Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Abdul Wahab Abdullah *)


Abstract : The aim of this research was to describe the students ability in mathematic subject through contextual learning. This research was conducted at SMPN 1 Gorontalo used descriptive methode and analyzed by using zualititive approach that analyzed the students ability, in mathematic subjeck trough contextual learning. The result of research shows that contextual learning was not optimal. It is show by the result of the data analysis to ward seven components of contextual learning, the test of students ability, and interview therefore, the students abyliti can be maximize if the techer pay more attention to the material that is relevant for the students and give chances to the students and to applythen ideas. Kata kunci : Analisis , Matematika, Pembelajaran Kontekstual

Matematika merupakan sarana berpikir logis, analitis dan sistematis. Konsekuensi logis dari hal ini adalah ilmu dan teknologi berkembang sebagai wujud peran berpikir matematika. Dengan demikian matematika memegang peranan Mengingat peranan penting dalam usaha pengembangan ilmu dan teknologi.

matematika yang demikian penting, maka pembelajaran matematika yang dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan diharapkan memberikan mutu yang mengembirakan . Disamping itu, matematika juga dikenal memiliki konsep-konsep yang memerlukan aktivitas yang cukup untuk mempelajari dan memahaminya karena konsep tersebut bersifat abstrak. Rendahnya penguasaan materi matematika pada siswa tidak lepas dari peranan guru dalam pembelajaran terutama terutama menyangkut strategi pembelajaran yang dikembangkan guru dalam proses pembelajaran. Antara lain guru kurang menerapkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada hal mengupayakan strategi pembelajaran yang merangsang siswa untuk berpikir secara aktif, membangun gagasan-gagasan dalam pikirannya untuk menjadi konsep-konsep ilmiah, sangat ditentukan oleh guru.

Pembelajaran

yang

dilakukan

oleh

guru

pada

umumnya

adalah

dengan

menceramahkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum dalam bentuk yang sudah jadi kepada siswa. Pembelajaran dengan cara ini terbukti gagal sebab ditemukan pemahaman siswa yang belum komprehensip terhadap materi yang diajarkan, sehingga siswa kurang cakap dalam memformulasikan pemahamannya untuk dapat menyelesaikan atau memecahkan masalah yang masih berkisar pada materi yang diberikan sebelumnya, dan dipihak lain gurupun ternyata kurang mampu untuk sadar melihat sejauh mana penguasaan atau pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan . Mengingat materi matematika yang sifatnya abstrak, maka satu usaha yang ditempuh oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah dengan mengurangi sifat abstrak tersebut agar dapat mudah menguasai konsep-konsep matematika tersebut. Mengurangi abstraknya konsep matematika untuk siswa dapat dilakukan dengan cara mengorientasikan konsep yang diajarkan dengan lingkungan siswa yang nyata (kontekstual) . Kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari suatu pengetahuan. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks, dimana materi tersebut dipelajari/digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar . Secara umum, penerapan pembelajaran kontekstual melalui beberapa model pembelajaran, ternyata membawa perubahan pada siswa. Perubahan ini terlihat dengan adanya perbedaan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran konvensional siswa lebih cenderung terlihat pasif, sedangkan melalui pembelajaran kontekstual siswa lebih aktif. Salah satu indicator keaktifan adalah keberanian siswa untuk memberikan argument secara logis dan ilmiah. Sehingga hal ini mengakibatkan peningkatan hasil belajar siswa. Meskipun demikian, hasil belajar itu belum sepenuhnya tercapai seperti apa yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan 2

masih bervariasinya hasil belajar yang diperoleh siswa. Bervariasinya hasil belajar tersebut, menunjukkan bervariasinya kemampuan yang dimiliki siswa terhadap materi pelajaran . Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika setelah melalui pembelajaran kontekstual, yang akan dianalisis melalui tujuh komponen dari pembelajaran kontekstual yaitu : (a) kontruktivisme; (b) menemukan; (c) bertanya; (d) masyarakat belajar; (e) refleksi ; (f) pomodelan ; (g) Penilaian Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika setelah melalui pembelajaran konekstual. Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika melalui pembelajaran kontekstual . Pembelajaran kontestual sebagai terjemahan dari contextual teacing and learning (CTL) memiliki dua peranan dalam pendidikan, yaitu sebagai filosofi pendidikan dan rangkaian kesatuan dari strategi pendidikan . Sebagai filosofi pendidikan, CTL mengasumsikan bahwa peranan pendidikan adalah membantu siswa menemukan makna dalam pendidikan dengan cara membuat hubungan antara apa yang dipelajari di sekolah dan cara-cara menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata. Hal ini membantu siswa untuk memahami mengapa hal yang dipelajari itu penting. Sedangkan sebagai strategi pengajaran, CTL memadukan teknik-teknik yang membantu siswa menjadi lebih aktif sebagai pebelajar dan reflektif terhadap pengalamannya. Jhonson (dalam Nurhadi, 2004: 12) mengemukakan bahwa CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. 3

