
clear gum. Perisa yang bersifat mudah menguap dimasukkan terakhir. Selama proses
pengadukan maltodekstrin dan pengemulsi digunakan agitator dengan kecepatan putaran tinggi
sedangkan ketika perisa sudah dimasukkan cukup dengan kecepatan putaran rendah karena
menghindari panas yang mungkin terbentuk.
Setelah emulsi sudah homogen akan dialirkan ke chamber. Pada bagian atas chamber
terdapat tiga buah mulut pipa (nozzle) identik untuk mempercepat proses pengeringan semprot
(pengeringan semprot). Di dalam chamber sendiri terdapat udara panas untuk memanaskan
droplet yang disemprotkan oleh mulut pipa. Udara panas berasal dari dua sumber, yaitu uap
(steam) dan pemanas listrik. Suhu udara panas mencapai 170-2000C. Untuk memanaskan
sampai 1400C digunakan uap (steam), karena panasnya relatif sulit dikontrol. Selanjutnya untuk
pemanasan di atas 1400C digunakan pemanas listrik yang suhunya dapat diatur sesuai kebutuhan.
Ketika bahan sudah berbentuk bubuk maka ada saluran penghisap yang akan mengalirkan
bubuk dari chamber menuju siklon. Pada chamber sendiri ketika terdapat droplet yang belum
terpanaskan secara sempurna menjadi bubuk maka akan turun ke bawah, karena kandungan air

14
di dalamnya membuatnya lebih berat, sehingga tidak ikut terhisap bersama bubuk yang lain.
Pada bagian bawah chamber terdapat sumber panas lain yang akan memanaskan droplet-droplet
tersebut sehingga menjadi bubuk dan bisa ikut terhisap menuju siklon.
Siklon berfungsi untuk memisahkan bubuk dengan uap air yang masih terbawa.
Pemisahan berlangsung dua kali, yakni setelah melewati siklon 1 dilanjutkan dengan siklon 2.
Jika terdapat bubuk berukuran terlalu kecil yang melewati siklon 2, akan dialirkan kembali ke
chamber. Diharapkan partikel-partikel kecil tersebut saling bertemu dan bisa membentuk
partikel yang lebih besar.
Setelah melewati siklon, bubuk memasuki vibro fluidizer. Bagian ini berfungsi untuk
mendinginkan bubuk. Bubuk yang telah melewati chamber bersuhu mencapai 1700C dan siklon
masih bersuhu sekitar 800C, sehingga perlu mengalami pendinginan. Untuk itu pada vibro
fluidizer dialirkan air dingin melalui dua saluran, dimana saluran pertama bersuhu 30 0C dan
saluran kedua bersuhu 250C. Setelah suhu dingin kemudian bubuk mengalami proses
pengayakan (sieving) dengan ukuran 20 mesh.
Proses penyemprotan dengan mulut pipa, pemisahan uap panas pada siklon, serta
pendinginan bubuk pada bagian vibro fluidizer berjalan dalam hitungan detik, sedangkan proses
memasukkan powder ke dalam kemasan bisa menghabiskan waktu 5-7 menit untuk satu
kemasan. Setelah dimasukkan ke dalam kemasan, produk ditimbang dan disesuaikan beratnya
sebelum ditutup (disegel) dan diberi label. Setelah dilakukan QC retain, produk pun siap
dikirim. Pada proses pengeringan semprot ini rendemen produk yang dihasilkan adalah sebesar
80-90%.
Tahapan proses produksi perisa bubuk dengan pengeringan semprot ini dapat
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.

Persiapan alat dan bahan baku

Pengambilan bahan baku

Penimbangan dan penuangan bahan

Pengadukan dan pencampuran

Pemanasan air
Prosedur
pengendalian
ketidaksesuaian

Pengeringan semprot (spray drying)


tolak

QC
Penyaringan

terima

Penimbangan, pengemasan,
dan pelabelan

Pengiriman

Gambar 5. Tahapan proses produksi perisa bubuk dengan pengering semprot

15
V. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

A. PENGEMASAN

Setiap kemasan akan melewati pengecekan terlebih dahulu untuk memastikan apakah
keadaan kemasan masih dalam keadaan yang baik (misalnya ada lubang di kemasan). Syarat
bahan pengemas adalah food grade, tidak mengkontaminasi produk yang dikemas, bersih, dan
tidak cacat sehingga dapat menjaga produk dari kerusakan.
Label dan jenis kemasan sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh pelanggan. Untuk
perisa dan pewangi cair dikemas dalam wadah pengemas berupa plastik jerigen, steel drum,
botol aluminium. Kemasan jenis ini digunakan karena mempunyai kelebihan seperti tidak
mudah pecah dan kedap gas sehingga dapat mempertahankan aroma produk. Jenis material yang
digunakan antara lain, HDPE (High Density Poliethylen), Aluminium, dan Steel drum.
Menurut Lee, D. K (2008), HDPE merupakan polimer linier dengan rantai cabang
samping yang relatif sedikit, dan strukturnya sangat kristalin. Dibandingkan dengan LDPE,
HDPE memiliki titik lebur yang lebih tinggi (biasanya 135 derajat celcius dibandingkan dengan
110 derajat celcius), kekuatan tarik dan kekerasan lebih besar, dan ketahanan kimia yang lebih
baik. HDPE digunakan terutama untuk membuat botol dengan bentuk kemasan produk seperti
pada botol susu atau air. Selain itu, juga digunakan untuk kemasan makanan, tas, films,
pelapisan ekstruksi, penutup botol, dan lain-lain.
Perisa bubuk dikemas dengan pengemas plastik sebagai kemasan primer dan kotak karton
sebagai kemasan sekunder. Adapun kemasan lain yang digunakan antara lain karung plastik,
kertas, drum bubuk, dan ember plastik. Cara pengemasan dilakukan secara manual sambil
ditimbang. Setiap kemasan diberi label sesuai dengan spesifikasi produksi dan diberi segel.
Untuk kemasan kertas dan karton digunakan lakban sedangkan untuk drum dan kontainer
menggunakan segel logam atau segel polietilen. Kemudian setiap kemasan harus dilengkapi
dengan label agar dapat diketahui identifikasi kemasannya.

B. PENYIMPANAN

Penyimpanan merupakan bagian terpenting karena penyimpanan yang kurang baik akan
menyebabkan kerusakan produk perisa dan pewangi maupun bahan baku. Pada umumnya
produk maupun bahan baku tidak mengalami penyimpanan yang lama karena pembelian bahan
baku dan pelaksanaan produksi disesuiakan dengan order dari pelanggan.
Penyimpanan dilakukan berdasarkan sistem FIFO (First in First Out) baik untuk bahan
baku maupun untuk produk jadi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengendalikan aliran
bahan baku atau produk perisa dengan baik. Ada tiga jenis penyimpanan, yaitu:
1. Penyimpanan pada suhu ruang: suhu di ruang ini sekitar ± 260C dan untuk sistem
pendinginannya menggunakan AC (air conditioned).
2. Penyimpanan dingin: suhu diruang ini dibagi menjadi dua yaitu 40C dan 150C. Sistem
pendinginannya menggunakan chiller, yang suhunya selalu dikontrol setiap harinya oleh
operator.

