Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Enzim banyak berguna dalam aplikasi komersial karena sebagai biokatalisator, enzim bekerja sangat spesifik dan efisien. Pemanfaatan enzim saat ini berkembang sangat pesat terutama pada industri pengolahan pangan misalnya penggunaan enzim untuk menggumpalkan susu pada pembuatan keju. Penggunaan enzim renin yang berasal dari lambung anak sapi sangat mahal, sehingga industri keju harus melihat potensi enzim penggumpal susu yang bersumber dari mikrobia. Beberapa mikrobia penghasil renin yang sering digunakan di antaranya Mucor pusillus, Mucor miehei, Mucor heimalis, Mucor rouxii dan Endothia parasitica. Enzim yang dihasilkan oleh mikrobia tersebut merupakan enzim protease asam yang dikenal dengan nama renin mikrobia. Renin mikrobia mampu menggumpalkan susu seperti enzim rennin sapi. Penggunaan enzim dalam proses fermentasi keju hanya dapat dilakukan sekali saja sehingga perlu dilakukan upaya agar enzim dapat digunakan secara berulang-ulang dalam fermentasi batch dan kontinyu. Salah satu cara dengan dilakukan metode amobilisasi yaitu penjebakan enzim dalam matriks alginat yang memiliki kesederhanaan dan penahanan enzim yang baik. Alginat digunakan sebagai matriks karena bersifat aman pada bahan pangan, kekuatan gelnya baik dan dapat mempertahankan stabilitas enzim selama dalam keadaan amobil. 1.2 Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang yang akan dibahas pada makalah ini 1. Bagaimana amobilisasi enzim? 2. Apa saja metode amobilisasi enzim? 3. Bagaimana aktivitas enzim amobil? 4. Bagaimana kinetika reaksi enzim dan faktor yang mempengaruhinya? 5. Bagaimana aplikasi amobilisasi enzim dengan matriks alginat?

1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah 1. Untuk mengetahui yang dimaksud amobilisasi enzim. 2. Untuk mengetahui metode amobilisasi enzim 3. Untuk mengetahui aktivitas enzim amobil 4. Untuk mengetahui kinetika reaksi enzim dan faktor yang mempengaruhinya 5. Untuk cara amobilisasi enzim dengan matriks alginat

BAB II PEMBAHASAN 1.1 Amobilisasi Enzim Amobilisasi enzim adalah enzim yang secara fisik dibatasi geraknya atau ditempatkan pada suhu ruang untuk mempertahankan katalitiknya dan dapat digunakan secara berulang-ulang (Chibata, 1978). Enzim amobilisasi adalah enzim yang terikat atau tertutup oleh medium yang tidak terlarut atau molekul enzim yang telah disilangkan dengan yang lain tanpa kehilangan aktivitas katalitiknya (Palmer, 1991). Teknik amobilisasi enzim adalah teknik yang digunakan agar enzim tidak bergerak, baik melalui pengikatan pada padatan pendukung maupun penjebakan pada matriks. Tujuan amobilisasi enzim adalah untuk meningkatkan aktivitas enzim dan menggunakan enzim amobil tersebut untuk fermentasi ulang secara batch maupun fermentasi kontinyu (Panji, 1998). Sedangkan menurut Muchtadi dkk (1992), enzim teramobilisasi adalah enzim yang diikatkan ke dalam bahan yang sifatnya inert sehingga pergerakannya dalam ruang telah dibatasi seluruhnya atau hanya pada daerah tertentu saja. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan daya katalitik enzim yang berkesinambungan. 1.2 Metode Amobilisasi Menurut Chibata (1978) dan Fardiaz (1988), teknik amobilisasi enzim, sel mikrobia sel tanaman maupun sel hewan pada prinsipnya hampir sama dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu metode ikatan dengan matriks, metode ikatan silang dan metode penjebakan. 1. Metode ikatan dengan matriks Metode ini merupakan metode amobilisasi pertama yang ditemukan. Metode ini didasarkan pada pengikatan enzim langsung pada matriks yang tidak larut dalam air dan dapat dibedakan lagi atas tiga macam berdasarkan cara pengikatanny, yaitu adsorbsi fisik, ikatan ionik, dan ikatan kovalen. Matriks yang dapat digunakan untuk amobilisasi dengan sistem ikatan diantaranya polisakarida tidak larut air (selulosa, dekstran, dan turunan agarosa), protein (gelatin dan albumin),

