Anda di halaman 1dari 6

Aplikasi SIG dalam Program Pengendalian Penyakit Malaria Andini Putri Titasari H1E108029 Abstrak : Sistem Informasi Geografis

(SIG) adalah sistem yang digunakan untuk mengelola data dan informasi keruangan. Sistem Informasi Geografis (SIG) telah muncul sebagai inti dari teknologi spasial yang mengintegrasikan sebagai dataset yang tersedia dari berbagai sumber, termasuk Remote Sensing (RS) dan Global Positioning System (GPS). Pengkomputerisasian database spasial dan software pemetaan SIG menjadi alat yang sangat berguna bagi manajemen dan analisis program pengendalian malaria. SIG ini berperan penting dalam memahami proses-proses epidemiologi malaria. Sekarang SIG banyak digunakan untuk penelitian dan pengambilan keputusan dalam pengendalian malaria. Pendahuluan Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Menurut Saxena, et.al, 2009, malaria saat ini menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Malaria memberikan efek yg buruk bagi 3,5 5 miliar orang di dunia dalam bidang kesehatan dan pembangunan. Angka kematian akibat penyakit ini sekitar satu juta orang pertahunnya. Di Afrika Selatan dikembangkan Malaria Information System (MIS), karena dibutuhkan data yang baik untuk memfasilitasi pengambilan keputusan pragmatis dan sebagai dasar untuk penelitian malaria. Tujuan dari pelaksanaan MIS ini adalah untuk memberikan standar, diverifikasi, seperangkat data yang dapat dengan mudah diakses untuk mendukung penelitian dan pengendalian malaria (Martin, et.al, 2001). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) termotivasi untuk mengejar perkembangan teknik dan model terbaru dimana peran lingkungan merupakan hal yang paling mendasar. Teknologi spasial membantu secara sistematik dan teratur dalam pemantauan kondisi lingkungan bumi memberikan sejumlah data spasial dan temporal (Saxena, et.al, 2009). Spasial adalah bidang teknologi informasi yang memperoleh, mengola, menafsirkan, terintegrasi, menampilkan, menganalisa dan menggunakan dataset

yang berfokus pada geografis, temporal dan spasial referensi. Teknologi spasial mencakup beragam teknologi seperti Geographical Informatin System (GIS), Remote Sensing (RS), dan Global Positioning System (GPS) (Saxena, et.al, 2009). Geographical Information System (GIS) GIS didefinisikan sebagai suatu system informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, menganalisis dan hasil yang direferensikan dalam bentuk data geografis atau data spasial. GIS sering diistilahkan sebagai payung yang menggabungkan berbagai dataset yang tersedia dari sumber yang berbeda termasuk RS dan GPS. Oleh karena itu, GIS sering disebut sebagai inti dari teknologi spasial yang memiliki kemampuan untuk menganalisis dataset terpadu dan menyajikan hasil sebagai informasi yang berguna untuk membantu pengambilan keputusan (Saxena, et.al, 2009). Teknologi berbasis komputer ini telah ada beberapa tahun yang lalu namun hanya baru-baru ini teknologi ini dihargai secara luas sebagai alat yang sangat berguna untuk meningkatkan pemantauan dan metode evaluasi (Connor et.al, 1997; Sweeney, 1998). Peta yang dihasilkan GIS dapat digunakan untuk melakukan analisis sapasial untuk pengendalian penyakit, perencanaan kesehatan dan manajemen, dan untuk menyelidiki epidemiologi penyakit (Sueur et.al, 1997; Moore dan Carpenter, 1999; Martin et.al, 2001). Perencanaan GIS sebagai Bantuan Operasional Database GIS dapat digunakan sebagai alat bantu operasional untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pengendalian kegiatan. Sebagai contoh, program pemberian kelambu untuk pengendalian malaria berbasis masyarakat merupakan bantuan visual yang sederhana dan praktis dalam perencanaan distribusi kelambu dan penentuan jadwal. Peta zona pengendalian malaria dengan posisi desa dalam kaitannya dengan jalan, sungai, pesisir laut dan fitur topografis dapat memberikan gambaran yang penting sehingga sumber daya (tenaga kerja, kendaraan dan kapal) dapat dialokasikan dengan sangat efisien dalam menyelesaikan pekerjaannya (Sweeney, 1998). GIS sebagai Alat Evaluasi Diketahui bahwa nyamuk yang menularkan malaria biasanya mempunyai distribusi terbatas dalam jangkauan geografis mereka. Perubahan lingkungan local karena kegiatan manusia atau bencana alam seperti gelombang pasang dan siklon mungkin secara langsung dapat mempengaruhi pola distribusi vector malaria. Data distribusi vector yang diperoleh dari survey lapangan dapat

dimasukkan sebagai lapisan vector dalam GIS. Penggunaan citra satelit harus mengungkapkan bidang perubahan lingkungan yang kemudian dapat menjadi sasaran penyelidikan lebih lanjut untuk menganalisis apakah faktor-faktor tersebut mungkin memiliki dampak dalam usaha pengendalian malaria. GIS berbasis sumber daya computer juga dapat memberikan alat-alat analisis yang kuat untuk menetapkan dan mengkonfirmasi hubungan spasial di antara kumpulan data epidemiologi yang signifikan. Kekuatan komputasi database yang saling berhubungan dapat diterapkan untuk menyelidiki korelasi antara dua atau lebih faktor-faktor yang berinteraksi agar tetap menjaga hubungan spasial antara mereka. Dengan demikian, kelompok geografis dalam kasus malaria dapat membantu dalam masalah penggambaran daerah sebagai titik awal untuk analisis lebih lanjut dalam mengidentifikasi berbagai alasan yang dapat memungkinkan tingginya kejadian malaria di suatu tempat. Pendekatan ini kemudian dapat dimanfaatkan dalam evaluasi program pengendalian malaria (Sweeney, 1998). GIS untuk Penelitian dan Pengendalian Malaria Faktor iklim, khususnya curah hujan, suhu dan kelembaban yang relatif dikenal memilihi pengaruh biologis yang kuat terhadap nyamuk. GIS dapat digunakan untuk menyelidiki asosiasi antara variable lingkungan dan distribusi spesies yang berbeda yang bertanggung jawab terhadap transmisi malaria. Software GIS saat ini digunakan untuk menghubungkan antara atribut iklim dengan koleksi lokalitas dengan ada atau tidaknya berbagai macam spesies (Sweeney, 1997; Sweeney, 1998). Data spasial sumber

Epidemiologi vector penyakit yang berubah cepat dengan ketersediaan data dapat menggunakan metode baru dalam pengumpulan data spasial seperti GPS dan RS. GPS digunakan terutama untuk pengumpulan data lapangan dan penginderaan jauh melalui foto udara dan foto satelit telah berhasil menyediakan pendeskriptifan iklim dan fitur lanskap. RS data dalam GIS telah digunakan secara luas untuk identifikasi, karakterisasi, pemantauan, pengawasan habitat pembiakan, dan pemetaan resiko malaria. Dikombinasikannya dengan data dari kegiatan pengawasan membuat GIS dan GPS menjadi alat yang ideal unuk menghasilkan peta dasar, pemetaan habitat pembiakan dan analisis tempat dimana tingkat prevalensi penyakitnya tinggi (Saxena, et.al, 2009). Pemetaan dan alat pengolahan geografis

Pemetaan GIS dan alat pengolahan geografis telah sangat berkontribusi dalam pengembangan epidemiologi spasial malaria. GIS telah memungkinkan data yang akan dijadikan sebagai geo-referensi dipetakan dan diproses secara geografis untuk dianalisis. Pengeolahan geografis dengan cara overlay dan persimpangan telah membantu dalam membangun analisis spasial. Overlay menggabungkan dua atau lebih lapisan dalam peta GIS untuk membuat satu atau lebih lapisan-lapisan peta baru dari informasi baru. GIS berbasis pemetaan insiden malaria telah digunakan untuk penilaian resiko di tingkat nasional, regional, kota dan tingkat desa. Pemetaan seperti ini dianggap penting untuk menganalisis insiden di masa lalu serta penyakit yang sekarang ini menjadi tren. Pemetaan resiko yang dikembangkan berdasarkan pemetaan insiden malaria ditargetkan dengan biaya yang efektif dalam pengendalian penyakit. Analisis spasial geografis menggunakan alat pengolahan telah membantu dalam membangun hubungan antara insiden malaria dengan variable lain yang mungkin terkait. Distribusi vector nyamuk malaria, terutama yang termasuk dalam spesies kompleks yang berisi spesies non vector penting dalam strategi perencanaan program pengendalian malaria. Oleh karena itu, pemetaan GIS telah membantu dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan pengendalian malaria di berbagai negara (Saxena, et.al, 2009). Model elevasi digital (DEM)

