Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, maka disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah salah satu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi, mengarahkan dan mengendalikan perilaku orang lain untuk mencapai suatu
tujuan.
1. Gaya kepemimpinan otokratis, gaya ini dipandang sebagai gaya yang di dasarkan
atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas.
2. Tipe Kendali Bebas atau Masa Bodo (Laisez Faire) Tipe kepemimpinan ini
merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otokratik. Dalam kepemimpinan tipe ini
sang pemimpin biasanya menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali menghindar diri
dari 16 tanggung jawab. Seorang pemimpin yang kendali bebas cenderung memilih peran
yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri. Disini seorang
pemimpin mempunyai keyakinan bebas dengan memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya terhadap bawahan maka semua usahanya akan cepat berhasil.
7. Tipe Demokratik Tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan
bukan kerena dipilihnya sipemipin secara demokratis. Tipe kepemimpinan dimana
pemimpin selalu bersedia menerima dan menghargai saran-saran, pendapat, dan nasehat
dari staf dan bawahan, melalui forum musyawarah untuk mencapai kata
sepakat.Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah.
Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab.
Pembagian tugas disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas,
memungkinkan setiap anggota berpartisipasi secara aktif.
a. Charisma Adanya karisma dari seorang pemimpin akan mempengaruhi bawahan untuk
berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan pimpinan.
b. Ideal influence (pengaruh ideal) Seorang pemimpin yang baik harus mampu
memberikan pengaruh yang positif bagi bawahannya.
c. Inspiration Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi bagi
bawahannya, sehingga bawahan mempunyai inisiatif agar dapat berkembang dan
memiliki kemampuan seperti yang diinginkan oleh pemimpinnya.
Pada suatu waktu tertentu kebutuhan- kebutuhan kepemimpinan dari suatu organisasi
mungkin berbeda dengan waktu lainnya, karena organisasi-organisasi akan mendapatkan kesulitan
bila terus-menerus berganti pimpinan, maka para pemimpinlah yang membutuhkan gaya yang
berbeda pada waktu yang berbeda. Gaya yang cocok sangat tergantung pada tugas organisasi,
tahapan kehidupan organisasi, dan kebutuhan-kebutuhan pada saat itu. Organisasiorganisasi perlu
memperbarui diri mereka sendiri, dan gaya kepemimpinan yang berbeda seringkali dibutuhkan.
Ketika organisasi tersebut masih baru, pendirinya dapat mengandalkan kekuatan visinya
untuk menarik orang-orang lain yang mempunyai sasaran yang sama. Namun, pada waktu
organisasi itu berhasil, maka cara-cara lain untuk mempertahankan persamaan visi akan
diperlukan. Bila gaya kepemimpinan tidak disesuaikan, sehingga mencakup penyamaan sasaran
dengan peran serta penuh, sering organisasi tersebut mengalami kegagalan.
Seorang pemimpin yang baik harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan
dan memikul tanggung jawab atas akibat dan resiko yang timbul sebagai konsekwensi daripada
keputusan yang diambilnya. Seorang pemimpin harus punya pengetahuan, keterampilan, informasi
yang mendalam dalam proses menyaring satu keputusan yang tepat. Disamping itu, gaya
kepemimpinan yang dijalankannya dalam mengelola suatu organisasi harus dapat mempengaruhi
dan mengarahkan segala tingkah laku dari bawahan sedemikian rupa, sehingga segala tingkah laku
bawahan sesuai dengan keinginan pimpinan yang bersangkutan. Apapun gaya kepemimpinan yang
dijalankan oleh seorang pemimpin terhadap organisasi yang dipimpinnya harus dapat memberikan
motivasi serta kenyaman bagi para anggotanya. Hanya dengan jalan demikian pencapaian tujuan
dapat terlaksana. Apapun gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin terhadap
organisasi yang dipimpinnya, dia harus dapat memberikan motivasi, kenyamanan dan perubahan
kea rah kebaikan bagi anggotanya.
