Anda di halaman 1dari 18

QADLA DAN QADAR

A llah SWT berfirman dalam surat Ali

Imran :

ً‫َومَا كَانَ لَِن ْفسٍ أَنْ تَمُوتَ إِ ّل ِبِإذْنِ الِ كِتَابًا ُمؤَجّل‬
"(Dan) Tidaklah manusia itu akan mati melainkan
dengan izin Allah, (yang merupakan) suatu
ketentuan yang sudah dijanjikan" (Ali Imran 145).
Juga firman-Nya dalam surat Al-A'raaf:

َ‫وَلِكُ ّل ُأمّةٍ أَ َجلٌ َفِإذَا جَاءَ أَ َج ُل ُهمْ َل يَسَْتأْ ِخرُونَ سَا َعةً وَلَ يَسَْت ْق ِدمُون‬
"(Dan) Setiap umat ada ajalnya. Apabila ajal itu
sudah datang, tidak dapat mereka (berusaha)
mengundurkan atau memajukannya walaupun
sesaat" (Al-A'raaf 34).
Firman-Nya yang lain dalam surat Al-Hadid:

Qadla Dan Qadar 23


ْ‫ب مِن‬
ٍ ‫مَا َأصَابَ مِ ْن مُصِيَب ٍة فِي اْ َل ْرضِ وَ َل فِي َأْنفُسِ ُكمْ إِ ّل فِي كِتَا‬
ٌ‫سي‬
ِ َ‫قَبْلِ أَنْ َن ْبرََأهَا إِ ّن ذَِلكَ َعلَى الِ ي‬
"Bencana yang terjadi di bumi atau atas dirimu
sendiri telah tertulis di dalam Kitab sebelum Kami
melaksanakannya. Sesungguhnya hal demikian
mudah bagi Allah"
(Al-Hadid 22).
Begitu pula firman-Nya dalam surat At-Taubah :

ِ‫ل َفلْيََتوَكّل‬
ِ ‫ل لَنَا ُه َو َموْلَنَا وَ َعلَى ا‬
ُ ‫قُلْ لَنْ ُيصِيبَنَا ِإلّ مَا كََتبَ ا‬
َ‫الْ ُم ْؤمِنُون‬
"Katakanlah: 'Tidak (ada bahaya yang) akan
menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan
Allah atas kami. Dialah pelindung kami. Dan
kepada Allah jua hendaknya orang-orang mukmin
bertawakkal" (At-Taubah 51).
Sementara firman-Nya dalam surat Saba':

ُ‫صغَر‬
ْ ‫ض وَلَ َأ‬
ِ ‫لَ َي ْع ُزبُ عَ ْن ُه مِ ْثقَا ُل َذرّ ٍة فِي السّ َموَاتِ وَ َل فِي اْ َل ْر‬
ٍ‫ب مُبِي‬
ٍ ‫ك وَلَ أَكَْب ُر إِ ّل فِي كِتَا‬
َ ‫مِنْ ذَِل‬
"Tidak tersembunyi bagi-Nya sebesar zarrah
(atom) pun yang ada di ruang angkasa dan bumi.
Tidak ada yang lebih kecil dari itu dan tidak pula
yang lebih besar melainkan semuanya sudah ada
dalam Kitab yang jelas (pada ilmu Allah)"
(Saba' 3).
Dan firman-Nya dalam surat Al-An'aam :

24 Qadla Dan Qadar


ِ‫َو ُهوَ اّلذِي يََت َوفّا ُكمْ بِاللّيْ ِل وََي ْع َل ُم مَا َجرَحُْتمْ بِالّنهَارِ ُثمّ َي ْبعَثُ ُكمْ فِيه‬
َ‫لُِي ْقضَى أَجَ ٌل مُسَمّى ُثمّ ِإلَ ْيهِ َمرْ ِجعُ ُكمْ ُثمّ يُنَبّئُ ُك ْم بِمَا ُكنُْتمْ َتعْ َملُون‬
"(Dan) Dialah yang menidurkan kamu di malam
hari. (Dan) Dia mengetahui apa yang kamu
kerjakan di siang hari. (Dan) kemudian Dialah yang
membangkitkan kamu di siang hari untuk
meneruskan (kehidupanmu) sampai batas waktu
(ajal) yang telah ditentukan. Kemudian kepada-Nya
tempat kembalimu. Lantas Dia memberitakan
kepadamu apa saja yang kamu kerjakan" (Al-
An'aam 60).
Juga firman-Nya dalam surat An-Nisaa’ :

