Anda di halaman 1dari 4

5.

3 Teknik Titrasi
Dalam melakukan titrasi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan seperti pembersihan
buret, pengetahuan tentang cara menitrasi larutan, dan cara membaca angka yang ditunjukkan
oleh buret. Hal-hal tersebut merupakan hal yang penting agar diperoleh hasil pengukuran yang
mendekati kebenaran.
Sebelum memakai buret, buret haruslah dibersihkan dengan seksama untuk memastikan
larutan mengalir ke bawah dengan seragam pada dinding dalam buret. Dapat digunakan larutan
detergen encer panas untuk maksud ini, terutama jika digunakan bersama-sama dengan sikat
buret bertangkai panjang. Larutan pembersih juga dapat digunakan, digunakan panas-panas
selama beberapa menit atau semalaman pada temperature kamar. Bila sedang tak digunakan
buret hendaknya diisi air suling dan ditudungi (model topi; misalnya gelas kertas atau piala kaca
kecil akan tidak merepotkan) untuk mencegah masuknya debu.
Bukanlah praktek yang baik untuk meninggalkan larutan dalam buret untuk waktu yang
lama. Setelah tiap jam praktikum larutan dalam buret haruslah dibuang dan buret dibilas dengan
air suling dan disimpan seperti disarankan diatas. Teristimewa penting bahwa larutan basa tak
boleh berada dalam buret lebih dari suatu waktu yang singkat. Larutan semacam ini menyerang
kaca, menyebabkan keran macet, dan buretnya mungkin rusak.
Sebelum suatu titrasi dimulai, haruslah dipastikan bahwa dalam paruh buret itu tidak ada
gelembung udara.gelembung itu akan tercatat sebagai cairan yang diteteskan, jika gelembung itu
lolos dari paruh itu selama titrasi dan karenanya menimbulkan galat. Bila larutan dikeluarkan
dari dalam buret dengan cepat maka pada dinding dalam buret cairan akan agak ketinggalan
dalam mengalir turun. Setelah keran ditutup, penting untuk menunggu beberapa detik sebelum
mengambil pembacaan, agar cairan pada dindng dalam itu turun selengkapnya.
Dalam melakukan titrasi, mahasiswa harus mengembangkan suatu teknik yang
memungkinkannya bekerja dengan cepat dan tepat. Larutan yang akan dititrasi yang umumnya
ditaruh dalam labu Erlenmeyer, diolah dengan lembut sementara titrannya ditambahkan. Salah
satu cara untuk melaksanakan hal ini adalah sementara tetap mengendalikan keran dan
memudahkan pembacaan buret, adalah menghadapkan buret sedemikian rupa sehingga kepala
keran ada di sisi kanan, dan menggerakkan keran itu dengan tangan kiri dari belakang buret,
sementara mengolak larutan dengan tangan kanan. Ibu jari dan telunjuk diselubungkan
merangkul kepala keran untuk memutar keran itu, dan dilakukan tekanan kearah dalam agar
keran itu tetap erat berada dalam gendang keran. Kelingking dan jari manis ditekankan pada
paruh buret untuk menyerap tekanan ke dalam itu.
Dalam membaca buret harus dilakukan secara hati-hati. Agar kenal betul dengan
pembagian skala dan sangat terampil dalam memperkirakan antara dua garis, diperlukan bnayak
latihan dalam permulaan kerja laboratorium itu. Sebatang buret 50 ml yang biasa diberi
pembagian skala dalam selang sampai per ratus milliliter yang terdekat. Suatu larutan air dalam
sebatang buret (atau tabung apa pun) membentuk permukaan cekung yang dirujuk sebagai suatu
meniscus. Dalam hal larutan yang tidak tua warnanya, biasanya posisi dasar meniskuslah yang
dibaca. (Bagian atas meniscus dibaca jika larutan begitu warnanya, sehingga dasarnya tak dapat
dibaca, misalnya dengan larutan permanganat.) Sangatlah banyak membantu untuk membuat
bayangan pada dasar meniscus dengan pertolongan suatu daerah yang dihitamkan diatas kertas
atau kartu, yang dipegangi tepat dibelakang buret, dengan daerah hitam itu sedikit di bawah
meniscus. Hendaknya benar-benar dijaga agar dihindari galat paralaks dalam pembacaan buret :
mata harus sama tinggi dengan meniscus. Jika meniscus itu ada di dekat garis skala yang cukup
panjang melingkari buret, ketinggian mata yang benar dapat dicari dengan mencari posisi
sedemikian rupa sehingga bagian garis (lingkaran) skala yang ada di belakang berimpit dengan
bagian depan dalam pandangan mata kita. Suatu silinder kertas yang menyelubungi buret yang
pinggir atasnya terletak tepat di bawah meniscus itu akan membantu mencapai maksud yang
sama.
Pada saat praktikum dilakukan, digunakan 20 ml HCl 0,1 M ; indikator pp; dan NaOH
0,1 M. Awalnya, dilakukan kalibrasi dengan membilas buret sebanyak tiga kali menggunakan
aquades. Kemudian, dilakukan pembilasan dengan NaOH 0,1 M sebanyak tiga kali pula. Setelah
itu, titrasi dapat dilakukan. Awalnya, larutan NaOH 0,1 M diisikan ke dalam buret hingga penuh
10 ml. Kemudian, sebanyak 20 ml HCL diukur dengan memakai gelas ukur. Kemudian, Hcl
tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah 3 tetes indikator pp. kemudian
dilakukan penimbangan. Lalu, dilakukan titrasi dengan meneteskan sedikit-demi sedikit NaOH
dalam buret sambil mengaduk erlenmeyer (diputar-putar). Titrasi dilakukan hingga terjadi
perubahan warna. Titrasi harus segera dihentikan ketika indikator berubah warna hal ini
disebabkan supaya titik ekulivalen tidak terlalu jauh dengan titik akhir titrasi sehingga data yang
diperoleh mendekati kebenaran. Setelah titrasi dihentikan, dilakukan pembacaan titran (NaOH)
pada buret dan dilakukan penimbangan kembali. Titrasi dilakukan sebanyak empat kali
pengulangan.
Pada praktikum dari dara shiIt 3 pertemuan pertama ini didapatkan berat erlenmeyer awal
untuk pengulangan 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 109,7 gram; 109,6 gram; 110 gram; dan
109,9 gram. Setelah ditambah dengan 20 ml Hcl dan 3 tetes indikator pp diperoleh berat
Erlenmeyer 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 158,8 gram; 153,17 gram; 161,23 gram dan
156,03 gram. Setelah dikurangkan antara berat Erlenmeyer akhir dengan berat Erlenmeyer awal
diperoleh berat titran pada pengulangan 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 49,11 gram; 43,57
gram, 51,21 gram dan 46,13 gram. Sedangkan hasil pembacaan buret pada pengulangan 1, 2, 3,
dan 4 untuk volume titran yang diperlukan berturut-turut sebesar 24,95 ml; 23,7 ml; 22,9 ml; dan
26,8 ml. Setelah dirata-rata diperoleh berat rata-rata titran sebesar 47,51 gram dan volume rata-
rata titran sebesar 24,59 ml. Kemudian dilakukan perhitungan standar deviasi pada pengulangan
perhitungan berat dan volume titran. Standar deviasi pada berat titran sebesar 3,35 sedangkan
standar deviasi pada volume titran sebesar 1,7. Nilai kesalahan pada saat dilakukan titrasi ini
cukup besar. Semakin tinggi nilai standar deviasi, maka data pengamatan tersebut kurang
mendekati kebenaran.
Pada praktikum dari data shiIt 3 pertemuan kedua ini didapatkan berat erlenmeyer awal
untuk pengulangan 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 84,07 gram; 85,09 gram; 86,04 gram; dan
84,39 gram. Setelah ditambah dengan 20 ml Hcl dan 3 tetes indikator pp diperoleh berat
Erlenmeyer 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 109,56 gram; 111,01 gram; 111,75 gram dan
109,4 gram. Setelah dikurangkan antara berat Erlenmeyer akhir dengan berat Erlenmeyer awal
diperoleh berat titran pada pengulangan 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 24,49 gram; 25,92
gram, 25,71 gram dan 25,01 gram. Sedangkan hasil pembacaan buret pada pengulangan 1, 2, 3,
dan 4 untuk volume titran yang diperlukan berturut-turut sebesar 25,05 ml; 25,85 ml; 26,2 ml;
dan 25,1 ml. Setelah dirata-rata diperoleh berat rata-rata titran sebesar 25,28 gram dan volume
rata-rata titran sebesar 25,55 ml. Kemudian dilakukan perhitungan standar deviasi pada
pengulangan perhitungan berat dan volume titran. Standar deviasi pada berat titran sebesar 0,656
sedangkan standar deviasi pada volume titran sebesar 0,567. Nilai kesalahan pada saat dilakukan
titrasi ini cukup besar. Semakin tinggi nilai standar deviasi, maka data pengamatan tersebut
kurang mendekati kebenaran.
Saat praktikum terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya nilai
pengukuran yang kurang akurat. Data yang kurang akurat ini mungkin disebabkan kesalahan
praktikan maupun jenis alat yang dipakai. Pada pengukuran volume Hcl 20 ml, praktikan
memakai gelas ukur. Padahal, nilai keakuratan gelas ukur kurang baik jika dibandingkan nilai
keakuratan pengukuran dengan pipet ukur dan pipet volum sehingga volume pengambilan 20 ml
tidak tepat sebesar 20 ml. Kemudian, pada saat titrasi dilakukan, kemungkinan praktikan terlalu
lama melakukan titrasi sehingga titik akhir titrasi terlalu jauh dengan titik ekuivalen. Akibatnya
nilai volume titran yang tepat bereaksi dengan Hcl yang didapat kurang mendekati nilai yang
benar. Selain itu,volume titran yang keluar dari buret tidak semuanya bereaksi dengan HCl pada
Erlenmeyer melainkan ada beberapa tetes yang menempel pada dinding Erlenmeyer. Tentunya
hal ini berpengaruh terhadap hasil pengukuran akhir. Selain itu, kesalahan dapat juga terjadi saat
praktikan membaca hasil pengukuran pada buret. Praktikan kurang terampil dalam membaca
garis skala pada buret sehingga diperlukan latihan lebih banyak lagi dalam melakukan
pembacaan buret tersebut.

Kesimpulan:
Titrasi merupakan suatu cara untuk mencari konsentrasi zat dengan menggunakan larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam melakukan titrasi perlu diperhatikan
tekniknya seperti membersihkan buret sebelum dan sesudah dipakai, teknik melakukan titrasi,
dan teknik membaca hasil titrasi. Membersihkan buret diperlukan untuk mencegah kerusakan
pada buret, mencegah kebocoran pada keran, dan supaya hasil pengukuran yang diperoleh
mendekati kebenaran. Teknik titrasi yang benar perlu diketahui supaya nilai titik akhir titrasi
tidak terlalu jauh dari nilai ekuivalen. Sedangkan teknik membaca hasil titrasi diperlukan supaya
dapat diketahui nilai konsentrasi larutan yang dicari yang mendekati nilai yang akurat.

DaItar pustaka:
Day, R.A dan Underwood, A.L. 1986. nalisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama.

Anda mungkin juga menyukai