Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri. Contoh lain debat yang diselenggarakan secara formal adalah debat antar kandidat legislatif dan debat antar calon presiden/wakil presiden yang umum dilakukan menjelang pemilihan umum. Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di tingkat sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan dengan aturan ("format") yang jelas dan ketat antara dua pihak yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan pemenang dari sebuah debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
Negara-negara yang terkenal dengan tim debatnya antara lain Inggris, Australia, Irlandia, dan Amerika Serikat. Di Asia, negara yang dianggap relatif kuat antara lain Filipina danSingapura.
Selain itu, berbagai kompetisi juga memiliki aturan yang berbeda mengenai: penentuan topik debat (mosi) - apakah diberikan jauh hari sebelumnya atau hanya beberapa saat sebelum debat dimulai (impromptu)
lama waktu persiapan - untuk debat impromptu, waktu persiapan berkisar antara 15 menit (WUDC) hingga 1 jam (WSDC)
perhitungan hasil pertandingan - beberapa debat hanya menggunakan victory point (VP) untuk menentukan peringkat, namun ada juga yang menghitung selisih (margin) nilai yang diraih kedua tim atau jumlah vote juri (mis. untuk panel beranggotakan 3 juri, sebuah tim bisa menang 3-0 atau 2-1)
sistem kompetisi - sistem gugur biasanya hanya digunakan dalam babak elimiasi (perdelapan final, perempat final, semifinal dan final); dalam babak penyisihan, sistem yang biasa digunakan adalah power matching
Format debat parlementer sering menggunakan peristilahan yang biasa dipakai di debat parlemen sebenarnya: topik debat disebut mosi (motion) tim Afirmatif (yang setuju terhadap mosi) sering disebut juga Pemerintah (Government), tim Negatif (yang menentang mosi) disebut Oposisi (Opposition)
pembicara pertama dipanggil sebagai Perdana Menteri (Prime Minister), dan sebagainya pemimpin/wasit debat (chairperson) dipanggil Speaker of The House penonton/juri dipanggil Members of the House (Sidang Dewan yang Terhormat) interupsi disebut Points of Information (POI)
(This House believes that) Globalization marginalizes the poor. (Sidang Dewan percaya bahwa) Globalisasi meminggirkan masyarakat miskin. Mosi tersebut dapat didefinisikan oleh pihak Pemerintah dalam batasan-batasan tertentu dengan tujuan untuk memperjelas debat yang akan dilakukan. Ada aturan-aturan yang cukup jelas dalam hal apa yang boleh dilakukan sebagai bagian dari definisi dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tidak ada interupsi dalam format ini. Juri (adjudicator) dalam format Australs terdiri atas satu orang atau satu panel berjumlah ganjil. Dalam panel, setiap juri memberikan voting-nya tanpa melalui musyawarah. Dengan demikian, keputusan panel dapat bersifat unanimous ataupun split decision. Di Indonesia, format ini termasuk yang pertama kali dikenal sehingga cukup populer terutama di kalangan universitas. Kompetisi debat di Indonesia yang menggunakan format ini adalahJava Overland Varsities English Debate (JOVED) dan Indonesian Varsity English Debate (IVED).
Opening Government: - Prime Minister - Deputy Prime Minister Opposition Closing Government: - Member of the Government - Government Whip
Opening Opposition: - Leader of the Opposition - Deputy Leader of the Closing Opposition: - Member of the Opposition - Opposition Whip
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Prime Minister - 7 menit Leader of the Opposition - 7 menit Deputy Prome Minister - 7 menit Deputy Leader of the Opposition - 7 menit Member of the Government - 7 menit Member of the Opposition - 7 menit Government Whip - 7 menit Opposition Whip - 7 menit
Setiap pembicara diberi waktu 7 menit untuk menyampaikan pidatonya. Di antara menit ke-1 dan ke-6, pembicara dari pihak lawan dapat mengajukan interupsi (Points of Information). Bila diterima, pembicara yang mengajukan permintaan interupsi tadi diberikan waktu maksimal 15 detik untuk menyampaikan sebuah pertanyaan yang kemudian harus dijawab oleh pembicara tadi sebelum melanjutkan pidatonya. Juri dalam debat BP bisa satu orang atau satu panel berjumlah ganjil. Di akhir debat, juri menentukan urutan kemenangan dari peringkat 1 sampai 4 untuk debat tersebut. Dalam panel, keputusan sebisanya diambil berdasarkan mufakat. Bila mufakat tidak tercapai, Ketua Panel akan membuat keputusan terakhir. Di Indonesia, format ini digunakan dalam kompetisi Founder's Trophy yang diselenggarakan oleh Komunitas Debat Bahasa Inggris Universitas Indonesia setiap tahun.