‫وَإِنْ ُتصِ ْب ُهمْ حَسََنةٌ َيقُولُوا َهذِهِ مِنْ عِ ْندِ الِ وَِإنْ ُتصِ ْب ُهمْ سَيَّئةٌ َيقُولُوا‬
َ‫َهذِهِ مِنْ ِع ْندِكَ قُلْ ُكلّ مِنْ عِ ْندِ الِ فَمَالِ َهؤُ َلءِ اْل َق ْومِ لَ يَكَادُون‬
‫َي ْف َقهُونَ َحدِيثًا‬
"(Dan) Manakala mereka memperoleh kebaikan,
mereka berkata: 'Ini dari Allah'. Sedangkan bila
mereka ditimpa musibah, mereka berkata: 'Ini
(datangnya) dari kamu (Muhammad)'. Katakanlah:
'Semuanya dari Allah'. Maka mengapa orang-orang
itu (munafiqin) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun?" (An-Nisaa' 78).

Ayat-ayat di atas, begitu pula ayat-ayat


serupa lainnya, sering dipakai oleh banyak orang
(ahli kalam) pada saat membahas qadla dan qadar,
dan dijadikan dalil yang memberi kesan seolah-

Qadla Dan Qadar 25


olah manusia ''dipaksa'' untuk melakukan
perbuatannya. Dan semua perbuatan itu
sebenarnya dilakukan karena ''dipaksa'' oleh
adanya Iradah dan Masyiatullah. Terkesan pula
bahwa Allah telah menciptakan manusia sekaligus
perbuatannya. Mereka berusaha menguatkan
pendapat ini dengan firman Allah SWT :

‫وَالُ خَ َلقَكُمْ وَمَا تَ ْعمَلُو َن‬


"Padahal Allah yang menciptakanmu termasuk apa
yang kamu kerjakan" (maksudnya batu yang
dijadikaan sebagai berhala).” (Ash-Shaffaat 96).
Disamping itu mereka juga mengambil dalil dari
hadits-hadits, misalnya sabda Rasul SAW :

‫ لَنْ تَ ُم ْوتَ َن ْفسٌ حَتّى تَسَْت ْوفَيْ ِر ْزقُهَا‬،َ‫َن َفثَ ُروْحُ اْل ُق ُدوْسُ فِيْ ُروْعِي‬
‫وَأَ َج ُلهَا َومَا ُق ِدرَ َلهَا‬
"Ruhul Kudus (Jibril) telah membisikkan ke dalam
kalbuku: 'Tidak akan mati suatu jiwa sebelum
dipenuhi rizki, ajal, dan apa saja yang ditakdirkan
baginya".

Masalah qadla dan qadar memang telah


memainkan peranan penting dalam mazhab-
mazhab Islam (firqah theologi terdahulu, pent.).
Ahli Sunah memiliki pendapat, yang pada intinya
mengatakan bahwa manusia itu memiliki apa yang
disebut dengan kasb ikhtiari di dalam perbuatan-
perbuatannya (tatkala manusia hendak berbuat
sesuatu, Allah menentukan/menciptakan amal
perbuatan tersebut, pent.). Manusia dihisab atas

26 Qadla Dan Qadar


dasar kasb ikhtiari ini. Sedangkan Mu'tazilah
memiliki pendapat yang ringkasnya mengatakan
bahwa manusia sendirilah yang menciptakan
perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan
perbuatannya. Sebab, ia sendirilah yang
menciptakannya. Adapun Jabariyah memiliki
pendapat tersendiri, yang ringkasnya bahwa Allah
menciptakan manusia beserta perbuatannya. Ia
"dipaksa" melakukan perbuatannya dan tidak
bebas memilih. Ibaratnya seperti bulu yang
diterbangkan angin kemana saja.
Apabila kita meneliti masalah qadla dan
qadar ini, akan kita dapati bahwa ketelitian
pembahasannya menuntut kita untuk mengetahui
terlebih dahulu dasar pembahasan masalah ini.
Ternyata, dasarnya bukan menyangkut perbuatan
manusia, dilihat dari apakah diciptakan Allah atau
oleh dirinya sendiri. Juga tidak menyangkut Ilmu
Allah, dilihat dari kenyataan bahwa Allah SWT
mengetahui apa yang akan dilakukan oleh hamba-
Nya, yang Ilmu-Nya itu meliputi segala perbuatan
hamba. Tidak ada hubungannya dengan Iradah
Allah, yang Iradah-Nya dikatakan berkaitan erat
dengan perbuatan hamba, sehingga perbuatan itu
harus terjadi karena adanya Iradah tadi. Juga tidak
berhubungan dengan status perbuatan hamba
yang sudah tertulis dalam Lauhul Mahfudz,
sehingga tidak boleh tidak ia harus melakukannya
sesuai dengan apa yang tertulis di dalamnya.
Memang benar, semua perkara tadi bukan
menjadi dasar pembahasan qadla dan qadar.
Sebab, semuanya tidak ada hubungannya dengan
pembahasan ini dilihat dari segi pahala dan siksa.

Qadla Dan Qadar 27


Perkara tersebut hanya berhubungan dengan
'penciptaan', Ilmu (Allah) yang meliputi segala
sesuatu, Iradah-Nya yang berkaitan dengan segala
kemungkinan-kemungkinan, dan hubungannya
dengan Lauhul Mahfudz yang mencakup segala
sesuatu. Semua ini merupakan pembahasan lain,
yang terpisah dari topik pahala dan siksa atas
perbuatan manusia. Dengan kata lain, tidak ada
hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan:
'Apakah manusia itu dipaksa melakukan
perbuatan baik dan buruk, ataukah ia diberi
kebebasan memilih?' Juga, dengan pertanyaan :
‘Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu
pekerjaan atau meninggalkannya, atau sama
sekali tidak diberi hak untuk memilih (ikhtiyar)?'

Apabila kita mengamati seluruh perbuatan


manusia, akan kita jumpai bahwa manusia itu
hidup di dalam dua daerah. Daerah pertama
adalah ''daerah yang mampu ia kuasai''. Daerah ini
berada di bawah kekuasaan manusia dan di dalam
ruang lingkup semua perbuatan yang timbul
semata-mata karena pilihannya sendiri.
Sedangkan daerah kedua adalah ''daerah
yang menguasainya'' yaitu daerah yang manusia
berada di bawah kekuasaannya. Pada daerah ini
terjadi perbuatan dimana manusia tidak memiliki
andil sedikitpun, baik perbuatan itu berasal dari
dirinya atau yang menimpanya.
Perbuatan manusia yang terjadi pada daerah
yang kedua ini, tidak ada andil maupun urusan
sedikitpun dengan manusia atas kejadiannya.
Kejadian-kejadian di daerah ini dapat dibagi

28 Qadla Dan Qadar


menjadi dua. Pertama, kejadiannya ditentukan oleh
nizhamul wujud (Sunnatullah). Kedua, kejadiannya
tidak ditentukan oleh nizhamul wujud, namun tetap
berada di luar kekuasaan manusia, dan ia tidak
akan mampu menghindarinya, namun tidak terikat
dengan nizhamul wujud.
Mengenai kejadian yang ditentukan oleh
nizhamul wujud, hal ini telah memaksa manusia
untuk tunduk kepadanya. Manusia harus berjalan
sesuai dengan ketentuannya, sebab manusia
berjalan bersama alam semesta dan kehidupan,
sesuai dengan mekanisme tertentu yang tidak
kuasa dilanggarnya. Bahkan semua kejadian yang
ada pada bagian ini muncul tanpa kehendaknya. Di
sini manusia terpaksa diatur dan tidak bebas
memilih. Misalnya, manusia datang dan
meninggalkan dunia ini bukan karena kemauannya.
Ia tidak dapat terbang di udara, tidak bisa berjalan
di atas air hanya dengan tubuhnya, tidak dapat
menciptakan warna biji matanya, bentuk kepala
dan tubuhnya. Semua itu diciptakan Allah SWT,
tanpa ada pengaruh ataupun hubungannya
sedikitpun dengan manusia. Allahlah yang
menciptakan nizhamul wujud yang berfungsi
sebagai pengatur alam ini. Alam pun diperintahkan
untuk berjalan sesuai dengan peraturan yang telah
ditentukan-Nya tanpa kuasa untuk melanggarnya.
Akan halnya kejadian yang tidak ditentukan
oleh nizhamul wujud namun tetap berada di luar
kekuasaan manusia, adalah kejadian atau
perbuatan yang berasal dari manusia atau yang
menimpanya dengan terpaksa, yang sama sekali
tidak memiliki kemampuan untuk menolak.

