Anda di halaman 1dari 4

Bab 2 Apa itu debat?

Dalam kehidupan bermasyarakat yang pluralistis, konflik atau pertentangan akibat dari adanya
perbedaan tersebut merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan karena kenyataan bahwa
masyarakat terdiri atas keragaman atau perbedaan dari masing-masing individu, baik itu
mengenai isu agama, negara, ekonomi, budaya, politik, hukum, atau yang lainnya1. Maka dari
itu, pertentangan dan silang pendapat dalam masyarakat tidak bisa dihindari. Berbagai negara
yang menganut sistem demokrasi, termasuk Indonesia, lebih menekankan musyawarah untuk
mencapai suatu kemufakatan. Dalam praktiknya dimana masing-masing pihak harus
mengemukakan gagasan-gagasannya secara meyakinkan sebelum kemudian disetujui oleh
forum. Dan dalam teknik berargumentasi inilah yang kemudian menjadi landasan dalam debat.

Secara definitif, dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), debat merupakan pembahasan
dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk
mempertahankan pendapat masing-masing. Menurut Dori Wuwur Hendrikus dalam bukunya
yang berjudul Retorika, debat adalah saling adu argumentasi antar pribadi atau antar kelompok
manusia dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak2. Selain itu, Asidi Dipodjojo
berpendapat bahwa debat merupakan suatu proses komunikasi yang dilakukan secara lisan yang
dinyatakan dengan bahasa untuk mempertahankan gagasan atau pendapat. Dalam sebuah debat,
setiap pihak berhak mengajukan pendapat dan memberikan alasan sehingga pihak lawan atau
pihak yang tidak setuju dapat menerima dan berpihak kepadanya 3. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa debat sebagai kegiatan adu argumentasi dan gagasan antara dua pihak atau
lebih dalam berusaha mendiskusikan dan memecahkan masalah serta mengkaji perbedaan, dan
pelakunya disebut sebagai debater.

Dinamika perkembangan dalam debat

Berkomunikasi dan berdialog dengan efektif merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki
manusia. Tanpa kita sadari, debat juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Contohnya seperti seorang anak yang saling berdebat dan saling silang pendapat
1
Sukri. Keniscayaan konflik dalam masyarakat demokrasi. Jurnal Politik Profetik, Volume 04, No. 2. 2016.

2
Hendrikus, Dori Wuwur. Retorika: Terampil berpidato, Berdiskusi, Beragumentasi, Bernegosiasi. Kanisius. Yogyakarta, 2009.

3
Dipodjojo, A. Komunikasi Lisan. PD. Lukman. Yogyakarta. 1982
dengan orang tuanya saat hendak memilih jurusan mana yang tepat yang akan diambil oleh si
anak, seorang mahasiswa berdebat dengan teman sekelasnya mengenai siapa yang pantas
menjadi seorang ketua kelas, Seorang pacar yang sedang berdebat untuk tidak diputuskan
cintanya karena berbagai alasan, dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut debat telah menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan, namun tidak banyak orang yang mau meluangkan
waktunya untuk mengasah kemampuannya dalam berdebat, padahal dengan memiliki
kemampuan berdebat yang mumpuni secara profesional dapat memberikan kesempatan sukses di
dalam banyak aspek kehidupan. Keuntungan mempelajari ilmu dalam berdebat dapat melatih
kita untuk berpikir kritis, logis serta sistematis.

Debat sendiri secara praktik dalam konteks ketatanegaraan telah banyak dianut dalam berbagai
sistem pemerintahan didunia khususnya sebagian besar negara-negara demokrasi. Kita bisa
mengambil contoh pemerintahan polis Athena di era sebelum masehi sampai dengan Negara
Republik Indonesia yang dibentuk dan hidup di era modern ini. Dalam contoh pemerintahan
tersebut, debat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pemerintahan dan ketatanegaraan.
Bahkan hingga sekarang, banyak sekali negara yang menerapkan baik itu sistem debat parlemen
dimana mereka mengusulkan rancangan undang-undang dan membuat resolusi yang akan
menjadi hukum atau undang-undang, maupun debat antar kandidat calon pemimpin dimana para
kandidat untuk jabatan politik tinggi seperti presiden atau perdana menteri, akan melakukan
debat publik selam masa kampanye berlangsung untuk meyakinkan para pemilihnya.