polimer sintetik (resin ion exchange dan gel poliakrilamida), bahan organik (gelas berpori, silica, ion metal dan tanah alkali). Pemilihan teknik ini tergantung pada enzim itu sendiri. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel, luas permukaan, rasio molar termasuik hidrolfilik atau hidrofobik dan komposisi kimia. Metode baru ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu enzim dapat dipakai secara berulang, memudahkan kontrol reaksi, kualitas produk terjaga, proses dapat berlangsung secara berkesinambungan, tanpa kontaiminasi enzim (protein) lain, memudahkan pemisahan enzim dari produk, enzim akan mempunyai fungsi katalitik pada kisaran pH yang lebih tinggi dan kurang sensitif terhadap panas (Muchtadi dkk, 1992). Menurut Palmer (1991) metode amobilisasi enzim ikatan Carier (Carier Binding) yaitu metode yang akan mengikat enzim pada matriks yang tidak larut dalam air.

Gambar 1. Metode Amobilisasi Enzim Ikatan Carier (Carier Binding) Untuk menentukan carrier yang sesuai dengan enzim dapat dilakukan dengan seleksi yang meliputi:

Ukuran partikel Luas permukaan Molar rasio dari hidrofilik dan grup hidrofobik Komposisi kimia

Umumnya peningkatan rasio dari grup hydrophobic dan konsentrasi dari enzim dapat meningkatkan aktivitas amobilisasi enzim. Carrier yang dapat digunakan pada amobilisasi enzim adalah derivates polysaccharida misalnya cellulosa, dextran, agarose, dan polyacrylamide gel. Model pengikatan pada metode Carrier-Binding dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi : 1. Physical adsorption (Adsorpsi fisik) 2. Ionic binding (ikatan ionik) 3. Covalent binding (ikatan kovalen) Ikatan ionik menyediakan sedikit cara yang spesifik dalam pengikatan enzim dari carier. Pada metode ikatan ionik solid support yang digunakan meliputi : DEAE sephadex dan CM-selulose. Ikatan kovalen juga menyediakan linkages yang permanent diantara enzim dan carier. sedangkan pada metode ikatan kovalen juga bisa digunakan solid support yang sama dengan ikatan ionik, namun pada metode ini ikatan yang terjadi enzim dan substrat menjadi permanen (Goel 1994). 2. Metode ikatan silang Metode ikatan silang didasarkan atas pembentukan ikatan kimia, seperti pada metode ikatan kovalen, tetapi tidak menggunakan matriks yang tidak larut. Amobilisasi enzim terjadi melalui komponen bi-atau multifungsional. Sebagai komponen pengikat dapat digunakan gluraldehida, turunan bis-diazobenzidin, dan lain-lain. Enzim yang diamobilisasi dengan metode ini sering bersifat gel sehingga sukar ditangani. Enzim dapat diamobilisasi sebagai bagian dari suatu kopolimerisasi dengan anhidrida maleat dan etilen yang sebelumnya telah direaksikan dengan etilendiamin.

Pada metode ini tidak menggunakan matriks yang tidak larut dalam air, amobilisasi didasarkan pada pembentukan ikatan kimia antara molekul enzim dengan menggunakan reaksi multi / fungsional.

Gambar 2. Metode Ikatan Silang Gugus fungsional yang ikut dalam reaksi ini adalah amino pada asam amino terminal, gugus dari lisin, gugus fenolik dari tyrusin, gugus sulfidril dari sistem serta imidazole dan histidine. Bahan atau solid support yang digunakan intuk membentuk ikatan silang adalah heksametal endisocyanat yang akan bereaksi dengan enzim membentuk ikatan peptida (Palmer,1991). 3. Metode penjebakan Metode penjebakan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu a. Penjebakan di dalam kapsul (mikroenkapsulasi), yang merupakan pemasukan enzim ke dalam membran polimer semipermeabel. Hasil mikroenkapsulasi umumnya mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari satu mikron sampai beberapa mikron. Kondisi ini dapat mencegah enzim keluar dari kapsul, sedangkan substrat dengan berat molekul kecil dapat mencapai enzim. b. Penjebakan di dalam matriks polimer Enzim yang diamobilisasi dijerat di dalam polimer sintetik atau alami. Metode yang telah terbukti sangat memuaskan untuk amobilisasi enzim adalah penjebakan (Bucke, 1982).