16
3. Penyimpanan kelembaban rendah: suhu di ruang ini diatur sekitar 220C dan kelembaban
udara atau RH < 40%.
Tempat penyimpanan bahan baku atau bahan jadi didasarkan pada jenis atau sifat
bahannya. Kemudian penyimpanan setiap bahan baku dan produk disesuaikan dengan kode
lokasi dan kode halal serta dijaga agar tidak terjadi perubahan lokasi. Untuk mempermudah
sistem penyimpanan telah dilakukan sistem komputerisasi. Bahan baku yang mempunyai aroma
kuat ditempatkan terpisah dari bahan baku atau produk jadi yang beraroma lemah. Bahan baku
yang mempunyai kode halal penyimpanannya dipisahkan dari bahan baku yang belum ada kode
halal (belum mendapatkan sertifikat halal). Hal ini merupakan salah satu penerapan dari sistem
jaminan halal (SJH) PT Mane Indonesia.

17
VI. PENGENDALIAN MUTU

A. KEBIJAKAN DAN SPESIFIKASI MUTU

Kualitas atau mutu merupakan kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan
untuk pemakaian, perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat,
pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat, atau melakukan segala sesuatu yang
dapat memuaskan pelanggan. Menyadari akan pentingnya pengendalian mutu dan pengakuan
publik akan mutu yang baik maka pada PT Mane Indonesia mendapatkan sertifikat ISO
9001:2000. Selain itu, dengan adanya sertifikasi ini maka dapat dipastikan bahwa operasi sistem
manajemen kualitas PT Mane Indonesia, telah diimplementasikan dengan baik sesuai dengan
kebijakan mutu PT Mane Indonesia.
Kebijakan mutu PT Mane Indonesia, yaitu:
• PT Mane Indonesia berkomitmen penuh untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dengan
memenuhi persyaratan dan harapan mereka dalam hal kualitas produk dan pelayanan,
• Merupakan kewajiban langsung semua anggota di dalam organisasi untuk aktif berpartisipasi
dalam meningkatkan Sistem Manajemen Mutu kita secara terus-menerus.
Ruang lingkup penerapan dari sistem manajemen mutu PT Mane Indonesia adalah
seluruh persyaratan pada sistem manajemen mutu ISO 9001 versi 2000. Untuk memantau,
mengukur, dan menganalisa keefektifan proses-proses dalam sistem manajemen mutunya, PT
Mane Indonesia telah menetapkan target dari masing-masing departemen untuk mendukung
tercapainya sasaran mutu. Semua prosedur yang telah didokumentasikan wajib dijalankan oleh
seluruh karyawan PT Mane Indonesia.
Selain itu, untuk menjamin kehalalan produk perisa, PT Mane Indonesia, juga telah
mendapatkan sertifikasi halal dari LP POM MUI untuk beberapa perisa. Adapun kebijakan halal
PT Mane Indonesia, yaitu:
• PT Mane Indonesia berkomitmen penuh untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dengan
memenuhi persyaratan dan harapan mereka dalam hal kualitas, kehalalan dan keamanan
produk.
• PT Mane Indonesia secara konsisten menjamin kehalalan produk yang dihasilkan, yang
disyaratkan oleh pelanggan, sesuai dengan syariat Islam seperti yang difatwakan Majelis
Ulama Indonesia.
• Merupakan kewajiban langsung semua anggota di dalam organisasi dalam lingkup Sistem
Manajemen Halal untuk aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Halal.
Kemudian menyadari akan kemungkinan terjadinya bahaya-bahaya selama proses
produksi yang mengakibatkan perubahan mutu secara umum, maka PT Mane Indonesia
menjalankan kebijakan HACCP dan GMP.
HACCP (Hazard Critical Control Point) adalah suatu sistem yang mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya
tersebut. Adapun kegunaan dari penerapan HACCP antara lain, mencegah penarikan makanan,
meningkatkan jaminan food safety, pembenahan dan pembersihan unit pengolahan (produksi),
mencegah kehilangan atau menurunnya pelanggan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, dan
mencegah pemborosan biaya (Susilo, 2010).

18
Keuntungan yang dapat diperoleh PT Mane Indonesia dari diterapkannya HACCP antara
lain, dapat mengetahui titik-titik rawan yang dapat membahayakan produk sehingga produk
akhir yang dihasilkan benar-benar produk aman dikonsumtif. Selain itu, membiasakan kerja
dengan bersih dan benar, serta menanamkan rasa disiplin, tanggung jawab dan rasa memiliki
dalam diri sendiri.
Dengan adanya penerapan HACCP maka secara tidak langsung membantu penerapan
GMP. GMP (Good Manufacturing Practice) adalah suatu rangkaian kegiatan produksi mulai
dari kedatangan bahan baku, pengangkutan, penyimpanan, proses produksi, sampai kepada
pengiriman ke pelanggan, yang kesemuanya ditangani secara baik dan benar.
Adapun tujuan diterapkannya GMP di PT Mane Indonesia antara lain, untuk menjamin
terlaksananya pengelolaan pabrik yang sesuai dengan standar keamanan pangan dan untuk
menjelaskan tata cara termasuk etika karyawan ketika terlibat dalam proses produksi. GMP
yang ada di PT Mane Indonesia mencakup acuan praktis selama aktivitas yang diperbolehkan
atau tidak diperbolehkan dan hal-hal lain yang harus dilakukan dalam proses produksi untuk
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan kualitas dan keamanan pangan.

B. PENGENDALIAN MUTU BAHAN BAKU

Mutu bahan baku sangat menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan sehingga perlu
pengendalian mutu yang baik. Bagian perusahaan yang sangat erat hubungannya dengan
pengendalian mutu bahan baku maupun produk akhir adalah Quality Control Departement
(QCD). Setiap bahan baku yang datang ditempatkan pada lokasi penyimpanan yang benar dan
dievaluasi oleh QCD. Setiap kemasan bahan baku diberi label kuning yang artinya bahan baku
tersebut belum dapat digunakan karena masih harus menunggu hasil analisa QC.
Seluruh bahan baku yang akan diuji berupa sampel yang diperoleh dari Departemen
Produksi. Metode yang digunakan untuk mengambil sampel bahan baku adalah dengan
menggunakan teknik sampling. Pengambilan sample dilakukan secara acak. Pengujian mutu
bahan baku meliputi uji fisik dan uji organoleptik. Macam-macam pengujian yang dilakukan
terhadap sampel dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3. Jenis uji untuk analisa sampel bahan baku


Jenis sampel bahan baku Uji fisik Uji organoleptik

Sampel berbentuk cair Uji densitas Uji aroma


Uji indeks bias
Sampel berbentuk bubuk Uji moisture Uji aroma

Pada sampel yang berbentuk cair, pengujian fisik yang dilakukan adalah uji densitas dan
uji indeks bias. Uji densitas dilakukan dengan menggunakan alat densitymeter dan uji indeks
bias menggunakan refraktometer. Sedangkan pada sampel yang berbentuk bubuk, pengujian
fisik yang dilakukan adalah uji moisture. Hasil dari uji fisik dibandingkan dengan standar yang
ada. Stándar dari setiap bahan baku berbeda-beda. Departemen Quality Control (QCD) memiliki
rentang standar untuk setiap jenis bahan baku. Jika hasil uji masuk dalam rentang tersebut
makan secara fisik sampel telah memenuhi standar bahan baku dan dapat digunakan.
Kemudian, uji organoleptik yang dilakukan adalah pengujian terhadap rasa. Pengujian
organoleptik ini dilakukan oleh flavorist dan perfumer. Hal ini karena kedatangan bahan baku