Model elevasi digital adalah representasi digital topografi permukaan tanah atau medan. Data elevasi digunakan untuk membuat DEM yang mungkin dalam bentuk titik ketinggian atau kontur. Sebuah DEM dapat direpresentasikan sebagai raster (grid persegi) atau vector jaringan segitiga tidak beraturan (TIN). DEM digunakan untuk menghitung derivative seperti lereng, aspek, dan indeks basah yang telah diterapkan dalam berbagai studi yang berkaitan dengan topografi malaria. Topografi merupakan faktor penting dalam memahami situasi epidemiologi malaria pada skala lokal (Saxena, et.al, 2009). Analisis geo-statistik

Geo-statistik mengacu pada kumpulan metode statistic dimana data lokasi memainkan peranan penting dalam rancangan penelitian atau analisis data. Eksplorasi analisis data mengacu pada pola menggambar dalam distribusi penyakit menggunakan data lokasi. Kriging adalah salah satu metode yang digunakan untuk pemetaan penyakit. Kriging adalah sekelompok teknik geo-

statistik untuk interpolasi dimana nilai suatu variable di lokasi sampel tidak berdasarkan pengamatan di lokasi yang dikenal (Saxena, et.al, 2009). Analisis data eksplorasi untuk GPS yang menghasilkan data lokasi terhubung dengan informasi epidemiologi menggabungkan metode statistik untuk titik pola analisis dalam GIS. Dengan adanya studi ini, dapat dilakukannya pendeteksian daerah yang beresiko tinggi malaria, mengidentifikasi kehadiran spasial dan kelompom spasial temporal untuk mempelajari mikro variasi geografis insiden malaria dalam ruang dan waktu (Saxena, et.al, 2009). Kesimpulan Berbagai analisis menggunakan GIS dengan alat yang berbeda menunjukkan kemampuan teknologi yang luar biasa untuk epidemiologi dan peneliti. Integrasi GIS dengan RS membantu dalam identifikasi, karakterisasi, pemantauan dan pengawasan terhadap habitat pembiakan dan pemetaan daerah beresiko malaria. Data GPS dalam sebuah GIS membantu dalam menghasilkan peta dasar, pemetaan habitat dan analisis perkembangbiakan penyakit dengan prevalensi tinggi. Pemetaan telah digunakan secara ekstensif dalam menyiapkan peta global distribusi resiko malaria dalam ruang dan waktu. Analisis spasial menggunakan alat pengolahan geografis telah membantu dalam membangun hubungan antara kejadian malaria dengan faktor-faktor lain yang mungkin terkait. Pemetaan GIS membantu dalam menentukan distribusi vector nyamuk malaria bersama dengan pemantauan dan evaluasi kegiatan pengendalian malaria di berbagai negara. Analisis geo-statistik berkontribusi untuk mengidentifikasi kehadiran spasial dan kelompok spasial temporal untuk mempelajari mikro variasi geografis insiden malaria dalam ruang dan waktu. Di masa yang akan datang, perkembangan GIS dengan pemanfaatan alat geo-statistik yang digabungkan dengan data berkualitas tinggi dapat memiliki kemampuan untuk memberikan wawasan baru tentang epidemiologi malaria dan kompleksitasnya dari potensi penularan di daerah-daerah endemik. Referensi Martin, C., Curtis, B., Fraser, C., Sharp, B., 2001. The use of a GIS-based malaria information system for malaria research and control in South Africa. (http://www.emro.who.int/Ceha/pdf/malaria.pdf diakses pada tanggal 20 Oktober 2009).

Saxena, R., Nagpal, B.N., Srivastava, A., Gupta, S.K., Dash, A.P., 2009. Application of spatial technology in malaria research and control : some new insight. (http://www.icmr.nic.in/ijmr/2009/august/0904.pdf diakses pada tanggal 20 Oktober 2009). Sweeney, A.W., 1998. The Application of GIS in Malaria Control Program. (http://www.business.otago.ac.nz/Sirc/conferences/1998/41_Sweeny.pdf diakses pada tanggal 20 Oktober 2009).

Anda mungkin juga menyukai