Untuk mencapai tujuan tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen CTL , yaitu : melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesmen autentik. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah real yang berasosiasi pada peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari suatu pengetahuan. Melalui hubungan didalam dan di luar kelas, suatu pendekatan kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut dipelajari, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang cara/gaya belajar siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual bukan hanya berhubungan dengan fakta melainkan juga terkait dengan ide. Misalnya dalam menentukan volume sebuah bola, secara fakta biasa ditunjukkan dengan menggunakan empat buah kerucut yang luas alasnya sama dengan luas lingkaran yang dibentuk oleh garis tengah bola tersebut. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada kontekstual dalam fakta. Nurhadi (2004 : 31) menyebutkan bahwa : Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (Constructivisme), bertanya 4

(Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling),refleksi (Reflection) dan penilaian (Authentic Assessment). Ketujuh komponen ini merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling berhubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain. Keterkaitan tersebut dapat dilukiskan dalam diagram berikut :

Konstruktivisme

Bertanya

Menemukan

Masyarakat Belajar

Pomodelan

Refleksi

Penilaian

Selanjutnya untuk melihat bagaimana gambaran sederhana penerapan ketujuh komponen pembelajaran kontekstual tersebut di kelas dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. (2) Laksanakan kegiatan inkuiri untuk mencapai kompotensi. yang diinginkan (3) Bertanya sebagai alat belajar, KOMPONEN KONSTRUKTIVISME Sebagai filosofi

KOMPONEN INKUIRI Sebagai Strategi Belajar KOMPONEN BERTANYA 5

kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. (4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok)

Sebagai Keahlian Dasar Yang Dikembangkan KOMPONEN MASYARAKAT BELAJAR Sebagai Penciptaan Lingkungan Belajar. KOMPONEN PEMODELAN Model Sebagai Acuan Pencapaian Kompotensi KOMPONEN REFLEKSI Sebagai Langkah Akhir dari Belajar KOMPONEN PENILAIAN YANG SEBENARNYA

(5) Tunjukkan model sebagai contoh pembelajaran, (benda-benda, guru siswa lain, karya inovasi, dll) (6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (7) Lakukan penilaian yang sebenarnya, dari berbagai sumber dan dengan ber bagai cara

METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri I Gorontalo, dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan analisis kualitatif yang sifatnya ingin mengetahui sekaligus menganalisis sejauh mana kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika melalaui tujuh komponen pembelajaran kontekstual. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui (1) observasi ; (2) Pemberian tes; dan (3) Wawancara;. Disamping itu penelitian ini didukung oleh format pengamatan yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung yang berisi nilai-nilai dari tujuh komponen pembelajaran kontekstual . Untuk menganalisis data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik yang dikemukakan oleh Moleong (2001: 190) yaitu (a) reduksi data , (b) penyajian data dan pembahasan , (c) Penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN . Hasil Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tujuan penelitian ini untuk menggambarkan kemampuan siswa pada pelajaran matematika setelah melalui pembelajaran kontekstual. Untuk menggambarkan kemampuan siswa diperlukan data yang dijaring melalui tes selama proses pembelajaran pada materi pola dan barisan bilangan serta trigonometri terhadap subjek penelitian. Data Hasil Capaian Kemampuan. Untuk data hasil pengamatan yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung (dua sub pokok bahasan ) yang berisi tujuh komponen pembelajaran kontekstual dapat dilihat pada akumulasi data pada table berikut :

Tabel 1 : Data Hasil Pengamatan Pada Pembelajaran Materi Pola Dan Barisan Bilangan dan Materi Trigonometri
No 1 2 . 1 Pola Dan barisan 65.38 Bilangan Trigonometri 61.25 Materi 2 61.54 53.75 3 64.74 56.25 Komponen 4 5 89.10 65.38 81.25 57.50 6 87.18 77.50 7 83.97 71.25