Menurut Muchtadi, dkk (1992), metode ini didasarkan pada penempatan enzim dalam kisi atau suatu ruang dalam suatu polimer atau dalam membran semi permeable yang pertama digolongkan ke dalam jenis kisi sedang yang kedua digolongkan ke dalam jenis microcapsule. Bahan yang digunakan sebagai penjebak antara lain K-caragenan, Ca- alginate, dan poliacrilamida.dari ketiga bahan tersebut poliacrilamida merupakan bahan pendukung yang paling stabil dan tidak terlalu mempengaruhi sifat enzim (Goel,1994).

Gambar 3. Metode penjebakan Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk amobilisasi enzim adalah matriks yang digunakan dan terjadinya ikatan antara enzim dan matriks. Berdasarkan komposisi kimianya, matriks ini dapat digolongkan menjadi polimer alami dan sibntetik (Rahayu, 1982). Beberapa jenis matriks dapat digolongkan sebagai gel. Pemakaian gel sebagai matriks pengamobil dapat digunakan baik untuk sistem penjeratan (entraping) maupun pengikat, apabila memilih permukaan yang luas terutama pada bagian internalnya. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan gel ini adalah bentuk sesuai dengan konformasi yang diinginkan seperti bentuk membran atau bentuk partikel (Sasmito, 1990). Bahan yang paling banyak digunakan sebagai matriks dalam amobilisasi adalah polisakarida, terutama dari algae, dan selulosa. Keduanya digunakan dalam metode penjebakan (seperti alginat, poliakrilamida dan karagenan) (Fardiaz, 1988).

Enzim yang diamobilkan mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain (Goel,1994) : Enzim akan menjadi lebih stabil Enzim dapat digunakan secara berulang ulang. Memudahkan pemisahan enzim dari produk Kwalitas produk enzim yang dihasilkan terjaga Proses dapat berjalan secara berkesinambungan Memudahkan control reaksi Reaksi dapat berjalan tanpa kontaminasi (misalnya oleh protein lain)

Kelemahannya antara lain Muchtadi, dkk (1992): Aktivitas enzim akan mengalami penurunan karena ruang gerak enzim dibatasi Dibutuhkan biaya tambahan untuk melakukan amobilisasi Sebagian metode amobilisasi (cross linking) sulit untuk dilakukan sehingga Kesalahan dalam metode amobilisasi akan menyebabkan penurunan aktivitas dibutuhkan keahlian operator enzim 1.3 Aktivitas Enzim Amobil Sifat dari enzim amobil berbeda dengan enzim yang terdapat bebas dalam larutan dan tergantung dari metode immobilisasi dan carier alami yang tidak terlarut. Penurunan pada aktivitas spesifik muncul saat enzim diamobilisasi sebagian proses kimia dilibatkan saat kondisi mungkin menyebabkan denaturasi. Bagaimanapun carier membentuk lingkungan mikro baru bagi enzim dan hal tersebut dapat mempengaruhi aktivitas dalam langkah yang berbeda. Sebagai contoh, karakteristik enzim dapat berubah jika sisi aktif mengalami perubahan konformasi sebagai hasil interaksi antara enzim dan carier. Carier dapat mempengaruhi karakteristik enzim dengan membentuk rintangan sterik dengan pencegahan difusi bebas dari substrat ke semua molekul enzim atau dengan memebentuk interaksi elektrostatik dengan molekul substrat atau produk (Palmer, 1991).