Pidato penutup (reply speech) dibawakan oleh pembicara pertama atau kedua masing-masing tim (tidak boleh pembicara ketiga) dan didahului oleh pihak Oposisi dan ditutup oleh pihak Proposisi. Aturan untuk interupsi (Points of Information - POI) mirip dengan format BP. POI hanya dapat diberikan antara menit ke-1 dan ke-7 pidato utama dan tidak ada POI dalam pidato penutup. Di Indonesia, format ini digunakan dalam kejuaraan Indonesian Schools Debating Championship (ISDC). Beberapa SMU di Indonesia yang pernah mengadakan kompetisi debat juga menggunakan format ini.
American Parliamentary
Debat parlementer di Amerika Serikat diikuti oleh dua tim untuk setiap debatnya dengan susunan sebagai berikut: Government
California High School Speech Association (CHSSA) dan National Parliamentary Debate League (NPDL) menyelenggarakan debat parlementer tingkat sekolah menengah dengan susunan pidato sebagai berikut: Prime Minister - 7 menit
Leader of the Opposition - 7 menit Member of the Government - 7 menit Member of the Opposition - 7 menit Leader of the Opposition Rebuttal - 5 menit Prime Minister Rebuttal - 5 menit
Dalam semua format tersebut kecuali CHSSA, interupsi berupa pertanyaan dapat ditanyakan kepada pembicara keempat pidato pertama, kecuali pada menit pertama dan terakhir pidato. Dalam format CHSSA, keenam pidato semuanya dapat diinterupsi. Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
Debat Proposal terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing dua orang dalam tiap debatnya. Setiap pembicara membawakan dua pidato, satu pidato konstruktif (8 atau 9 menit) yang berisi argumen-argumen baru dan satu pidato sanggahan (4, 5, atau 6 menit) yang tidak boleh berisi argumen baru namun dapat berisi fakta pendukung baru untuk membantu sanggahan. Biasanya, sehabis setiap pidato konstruktif, pihak lawan diberikan kesempatan untuk melakukan pemeriksaan silang (cross-examination) atas pidato tersebut. Setiap isu yang tidak ditanggapi oleh pihak lawan dianggap sudah diterima dalam debat. Dewan juri secara seksama mencatat semua pernyataan yang dibuat dalam suatu babak (sering disebutflow). Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
Lincoln-Douglas Debate
Nama gaya debat ini diambil dari debat-debat terkenal yang pernah dilakukan di Senat Amerika Serikat antara kedua kandidat Lincoln dan Douglas. Setiap debat gaya ini diikuti oleh dua pedebat yang bertarung satu sama lain. Argumen dalam debat ini terpusat pada filosofi dan nilai-nilai abstrak, sehingga sering disebut sebagai debat nilai (value debate). Debat LD kurang menekankan pada fakta pendukung (evidence) dan lebih mengutamakan logika dan penjelasan. Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
Indonesian Varsities English Debate (IVED) adalah kompetisi debat parlementer tingkat universitas seIndonesia yang pertama. Kompetisi ini diselenggarakan setahun sekali dari tahun 1998 hingga sekarang (2009).
Sejarah
Pada tahun 1996, tiga mahasiswa berprestasi (Mapres) dari Universitas Indonesia (UI) dikirim oleh kampusnya untuk mengikuti lomba debat parlementer se-ASEAN, ASEAN Varsities Debate 1996 di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Walaupun belum dapat berprestasi banyak, satu dari ketiga pedebat ini bertekad untuk mengembangkan kegiatan ini sekembalinya ke tanah air. Ia pun kemudian melatih 3 orang mahasiswa UI untuk membentuk satu tim ke kompetisi IV All-Asians Intervarsity Debating Championships, sebuah lomba debat parlementer tingkat Asia yang diselenggarakan oleh Nanyang Technological
University, Singapura tahun 1997. Kompetisi ini juga diikuti oleh satu tim dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), PEDS. Sepulang dari kegiatan tersebut, pada tahun 1997 Unpar memutuskan untuk mengadakan lomba debat parlementer se-Jawa yang pertama, All Java-Overland Intervarsity Debating Championships (nama ini kemudian diubah menjadi Java Overland Varsities English Debate). Di akhir turnamen, UI menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah berikutnya. Namun demikian, UI akhirnya memilih untuk memperluas jangkauan kompetisi dan mengadakan IVED yang pertama tahun 1998. Acara tersebut mendapatkan dukungan dari salah satu TV swasta di Indonesia (RCTI) yang menjadi sponsor utama.