Debat kompetitif

Seiring dengan perkembangan zaman debat juga dijadikan suatu ajang kompetisi atau
perlombaan untuk membentuk karakter, melatih dan mendidik generasi muda dalam
menyampaikan pendapat dan memberikan solusi atas permasalahan secara logis dan kritis.
Dalam konteks kompetisi, debat dilakukan oleh antar tim yang memperdebatkan sebuah topik
atau mosi. Masing-masing tim baik yang pro maupun kontra akan menyampaikan argumen
dengan bukti-bukti yang kuat dan relevan untuk meyakinkan para juri agar mendapatkan
penilaian yang baik untuk memenangkan pertandingan. Kompetisi debat ini dilakukan di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, baik di tingkat lokal, nasional, hingga internasional
dengan berbagai peraturan. Terdapat banyak sistem debat kompetitif di seluruh dunia yang
memiliki perbedaan secara struktur dan format, namun pada dasarnya tak jauh berbeda antara
satu dengan yang lainnya karena beberapa format yang digunakan dalam debat kompetitif
didasarkan atas debat formal yang dilakukan di parlemen. Diantaranya, ada format Parlemen
Australasia, Asian Parliamentary, dan British Parliamentary yang merupakan format yang paling
dikenal dan sering digunakan di Indonesia.

Peristilahan dalam debat kompetitif seringkali menggunakan istilah-istilah yang ada dalam
sistem debat parlemen sesungguhnya. Misalnya seperti topik perdebatan disebut mosi, tim pro
(yang setuju dengan mosi perdebatan), tim kontra (yang menentang mosi perdebatan),
chairperson (pemimpin/wasit debat), time keeper, dewan juri/penonton, dan interupsi disebut
Points of Information (POI)4. Dalam kompetisi debat di Indonesia terdapat berbagai sistem dan
aturan yang berbeda-beda dalam setiap kompetisinya, namun yang paling sering digunakan yaitu
sistem debat British Parliamentary, tentunya dengan berbagai perubahan yang disesuaikan oleh
panitia kompetisi debat itu sendiri, baik itu mengenai penentuan mosi, Jumlah debater dalam
satu tim, lama waktu yang disediakan untuk masing-masing debater, aturan jumlah juri dalam
sebuah debat, tata cara/kriteria penilaian, dan lain-lain.

Pada umumnya dalam kompetisi debat di Indonesia, masing-masing tim terdiri atas tiga
anggota, yaitu pembicara pertama, pembicara kedua dan pembicara ketiga. Masing-masing
pembicara memiliki tugas dan peran tertentu. Sebagai contoh, pembicara pertama berperan
mendefinisikan mosi yang sedang diperdebatkan, memberikan latar belakang, menentukan
parameter atau batasan terhadap mosi, menjelaskan timeline alasan utama mengapa mendukung
atau menentang mosi tersebut, membagi tugas pembicara 1, 2, dan 3, dan menjelaskan team split
atau sudut pandang terhadap mosi perdebatan misalnya mengenai urgensi, keefektifan,
kefisibelan, dan dampak kedepan atas sebuah kebijakan. Biasanya waktu yang diberikan untuk
pembicara pertama dalam menyampaikan argumentasinya cenderung lebih sedikit dibandingkan
dengan pembicara kedua atau ketiga, karena khusus untuk pembicara pertama tidak
diperbolehkan adanya interupsi dari tim lawan, namun pembicara pertama berhak
menyampaikan interupsi terhadap pembicara kedua atau ketiga tim lawan. Ketika pembicara
kedua dan ketiga selesai menyampaikan argumentasinya, pembicara pertama kemudian

4
Quinn, S.. Debating in The World School Style. New York: International Debate Education Association. 2019
menjelaskan kembali argumentasi penutupnya dengan kesimpulan dan solusi yang hendak
disampaikan. Lalu tugas pembicara kedua yaitu selain menyampaikan argumentasinya untuk
membangun kembali dan memperkuat argumentasi pembicara pertama, ia juga bertugas
membidas argumentasi pembicara lawan sebelumnya dan menyanggah interupsi-interupsi yang
diarahkan padanya dari pihak lawan. Tugas pembicara ketiga tidak jauh berbeda dengan
pembicara kedua, yaitu menyampaikan argumentasinya untuk semakin memperkuat argumentasi
pembicara pertama dan kedua, membidas argumentasi pembicara lawan sebelumnya dan
menjawab segala interupsi. Pada umumnya teknik dalam memberikan bidasan terhadap
argumentasi lawan sebelumnya yaitu dengan cara menyerang teamline dan teamsplit dari tim
lawan. Waktu yang diberikan untuk pembicara kedua dan ketiga ini sama. Dan waktu interupsi
sendiri biasanya hanya diberikan antara 20-30 detik lamanya, kesempatan untuk memberikan
interupsi dimulai dari satu menit pertama argumentasi lawan hingga dua menit sebelum waktu
berakhirnya argumentasi lawan. Dalam perhitungan penilaian hasil pertandingan, beberapa
kompetisi debat hanya menggunakan victory point (VP) untuk menentukan peringkat, namun ada
juga yang menghitung selisih (margin) nilai yang diraih kedua tim atau jumlah vote juri (misal
untuk panel yang beranggotakan 3 juri, sebuah tim bisa menang dengan skor 3-0 atau 2-1 dari
hasil voting ketiga juri tersebut).

Anda mungkin juga menyukai