1. Digital Mindset
Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan smartphone, maka akses komunikasi
antar individu pun sudah tidak bersekat lagi. Ruang pertemuan fisik beralih ke ruang pertemuan
digital. Saat ini pun sudah menjadi kewajaran jika seseorang memiliki lebih dari 1 (satu) group
di aplikasi WA ataupun Telegram mereka. Pemimpin di era milenial harus bisa memanfaatkan
kemajuan teknologi ini untuk menghadirkan proses kerja yang efisien dan efektif di lingkungan
kerjanya. Misalnya dengan mengadakan rapat via WA ataupun Anywhere Pad, mengganti surat
undangan tertulis dengan undangan via email ataupun Telegram, dan membagi product
knowledge ke klien via WA.
Jika seorang pemimpin tidak berupaya mendigitalisasi pekerjaannya di era saat ini, maka dia
akan dianggap tidak adaptif oleh kliennya dan bahkan rekan kerjanya sendiri. Seperti yang
dilansir oleh DDI (Development Dimensions International) dalam penelitiannya di tahun 2016,
mayoritas millenial leader menyukai sebuah perusahaan yang fleksibel terhadap jam kerja dan
tempat mereka bekerja. Hal ini tentu saja disebabkan karena kecanggihan teknologi yang
membuat orang bisa bekerja dimana saja dan kapan saja. Dapat disaksikan bahwa hari ini
banyak sekali coffeeshop yang berfungsi sebagai co-working space bertebaran di tempat kita
dan sebagian besar pengunjungnya adalah millenials.
Pemimpin di era milenial harus bisa menjadi observer dan pendengar aktif yang baik bagi
anggota timnya. Apalagi jika mayoritas timnya adalah kaum milenial. Hal ini dikarenakan
kaum milenial tumbuh beriringan dengan hadirnya media sosial yang membuat mereka
kecanduan untuk diperhatikan. Mereka akan sangat menghargai dan termotivasi jika diberikan
kesempatan untuk berbicara, berekspresi, dan diakomodasi ide-idenya oleh perusahaan. Mereka
haus akan ilmu pengetahuan, pengembangan diri dan menyukai untuk berbagi pengalaman.
Namun di sisi lain, mereka pun tidak ragu untuk menuangkan kekesalannya terhadap
perusahaan ke dalam media sosialnya. Oleh karena itu, jangan terburu-buru untuk menghakimi
kinerja buruk mereka tanpa kita tahu alasan sebenarnya. Untuk menjadi observer dan active
listener yang baik, tidak ada salahnya jika pendekatan dilakukan via media sosial milik mereka
seperti Facebook, Instagram, dan Path. Apabila perusahaan kita mempunyai market
segment kaum milenial, maka pendekatan yang sama bisa diterapkan untuk
mendapatkan insight mereka.
3. Angile
Pemimpin yang agile dapat digambarkan sebagai pemimpin yang cerdas melihat peluang, cepat
dalam beradaptasi, dan lincah dalam memfasilitasi perubahan. Seperti yang disampaikan oleh motivator
Jamil Azzaini, pemimpin yang agile adalah pemimpin yang open minded dan memiliki ambiguity
acceptance, yakni bersedia menerima ketidakjelasan. Ketidakjelasan ini bisa berarti ketidakjelasan dari
prospek bisnis ke depan, ketidakjelasan sistem manajemen perusahaan, atau ketidakjelasan manual
produk yang dikeluarkan perusahaan. Oleh pemimpin yang agile, hal ini nantinya akan disederhanakan,
diperbaiki, dan disempurnakan. Pemimpin yang agile mampu mengajak organisasinya untuk dengan
cepat mengakomodasi perubahan. Layaknya Pep Guardiola yang menyempurnakan Total Football
dengan Tiki Taka-nya.