Qadla Dan Qadar 29


Misalnya, seseorang terjatuh dari atas tembok lalu
menimpa orang lain hingga mati. Atau, orang yang
menembak burung tetapi secara tidak sengaja
mengenai seseorang hingga mati. Atau,
kecelakaan pesawat, kereta api, atau mobil, karena
kerusakan mendadak yang tidak bisa dihindari,
sehingga menyebabkan tewasnya para
penumpang, dan sebagainya. Semua kejadian yang
berasal dari manusia atau yang menimpanya ini,
walaupun di luar kemampuannya dan tidak terikat
dengan nizhamul wujud, tetapi tetap terjadi tanpa
kehendak manusia dan berada di luar
kekuasaannya. Oleh karena itu dapat kita
golongkan ke dalam daerah kedua, yakni daerah
yang menguasai manusia.
Segala kejadian yang terjadi pada daerah
yang menguasai manusia inilah yang dinamakan
qadla (keputusan Allah). Sebab Allahlah yang
memutuskannya. Oleh karena itu, seorang hamba
tidak dimintai pertanggungjawaban atas kejadian
ini, betapapun besar manfa'at atau kerugiannya.
Walaupun disukai atau dibenci oleh manusia. Juga,
meskipun kejadian tersebut mengandung kebaikan
dan keburukan menurut tafsiran manusia --
sekalipun hanya Allah yang mengetahui hakekat
baik dan buruknya kejadian itu. Sebab, manusia
tidak ikut andil dalam kejadian tersebut, serta tidak
tahu-menahu tentang hakekat dan asal-muasal
kejadiannya. Bahkan ia sama sekali tidak memiliki
kemampuan untuk menolak atau
mendatangkannya. Manusia hanya diwajibkan
untuk beriman akan adanya qadla, dan
bahwasanya qadla itu hanya berasal dari Allah

30 Qadla Dan Qadar


SWT.
Sedangkan qadar1, uraiannya dapat disimak
sebagai berikut. Bahwasanya semua perbuatan,
baik yang berada di daerah yang menguasai
manusia ataupun di daerah yang dikuasai manusia,
semuanya terjadi dari benda menimpa benda, baik
benda itu berupa unsur alam semesta, manusia,
maupun kehidupan. Allah SWT telah menciptakan
khasiat (sifat dan ciri khas) tertentu pada benda-
benda ini. Misalnya, api diciptakan berkhasiat
membakar. Sedangkan pada kayu terdapat khasiat
terbakar. Pada pisau terdapat khasiat memotong
dan demikian seterusnya. Allah SWT telah
menjadikan khasiat-khasiat bersifat baku sesuai
dengan nizhamul wujud yang tidak bisa dilanggar
lagi. Apabila suatu waktu terbukti khasiat ini
melanggar nizhamul wujud, maka itu karena Allah
SWT telah menarik khasiatnya. Tetapi hal ini adalah
sesuatu yang berada di luar kebiasaan dan hanya
terjadi bagi para Nabi yang menjadi mukjizat bagi
mereka.
Seperti halnya pada benda-benda yang telah
diciptakan khasiat-khasiatnya, maka pada diri
manusia telah diciptakan pula berbagai gharizah
(naluri) serta kebutuhan jasmani.
Pada instink dan kebutuhan jasmani ini juga
telah ditetapkan khasiat-khasiat seperti halnya
pada benda-benda. Misalnya, pada gharizah
mempertahankan dan melestarikan keturunan
(gharizatun nau') telah diciptakan suatu khasiat
yaitu dorongan seksual. Dalam kebutuhan jasmani
diciptakan pula khasiat-khasiat seperti lapar, haus,
dan sebagainya. Semua khasiat ini dijadikan Allah

Qadla Dan Qadar 31


SWT bersifat baku sesuai dengan sunnatul wujud
(peraturan alam yang ditetapkan Allah).
Seluruh khasiat yang diciptakan Allah SWT,
baik yang terdapat pada benda maupun naluri
serta kebutuhan jasmani manusia, dinamakan
qadar (ketetapan). Sebab, Allahlah yang
menciptakan benda, naluri, serta kebutuhan
jasmani; kemudian menetapkan khasiat-khasiat
tertentu di dalamnya. Khasiat-khasiat ini tidak
datang dengan sendirinya dari unsur-unsur
tersebut. Dan manusia sama sekali tidak memiliki
andil atau pengaruh apapun. Oleh karena itu,
manusia wajib mengimani bahwa yang
menetapkan khasiat-khasiat di dalam unsur-unsur
tersebut hanyalah Allah SWT.
Khasiat-khasiat ini memiliki qabiliyah (potensi)
untuk digunakan manusia dalam bentuk amal
kebaikan apabila sesuai dengan perintah Allah.
Bisa juga digunakan untuk berbuat kejahatan
apabila melanggar perintah Allah dan larangan-
Nya. Baik itu dilakukannya dengan menggunakan
khasiat-khasiat yang ada pada benda, atau dengan
memenuhi dorongan instink dan kebutuhan
jasmaninya. Perbuatannya itu menjadi baik apabila
sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya,
dan sebaliknya menjadi jahat apabila melanggar
perintah dan larangan-Nya.
Dengan demikian, semua peristiwa yang
terjadi pada daerah yang menguasai manusia itu
datangnya dari Allah, apakah itu baik ataupun
buruk. Juga, khasiat pada benda-benda, instink
serta kebutuhan jasmani datangnya dari Allah, baik
hal itu akan menghasilkan kebaikan ataupun

32 Qadla Dan Qadar


keburukan. Oleh karena itu, wajib bagi seorang
muslim untuk beriman kepada qadla, baik dan
buruknya dari Allah SWT. Dengan kata lain, ia wajib
meyakini bahwa semua kejadian yang berada di
luar kekuasaannya datangnya dari Allah SWT. Wajib
pula bagi seorang muslim untuk beriman kepada
qadar, baik dan buruknya dari Allah SWT, baik
khasiat-khasiat tersebut akan menghasilkan
kebaikan ataupun keburukan. Manusia sebagai
makhluk tidak mempunyai pengaruh apapun dalam
hal ini. Ia tidak punya andil dalam masalah ajal,
rizki, dan dirinya. Semua itu dari Allah SWT. Sama
halnya dengan kecenderungan seksualnya yang
terdapat pada gharizatun nau'. Atau
kecenderungan memiliki sesuatu yang terdapat
pada instink mempertahankan diri (gharizatul
baqa'). Atau rasa lapar dan haus yang ada pada
kebutuhan jasmaninya. Semua itu datangnya dari
Allah SWT. Penjelasan di atas tadi adalah
pembahasan yang berkaitan dengan kejadian-
kejadian pada daerah yang menguasai manusia
dan pada khasiat-khasiat seluruh benda yang ada.
Adapun daerah yang dikuasai oleh manusia, adalah
daerah dimana manusia berjalan secara sukarela di
atas nizham (peraturan) yang dipilihnya, apakah
itu syariat Allah ataupun syariat-syariat lainnya.
Dalam daerah ini, terjadi peristiwa dan
perbuatan yang berasal dari manusia atau
menimpanya karena kehendaknya sendiri.
Misalnya ia berjalan, makan, minum, dan
bepergian, kapan saja sesuka hatinya dan kapan
saja boleh ditinggalkannya. Ia membakar dengan
api dan memotong dengan pisau, sesuai dengan

Qadla Dan Qadar 33


kehendaknya. Begitu pula ia memuaskan keinginan
seksualnya, keinginan memiliki barang, atau
keinginan memenuhi perutnya sesuai dengan
keinginannya. Ia bisa melakukannya atau tidak
melakukannya dengan sukarela. Oleh karena itu,
terhadap semua perbuatan yang dilakukan di
daerah ini, manusia akan ditanya dan diminta
pertanggungjawaban.
Meskipun khasiat-khasiat yang ada pada
benda mati, naluri, serta kebutuhan jasmani yang
telah ditaqdirkan oleh Allah dan dijadikannya
bersifat baku, mempunyai efek/pengaruh yang
menghasilkan suatu perbuatan, akan tetapi bukan
khasiat-khasiat ini yang melakukan perbuatan,
melainkan manusialah yang melakukannya pada
saat ia menggunakan khasiat-khasiat itu. Sebagai
contoh, dorongan seksual yang ada pada
gharizatun-nau', memang mempunyai potensi
kebaikan atau keburukan. Begitu pula rasa lapar
yang ada pada kebutuhan jasmani, juga
mempunyai potensi kebaikan atau keburukan.
Akan tetapi yang melakukan perbuatan baik atau
buruk adalah manusianya itu sendiri, bukan instink
atau kebutuhan jasmaninya. Sebab, Allah SWT
telah menciptakan akal bagi manusia. Dan di
dalam tabiat akal diciptakan kemampuan
memahami serta mempertimbangkan. Oleh karena
itu, Allah telah menunjukkan kepada manusia jalan
yang baik dan yang buruk, sebagaimana firman-
Nya:

34 Qadla Dan Qadar


‫َوهَ َديْنَاهُ النّجْ َديْ ِن‬
"Telah kami tunjukkan kepadanya dua jalan hidup
(baik dan buruk)" (Al-Balaad 10).

Maka, Allah jadikan di dalam naluri dan


kebutuhan jasmani itu kemampuan untuk
menimbang-nimbang, mana perbuatan yang
maksiat dan mana perbuatan yang baik (taqwa),
sebagaimana firman-Nya:

‫فََألْهَمَهَا فُجُورَهَا َوتَ ْقوَاهَا‬


"lalu memberikan kepada jiwa manusia potensi
untuk mengerjakan yang maksiat dan yang
taqwa"(Asy-Syams 8).

Jadi, apabila manusia memuaskan dorongan


naluri dan kebutuhan jasmaninya sesuai dengan
perintah Allah dan larangan-Nya, berarti ia telah
melakukan kebaikan dan berjalan pada jalan
taqwa. Namun bila manusia memenuhi dorongan
naluri dan kebutuhan jasmaninya seraya berpaling
dari perintah Allah dan larangan-Nya, berarti ia
telah melakukan perbuatan buruk dan berjalan di
atas jalan kemaksiatan.
Dalam dua keadaan tadi, manusialah yang
menghasilkan perbuatan. Tidak perduli, apakah
perbuatan itu baik ataupun buruk, dan tanpa
melihat lagi apakah perbuatan itu berasal dari
dirinya atau yang menimpanya. Dia sendirilah yang
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan perintah
Allah dan larangan-Nya, sehingga ia termasuk
telah berbuat baik. Dia sendiri pula yang

Qadla Dan Qadar 35


memenuhi kebutuhannya dengan menentang
perintah Allah dan larangan-Nya, sehingga ia
digolongkan telah berbuat buruk. Atas dasar inilah
manusia diminta pertanggungjawabannya
terhadap semua perbuatan yang terjadi pada
daerah yang ia kuasai. Lalu diberi pahala atau
disiksa, tergantung perbuatannya. Sebab, ia
melakukannya secara sukarela tanpa ada paksaan
sedikitpun.
Walaupun khasiat naluri dan kebutuhan
jasmani itu berasal dari Allah, serta potensinya
untuk melakukan perbuatan baik atau buruk yang
juga berasal dari Allah, namun Allah tidak
menciptakan khasiat-khasiat itu dalam bentuk
yang dapat memaksa manusia untuk melakukan
suatu perbuatan, baik perbuatan itu diridlai Allah
atau dimurkai-Nya, dan atau berupa perbuatan
jahat ataupun baik. Khasiat membakar yang
terdapat pada api, misalnya, tidak diciptakan untuk
memaksa manusia melakukan pembakaran --baik
yang diridlai Allah atau dibenci-Nya--, melainkan
dijadikan Allah agar bisa berfungsi apabila
digunakan oleh manusia dalam bentuk yang tepat.
Demikian juga, pada saat Allah menciptakan
manusia berikut naluri dan kebutuhan jasmaninya,
seraya diciptakan-Nya pula akal yang sanggup
membeda-bedakan, maka diberikan-Nya pula
kepada manusia kebebasan memilih untuk
melakukan perbuatan, atau meninggalkannya
tanpa pernah dipaksa.
Allah tidak pernah menciptakan khasiat-
khasiat benda, naluri, atau kebutuhan jasmani
sebagai sesuatu yang dapat memaksa manusia