19
biasanya dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga standar yang digunakan pun dibuat
dalam jangka waktu yang lama. Misalnya produk dibuat setiap bulan, sementara kedatangan
bahan baku setiap 8 bulan. Lamanya rentang waktu dapat menyebabkan adanya perubahan
aroma atau warna. Maka untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, pengujian dilakukan oleh
flavorist dan perfumer yang sudah lebih ahli.
Setelah dilakukan pengujian fisik dan organoleptik pada bahan baku maka ditentukan
hasil akhir pemeriksaan apakah bahan baku tersebut dapat digunakan atau tidak. Bahan baku
yang dapat digunakan berarti sudah lulus uji pemeriksaan QC, dan diberi label hijau bertuliskan
approved, yang selanjutnya berarti bahan baku tersebut dapat digunakan sampai batas waktu
yang ditentukan. Namun, bila hasil uji di luar rentang standar maka dilakukan sampling ulang.
Kemudian, jika hasil uji sampling ulang bahan baku masih tidak memenuhi standar maka bahan
baku tersebut akan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan kepada pemasok untuk
diminta pergantian bahan baku yang sama. Selain itu, bahan baku tersebut akan diberi label
merah bertuliskan rejected QC. Seluruh hasil uji analisa fisik didokumentasikan, secara tertulis
dan dalam sistem database.

C. PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES PRODUKSI

Proses pengendealian mutu merupakan titik-titik atau parameter kritis selama proses akan
dikontrol dan dicatat dalam lembar daftar cek proses. Pengendalian mutu yang dilakukan selama
proses produksi antara lain dengan menjaga sanitasi yang baik. Sanitasi ini meliputi tempat kerja
maupun pekerja itu sendiri. Terutama di ruang produksi perisa bubuk karena perisa jenis ini
mengandung bahan-bahan seperti maltodekstrin yang merupakan media untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
Ada beberapa prosedur sanitasi yang dilaksanakan di PT Mane Indonesia. Pertama,
keamanan penggunaan air. Air yang digunakan oleh PT Mane Indonesia ada dua jenis, yaitu air
untuk proses produksi yang dibeli dari pemasok air minum yang sesuai dengan persyaratan SNI
Air Minum Dalam Kemasan (SIN-01-3553-1996) dan air untuk pencucian peralatan produksi
yang telah mengalami treatment oleh pihak Cikarang Industrial Estate. PT Mane Indonesia akan
memantau kualitas dari air tersebut sekali dalam 3 bulan dengan meminta laporan hasil
pemantauannya dari Cikarang Industrial Estate.
Prosedur kedua, menjaga kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan produk. Hal
ini dilakukan dengan mencuci dan membersihkan alat dan mesin pada saat proses produksi telah
selesai. Prosedur ketiga, pencegahan kontaminansi silang dan perlindungan makanan. Selama
proses produksi pekerja harus bekerja sesuai dengan standar GMP yang diterapkan oleh PT
Mane Indonesia. Contohnya adalah menggunakan seragam, penutup rambut, kacamata, masker,
dan sepatu keselamatan. Selain itu, sebelum memasuki area produksi harus mencuci tangan
terlebih dahulu menggunakan air dan sabun yang tersedia. Perlengkapan pekerja tidak hanya
berfungsi untuk menjaga keamanan atau mutu produk tetapi juga berfungsi untuk menjaga
keselamatan dan kesehatan dari pekerja itu sendiri. Kemudian pencegahan kontaminasi silang
dapat dilakukan pada proses penyimpanan produk akhir dilakukan dengan cara pemisahan tata
letak antara bahan baku dengan produk.
Prosedur selanjutnya adalah pemeliharaan fasilitas sanitasi dan penanganan limbah.
Kebersihan lingkungan kerja PT. Mane Indonesia baik di dalam maupun ruangan dilakukan
setiap hari secara rutin oleh petugas dari perusahaan pelayanan kebersihan. Contoh prosedur

20
sanitasi lainnya adalah penanganan hama pabrik seperti lalat, laron, nyamuk, dan serangga lain
dilakukan dengan cara memasang perangkap serangga di ruang produksi dan penyimpanan.

D. PENGENDALIAN MUTU PRODUK AKHIR

Pengendalian mutu produk akhir dilakukan dengan menguji sampel produk. Metode
pengambilan sampel produk sama seperti pada metode pengambilan sampel bahan baku, yaitu
dengan menggunakan teknik sampling secara acak. Pengujian dilakukan baik terhadap sampel
produk perisa cair, pewangi cair dan perisa bubuk. Macam-macam pengujian yang dilakukan
terhadap sampel produk dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 4. Jenis uji untuk analisa sampel produk


Jenis sampel produk Uji fisik Uji organoleptik
Liquid flavor (perisa cair) Uji densitas Uji aroma
Uji indeks bias Uji rasa
Liquid fragrance (pewangi cair) Uji densitas Uji aroma
Uji indeks bias
Powder flavor (perisa bubuk) Uji moisture Uji rasa
Uji ukuran partikel
Uji tapped density
Uji bulk density
Uji kandungan garam

Pada jenis sampel produk berupa perisa dan pewangi cair memiliki jenis uji fisik yang
sama yaitu, uji densitas dan uji indeks bias. Namun, ada kalanya dilakukan uji kromatografi
dengan menggunakan alat gas kromatografi jika diminta oleh pelanggan atau jika sampel
merupakan produk baru. Kemudian uji organoleptik yang dilakukan adalah uji aroma dan uji
rasa. Namun, pada sampel produk berupa pewangi cair hanya dilakukan uji aroma saja.
Pada jenis sampel produk berupa perisa bubuk dilakukan uji fisik yaitu, uji moisture dan
uji organoleptik berupa uji rasa. Pada uji fisik akan dilakukan pengujian ukuran partikel, tapped
density, bulk density jika diminta oleh pelanggan. Khusus untuk produk dari perisa bubuk
berupa perisa bumbu (seasoning flavor) dilakukan pengujian terhadap kandungan garam.
Untuk uji organoleptik, baik uji aroma maupun rasa dilakukan dengan metode uji
segitiga. Sampel yang akan diuji dibandingkan dengan standar yang dimiliki QCD. QCD
menyimpan standar dari setiap lot yang telah diuji. Standar yang digunakan untuk uji
organoleptik sampel adalah standar yang berasal dari lot terakhir. Jika sampel telah memenuhi
standar atau lulus uji, maka sampel tersebut yang akan menjadi standar untuk uji organoleptik
berikutnya. Sedangkan standar yang sebelumnya akan disimpan di gudang penyimpanan QCD.
Uji segitiga pada produk perisa dan pewangi cair dilakukan secara langsung dengan uji
aroma sampel dan standar. Untuk uji rasa, baik perisa bubuk maupun cair, sampel dan standar
dilarutkan dalam air gula terlebih dahulu sebesar 0.1%. Hal ini untuk memudahkan pengujian,
karena jika tidak dilarutkan dalam air gula maka rasanya akan terlalu kuat dan tidak dapat diuji.
Untuk sampel yang tidak larut dalam air maka sampel dilarutkan dahulu dalam alkohol sebanyak
10%, kemudian dari larutan tersebut diambil sampel untuk dilarutkan dalam air gula sebesar
0.1%. Khusus untuk perisa (flavor) dengan jumlah lebih dari 250 kg dan pewangi (fragrance)
dengan jumlah lebih dari 150 kg, uji organoleptik dilakukan oleh flavorist dan perfumer di
Research and Development Department (RDD).
Hasil pengujian dibandingkan dengan spesifikasi standar atau reference sample yang
tersedia di QC. Jika sudah sesuai maka produk tersebut dapat dikirim dan diberi label hijau dan
jika tidak sesuai maka produk tersebut akan dikerjakan kembali hingga memenuhi standar yang
ditetapkan. Produk yang diimpor juga dievaluasi sama seperti produk perisa lokal dan hasil
evaluasi dibandingkan dengan standar dan Sertifikat Analisis (Certificate of Analysis) yang
disertakan oleh pemasok.