Sedangkan menurut Goel (1994), enzim yang diamobilkan akan mengalami perubahan komposisi yang dimungkinkan akibat dari sisi aktif enzim yang berikatan dengan matriks sehingga mengakibatkan berkurangnya katalitik enzim tersebut. Menurut Fardiaz (1998), aktivitas enzim amobil dapat dibedakan atas dua macam yaitu 1) Aktivitas relative (V1) yaitu perbandingan aktivitas enzim amobil dengan aktivitas enzim bebas dalam jumlah yang sama. 2) Aktivitas spesifik absolut (V2) yaitu kecepatan reaksi per unit berat atau unit volume dari seluruh katalis. Aktivitas relatif menunjukkan tingkat deaktivasi enzim yangf disebabkan oleh proses amobilisasi, sedangkan aktivitas absolut dapat menunjukkan kemungkinan untuk mengamobilisasi lebih banyak atau lebih sedikit enzim per unit volume katalis. Enzim yang diamobilisasi dapat kehilangan aktivitasnya karena beberapa hal yaitu (Fardiaz, 1988) : 1) Beberapa enzim mungkin diamobilisasi pada matriks dengan konfigurasi sedemikian rupa sehingga menghambat kontak antara substrat dengan sisi aktif enzim. 2) Gugus reaktif pada sisi aktif enzim mungkin ikut terikat pada matriks. Perlindungan sisi aktif aktivitasnya. 3) Molekul enzim selama pengikatan mungkin berubah menjadi konfigurasi inaktif. 4) Kondisi reaksi selama pengikatan mungkin menyebabkan denaturasi atau inakaktivasi enzim. Stabilitas enzim pada pemanasan atau penyimpanan dapat meningkat, menurun atau tetap sama saat diamobilisasi tergantung bagaimana lingkungan mikro baru mempengaruhi kecenderungan perubahan sifat (Palmer, 1991). Disamping itu Goel (1994) menyatakan bahwa stabilitas enzim teramobil tergantung dari lingkungan mikro yang dapat menyebabkan protein dasar dari enzim terdenaturasi atau tetap stabil. Lingkungan mikro dapat sidefinisikan sebagai lingkungan yang mempengaruhi dari pertumbuhan dan perkembangan mikroba atau untuk enzim yang diproduksi mikroba. oleh inhibitor reversible selama pengikatan akan mempertahankan

Secara internal, aktivitas enzim dapat ditingkatkan dengan melihat bagaimana susunan/komposisi enzim tersebut, dimana enzim tersusun atas asam-asam amino. Untuk meningkatkan aktivitas enzim, susunan asam-asam amino tersebut dapat dirubah. Selain itu, juga dapat dilihat bagaimana sisi aktif enzim, jika masih ada yang tertutup diupayakan agar terbuka sehingga tidak menghambat pengikatan enzim dengan substrat. Secara eksternal, peningkatan aktivitas enzim dapat dilakukan mulai pada tahap persiapan/preparasi sebelum enzim tersebut dihasilkan. Misalnya, memberi media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia penghasil enzim agar mikrobia tersebut dapat menghasilkan enzim dengan optimal, manajemen fermentasi sehingga prose pemanenan bisa dilakukan pada saat yang tepat, dan bisa pula dilakukan dengan penambahan ion logam karena ada sebagian enzim yang dapat bekerja lebih baik apabila ada ion logam tertentu. 1.4 Kinetika Reaksi Enzim dan Faktor yang Mempengaruhi Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa (inhibitor dan aktivator), pH dan suhu lingkungan. Sifat-sifat enzim dapat dipelajari dengan mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap enzim, sekaligus mengetahui lingkungan yang dapat memaksimumkan maupun menghambat aktivitas enzim (Muchtadi dkk., 1992). Suhu dapat mempengaruhi proses biologi melalui efek kinetika pada laju reaksi dan efek katalitik pada aktivitas atau kestabilan enzim (Smith, 1993). Laju reaksi akan terus meningkat seiring dengan meningkatkannya suhu. Enzim merupakan protein yang akan mengalami proses inaktivasi enzim dengan semakin tinggi suhu (Muchtadi dkk., 1992), bahkan pada suhu terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim (Fardiaz, 1988). Struktur aktif enzim pada kondisi normal dijaga oleh keseimbangan kekuatan non kovalen yang berlainan, yaitu ikatan hidrogen, hidrofobik, ionik , dan van Der Waals. Kenaikan suhu akan menurunkan kekuatan ikatan tersebut sehingga molekul protein enzim akan terbuka. Pusat aktif enzim selalu terdiri dari beberapa residu asam amino yang terdapat pada struktur tiga dimensi protein enzim, maka pembukaan inti molekul protein menyebabkan kerusakan pusat aktif sehingga enzim menjadi inaktif (Fardiaz, 1988).