Kepanitiaan
Karena IVED diselenggarakan oleh universitas-universitas yang berbeda setiap tahunnya, kejuaraan ini tidak memiliki organisasi formal yang tetap. Namun demikian, pada setiap kali penyelenggaraan IVED selalu disediakan waktu untuk pertemuan Indonesia Council Meeting (ICM) yang dipimpin oleh ketua panitia dari pihak tuan rumah. Tugas utama ICM adalah melakukan proses tender (bidding) dalam rangka memilih tuan rumah kompetisi IVED berikutnya. Selain itu, rapat ICM juga diberi wewenang untuk mengambil keputusan atas perselisihan dan masalah-masalah lain yang mungkin terjadi selama penyelenggaraan kompetisi.
Denny Firmanto Halim Wibowo Arindrarto Martha Poppy Astari Damia Jonathan Marpaung Angga Kho Meidy Jessica Clara Shinta Ika Septihandayani Astri Agustina Marsha Faradina Kirana Kania Vincentius Dito Krista Holanda Institut Teknologi Bandung, Bandung Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Universitas Indonesia, Depok Universitas Negeri Malang, Malang Universitas Atma Jaya, Jakarta Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2011
Bella Chyntiara Universitas Gadjah Eldhianto Maulana Jusuf Mada, Yogyakarta Urfi Syifa Urohmah Universitas Indonesia, Depok
Penjurian
Tim Dewan Juri (Adjudication Team), yang juga sering dikenal sebagai (Adjudication Core), diajukan oleh institusi yang akan menjadi tuan rumah IVED pada saat Pertemuan Dewan IVED (IVED Council Meeting) IVED sebelumnya. Ketua Dewan Juri (Chief Adjudicator) dapat berasal dari institusi tuan rumah maupun dari instutusi lain. Namun, untuk menjamin keadilan penjurian, Ketua Dewan Juri (Chief Adjudicator) tersebut harus didampingi oleh Wakil Ketua Dewan Juri (Deputy Chief Adjudicator) yang berasal dari institusi lain di luar institusi tuan rumah. Nama yang diajukan sebagai Tim Dewan Juri merupakan salah satu pertimbangan untuk peserta Pertemuan Dewan IVED (IVED Council Meeting) dalam memutuskan tuan rumah IVED berikutnya. Akreditasi juri diadakan sebelum babak penyisihan dimulai untuk menentukan tingkat kualifikasi tiap juri. Akreditasi yang didapat dari kompetisi lain baik lokal (JOVED, ISDC, dan lain-lain) maupun internasional (mis. WUDC) juga dapat dinyatakan berlaku, sesuai keputusan Ketua Dewan juri. Setiap debat diusahakan dipimpin oleh panel juri yang terdiri atas minimal 3 orang, kecuali bila tidak memungkinkan maka beberapa debat dapat dipimpin oleh satu orang juri saja.
Format yang digunakan dalam IVED adalah Australasian Parliamentary. Pertandingan dalam kompetisi ini dibagi menjadi babak penyisihan dan babak eliminasi. Babak penyisihan dilakukan menggunakan sistem power matching berdasarkan angka kemenangan dan selisih nilai masing-masing tim. Babak eliminasi dilakukan dengan sistem gugur mulai perdelapan final. Ketika pertandingan IVED di Unhas, sistem power matching diganti dengan sistem break and slide untuk meningkatkan tingkat kompetisi antar tim dan untuk membuat tim yang lolos ke babak eliminasi memiliki kualitas yang diharapkan rata.
Di Indonesia, debat kompetitif dalam sistem debat parlementer sudah mulai berkembang, walaupun masih didominasi oleh kompetisi debat berbahasa Inggris. Kejuaraan debat parlementar pertama di tingkat universitas adalah Java Overland Varsities English Debate (JOVED) yang diselenggarakan tahun 1997 di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, dan diikuti oleh tim-tim dari berbagai wilayah di Pulau Jawa. Kejuaraan debat se-Indonesia yang pertama adalah Indonesian Varsity English Debate (IVED) 1998 di Universitas Indonesia. Hingga kini, kedua kompetisi tersebut diselenggarakan setiap tahun secara bergilir di universitas yang berbeda. Sistem debat yang umum digunakan di kejuaraan-kejuaraan di Indonesia adalah Asian Parliamentary, Australasian Parliamentary dan British Parliamentary. Seiring dengan waktu, kompetisi debat parlementer makin banyak dengan sistem, tema dan tingkat yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya adalah ASEAN Law Students Association (ALSA) Universitas Indonesia English Competition, ALSA Universitas Padjadjaran English Challenge, National Environmental Debate (NED), Festival Ekonomi Syariah (FES) Debate Competition, National Universities English Debating Championship (NUEDC), Founders' Trophy, Capital Market Debating Competition (CMDC), UNPAD Economics National Debate Competition (NDC), Binus International National Debate (BIND), National English Olympics (NEO) dan The Habibie Center Public Intervarsity English Debate. Indonesia juga pernah memiliki kompetisi debat dalam bentuk acara televisi yang disiarkan oleh Televisi Republik Indonesia dengan judul Battle of Wits. Acara tersebut sudah tidak ditayangkan lagi.
Beberapa komunitas debat tingkat universitas yang aktif di Indonesia antara lain: English Debating Society Universitas Indonesia (EDS UI) English Debating Society Universitas Gadjah Mada (EDS UGM) Student English Forum Institut Teknologi Bandung (SEF ITB)
English Speaking Union Universitas Padjadjaran (ESU UNPAD) Binus International Pool of English Debaters (BIPEDS) Parahyangan English Debate Society dari Universitas Katolik Parahyangan (PEDS) Atma Jaya Debating Club dari Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta (ADC) Sekolah Tinggi Akuntansi Negara English Club (STAN EC) English Debating Society Universitas Jenderal Soedirman (EDS Unsoed) English Debating Society Universitas Negeri Semarang (EDS UNNES) Bina Nusantara Association of Debaters (BAD), bagian dari Bina Nusantara English Club (BNEC) Hasanuddin English Debating Society dari Universitas Hasanuddin (HEDS) Student English Activity (SEA-UMY) dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Di tingkat SMA pun debat parlementer semakin populer. Seperti tingkat universitas, berbagai lomba debat tingkat SMA juga sering diadakan setiap tahunnya, dimana komunitas debat berbagai SMA yang berbeda bertanding. Beberapa kejuaraan tingkat SMA yang cukup prestigius antara lain ASEAN Law Students Association (ALSA) Universitas Indonesia English Competition (kejuaraan tersebut diadakan untuk dua kategori debat; universitas dan SMA), Phyxius English Debating Competition (PEDC) di SMAK 1 BPK Penabur Bandung, Canisius English Competition (CEC) di SMA Kolese Kanisius Jakarta, Bina Nusantara English Competition (BiNus E-Comp) di Binus International Jakarta, dan Nationwide English Olympics (NEO) yang diselenggarakan oleh bina Nusantara English Club (BNEC) untuk tingkat SMA dan Universitas.