21
VII. ANALISA POTENSI BAHAYA DAN KEBISINGAN
DI AREA PRODUKSI

Setiap kegiatan proses produksi di suatu industri memiliki peluang terjadinya bahaya. Bahaya
yang ditimbulkan pada suatu kegiatan industri ada bermacam-macam, misalnya bahaya kimia, bahaya
fisik, bahaya biologi, dan lain-lain. Potensi bahaya yang ditimbulkan dari suatu industri akan
berbeda-beda sesuai dengan jenis kegiatan proses produksi yang dilakukan. Dalam industri, suatu
tindakan preventif dari kecelakaan pekerjaan sangat penting untuk dilakukan. Contohnya adalah
dengan melakukan analisa khusus mengenai potensi bahaya dari suatu proses produksi dan
menerapkan peraturan atau prosedur pekerjaan sehingga dapat mencegah dan meminimalkan bahaya
serta meningkatkan keselamatan pekerja pada suatu industri.
PT Mane Indonesia sangat peduli akan keselamatan kerja seluruh karyawannya. Hal ini dapat
dilihat dari kebijakan yang diterapkan oleh PT Mane Indonesia terhadap masalah kesehatan karyawan,
yaitu:
• PTMI menempatkan kesehatan dan keselamatan karyawan dan rekan bisnis pada prioritas tertinggi
dan tidak dapat dikompromikan. Kami berkomitmen untuk menyediakan dan memelihara area
kerja yang aman dan sehat untuk keselamatan karyawan. Kami percaya dengan keikutsertaan
karyawan, kecelakaan di area kerja dapat dihindari.
• Juga menjadi kebijakan kami untuk mengatur aktivitas dengan tata cara yang bertanggung jawab
dan sesuai dengan peraturan mengenai lingkungan, dalam rangka mengurangi dampak lingkungan
hingga batas yang diizinkan. Kami berusaha keras untuk memenuhi peraturan lokal dan regulasi
lingkungan.
• Kami memiliki komitmen yang kuat untuk secara kontinu meningkatkan sistem Keselamatan,
Kesehatan, dan Lingkungan untuk mencegah kecelakaan dan pengaduan mengenai lingkungan
dalam bentuk apapun.
Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa PT Mane Indonesia memberikan prioritas
tertinggi pada kesehatan dan keselamatan karyawan. Oleh karena itu, pada kegiatan praktek lapang
ini, saya diberi tugas khusus untuk menganalisa potensi bahaya dan kebisingan di area produksi
PT Mane Indonesia agar dapat teridentifikasi tingkat bahaya dan kebisingan di area produksi.
Analisa potensi bahaya dilakukan di seluruh area produksi meliputi area produksi perisa dan
pewangi, area penyimpanan, dan area pengiriman barang. Langkah pertama adalah mengamati
kegiatan produksi dari awal sampai akhir di area produksi, area penyimpanan, dan area pengiriman
barang. Khusus untuk area produksi terbagi menjadi beberapa area sesuai dengan produk yang
dihasilkan. Area produksi yang diamati meliputi area produksi perisa dan pewangi cair, dan area
produksi perisa bubuk yang terdiri atas area produksi perisa dari mesin spray dryer, area produksi
perisa manis dan bumbu-bumbu (gurih). Langkah kedua, merinci pekerjaan yang dilakukan oleh
setiap operator di seluruh area yang telah diamati. Sehingga, dapat dilakukan langkah selanjutnya
yaitu, mengidentifikasi resiko yang ditimbulkan dari masing-masing bahaya yang mungkin terjadi.
Parameter yang dijadikan untuk menentukan tingkat resiko terjadinya bahaya antara lain,
kemungkinan terjadinya bahaya (possibility), tingkat keparahan (severity), dan frekuensi (frequency).
Pengukuran tingkat resiko dilakukan dengan memberikan nilai menggunakan skala 1-5 dari masing-
masing parameter. Skala ini menunjukkan bahwa semakin besar angkanya maka semakin tinggi pula

22
tingkat resiko dari setiap parameter terjadinya bahaya. Setelah didapatkan nilai dari masing-masing
parameter, maka potensi bahaya dapat ditentukan.
Penentuan potensi bahaya dilakukan dengan melakukan perhitungan yaitu, mengalikan nilai
resiko dari masing-masing parameter. Setelah dilakukan perhitungan dan mendapatkan nilai potensi
bahaya, langkah selanjutnya adalah mengelompokkan potensi bahaya tersebut dengan
mengodekannya dalam bentuk huruf. Menurut Depnaker (2002), pengelompokkan potensi bahaya
berdasarkan kode bahaya adalah sebagai berikut:
- 0≥D>2
- 2≥C>8
- 8 ≥ B > 32
- 32 ≥ A > 50
- 50 ≥ AA
Pada pengelompokkan potensi bahaya berdasarkan kode bahaya di atas, dapat diketahui bahwa
kode bahaya AA menunjukkan potensi bahaya yang sangat tinggi. Sedangkan untuk kode bahaya D
menunjukkan bahwa potensi bahayanya tidak ada atau sangat rendah.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis bahaya dari setiap tahapan proses produksi. Análisis
bahaya ini dilakukan dengan mengidentifikasi bahaya, penyebab terjadinya bahaya, dampak yang
ditimbulkan dari bahaya, dan tindakan perbaikan yang disarankan. Hasil dari análisis bahaya dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil analisa potensi bahaya di area produksi, area penyimpanan, dan area
pengiriman dapat diketahui bahwa pada umumnya kegiatan produksi yang dilakukan mempunyai
potensi bahaya terhadap indera manusia, meliputi indera pendengaran dan saluran pernapasan. Salah
satu contoh dari kegiatan yang menimbulkan bahaya pada indera pendengaran adalah proses
pencampuran dengan menggunakan mesin mixer. Sedangkan contoh dari kegiatan yang menimbulkan
bahaya pada saluran pernapasan adalah proses produksi di area perisa bubuk. Kemudian, yang tidak
kalah pentingnya adalah bahaya fisik di area pengiriman barang yang mengakibatkan kecelakaan
pekerjaan. Misalnya, kecerobohan pekerja pada saat mengangkut barang yang berkapasitas besar
(25 kg) tanpa menggunakan sarung tangan ataupun alat pelindung lain.
Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja diklasifikasikan
berdasarkan 4 macam penggolongan, yaitu:
1. Menurut jenis kecelakaan meliputi terjatuh, tertimpa benda, tertumbuk atau terkena benda-benda,
terjepit oleh benda, gerakan-gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus
listrik dan kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
2. Menurut penyebab kecelakaan
a. Mesin, misalnya mesin pembangkit listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya
b. Alat angkut, yaitu alat angkut darat, udara, dan air
c. Peralatan lain, misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat listrik, dan
sebagainya
d. Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat kimia, dan sebagainya
e. Lingkungan kerja (luar bangunan, dalam bangunan, bawah tanah)
f. Penyebab lain yang belum tersebut di atas.
3. Menurut sifat luka atau kelainan terdiri dari patah tulang, dislokasi, regang otot, memar dan luka
dalam yang lain, amputasi, luka di permukaan, gegar dan remuk, luka bakar, keracunan mendadak,
pengaruh radiasi dan lain-lain.