Semua enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi, setiap percobaan dengan enzim diperlukan buffer untuk mengontrol pH reaksi (Suhartono, 1989). Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas maksimal. Kondisi pH enzim pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang paling penting pada sisi katalitik enzim berada pada titik ionisasi yang diinginkan, maka akan menunjukkan aktivitas enzim yang sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada di atas atau di bawah pH optimum (Lehninger, 1995). Selain itu enzim yang diamobilkan memiliki stabilitas panas yang lebih baik jika dibandingkan dengan enzim yang tidak diamobilkan. pH optimum dapat berubah sampai 2 unit pH saat enzim diamobilisasi, sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan mikro yang baru (Palmer, 1991). 1.5 Amobilisasi Enzim dengan Matriks Alginat Salah satu bahan yang paling banyak digunakan untuk penjebakan adalah natrium alginat. Natrium alginat termasuk bahan makanan, memiliki kekuatan gel yang baik, mampu mempertahankan aktivitas enzim dan mampu menjaga stabilitas aktivitas biokimia (Bucke, 1982). Keuntungan amobilisasi dengan gel alginat bersifat aman, cepat, murah, ringan, sederhana dan dapat digunakan untuk hampir semua jenis biokatalisator (Sheu dan Marshall, 1993). Amobilisasi dilakukan dengan meneteskan larutan enzim dan Na-alginat pada larutan CaCl2 sehingga diperoleh enzim yang terjebak dalam Ca-alginat Menurut Bucke (1982), terbentuknya gel ini disebabkan oleh kation Ca bivalen bereaksi dengan monovalen anion karboksilat alginat membentuk jaringan tiga dimensi. Kekuatan gel akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi Na-alginat dan CaCl2 (Suhartono, 1989). Cara amobilisasi enzim dengan metode penjebakan

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Amobilisasi enzim adalah enzim yang secara fisik dibatasi geraknya atau ditempatkan pada suhu ruang untuk mempertahankan katalitiknya dan dapat digunakan secara berulang-ulang. Teknik amobilisasi enzim, sel mikrobia sel tanaman maupun sel hewan pada prinsipnya hampir sama dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu metode ikatan dengan matriks, metode ikatan silang dan metode penjebakan. Stabilitas enzim pada pemanasan atau penyimpanan dapat meningkat, menurun atau tetap sama saat diamobilisasi tergantung bagaimana lingkungan mikro baru mempengaruhi kecenderungan perubahan sifat. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa (inhibitor dan aktivator), pH dan suhu lingkungan. Sifat-sifat enzim dapat dipelajari dengan mengetahui pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap enzim, sekaligus mengetahui lingkungan yang dapat memaksimumkan maupun menghambat aktivitas enzim. Salah satu bahan yang paling banyak digunakan untuk penjebakan adalah natrium alginat. Natrium alginat termasuk bahan makanan, memiliki kekuatan gel yang baik, mampu mempertahankan aktivitas enzim dan mampu menjaga stabilitas aktivitas biokimia 3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA Bucke, C. 1982. Industrial Use of Immobilized Enzymes and Cells. Immobilized Microbial Enzymesand Cells. Proceeding of Regional Workshop. Mahidol University. Bangkok. Chibata, I. 1978. Immobilized Enzymes research and development. Halsted Press. Kadansha. Tokyo. Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor. Goel, M. K. 1994. Immobilized Enzymes. http://www.rpi.edu/dept/chem-eng/BiotechEnviron/IMMOB/Immob.htm, diakses tanggal17 Desember 2006 Lehninger, A.L. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga. Jakarta Muchtadi, D.N., S. Palupu dan M. Astawan. 1992. Enzim Dalam Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor. Panji, T. 1998. Fermentasi Kontinyu Lendir Biji Kakao menggunakan Trichoderma harzianum. J. Bioteknologi Pertanian. Vol. 3 No.2 Sheu, T. Y. and Marshall, R.T. 1993. Microentrapment of Lactobacilli in Ca-Alginat Defined Media. JJ. Bact. 95:1407-1412 Smith, E.J. 1993. Prinsip Bioteknologi. Gramedia. Jakarta Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB Bogor

MAKALAH
MATA KULIAH ENZIM PANGAN HASIL TERNAK

Amobilisasi Enzim
OLEH:
M. Dhiyaul M. Sholehul Mulia W Apriliyani Naili Iqrimah Natalia Listya W Nova Tria Y 0610540038 0610540039 0610540040 0610540041 0610540042 0610540043

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2008

Anda mungkin juga menyukai