Tobing, Sarel Dika) dan tahun 2007, UGM (Bernando Tampubolon, Engelbertus Panggalo, Novelisa Wirid) menjuarai kategori tersebut. Pada tahun 2007, semi final kategori EFL dipenuhi tim-tim Indonesia, yakni Atma Jaya Jakarta (Anthony Saputra, Paula Lucia, Nita Chrysanti), ITB (Masyhur Azis Hilmy, Aino Nindya Auerkari, Luthfi Abdurrahman) dan UNY. Pada tahun 2008, Juara 1 kembali dimenangkan oleh Binus (Bryan Gunawan, Ranthy Tobing, Christina) dan Juara 2 dimenangkan oleh UMY. Dalam bidang penyelenggaraan, Indonesia untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah turnamen debat berskala regional pada tahun 2007 ketika Institut Teknologi Bandung berhasil memenangkan bidding untuk AUDC 2007. Dua orang Indonesia pernah menjadi anggota inti dalam dewan AUDC, yaitu Norman Febrian (ITB) dan Bryan Gunawan (BiNus)
Namun, perlu diketahui bahwa pada WUDC ini jumlah tim ESL yang lolos adalah sebanyak 32 tim, dua kali lipat jumlah biasanya, karena terjadi kesalahan pengumuman kelolosan tim-tim ESL yang memaksa panitia untuk meloloskan lebih banyak tim sebagai bentuk kompensasi atas kekecewaan tim-tim yang diumumkan lolos dan ternyata tidak lolos. Meskipun pada tahun ini banyak tim Indonesia yang lolos, termasuk tim pertama UI yang lolos di peringkat teratas, seluruh tim tersebut gugur di babak perdelapan final. Pada WUDC 2009 di University College Cork, Irlandia, hanya satu tim Indonesia yang berpartisipasi yaitu dari Universitas Indonesia (Tirza Reinata, Dewi Wijayanti). Kebalikan dari WUDC 2008, pada WUDC 2009 jumlah tim ESL yang lolos ke babak berikutnya hanya 8 karena jumlah tim ESL keseluruhan juga sangat sedikit. Hal ini berdampak pada tim UI tidak lolos ke babak eliminasi ESL meskipun performanya di babak penyisihan yang cukup baik. Mulai tahun 2009, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Indonesia mengadakan lomba debat tingkat nasional dimana para finalis akan disponsori penuh ke WUDC. Lomba debat tersebut dinamakan National Universities English Debate Championship (NUEDC). NUEDC pertama diadakan di STESIA Surabaya. Pada kompetisi tersebut, Institut Teknologi Bandung(Muhammad Pandu, Luthfi Abdurrahman) meraih gelar juara mengalahkan Universitas Indonesia (Freida Siregar, Astari Damia), Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta (Denny Firmanto Halim, Joan Wicitra) dan Universitas Negeri Malang di final. Keempat tim tersebut disponsori penuh oleh DIKTI untuk berpartisipasi dalam WUDC 2010 di Koc University, Turki. Tahun ini, tidak satupun tim Indonesia lolos ke babak eliminasi utama maupun ESL; meskipun tim ITB mendapatkan peringkat 17 ESL, terpaut satu posisi dari peringkat yang dibutuhkan untuk lolos. Dalam kompetisi ini Bryan Gunawan (BiNus) berhasil memperoleh 6th Best Speaker EFL. Pada penyelenggaraan NUEDC 2010, Universitas Diponegoro (Satrio Adi Pratama, Buna Rizal) meraih gelar juara mengalahkan Universitas Indonesia (Natalia Rialucky, Ahmad Naufal Da'i), Universitas Gadjah Mada (Yunizar Adi Putra, Eldhianto Maulana Jusuf), ketiga tim ini menjadi utusan DIKTI pada World Universities Debating Championship 2010 di Botswana. Selain itu, pada tahun ini terdapat divisi baru dalam NUEDC, yakni divisi EFL, yang diperuntukkan bagi tim yang belum pernah mencapai babak Octo-Final di Turnamen debat Bahasa Inggris tingkat nasional di Indonesia seperti IVED, JOVED, ALSA UI E-comp, FT dan BIND serta belum pernah tinggal di luar negeri lebih dari tiga bulan. Pemenang dari EFL NUEDC 2010 adalah Universitas Bengkulu. Pada penyelenggaraan NUEDC 2011, melibatkan 96 tim yang berasal dari 12 Region Kopertis, dan merupakan NUEDC terbesar sejak di selenggarakan pertama kali pada tahun 2007.Universitas Bina Nusantara (Christian Leonardo, Astrio Feligent) meraih gelar juara mengalahkan Institut Teknologi Bandung (Dito Krista, Rifan Ibnu Rahman), Universitas Indonesia (Adlini Ilma Ghaisany Sjah, Roderick Sibarani), ketiga tim ini akan menjadi utusan DIKTI pada World Universities Debating Championship 2011 di Filipina, adapun Universitas Bakrie (Ammar Syah Anwar, Aryo) yang masuk ke Grandfinal tetapi menempati peringkat 4, tidak
berhasil masuk menjadi delegasi DIKTI. Pada divisi EFL, tahun ini dimenangkan oleh Sekolah Tinggi Bahasa Asing Teknokrat Lampung (Nurul Djannah, Sheilla Koesin) yang pada akhir babak pra-penyisihan menempati peringkat 8 dari 96 tim dan sekaligus menjadi wakil DIKTO di WUDC tahun ini.