23
4. Menurut letak luka atau kelainan terdiri dari kepala, leher, badan, anggota atas, anggota bawah,
banyak tempat dan letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
Berdasarkan teori Heinrich (1961), sumber bahaya dari kecelakan di suatu industri berasal dari
mesin, lingkungan, sifat pekerja, dan cara kerja. Adapun penyebab dari timbulnya suatu kondisi yang
tidak aman (bahaya), antara lain karena alat pelindung tidak efektif, pakaian kerja kurang cocok,
bahan-bahan yang berbahaya, penerangan dan ventilasi yang tidak baik, alat yang tidak aman
walaupun dibutuhkan, alat atau mesin yang tidak efektif. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh
perbuatan berbahaya, yaitu perbuatan berbahaya dari manusia atau pekerja yang dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor internal seperti sikap dan tingkah laku yang tidak aman, kurang pengetahuan dan
keterampilan, cacat tubuh yang tidak terlihat, keletihan, dan kelesuan.
Sebagai salah satu upaya preventif terjadinya kecelakaan pekerja, perusahaan perlu
menyiapkan peralatan pelindung diri atau Personal Protection Equipment (PPE). Untuk pelindung
badan perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja. Untuk pekerja yang perlu pakaian bersih
dalam bekerja, King (1990) menetapkan adanya 6 standar, yaitu:
• Pakaian kerja harus menutupi pakaian biasa pekerja (kemeja, celana, dan lain-lain).
• Pakaian sebaiknya tidak terbuat dari bahan yang cepat rusak atau lusuh.
• Rambut harus tertutup oleh penutup kepala.
• Tidak diperkenankan adanya kantong luar yang terbuka, ikat pinggang, dan asesoris lain yang
memungkinkan terdapat penumpukan debu.
• Kancing atau pengait tali yang bisa terlepas sebaiknya tidak digunakan. Dianjurkan untuk
menggunakan risleting.
• Pakaian harus mudah dicuci dan berwarna muda sehingga segala kotoran yang menempel dapat
terlihat jelas.
Semua standar di atas telah dipenuhi oleh PT Mane Indonesia dan juga merupakan penerapan dari
kebijakan GMP PT Mane Indonesia.
Upaya pencegahan dan pengendalian lain yang dapat dilakukan oleh PT Mane Indonesia untuk
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menegaskan kembali pentingnya
penggunaan alat perlindungan diri (APD). Dalam hirarki pengendalian bahaya, penggunaan alat
pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Hal ini berarti, sebelum
memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan
melakukan upaya optima lagar bahaya bisa dihilangkan atau paling tidakdikurangi.
Jenis-jenis APD yang disediakan oleh PT Mane Indonesia adalah alat pelindung kepala (topi
pengaman, topi, dan penutup rambut), alat pelindung telinga (sumbat telinga, tutup telinga), alat
pelindung muka dan mata, alat pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, dan pelindung
kaki. Kesadaran semua karyawan akan pentingnya penggunaan alat perlindungan diri ini sebaiknya
lebih ditingkatkan lagi. Misalnya, dengan melakukan kegiatan pelatihan secara rutin.
Adapun latar belakang dilakukannya analisa potensi kebisingan di PT Mane Indonesia, yaitu
banyaknya penggunaan alat dan mesin yang menimbulkan kebisingan dan untuk mengetahui tingkat
kebisingan dari masing-masing alat dan mesin. Analisa potensi kebisingan dilakukan dengan
melakukan pengukuran bising menggunakan alat desiblemeter. Alat dan mesin yang menimbulkan
kebisingan adalah alat agitator pada mesin mixer, mesin mixer, dan mesin spray dryer. Pengukuran
bising dilakukan di area produksi yang memiliki potensi bising. Metode pengukurannya adalah
dengan mengukur bising pada lima titik yang berbeda di masing-masing alat dan mesin. Kemudian,
dilakukan perataan dari lima nilai uji tersebut. Hasil análisis dapat dilihat pada Lampiran 6.
Berdasarkan hasil análisis dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan di area produksi cukup
tinggi, yaitu 80.5>x>82.4 dB. Tingkat kebisingan paling tinggi ditimbulkan dari agitator yang

24
menyala dengan air compressor. Menurut penelitian di Amerika yang dilakukan The National
Institute for Occupational Safety and Health, batas tingkat kebisingan maksimum manusia yang
diperbolehkan adalah 85 dB dan dibatasi jangka waktu maksimum 8 jam per hari, itupun harus dengan
pelindung telinga untuk mencegah kerusakan pendengaran lebih lanjut.
Mengacu pada literatur di atas, tingkat kebisingan yang terdapat di area produksi PT Mane
Indonesia berada di bawah batas maksimum namun sudah mendekati batas maksimum. Tingkat
kebisingan yang mendekati batas maksimum ini, lama kelamaan akan memberikan dampak pada
indera pendengaran manusia. Sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian dari
sekarang dengan menggunakan alat perlindungan pendengaran yang sesuai dengan tingkat
kebisingannya. Misalnya, ear plug memberikan perlindungan dari tingkat kebisingan antara
90-100 dB.

