Anda di halaman 1dari 11

Pertemuan keempat (4) Tipe-Tipe Kepemimpinan Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan

mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu : tipe otoriter, tipe demokratis, tipe pseudo demokratis, dan tipe laissez-faire. 1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian Otokratis asal kata dari kata-kata: oto = sendiri, dan kratos =pemerintahan. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan sendiri. Tipe

kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Kepemimpinan otoriter atau bisa di sebut kepemimpinan otokratis atau kepemimpinan diktator adalah suatu kepemimpinan dimana seorang pemimpin bertindak sebagai diktator, pemimpin adalah penguasa, semua kendali ada di tangan pemimpin. Seorang diktator jelas tidak menyukai adanya meeting, rapat apalagi musyawarah karena bagi seorang diktator tidak menghendaki adanya perbedaan dan pastinya suka dengan memaksakan kehendaknya. Dengan kepemimpinan diktator semua kebijakan ada di tangan pemimpin, semua keputusan ada di tangan pemimpin, semua bentuk hukuman, larangan peraturan dapat juga berubah sesuai dengan suasana hati pemimpin. Jika kita lihat dari sisi gaya kepemimpinan secara ekstrim kepemimpinaan otoriter menempati urutan pertama karena kita lihat dari seberapa besar pengaruh atau campur tangan pemimpin kemudian di lanjutkan kepemimpinan demokratis di mana pemimpin dan bawahan bsa saling bekerja sama dan yg ketiga atau titik ekstrim terakhir adalah kepemimpinan laissez faire yaitu pemimpin yg tidak bertindak sebagai pemimpin semua kebijakan bebas di tentukan sendiri oleh anggotanya. Jika kita tinjau menurut sistem kepemimpinan menurut likert maka sistem otoriter menempati sistem pertama (I), berikutan lengkap sistem kepemimpinan menurut likert :    sistem l sistem ll sistem lll : otoriter (explosive/authoritative). : otoriter bijaksana (benevolent authoritative). : konsultatif

sistem lV

: partisipatif.

Adapun ciri kepemimpinan otoriter sistem l menurut likert dalam buku wahjosumidjo: kepemimpinan dan motivasi terbitan PT. Ghalia tahun 1987 adalah sebagai berikut : y manajer menentukan semua keputusan yg bertalian dengan seluruh pekerjaan, dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakanya. y manajer menentukan semua standard bgm bawahan melakukan tugas. y manajer memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yg tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yg telas di tentukan. y manajer kurang percaya terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan tidak atau sedikit sekali terlibat dalam proses pengambilan keputusan. y atasan dan bawahan bekerja dalam suasana yg saling mencurigai. Tipe kepemimpinan otoriter jika di terapkan sekarang mungkin kurang relevan, namun jika kita lihat lgi menurut gaya kepemimpinan situasional tipe kepemimpinan ini bisa di terapkan terhadap anggota atau bawahan dengan tingkat kematangan rendah yaitu ketika seorang pemimpin menghadapi bawahan yg belum bisa atau belum menguasai hampir semua bidang yg menjadi tanggung jawabnya.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic Demokratis berasal dari kata demos = rakyat dan kratos pemerintahan oleh rakyat, yaitu usaha dan tanggungjawab bersama oleh semua anggota kelompok. Kepemimpinan demokratis inilah yang dijadikan ukuran dalam kepemimpinan pendidikan dalam administrasi. Gaya kepemimpinan demokratis adalah dalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Pemimpin dalam tipe ini menafsirkan kepemimpinanya bukan sebagai diktator melainkan sebagai pemimpin ditengah-tengah anggota kelompoknya, hubungannya dengan para bawahannya bukan sebagai atasan dan bawahan tetapi lebih pada saudara tua pada adiknya. Dalam melaksanakan tugasnya ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran dari para bawahannya, demikian juga terhadap kritik yang membangun