36 Qadla Dan Qadar


untuk melakukan suatu perbuatan atau
meninggalkannya. Oleh karena itu, manusia bebas
melakukan suatu perbuatan ataupun
meninggalkannya dengan menggunakan akalnya --
yang memang mampu untuk membeda-bedakan
dan telah dijadikan sebagai sandaran (manath)
pembebanan kewajiban syariat.
Berdasarkan hal ini, Allah menyediakan
pahala bagi perbuatan baik manusia, karena
akalnya telah memilih menjalani perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Sedangkan untuk
perbuatan buruk, manusia telah disediakan siksa,
oleh karena akalnya telah memilih untuk
melanggar perintah Allah dan larangan-Nya, yaitu
saat manusia memenuhi tuntutan naluri serta
kebutuhan jasmaninya bukan dengan cara yang
telah diperintahkan Allah. Jadi, balasan terhadap
perbuatan semacam ini merupakan balasan yang
haq serta adil, karena manusia bebas memilih
tanpa ada paksaan apapun. Dalam masalah ini
tidak ada urusannya dengan qadla dan qadar.
Tetapi masalahnya adalah tindakan si hamba
sendiri dalam melakukan suatu perbuatan secara
sukarela. Oleh karena itu, manusia bertanggung
jawab penuh atas perbuatannya, sebagaimana
firman Allah:

‫س بِمَا َكسََبتْ َرهِيَن ٌة‬


ٍ ْ‫ُكلّ نَف‬
"Setiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya" (Al-Mudatstsir 38).

Adapun mengenai Ilmu Allah, sesungguhnya

Qadla Dan Qadar 37


tidaklah ilmu-Nya memaksa manusia untuk
melakukan suatu perbuatan. Sebab, Allah telah
mengetahui sebelumnya bahwa manusia akan
melakukan perbuatannya secara sukarela.
Perbuatannya itu tidak didasarkan pada Ilmu Allah,
melainkan telah menjadi Ilmu Allah yang azali,
bahwasanya manusia akan melakukan perbuatan
tersebut.
Mengenai adanya tulisan di dalam Lauhul
Mahfudz, tidak lain merupakan perlambang
tentang betapa Maha Luasnya Ilmu Allah yang
meliputi segala sesuatu.
Demikian pula halnya dengan Iradah Allah,
yang tidak memaksa manusia untuk melakukan
suatu perbuatan. Sebab, yang dimaksud dengan
Iradah Allah adalah "tidak akan terjadi sesuatu
apapun di malakut (alam kekuasaan)-Nya kecuali
dengan kehendak-Nya". Dengan kata lain, tidak
ada sesuatu di alam ciptaan-Nya ini yang terjadi
berlawanan dengan kehendak-Nya. Jadi, apabila
manusia melakukan suatu perbuatan tanpa
dicegah Allah, tanpa dipaksa, dan ia dibiarkan
melakukan secara sukarela, maka pada hakekatnya
perbuatan manusia tersebut berdasarkan Iradah
Allah, bukan berlawanan dengan kehendak-Nya.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia secara
sukarela berdasarkan pilihannya. Sedangkan
Iradah Allah tidak memaksanya untuk berbuat
seperti itu.
Demikianlah penjelasan tentang qadla dan
qadar. Masalah inilah yang dapat mendorong
manusia untuk melakukan kebaikan dan menjauhi
keburukan bila ia sadar bahwa Allah senantiasa

38 Qadla Dan Qadar


mengawasinya serta akan meminta tanggung
jawabnya. Juga, manusia akan sadar bahwa Allah
SWT telah memberikan kepadanya kebebasan
memilih untuk melakukan suatu perbuatan
ataupun meninggalkannya. Apabila manusia tidak
pandai-pandai menggunakan hak pilihnya itu,
tentulah ia akan terperosok ke dalam jahanam
dengan mendapatkan siksa yang pedih. Seorang
mukmin sejati yang memahami hakekat qadla dan
qadar, hakekat nikmat akal dan nikmat hak pilih
yang telah dikaruniakan Allah, akan kita dapati
bahwa orang tersebut akan waspada dan takut
kepada Allah SWT. Ia akan selalu berusaha
melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya, karena takut ditimpa azab Allah
serta merindukan jannah-Nya. Bahkan Ia akan
menginginkan apa yang lebih besar dari itu, yang
tidak lain adalah keridlaan Allah SWT.

Qadla Dan Qadar 39


1 Qadar yang dibahas oleh mutakallimin adalah reaksi dari insting perbuatan
manusia, atau sifat yang dimiliki makhluk lain, seperti tumbuhan dan hewan-
pent.).

Anda mungkin juga menyukai