25
VIII. PEMBAHASAN

PT Mane Indonesia merupakan salah satu industri pangan yang memproduksi berbagai macam
perisa. Selain sebagai industri pangan yang memproduksi perisa, PT Mane Indonesia juga
memproduksi beraneka ragam pewangi sehingga disebut sebagai industri perisa (flavor) dan pewangi
(fragrance). Proses produksi yang dilakukan di PT Mane Indonesia adalah mencampurkan berbagai
macam bahan baku penyusun perisa dan pewangi hingga menghasilkan suatu produk perisa dan
pewangi sesuai dengan keinginan pelanggan.
Perkembangan teknologi saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini
menyebabkan proses produksi yang dilakukan oleh PT Mane Indonesia menggunakan teknologi yang
modern. Sehingga, untuk memproduksi berbagai macam perisa dan pewangi yang beraneka ragam
dan memiliki kualitas yang baik serta dapat diaplikasikan pada berbagai produk pangan (perisa) dan
non pangan (pewangi) maka dipergunakan teknologi proses produksi.
Teknologi proses produksi yang digunakan oleh PT Mane Indonesia antara lain pengeringan
semprot (spray drying), pencampuran kering (dry mixing), dan pencampuran cair (liquid blending).
Semua teknologi proses produksi tersebut digunakan untuk memproduksi berbagai macam perisa.
Sedangkan, untuk menghasilkan pewangi masih menggunakan teknologi proses produksi berupa
pencampuran cair saja. Produk flavor yang dapat dihasilkan dari proses pengeringan semprot adalah
bubuk, kemudian dari proses pencampuran kering menghasilkan produk perisa bumbu dan perisa
manis dan dari proses pencampuran cair menghasilkan produk perisa cair.
Produk perisa yang dihasilkan oleh PT Mane Indonesia ada dua jenis yaitu, perisa yang
berbentuk cair dan perisa yang berberntuk bubuk/ serbuk. Masing-masing produk ini menggunakan
teknologi yang berbeda satu sama lain. Perisa cair menggunakan teknologi sederhana berupa
pencampuran cair, sedangkan perisa bubuk menggunakan dua macam teknologi. Teknologi pertama
yang digunakan termasuk dalam kategori teknologi yang sederhana yaitu pencampuran kering,
sedangkan teknologi berikutnya yang digunakan berupa teknologi enkapsulasi yaitu pengeringan
semprot (spray drying) dengan satu tahap dan atau multi tahap.
Dalam teknik enkapsulasi, perisa diperangkap dalam suatu pelapis polimer, membentuk
mikrokapsul bulat dengan ukuran antara puluhan micron sampai beberapa millimeter. Isi atau perisa
dalam mikrokapsul tersebut dapat dilepaskan dengan kecepatan terkontrol pada kondisi tertentu.
Keuntungan dari teknologi ini adalah perisa terlindungi dari kehilangan (penguapan) dalam masa
penyimpanan yang lama; mudah dituangkan; mudah ditimbang; ditangani dan dicampurkan; bebas
dari enzim tannin, mikroba dan serangga; mudah digunakan dalam pencampuran bahan-bahan kering;
bebas dari garam-garam, dekstrosa dan pengisi yang lain, kecuali pati atau gum yang digunakan
sebagai bahan pelapis; bersifat non higroskopis dengan stabilitas dalam penyimpanan yang baik; serta
dapat menghasilkan produk dengan kualitas perisa yang terstandarisasi.

A. PENGERINGAN SEMPROT

Pengeringan semprot merupakan salah satu teknologi proses produksi yang digunakan
PT Mane Indonesia untuk menghasilkan produk perisa bubuk dengan menggunakan mesin spray

26
dryer. Mesin ini merupakan salah satu jenis pengering untuk bahan cair hingga akhirnya
menghasilkan produk dalam bentuk bubuk atau serbuk. Menurut Earle (1969), pengeringan
bahan pangan berarti pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan. Pada kebanyakan
peristiwa, pengeringan berlangsung dengan penguapan air yang terdapat di dalam bahan pangan
dan untuk ini panas laten penguapan harus diberikan. Pengeringan adalah metoda tertua pada
pengawetan bahan pangan.
Produk yang dihasilkan dari proses pengeringan semprot ini memiliki daya simpan yang
cukup tinggi. Hal ini dikarenakan jasad renik yang dapat membusukkan dan memecahkan
produk tidak dapat tumbuh karena ketiadaan air. Adapun prinsip kerja dari spray dryer yaitu di
dalam spray dryer, bahan cair atau bahan padat disemprotkan dalam bentuk tebaran halus ke
dalam aliran udara panas. Proses pengeringan terjadi sangat cepat, sehingga sangat cocok untuk
digunakan pada berbagai bahan yang akan mengalami kerusakan bila dipanasi dalam waktu yang
lama.
Cara kerja dari spray dryer yaitu, seluruh air dari bahan yang ingin dikeringkan, diubah
ke dalam bentuk butiran-butiran air dengan cara diuapkan dengan menggunakan atomizer.
Kemudian, air dari bahan yang telah berbentuk tetesan-tetesan tersebut kemudian dikontakkan
dengan udara panas. Peristiwa pengontakkan ini menyebabkan air dalam bentuk tetesan-tetesan
tersebut mengering dan berubah menjadi serbuk. Selanjutnya, proses pemisahan antara uap
panas dengan serbuk dilakukan dengan siklon atau penyaring. Setelah dipisahkan, serbuk
kemudian kembali diturunkan suhunya sesuai dengan kebutuhan produksi.
Proses pengeringan semprot yang terdapat di PT Mane Indonesia ada 2 macam, yaitu
pengeringan semprot satu tahap dan pengeringan semprot multi tahap. Di bawah ini adalah
gambar dari proses pengeringan semprot satu tahap dan multi tahap.

Gambar 6. Tahapan proses pengeringan semprot satu tahap (Sumber: PT Mane Indonesia)

27
Gambar 7. Tahapan proses pengeringan semprot multi tahap
Pada Gambar 6 dan Gambar 7 di atas terdapat perbedaan antara proses pengeringan
semprot satu tahap dengan proses pengeringan semprot multi tahap. Pada pengeringan semprot,
Bahan setelah melalui siklon (cyclone) langsung masuk ke tahap powder collection. Sedangkan,
pada proses pengeringan semprot multi tahap setelah bahan melewati siklon (cyclone), tidak
langsung masuk ke tahap powder collection namun dilanjutkan dengan tahap recycling of fine
powder dan fluid air bed. Lalu, setelah itu baru masuk ke tahap powder collection.
Perbedaan lain dari pengeringan semprot satu tahap dengan multi tahap berdasarkan
karakteristiknya dapat dilihat pada tabel perbedaan di bawah ini.

Tabel 5. Perbedaan karakteristik pengeringan semprot satu tahap dengan multi tahap
Karakteristik Pengeringan Pengeringan semprot multi tahap
semprot
satu tahap
Tahap Pengeringan 1 tahap 2 tahap , melewati fluid air bed
Instalasi Relatif Lebih kompleks (harga)
sederhana
Sisa Powder yang dipakai Tidak ada Ada
ulang (recycling)
Kemampuan Aliran Rata-rata Sangat baik
Kelarutan Baik saat Sangat baik saat dingin maupun panas
panas
Debu Ada Terbatas
Ukuran Partikel 50-100 µ m 200-400µ m
(Sumber: PT Mane Indonesia)

Pada umumnya komponen alat dari spray dryer antara lain, (1) mulut pipa (nozzle)
berfungsi untuk menyemprotkan bahan cair sehingga terbentuk di droplet yang kecil dan
seragam, (2) chamber sebagai tempat sample awal dan tempat penguapan bahan, (3) siklon
berfungsi untuk memisahkan uap panas atau uap air dengan produk yang sudah kering dengan
daya dominan sentrifugal vacuum, (4) compressor digunakan untuk menyuplai udara dan
menyemprotkan udara, (5) outlet digunakan untuk menampung produk yang telah kering, (6)
filter digunakan untuk menyaring udara.
Adapun keuntungan dari enkapsulasi dengan pengeringan semprot adalah kemampuannya
untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas. Selain itu, produk hasil spray
dryer biasanya mempunyai ukuran partikel yang sangat kecil pada pengeringan semprot satu
tahap (umumnya kurang dari 100 mikron) sehingga mempunyai kelarutan yang tinggi, tetapi
dapat menimbulkan masalah jika dibuat untuk suatu campuran kering (karena mudah memisah).
Masalah terjadinya pemisahan tersebut dapat diatasi dan fluiditasnya dapat ditingkatkan dengan
cara agglomerasi, yaitu partikel-pertikel enkapsulasi tersebut diberi perlakuan uap untuk
membuat mereka melekat satu sama lain sehingga menghasilkan partikel-pertikel yang lebih
besar.

28
B. PENCAMPURAN CAIR

Pada proses produksi pencampuran cair terjadi suatu pencampuran antara bahan baku cair
dengan bahan baku lainnya. Menurut McCabe (1993), pencampuran adalah peristiwa
menyebarkan bahan-bahan secara acak, di mana bahan yang satu menyebar ke dalam bahan yang
lain dan sebaliknya, sedang bahan-bahan itu sebelumnya terpisah dalam dua fase atau lebih.
Keberhasilan operasi suatu proses pengolahan sering sekali bergantung pada efektifnya
pengadukan dan pencampuran zat cair dalam proses itu. Pengadukan (agitation) menunjukkan
gerakan yang terinduksi menurut cara tertentu pada suatu bahan di dalam benjana, dimana
gerakan itu biasanya mempunyai semacam pola sirkulasi.
Menurut McCabe (1993), pengadukan zat cair dilakukan untuk berbagai maksud
bergantung dari tujuan langkah pengolahan itu sendiri. Tujuan pengadukan antara lain:
1. Untuk membuat suspense partikel zat
2. Untuk meramu zat cair yang mampu-campur (miscible), seperti metal alkohol dan air
3. Untuk menyebarkan (disperse) gas di dalam zat cair dalam bentuk gelembung-gelembung
kecil
4. Untuk menyebarkan zat cair yang tidak dapat bercampur dengan zat cair yang lain, sehingga
membentuk emulsi atau suspense butiran-butiran halus.
5. Untuk mempercepat perpindahan kalor antara zat cair dengan kumparan atau mantel kalor.
Proses pencampuran cair yang dilakukan oleh PT Mane Indonesia digunakan untuk
memproduksi perisa dan pewangi cair. Bahan baku yang berwujud cair diaduk di dalam suatu
tangki pencampuran yang dipasang pada mesin mixer dengan sumbu terpasang vertikal. Bagian
atas dari tangki pencampuran akan sedikit tertutup oleh bagian kepala dari mesin mixer apabila
mesin mixer dinyalakan, namun masih terdapat udara yang dapat keluar ataupun masuk. Karena
pada saat mesin dinyalakan, motor agitator akan masuk ke dalam tangki pencampur.
Menurut Earle (1969), pengadukan dan pencampuran dilakukan untuk menjamin
keseragaman hasil. Secara ideal, proses pencampuran dimulai dengan mengelompokkan
masing-masing komponen pada beberapa wadah yang berbeda sehingga masih tetap terpisah satu
sama lain dalam bentuk komponen-komponen murni. Pencampuran yang sempurna kemudian
dapat didefinisikan bahwa besar proporsi masing-masing kompenan dalam campuran adalah
sama.
Ukuran tangki pencampuran di area produksi PT Mane Indonesia ada bermacam-macam
dan penggunaannya bergantung pada kapasitas produksi. Ujung bawah dari tangki pencampuran
berbentuk sedikit membulat yang sering disebut dengan tangki pencampuran silinder vertikal.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat terlalu banyak sudut-sudut tajam atau daerah yang sulit
dijangkau oleh arus zat cair, sehingga proses pengadukan dan pencampuran akan berjalan
dengan lebih mudah.
Menurut McCabe (1993), kedalaman zat cair biasanya hampir sama dengan diameter
tangki. Di dalam tangki dipasang impeler pada ujung poros menggantung, artinya poros itu
ditumpu dari atas. Poros digerakkan oleh motor, yang kadang-kadang dihubungkan langsung
dengan poros itu, namun biasanya dihubungkan melalui peti roda gigi untuk menurunkan
kecepatannya. Tangki biasanya dilengkapi dengan lubang masuk (inlet) dan lubang keluar
(outlet), kumparan kalor (coils), mantel (jackets), dan sumur untuk menempatkan thermometer
atau alat pengukur suhu lainnya.

29
Di bawah ini adalah gambar dari rancangan standar bejana untuk proses pengadukan.

Gambar 8. Standar bejana (tangki pencampuran) (Sumber: McCabe, 1993)

Berdasarkan literatur di atas terdapat sedikit perbedaan dengan yang ada di PT Mane
Indonesia. Tangki pencampuran yang memiliki kapasitas produksi di bawah 2500 liter tidak
terhubung langsung dengan motor, tidak seperti yang terlihat pada Gambar 8. Namun, untuk
tangki pencampuran dengan kapasitas produksi 2500 liter dan 5000 liter terhubung langsung
dengan motor (sesuai dengan Gambar 8).
Menurut McCabe (1993), pada tangki berbentuk silinder vertikal, kedalaman zat cair
harus sama dengan diameter tangki, atau sedikit lebih besar dari itu. Jika diperlukan kedalaman
yang lebih besar, dapat dipasang dua impeler atau lebih pada satu poros, di mana masing-masing
impeler berfungsi sebagai satu pencampur tersendiri. Masing-masing impeler membangkitkan
dua arus sirkulasi sebagaimana terlihat pada Gambar 8. Impeler yang di sebelah bawah, baik
yang jenis turbin maupun jenis propeler, dipasang pada jarak kira-kira sama dengan diameter
impeler dari dasar tangki.

Gambar 9. Turbin bersusun pada tangki pencampuran (Sumber: McCabe, 1993)

30
Literatur diatas telah sesuai dengan yang diterapkan oleh PT Mane Indonesia, yaitu untuk
tangki yang berkapasitas produksi 2500 liter dan 5000 liter memiliki impeler lebih dari satu
sehingga memudahkan dan memperlancar untuk proses pengadukan dan pencampuran. Tangki
dengan kapasitas produksi 2500 liter dan 5000 liter ini mempunyai agitator vertikal. Dengan
adanya agitator propeler yang akan mendorong zat cair ke bawah sampai ke dasar tangki, di
mana arus itu lalu menyebar secara radial ke segala arah menuju dinding, lalu mengalir lagi ke
atas disepanjang dinding dan kembali diisap oleh propeller dari atas.
Kemudian dilengkapi pula dengan sekat-sekat yang berfungsi menghalangi aliran rotasi
tanpa menganggu aliran radial atau aliran longitudinal. Sekat ini dibuat dengan memasang bilah-
bilah vertikal terhadap dinding tangki. Menurut McCabe (1993), adanya sekat akan
mengakibatkan aliran berbelok arah dari tepi dinding menuju pusat tangki, sehingga
menyebabkan efek pencampuran bertambah efektif.
Proses pencampuran cair yang terdapat di PT Mane Indonesia ini, akan dihentikan setelah
dilakukan pengecekan secara visual dari bahan yang ada di dalam tangki pencampuran. Apabila
bahan dilihat telah tercampur secara merata maka proses pencampuran dihentikan, namun jika
belum maka proses pencampuran dilanjutkan hingga bahan tercampur secara merata.
Menurut McCabe (1993), kriteria mengenai apa yang dinamakan pencampuran yang baik
hanyalah visual saja, atau perubahan warna indikator asam-basa untuk menentukan waktu yang
diperlukan untuk pencampuran zat cair. Kriteria lain yang digunakan ialah laju berkurangnya
fluktuasi konsentrasi setelah suatu pencampur diinjeksikan ke dalam aliran fluida, keseragaman
suspensi sebagaimana dapat diamati secara visual.
Lamanya proses pencampuran tidak tentu karena tergantung dari jenis bahan yang akan
dicampur dan banyaknya (volume) bahan yang dicampur. Namun, pada umumnya proses
pencampuran ini terjadi dalamwaktu 15-30 menit. Kecepatan dari mesin mixer adalah 3000 rpm
untuk setiap satu kali produksi.

C. PENCAMPURAN KERING

Pada proses pencampuran kering untuk menghasilkan produk perisa bumbu dan perisa
manis digunakan mesin ribbon blender, high speed mixer, dan plough shear mixer. Pada proses
ini terjadi pencampuran partikel padat dengan padat. Adapun karakteristik dari proses
pencampuran antara lain, (1) membutuhkan tenaga yang lebih ringan dari pada pencampuran
bahan pasta, (2) bahan padat dapat mengalir, dan (3) mempunyai prinsip yang hampir sama
dengan pencampuran bahan kental. Di bawah ini adalah gambar dari prinsip pencampuran
kering.

Gambar 10. Prinsip dry mixing (Sumber: PT Mane Indonesia)

31
Prinsipnya adalah bubuk (powder) yang terdiri dari perisa (flavor) dan bahan pembawa
(powder carrier) dicampur dengan proses kering (dry process). Contoh dari bahan pembawa
adalah garam, gula, pati dan lain-lain. Mesin-mesin pencampur partikel padat umumnya
melakukan pencampuran secara acak (shuffling) mekanik yaitu, dengan mengangkat,
menjatuhkan bahan berulang-ulang dan menggelindingkannya. Salah satu contoh mesin yang
digunakan oleh PT Mane Indonesia adalah ribbon blender.
Mesin ribbon blender yang ada di PT Mane Indonesia terdiri atas bejana berbentuk
silinder mendatar yang berisi sumbu central dan pengaduk pita berbentuk helik. Dua pita yang
bergerak berlawanan dirakit pada sumbu yang sama. Salah satu pitanya menggerakkan padatan
perlahan ke satu arah, sedangkan yang pita yang satunya lagi menggerakkan dengan cepat ke
arah lain. Pencampuran dihasilkan oleh turbulensi yang diinduksi oleh pengaduk yang bereaksi
berlawanan.
Menurut Earle (1969), ribbon blender terdiri dari sebuah lekukan dan di dalam lekukan
ini berputar sebuah poros dengan dua baling-baling berbentuk spiral terikat pada poros, satu
baling-baling berputar ke kanan yang lain ke kiri. Ketika poros ini berputar, bagian bahan
bergerak kea rah yang berlawanan sehingga letak partikel-partikel, relatif akan dipertukarkan
satu sama lain.
Adapun beberapa keuntungan dari proses pencampuran kering, antara lain menggunakan
teknologi perisa yang sederhana, menghasilkan perisa yang stabil dalam bentuk serbuk kering
(no thermal drying process), dan memungkinkan adanya penambahan vitamin, meningkatkan
rasa pada perisa, dan lain-lain.

32
IX. PENUTUP

A. KESIMPULAN

PT Mane Indonesia merupakan salah satu industri perisa (flavor) dan pewangi (fragrance)
yang menghasilkan produk berupa citarasa dan wewangian. Perusahaan ini telah menerapkan
sistem manajemen mutu yang baik dan mempunyai kebijakan mutu untuk memberikan yang
terbaik bagi para pelanggan. Hal ini didukung dengan adanya penerapan ISO 9001 oleh setiap
departemen dan karyawan yang telah memahami dengan baik perlunya menjaga mutu yang
konsisten dalam menjamin kepuasaan pelanggan.
Kegiatan produksi yang dilakukan di PT Mane Indonesia sangat didukung dengan
penggunaan teknologi proses produksi. Teknologi proses produksi yang digunakan untuk
menghasilkan produk perisa dan pewangi cair adalah pencampuran cair. Teknologi proses
produksi yang digunakan untuk memproduksi produk perisa bubuk adalah pengeringan semprot
dan pencampuran. Peralatan dan mesin yang digunakan telah menggunakan teknologi masa kini,
seperti mesin spray dryer. Sehingga produk yang dihasilkan oleh PT Mane Indonesia
berkualitas dan memiliki banyak ragam serta dapat memenuhi permintaan konsumen.
Secara umum, pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT Mane Indonesia sudah
diterapkan dengan baik. Pengendalian mutu dilakukan terhadap bahan baku, proses produksi,
dan produk akhir. Pengendalian mutu bahan baku dan produk akhir dilakukan dengan melakukan
pengujian fisik dan organoleptik. Sedangkan pengendalian mutu terhadap proses produksi
dilakukan dengan menerapkan prosedur sanitasi. Tujuan diterapkannya pengendalian mutu
adalah untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan terjamin mutunya

B. SARAN

Penulis memiliki beberapa saran yang dapat diperhatikan untuk ke depannya yaitu, lebih
ditingkatkan lagi untuk pengadaan pelatihan tentang bahaya dan keselamatan kerja, dan training
motivasi untuk karyawan PT Mane Indonesia serta lebih digalakkan lagi untuk sosialisasi
mengenai HACCP, ISO 9001, Sistem Jaminan Halal, dan GMP khususnya untuk karyawan di
area produksi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas, dan produktivitas produk
maupun keselamatan kerja karyawan PT Mane Indonesia.

33
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia tentang Bahan Tambahan Pangan-
Persyaratan Perisa dan Penggunaan dalam Produk Pangan SIN-01-7152-2006. Jakarta
Data Badan Pusat Statistik. 2010.
Data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI). 2009.
Database PT Mane Indonesia. 2010.
Data International Fragrance Association. 2006.
Depnaker. 2002. Himpunan Perundangan K3.
Earle, R.L. 1969. Unit Operation in Food Proccesing. Pergamon Ltd.
King R. 1990. Safety in the Process Industries.Northants: Butterworth-Heinemann Ltd.
Susilo, Joko. 2010. Penerapan HACCP pada Produk Makanan.
Lee, D. S. Kit L. Luciano. 2008. Food Packaging Science and Technology. CRC Press. Taylor and
Francis Group, New York.
McCabe, W. L. and Smith, J.C. Harriot, Peter. 1993. Unit Operations of Chemical Engineering Fifth
Edition. New York: McGraw-Hill.

34

Anda mungkin juga menyukai