Anda di halaman 1dari 3

Tugas Management Keperawatan

Teori dan Gaya Kepemimpinan

Nama : Armelinda Pangestu Ningtyas

Tingkat : III

Nim : 171429

Teori Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah suatu norma prilaku yang digunakan seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain seperti yang ia lihat. Gaya
kepemimpinan merupakan suatu pola prilaku seseorang pemimpin yang khas pada saat yang
mempengaruhi yung dipimpinnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan.

Terdapat  beberapa gaya dalam kepemimpinan, yakni gaya kepemimpinan otoriter,


pseudo-demokratis, gaya kepemimpinan laisez faire (gaya bebas), dan gaya kepemimpinan
demokratis.

1.      Gaya Otoriter

Otoriter atau otokrat berasal dari kata autos. Yang berarti sendiri dan kratos yang berarti
kekuasaan atau kekuatan. Maka secara etimologis otoriter atau otokrat berarti penguasa
absolute  (kartini kartono, 1998:71).

Sebagai pemimpin tidak lain adalah menunjuk dan memberi perintah sehingga ada kesan
bawahan hanya mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah dan mengajukan
saran.

Pemimpin yang otoriter tidak menghendaki adanya rapat-rapat atau musyawarah. Adanya
perkumpulan (rapat-rapat) hanyalah berarti untuk menyampaikan instruksi. Setiap perbedaan
diantara bawahannya diartikan sebagai kepicikan atau pelanggaran terhadap disiplin atau
perintah yang telah dikeluarkannya.

Gaya pemimpin yang otoriter menurut Hadari Nawawi (1993:165) biasanya memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi;

b.      Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;

c.       Menganggap bawahan bak sebuah alat semata;

d.      Tidak menerima pendapat, saran atau kritik dari bawahannya;

e.       Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya;

f.       Cara pendekatan kepada bawahannya dengan pendekatan paksaan dan bersifat kesalahan
menghukum.

2.      Gaya Pseudo-Demokratis

Istilah pseudo berarti palsu. Maka pseudo demokratis berarti bukan atau tidak demokratis.
Gaya kepemimpinan seperti ini sebenarnya otokratis, tetapi dalam kepemimpinannya
memberi kesan demokratis. Seorang pemimpin yang bersifat pseudo-demokratis sering
memakai “topeng”. Ia pura-pura memperlihatkan sifat demokratis di dalam
kepemimpinnanya. Ia memberi hak dan kuasa kepada para bawahannya untuk menetapkan
dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan. Ia mengatur
siasat agar kemauannya terwujud kelak (soekarto indra fachrudi 1993:25-26).

3.      Gaya Bebas (Laissez faire)

Gaya kepemimpinan bebas atau laissez faire ini diartikan membiarkan orang-orang


berbuat sekehendaknya. Gaya kepemimpinan seperti ini sang pemimpin praktis tidak
memimpin. Pemimpin seperti ini sama sekali tidak memberikan control dan koreksi terhadap
pekerjaan para bawahan atau anggotanya (kartono, 1998:71).

Prinsip gaya pemimpin gaya bebas ini memiliki sifat-sifat antara lain :

a.       Pembagian tugas kerja diserahkan kepada bawahannya

b.      Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang siur, berserakan dan tidak merata.

c.       Tidak memiliki tanggung jawab untuik mencsapai sebuah tujuan. (Hadari Nawawi, 1993:
168)

Adapun seandainya memperoleh keberhasilan dalam kepemimpinan ini semata mata


karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok dan bukan karena pengaruh
kepemimpinannya, gaya kepemimpinas laizes faire ini lebih cenderung dikatakan sebagai
suatu cara atau gaya kepemimpinan yang tidak dapat dikatakan bentuk suatu kepemimpinan,
karena dia tidak lebih dari penonton dalam suatu kegiatan, lagi pula dia tidak akan
menentukan suatu arah kebijaksanaan, tidak mempunyai wewenang dan tidak pula
menentukan dalam setiap bentuk kegiatan (Jawahir Tanthowi, 1983:31).
4.      Gaya Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis ini adalah gaya kepemimpinan yang paling ideal.
Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang kooperatif dan tidak diktator. Selalu
menstimulasi bawahannya untuk bekerja bersama-sama dalam mencapai tujuan bersama pula.
Dalam tindakan dan usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan
bawahannya dan selalu mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan bawahannya
(purwanto dan djojopranoto, 1996:48).

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang


efisien kepada para bawahannya. Dalam melakukan pekerjaannya selalu terdapat koordinasi
kepada semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri
sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan yang demokratis ini bukan
terletak pada person atau individu pemimpin, tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi
aktif dari semua. Kepemimpinan demokratis sangat menghargai potensi setiap individu, mau
mendengarkan nasihat-nasihat dan sugesti bawahan, juga mengakui keahlian para spesialis
dalam bidangnya masing-masing. Mampu menggunakan setiap kapasitas anggota seefektif
mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat (Kartini Kartono, 1998:73).[2]

Anda mungkin juga menyukai