4. Inclusive
Di dalam bahasa Inggris, inclusive diartikan "termasuk di dalamnya". Secara
istilah, inclusivediartikan sebagai memasuki cara berpikir orang lain dalam melihat suatu
masalah. Pemimpin yang inclusive dibutuhkan di era milenial dikarenakan perbedaan cara
pandang antar individu yang semakin komplek. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya
informasi yang semakin mudah diakses oleh siapapun, dimanapun, dan kapapnpun sehingga
membentuk pola pikir yang berbeda antar individunya. Pemimpin
yang inclusive diharapkan dapat menghargai setiap pemikiran yang ada dan
menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin juga harus memberikan
pemahaman akan pentingnya nilai, budaya, dan visi organisasi kepada anggota timnya
secara paripurna karena kaum milenial akan bertindak secara antusias jika tindakannya
memiliki meaning.
Agar menjadi pemimpin yang inclusive, pemimpin juga tidak boleh lagi bertindak
sebagai boss, melainkan leader, mentor, dan sahabat bagi anggota timnya. Hal ini
disebabkan sebagian besar kaum milenial menganut nilai-nilai seperti transparansi dan
kolaborasi dalam hidup mereka. DDI dalam penelitiannya di tahun 2016, menyampaikan
bahwa millenials menyukai perusahaan yang memberikan frekuensi lebih banyak untuk
mendapatkan mentoring dan training dari para manajer di atasnya atau para expert.
5. Brave to different
Di zaman sekarang, ternyata masih banyak orang yang tidak berani untuk mengambil
sebuah langkah atau keputusan penting dalam pencapaian cita-citanya karena hal tersebut
bertentangan dengan kebiasaan orang-orang di sekitarnya. Hal semacam ini jika dibiarkan,
akan menjadi hambatan seseorang bahkan sebuah perusahaan untuk lebih maju. Acapkali
tradisi di sebuah perusahaan membuat orang lebih suka membenarkan yang biasa daripada
membiasakan yang benar. Ini adalah tantangan bagi para pemimpin milenial dalam
mengubah kondisi tersebut dan menanamkan nilai bahwa berbeda itu boleh asalkan dengan
perencanaan dan tujuan yang jelas.
Oleh karena itu, untuk memberi contoh, pemimpin harus berani berbeda, baik dari cara
berpikir, kebijakan, maupun penampilannya. Tentu berbedanya untuk kebaikan tim dan
perusahaan, misalnya membebaskan pakaian kerja tim yang semula berseragam menjadi
pakaian semi formal agar menambah semangat bekerja mereka karena tampil keren di
hadapan teman kantornya. Menekankan kepada tim bahwa setiap orang memiliki
keunikannya masing-masing dan diberdayagunakan untuk kepentingan organisasi juga
salah satu tugas dari pemimpin
6. Unbeatable (Pantang menyerah)
Mindset pantang menyerah tentu harus dimiliki oleh semua pemimpin. Apalagi memimpin anak-
anak di era milenial yang lekat dengan sikap malas, manja, dan merasa paling benar sendiri.
Pemimpin milenial wajib memiliki sikap positive thinking dan semangat tinggi dalam
mengejar goals-nya. Hambatan yang muncul seperti kurangnya respect dari pegawai senior maupun
junior harus bisa diatasi dengan sikap ulet dan menunjukkan kualitas diri. Kondisi persaingan kerja
di era globalisasi harus memicu pemimpin untuk meningkatkan soft skills misalnya kemampuan
bernegosiasi, menginspirasi, dan critical thinking, dan hardskills-nya seperti membuat desain grafis
dan berbahasa asing. Maka dari itu, wajib bagi pemimpin untuk menjadi sosok
yang unbeatableyang memiliki kemampuan bangkit dari kegagalan dengan cepat dan pantang
menyerah dalam menggapai tujuannya.
Sumber referensi :
1. Paramita, Patricia Dhiana. Gaya kepemimpinan (Style of leadership) yang efektif dalam
suatu organisasi. jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/view/65.
2. Windy Sitorus. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI KEMENTRIAN PU WILAYAH I PROVINSI LAMPUNG
http://digilib.unila.ac.id/23866/19/TESIS%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
3. 6 karakter pemimpin era milenial https://www.hipwee.com/list/6-karakter-kepemimpinan-di-era-
milenial/