dari bawahannya dijadikan sebagai umpan balik dan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Disamping itu pemimpin ini juga memberikan kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada anggota kelompoknya dengan jalan mendelegasilkan sebagian kekuasaan dan tanggung jawab. Sedangkan kepemimpinan yang demokratis kepala sekolah sebagai seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri, sehingga terciptalah hubungan dan kerjasama yang baik dan harmonis, saling membantu didalam melaksanakan tugas sehari hari dan akan tercipta suasana kerja yang sehat. Menurut Ngalim Purwanto gaya demokratis memiliki sifat-sifat : y Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia didunia, y Selalu berusaha menyingkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dari tujuan pribadi bawahan, y y y y y Senang menerima saran, pendapat, dan kritik dari bawahan, Mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan, Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya, Mengusahakan agar bawahan dapat lebih sukses dari pada dirinya, Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Gaya demokratis dapat diterapkan bilamana para guru/staff sudah mampu mengambil keputusan apa yang dilakukan sesuai dengan kewajibannya dan sudah mempunyai pengalaman yang cukup untuk menentukan langkah-langkah dalam melaksanakan pekerjaan. Jadi dapat disimpulkan kepemimpinan dapat diterapkan dimana dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan organisasi, seorang kepala sekolah atau pemimpin mengikutsertakan atau bersama-sama bawahannya, baik diwakili oleh orang-orang tertentu atau berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan.Dari semua itu, dapat dilihat cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan, Adapaun kombinasi dari gaya kepemimpinan tersebut menghasilkan berbagai bauran gaya kepemimpinan yang dibedakan menjadi empat gaya kepemimpinan Menurut Agus Dharma dalam bukunya yang berjudul Manajemen Supervisi yaitu : y y Gaya Instruksi (gaya bos), Gaya Konsultasi (gaya dokter),

y y

Gaya Partisipasi (gaya konsultan), Gaya Delegasi (gaya bebas).

3. Gaya Kepemimpinan Pseudo-Demokratis Pseudo berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan kesan dalam penampilannya seolah-olah dia demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi, mendesakkan keinginannya secara halus. Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis ini sering juga disebut sebagai pemimpin yang memanipulasikan demokratis atau demokratis semu. Berkaitan dengan ini Kimball Willes menyebutkan bahwa cara memimpinnya tipe kepemimpinan pseudo-demokratis itu seperti diplomatic manipulation atau manipulasi diplomatis. Jadi, pemimpin pseudo demokratis sebenarnya adalah orang otokratis, tetapi pandai menutup-nutupi sifatnya dengan penampilan yang memberikan kesan seolah-olah ia demokratis.

4. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire Laissez-faire jika diterjemahkan dapat diartikan sebagai biarkan saja bejalan atau tidak usah dihiraukan ; jadi mengandung semacam sikap masa bodo. Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan. Pemimpin semacam ini tidk akan menghasikan suasana tertib damai; tidak akan menimbulkan self discipline pada anggotanya-anggotanya. Tiap anggota akan menganggap bahwa hak dan kewajiban ada pada tiap anggota-anggotanya masing-masing, dank karena tiap anggota berhak berusaha dengan cara masing-masing, menurut kehendak dan pendapat masing-masing. Dalam setiap usaha diperlukan self disipine untuk mengekang diri sendiri, berusaha menyesuaikan diri pada ketentuan-ketentuan dari kelompok. Pimpinan yang laissez-faire sama sekali tidak berusaha menimbulkan self-disciplene, tidak meminta mengekangakan

diri. Karena itu pimpinan laissez-faire (biarkan saja berjalan) dapat menimbulkan kekacauan dan kesimpang-siuran dalam usaha. Kepemimpinan macam ini mungkin disebabkan karena: tidak mampu, malas, masa bodo, atau karena tidak tahu arti sebenarnya dari demokrasi. Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (pp.196-198) : y Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin. y Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya. y y Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian. Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304): y y y Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai

Pertemuan Kelima (5) Manajemen Pelaksanaan Kurikulum Manajemen pendidikan dalam pandangan Husaini Usman (2008:4) adalah sebuah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2008:131) manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha, meningkatkan kualitas interaksi belajar-mengajar. Perencanaan Menurut Husaini Usman (2008:61), perencanaan pada hakikatnya adalah proses pengambilan keputusan atas sejumlah alternatif pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang dikehendaki serta pemantauan dan penilaian atas hasil pelaksanaanya yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Dari definisi ini perencanaan sendiri mengandung unsur-unsur (1) sejumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya, (2) adanya proses, (3) hasil yang ingin dicapai, (4) menyangkut masa depan dalam waktu tertentu. Perencanaan Kurikulum yang terdapat di SMP N 2 Selopampang diwujudkan dengan adanya pembuatan struktur program KTSP. Struktur program ini berisi susunan bidang pelajaran yang harus dijadikan pedoman pelaksanaan selama satu tahun. Menurut Suharsimi Arikunto, 2008 struktur program ini dapat dibagi menjadi 3 macam: yaitu program pendidikan umum yang terdiri atas pelajaran-pelajaran yang wajib diikuti semua siswa, program pendidikan akademis yang terdiri atas mata pelajaran yang dibutuhkan untuk ke jenjang yang lebih tinggi, serta yang ketiga adalah program pendidikan keterampilan yang berfungsi untuk mengembangkan kesukaan dan penghargaan (apresiasi dan hobi). Sedangkan untuk guru, perencanaan kurikulum ini terdiri atas kegiatan pembuatan silabus dan Rencana pelaksanaan pembelajaran yang di SMP ini dibuat langsung selama satu semester pada awal semester.

Secara umum, kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh kaur kurikulum ini sudah diupayakan sesuai dengan standart yang terdapat pada standar isi dan standar proses. Hanya saja karena proses penelaahannya dilakukan sendiri tanpa adanya bimbingan ataupun assistensi langsung dari kepala sekolah maupun pengawas sehingga struktur program yang dihasilkan masih merupakan hasil struktur program sekolah lain yang dimodifikasi. Sedangkan perencanaan yang dilakukan oleh guru yang berupa silabus dan RPP dibuat oleh guru berdasarkan acuan yang didapatkan dari MGMP masing-masing pelajaran. Acuan yang didapat seharusnya dimodifikasi sesuai dengan kalender pendidikan sekolah masing-masing dan karakteristk anak, namun hanya sebagian guru saja yang melaksanakan perubahan atau modifikasi sementara yang lain langsung menggunakan yang didapatkan dari MGMP. Ada beberapa faktor pendukung dan penghambat dari proses perencanaan di SMP N 2 selopampang antara lain: 1. Faktor pendukung
y

Proses pembuatan struktur program kurikulum dibuat secara team dan melibatkan berbagai pihak

Fasilitas sarana-prasarana pengetikan telah terpenuhi sehingga tidak kesulitan dalam pembuatan perangkat kurikulum

Sebagian besar guru terlibat aktif dalam kegiatan MGMP sehingga perangkat pembelajaran dapat diperoleh secara mudah

2. Faktor penghambat
y y y

Sosialisasi hasil program kurikulum sering tidak tepat sasaran Pembuatan nilai Ketuntasan minimal yang belum disesuaikan dengan standar 7,5 Perangkat pembelajaran yang diperoleh dari MGMP sering hanya dicetak ulang setip tahun

Pengorganisasian Pengorganisasian kurikulum menurut Nasution (2008:176) adalah proses membuat pola dan bentuk bahan pelajaran disusun dan disampaikan kepada murid-murid. Pengorganisasian kurikulum ini harus dilaksanakan oleh semua guru beserta semua komponen sekolah terutama kepala urusan kurikulum. Prosesnya bersamaan dengan pada