Berdasarkan hasil pada tabel di atas secara umum mengenai kemampuan

siswa dalam menyelesaikan soal soal matematika untuk dua pokok bahasan , ternyata kemampuan siswa selama pembelajaran berlangsung (tujuh pertemuan) mencapai 66.83%. Melihat data ini, nampaknya kemampuan siswa menyelesaikan soal dapat dikategorikan cukup. Kondisi semacam ini pengumpul data. Analisis Kemampuan Siswa Pada materi Barisan Dan Pola Bilangan Penyajian materi ini terdiri atas empat kali pertemuan dengan harapan siswa dapat menunjukkan kemampuan tentang materi pola dan barisan bilangan . Dari soal dalam dapat

dipahami, mengingat dalam pembelajaran kontekstual tes hanya salah satu alat

yang diberikan nampak bahwa rata-rata kemampuan siswa dari tiga kali pertemuan berkisar 74,61 %. Seperti pada table 2 di bawah ini. Tabel 2 : Kemampuan Siswa Pada materi Pola dan barisan Bilangan.

No
1 2 3 4

Pertemuan Pembelajaran
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV Rata-rata

Capaian Kemampuan
78,45 % 55,54 % 71.08 % 93.38 % 74.61 %

Selanjutnya berdasarkan tabel 1 diatas maka dapat dijelaskan tentang capaian kemampuan siswa dilihat dari penerapan ketujuh komponen utama pembelajaran kontekstual pada materi pola dan barisan bilangan adalah sebagai berikut : a. Kontruktivis. Selama mengamati proses pembelajaran pada materi ini dan berdasarkan hasil wawancara dengan subjek penelitian dan hasil tes terungkap bahwa tidak secara keseluruhan siswa mampu melakukan komponen kontruktivis ini. Hal ini juga didukung oleh lembar pengamatan siswa, dalam melakukan komponen kontruktivis berkisar 65,38% (table 1) . Hasil ini menunjukkan bahwa siswa belum optimal untuk mengkonstruksi sendiri pemahamannya pada materi ini, yang berarti bahwa siswa masih banyak memerlukan bantuan orang lain untuk membangun ide-ide dan gagasannya. b. Menemukan Pada komponen ini, hanya sebagian subjek penelitian yang mampu melakukan komponen ini , hal ini diperoleh dari hasil wawancara, lembar pengamatan yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa melakukan komponen ini hanya

61.54 %. Hasil ini sebagai akibat dari hasil mengkonstruksi siswa yang belum optimal. c. Bertanya Berdasarlan hasil pengamatan selama hanya proses pembelajaran materi dengan pendekatan kontekstual, dapat dilihat dari hasil pada table 2 untuk komponen 3

64,74%, ini menunjukkan bahwa masih sekita 335,26% siswa yang

belum mampu untuk mengajukan pertanyaan kepada guru. Belum maksimalnya komponen ini dalam proses pembelajaran, disebabkan oleh factor siswa yang kurang memiliki keberanian dalam mengajukan pertanyaan karena meras takut dan malu. Disamping itu hal ini diakibatkan oleh factor guru yang kurang mampu menerapkan teknik-teknik bertanya yang baik seperti teknik bertanya dasar dan teknik bertanya lanjut. d. Masyarakat Belajar Berbeda dengan ketiga komponen di atas, kemampuan siswa melakukan komponen ini dapat dikatakan baik. Hal ini terlihat jelas selama proses pembelajaran berlangsung, dimana siswa terlihat lebih senang dan aktif dalam mengolah materi melalui kerja kelompok. Hal ini ditunjukkan oleh nilai untuk komponen ini sebesar 89.10%. e. Refleksi Pada komponen ini tidak semua kelompok mampu memprosentasikan hasil pekerjaan mereka, serta tidak semua siswa mampu menanggapi dan menelaah setiap jawaban yang diberikan oleh kelompok lain. Hal ini dapat ditunjukkan oleh hasil komponen ini hanya sebesar 65.38%. f. Pomodelan Dalam menerapkan komponen ini, guru dalam proses pembelajaran lebih banyak memberikan contoh contoh tentang konsep dan sekaligus mendemostrasikan . Cara ini menghasilkan nilai untuk komponen ini sebesar 87.18% yang berarti kategori baik . g. Penilaian 9

Penilaian yang dilakukan guru pada materi pola dan barisan bilangan ini, yaitu bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, serta menilai melalui tes. Berdasarkan hasil pengamatan pada table 2 hasil untuk komponen ini 83.97%. Analisis Kemampuan Siswa Pada Materi Trigonometri Penyajian materi ini terdiri atas tiga pertemuan dengan harapan siswa dapat menunjukkan kemampuan tentang trigonometri dan menerapkannya. Dari soal yang diberikan nampak bahwa rata-rata kemampuan siswa dari tiga kali pertemuan berkisar 58,11 %. Seperti pada table 3 di bawah ini.

Tabel 3 : Kemampuan Siswa Pada Materi Trigonometri No


1 2 3

Pertemuan Pembelajaran
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Rata-rata

Capaian Kemampuan
66,45 % 63.21 % 44.67 % 58.11 %

Selanjutnya berdasarkan tabel 1 maka dapat dijelaskan tentang capaian kemampuan siswa dilihat dari penerapan ketujuh komponen utama pembelajaran kontekstual pada materi trigonometri sebagai berikut : a. Kontruktivis. Pada materi ini komponen kontruktivis siswa berbeda jauh dengan kemampuan siswa pada materi sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada saat pembelajaran, hasil wawancara dengan subjek penelitian, dan hasil tes yang menunjukkan tidak semua siswa mampu menjawab pertanyaan pada saat wawancara dan berdasarkan hasil lembar pengamatan siswa, kemampuan siswa pada komponen ini 61.25, yang berarti belum maksimal b. Menemukan

10

Tidak berbeda jauh dengan komponen kontruktivis, komponen ini juga tidak semua siswa yang mampu menyelesaikan tes dengan baik, serta tidak dapat menjawab pertanyaan pada saat dilakukan wawancara. Hasil lembar pengamatan siswa pada komponen ini 53,75 %. c. Bertanya Pada komponen ini selama pengamatan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa lebih cenderung melemparkan/mengajukan pertanyaan kepada temannya sendiri dan bukan pada guru. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan komponen bertanya hanya sebesar 56.25%. d. Masyarakat Belajar Pada komponen ini, terjadi komunikasi antara siswa dengan kelompok siswa lain, serta siswa merasa senang melakukan kegiatan belajar melalui kerja kelompok. Keadaan ini dapat dijelaskan dari hasil pengamatan komponen ini sebesar 81.25%. e. Refleksi Pada komponen ini, memang terjadi komunikasi antara siswa dengan kelompok, namun masih didominasi oleh siswa tertentu, terutama ketua dan sekretaris kelompok. Begitu pula tidak semua kelompok mampu menanggapi pertanyaanpertanyaan dari kelompok lain . Hal ini dapat dilihat dari hasil lember pengamatan hanya sebesar 57,50%. f. Pomodelan Pada proses pembelajaran materi trigonometri ini, kegiatan pomodelan yang dilakukan guru adalah menggunakan sumber-sumber belajar yang tersedia, pemberian contoh tentang konsep. Namun demikian pelaksanaannya juga belum maksimal. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan menunjukkan hasil sebesar 75.50 %. g. Penilaian Proses penilaian yang dilaksanakan guru pada materi ini disamping menggunakan alat penilaian tes, juga menilai aktivitas siswa selama proses belajar mengajar 11

berlangsung. Namun hasil yang diharapkan juga belum tercapai seperti apa yang diharapkan . Hal ini ditunjukkan oleh nilai hasil pengamatan hanya sebesar 71,25%. Pembahasan Berdasarkan pelaksanaan penelitian, tes yang diberikan kepada siswa selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kontekstual ternyata kemampuan siswa secara umum berkisar 67,38 %. Dengan demikian, masih ada sekitar 32,71 % capaian kemampuan belum terpenuhi. Dengan prosentese ini menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa orang siswa yang memiliki kemampuan dibawah kriteria ketuntasan belajar. Sehingga pelaksanaan pembelajaran tersebut belum optimal seperti apa yang menjadi tujuan pembelajaran yang tertuang serta diamanatkan oleh kurikulum. Melalui analisis yang didasarkan pada data penelitian, terlihat bahwa kurangnya capaian kemampuan siswa sekitar 32,17 % yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Komponen Kontruktivis. Pada komponen ini ditemukan bahwa tidak semua siswa dapat melakukan komponen ini dengan baik, sehingga penerapan komponen kontruktivis ini belum secara maksimal. Belum maksimalnya penerapan komponen ini disebabkan pada saat pembelajarn siswa belum sepenuhnya mampu untuk menyusun ide-ide terhadap materi yang sedang dipelajari. Ini terlihat ketika guru sedang mengajukan persoalan baik secara tertulis maupun lisan, masih banyak siswa yang belum mampu untuk mentransformasikan informasi-informasi yang terdapat dalam persoalan yang diajukan ke situasi lain . b. Komponen Menemukan Belum maksimalnya penerapan komponen ini, karena siswa masih sangat tergantung pada uraian-uraian materi yang terdapat dibuku, jawaban-jawaban siswa masih menggunakan bahasa buku yang berarti keadaan menunjukkan 12 itu disebabkan oleh tidak maksimalnya penerapan beberapa komponen utama dari pembelajaran kontekstual

bahwa pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran belum sepenuhnya hasil dari menemukan sendiri. c. Komponen Bertanya Sesuai data yang diperoleh, ternyata penerapan komponen bertanya ini belum kasimal. Hal ini disebabkan ketidak beranian siswa dalam mengajukan pertanyaan kepada guru, serta guru belum menerapkan teknik-teknik bertanya yang baik . d. Komponen Masyarakat Belajar. Berbeda dengan komponen-komponen sebelumnya, ternyata penerapan komponen ini menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat diamati pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa memiliki aktivitas yang tinggi dalam melakukan kegiatan belajar secara berkelompok, serta menggunakan temannya untuk dapat menjelaskan hal-hal yang kurang dimengerti. e. Komponen Refleksi Penerapan komponen ini belum maksimal. Hal ini disebabkan tidak semua siswa mampu untuk memprosentasekan hasil kerja mereka, serta tidak semua siswa mampu menanggapi dan menelaah jawaban yang diberikan oleh kelompok lain, dan kondisi ini mengakibatkan siswa tidak mampu mengambil suatu kesimpulan pada akhir kegiatan pembelajaran. f. Komponen Pomodelan Penerapan komponen ini sudah memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, hal ini ditunjukkan dari hasil yang diperoleh sebesar 87,18%. g. Komponen Penilaian Pelaksanaan komponen penilaian autentik dapat dikatakan baik. Karena dalam pelaksanaan, guru disamping menggunakan alat penilaian tes, juga mengadakan penilaian terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dari uraian di atas, jelas bahwa capaian kemampuan siswa yang belum maksimal disebabkan tidak maksimalnya penerapan komponen-komponen pembelajaran kontekstual. Seharusnya, dalam pembelajaran diupayakan materi pelajaran merupakan suatu hal yang bermakna dan relevan bagi siswa, sehingga 13

untuk memperoleh kemampuan terhadap materi, siswa diberikan kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-idenya sendiri dalam belajar. Disamping itu perlu diupayakan bagaimana guru dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang diajarkan, misalnya merangsang siswa untuk berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi, memperjelas gagasan dan meyakinkan apa yang telah diketahui siswa. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan kajian di atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa kemampuan yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran matematika melalui pembelajaran kontekstual belum memuaskan . Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha bersama antara lain penerapan sepenuhnya ketujuh konsep pembelajaran kontekstual. Saran . Dalam usaha peningkatan kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika melalui pendekatan kontekstual, diharapkan kepada guru pengajar matematika agar lebih memperhatikan dan mengoptimalkan penerapan tujuh komponen pembelajaran kontekstual di kelas. Artinya guru harus dapat menerapkan berbagai macam teknik/cara yang dapat menunjang penerapan ketujuh komponen tersebut. DAFTAR PUTAKA Jamaludin , 2002. Pembelajaran Yang Efektif. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Kardi, Soeparman dan Nur, 2002. Pengajaran Langsung. Surabaya : UNESA Mohamad, Nur. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada siswa Dan Pendekatan Kontruktivis Dalam Pengajaran . Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. Surabaya: UNESA Moleong J. Lexy, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya komponen pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran yang ditunjang oleh kemampuan pemahaman guru terhadap

14

Muslimin, Ibrahim. dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Program Pascasarjana UNESA: University Press Nurhadi, 2004. Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam Kurikulum Berbasis Kompotensi : Universitas Negeri Malang Sudjatmiko, 2003. Kurikulum Berbasis Kompotensi , Jakarta: Dirjen Dikdasmen DIKNAS Suwarsono, St. 2002. Pembelajaran Matematika Secara Kontekstual. Makalah Seminar , Yogyakarta: UNS

15

Anda mungkin juga menyukai