saat kita melakukan perencanaan kurikulum di awal tahun atau awal semester yang terdiri atas pemerataan beban kerja, penempatan siswa dalam kelas-kelas, penyusunan jadwal pelajaran, jadwal kegiatan dan juga pembuatan kalender pendidikan sekolah. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan ini mencakup proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Menurut standart proses yang terdapat pada Permendiknas No.41 tahun 2006, Pelaksanaan pemnbelajaran yang dilakukan oleh guru setidaknya harus terdiri atas tiga bagian penting yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan disampaikan kompetensi dasar dan indikator yang harus dicapai, kegiatan inti terdiri atas tiga tahap yaitu: eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Sedang tahap yang terakhir adalah tahap penutup yaitu tahap evaluasi atau penilaian. Proses pembelajaran ini akan berlangsung dengan sukses apabila perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran dilakukan dengan baik. Pembuatan Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang baik akan membuat guru tidak kesulitan mencapai atau melaksanakan kegiatan pembelajaran yang terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan. Pengawasan Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan yang dilakukan guru terhadap keberhasilan pembelajaran peserta didik dan pengewasan yang dilakukan kepala sekolah terhadap keberhasilan guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada peserta didik. Untuk menilai keberhasilan pembelajaran siswa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif digunakan untuk melihat keberhasilan siswa setiap kompetensi dasar yang dilaksanakan setiap selesai materi tertentu. Sedangkan evaluasi sumatif adalah test yang dilaksanakan oleh guru setelah menempuh jangka waktu tertentu. Keberhasilan pembelajaran guru juga dapat dilihat dari bagaimana manajemen pembelajaran yang dilakukan oleh guru bidang studi selama satu semester atau satu tahun pelajaran. Untuk melihat manajemen ini merupakan tugas monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah.

Pertemuan Keenam (6) Manajemen Peserta Didik Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah. Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah. Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Tujuan khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik. 2. Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik. 3. Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik. 4. Diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka. Fungsi manajemen peserta didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik lainnya. Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut: 1. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum

(kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.

2. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik ialah agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial

masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial. 3. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan. 4. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya. Prinsip-prinsip Manajemen Peserta Didik Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanaj peserta didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu dipegang dan dipedomani. Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan atau mendukung terhadap tujuan manajemen secara keseluruhan. Ambisi sektoral manajemen peserta didikB tetap ditempatkan dalam kerangka manajemen sekolah. Ia tidak boleh ditempatkan di luar sistem manajemen sekolah. 2. Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik. Segala bentuk kegiatan, baik itu ringan, berat, disukai atau tidak disukai oleh peserta didik, haruslah diarahkan untuk mendidik peserta didik dan bukan untuk yang lainnya. 3. Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk

mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik, tidak diarahkan bagi munculnya konflik di antara mereka melainkan justru mempersatukan dan saling memahami dan menghargai.

4. Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik. Oleh karena membimbing, haruslah terdapat ketersediaan dari pihak yang dibimbing. Ialah peserta didik sendiri. Tidak mungkin pembimbingan demikian akan terlaksana dengan baik manakala terdapat keengganan dari peserta didik sendiri. 5. Kegiatan manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu kemandirian peserta didik. Prinsip kemandirian demikian akan bermanfaat bagi peserta didik tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke masyarakat. Ini mengandung arti bahwa ketergantungan peserta didik haruslah sedikit demi sedikit dihilangkan melalui kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik. 6. Apa yang diberikan kepada peserta didik dan yang selalu diupayakan oleh kegiatan manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta didik baik di sekolah lebih-lebih di masa depan. Pendekatan Manajemen Peserta Didik Ada dua pendekatan yang digunakan dalam manajemen peserta didik (Yeager, 1994). Pertama, pendekatan kuantitatif (the quantitative approach). Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada segi-segi administratif dan birokratik lembaga pendidikan. Dalam pendekatan demikian, peserta didik diharapkan banyak memenuhi tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan lembaga pendidikan di tempat peserta didik tersebut berada. Asumsi pendekatan ini adalah, bahwa peserta didik akan dapat matang dan mencapai keinginannya, manakala dapat memenuhi aturan-aturan, tugas-tugas, dan harapan-harapan yang diminta oleh lembaga pendidikannya. Kedua, pendekatan kualitatif (the qualitative approach). Pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada kesejahteraan peserta didik. Jika pendekatan kuantitatif di atas diarahkan agar peserta didik mampu, maka pendekatan kualitatif ini lebih diarahkan agar peserta didik senang. Asumsi dari pendekatan ini adalah, jika peserta didik senang dan sejahtera, maka mereka dapat belajar dengan baik serta senang juga untuk mengembangkan diri mereka sendiri di lembaga pendidikan seperti sekolah. Pendekatan ini juga menekankan perlunya penyediaan iklim yang kondusif dan menyenangkan bagi pengembangan diri secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai