Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DEBAT

Disusun Oleh :

1. Reza Ariksa ( 2188201061 )

2. Muhammad Pangki

Dosen Pengampu : Irma Sendy Aristya, M. Pd

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN MUHAMMADYAH

PAGARALAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Setiap keterampilan itu berhubungan erat pula dengan proses-proses

berfikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan

pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan

jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan

dikuasai dengan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan

berbahasa berarti berlatih pula keterampilan berfikir. (Tarigan, 1980:1;

Dawson {et al}, 1963: 27). Pembelajaran peningkatan keterampilan

berbahasa dikembalikan pada peningkatan keterampilan berbahasa. Dalam

memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu

hubungan urutan yang teratur: Mula-mula pada masa kecil kita belajar

menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca

dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari pada saat sebelum

memasuki sekolah.

Linguis berkata bahwa “speaking is language”. Berbicara adalah

suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan

seseorang, yang hanya didahului dengan keterampilan menyimak.

Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan kosa kata yang

diperoleh oleh seseorang; melalui kegiatan menyimak dan membaca.

Kekurang matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu


keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Perlu kita sadari pula

bahwa keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara aktif yang

efektif banyak persamaan dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi

efektif.

Debat adalah sebuah tahapan yang harus dilalui oleh penyedia jasa

konstruksi untuk dapat mengerjakan sebuah proyek. Di dalam proses debat ini

penyedia jasa konstruksi atau calon kontraktor mengajukan penawaran agar

dapat pemahaman tentang debat dan penggunaan keterampilan bahasa

memperoleh proyek tersebut. Namun dalam proses debat sering terjadi

kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta debat. Hal ini diakibatkan

karena pemahaman terhadap bahasa yang kurang baik, sehingga kurang di

perhatikan oleh para owner.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan dabat?

2. Apa saja norma-norma debat?

C.  TUJUAN

 Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata

kuliah Berbicara
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DEBAT

Setelah anggota suatu kelompok mempergunakan teknik diskusi

untuk mencapai penyelesaian yang paling baik terhadap suatu masalah,

maka mereka pun memakai prinsip-prinsip debat untuk mempengaruhi

orang lain di luar kelompok untuk menerima usul yang terpilih itu. Teknik

yang satu tidak dapat digantikan oleh yang lainnya. Keduanya mempunyai

bidang masing-masing yang tidak dapat dipertukarkan.

Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktik

persengketaan dan kontroversi. Debat merupakan suatu argumen

untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung

oleh satu pihak yang disebut pendukung atau alternatif, dan

ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkalan atau

negatif. Biasanya ada dua tim yang masing-masing mempunyai

tiga orang anggota. Setelah batasan setiap istilah ditentukan, maka

kedua tim tersebut mempersiapkan laporan-laporan singkat mereka

yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang bersangkutan.

Pembicara pertama mengemukakan kasus bagi afirmatif  serta

menyatakan masalah-masalah yang harus di perhatikan oleh kedua

rekannya. Begitupula pihak negatif pun membuat persiapan yang

sama. Seorang pembicara, penangkis atau penyangkal pun dipilih

dari pihak, dan setelah pidato-pidato resmi disajikan, para


pembicara penangkas pun mengemukakan sangkaln-sangkalan

mereka. Suatu persiapan yang matang jelas sangat diperlukan.

Diskusi terlukis dengan jelas di dalam pertimbangan-pertimbangan

mendalam yang dilakukan oleh suatu komite yang menangani tugas

pengkajian serta penganjuran suatu kebijaksanaan bagi seluruh kelompok

atau organisasi orang tua. Debat terlukis dengan jelas dalam pembicaraan-

pembicaraan atau pidato-pidato yang pro dan kontra dalam organisasi

yang lebih besar sebelum diadakan pemilihan atau pemungutan suara

dilangsungkan, menentukan kebijaksanaan yang mana yang akan diterima.

Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan

atau kontroversi

B. PENGGUNAAN DEBAT

Dalam masyarakat demokratis, debat memegang peranan penting

dalam:

Ø  Perundang-undangan.

Amandemen-amandemen dapat diketengahkan dan debat perlu

tidaknya mengenai amandemen-amandemen akan mendahului

tindakan yang akan diambil terhadapnya. Kalau dalam perdebatan

kedua belah pihak mengemukakan suatu analisis yang lengkap

mengenai kegunaan dan kelemahan rencana undang-undang itu, maka

para pembuat undang-undang (legislator) haruslah siap melaksanakan

pemungutan suara (voting) terhadap masalah itu.

Ø  Politik.
Selama kampanye-kampanye politik berlangsung, debat-debat

bersama memudahkan para pemilih atau pemberi suara mendengar

para calon yang bertentangan saling mempertahankan pendapat dan

menyerang kelemahan lawan.

Ø  Bisnis.

Dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu

perusahaan, disamping diskusi, mempergunakan juga debat untuk

memperoleh keputusan dalam berbagai kebijakan.

Ø  Hukum.

Dalam kantor-kantor pengadilan, kehidupan seseorang sering kali

tergantung pada debat yang terjadi antara pihak penuntut dan pembela,

dimuka dewan juri atau hakim, hak-hak milik, hak-hak penduduk,

tuntutan-tuntutan kerugian, dan banyak lagi masala h kewarganegaraan

yang membutuhkan keputusan hakim.

Ø  Pendidikan.

Pada beberapa kampus perguruan tinggi di universitas, debat telah

menjadi suatu sarana penting untuk memperkenalkan komunitas atau

masyarakat tersebut dengan masalah-masalah yang hangat

diperbincangkan dalamkehidupan sehari-hari.

C. JENIS-JENIS DEBAT

Berdasarkan bentuk maksud dan metodenya debat diklasifikasikan

menjadi:
(a). Debat parlementer/majelis

(b). Debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran

pemeriksaan terdahulu; dan

(c). Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan.

Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi,

namun debat parlementer merupakan ciri-ciri badan legislatif. Debat

pemeriksaan ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantor-

kantor pengadilan dan debat formal berdasarkan pada konversi-konversi

debat bersama secarapolitis (Mulgrave, 1954 :650).

a.       Debat Majelis atau Debat Parlementer.

Maksud dan tujuan debat majelis adalah untuk memberi dan

menambah dukungan bagi undang-undang tertentu dan semua anggota

yang ingin menyatakan pandangan dan pendapatnya, berbicara

mendukung atau menentang usul tersebut setelah mendapat izin dari

majelis. Pembatasan-pembatasan waktu berdebat dapat diatur oleh

tindakan parlementer majelis itu.

b.      Debat Pemeriksaan Ulangan

Debat ini merupakan suatu bentuk perdebatan yang lebih sulit dan

menuntut persiapan yang lebih matang dari pada gaya perdebatan

formal.Prosedurnya adalah sebagai berikut:


Ø  Pembicara afirmatif yang pertama menyampaikan pidato

resminya. Segera setelah itu, dia diperiksa dengan teliti oleh pembicara

negatifyang pertama.

Ø  Setelah tujuh menit pemeriksaan, sang penanya diberi kesempatan

selama empat menit untuk menyajikan kepada para pendengar

pengakuan-pengakuan apa yang telah diperolehnya dengan

pemeriksaan ulang itu. Dia dibatasi pada apa-apa yang telah

diperolehnya secara aktual dengan pengakuan-pengakuan itu, dan

tidak diperkenankan memperkenalkan fakta-fakta atau argumen-

argumen baru.

Ø  Selanjutnya, anggota pembicara negatif yang kedua

mengemukakan kasus negatif, dan seterusnya diteliti ulang oleh

pembicara afirmatif yang kedua. Teknik ini memang agak sulit dan

menuntut keterampilan berbahasa yang tinggi yang ada

hubungannya dengan pokok permasalahannya.

c.       Debat Formal

Tujuan debat formal adalah memberi kesempatan bagi dua tim

pembicara untuk mengemukakan kepada para pendengar sejumlah

argumen yang menunjang atau membantah suatu usul. Setiap pihak

diberi jangka waktu yang sama bagi pembicara-pembicara konstruktif

dan bantahan.

D. SYARAT-SYARAT SUSUNAN KATA PROPOSIS


Proposisi atau usul menentukan ruang lingkup dan pembatasan-

pembatasan suatu perdebatan. Bergantung kepada tipe debat yang

dilaksanakan, maka suatu usul mungkin merupakan suatu emosi, suatu

resolusi, atau suatu rancangan undang-undang yang akan diputuskan oleh

suatu majelis parlementer. Sang pembicara hendaklah meneliti agar

usulnya sudah jelas memenuhi tuntutan-tuntutan atau syarat-syarat

tersebut, yaitu:

1)      Kesederhanaan

Usul-usul yang rumit dan berbelit menyebabkan analisis yang

sukar. Semakin sederhana suatu pernyataan maka semakin bergunalah

bagi perdebatan yang sedang berlangsung.

2)      Kejelasan

Pernyataan-pernyataan yang samar-samar dan tidak jelas

menimbulkan beragam penafsiran yang timbul dalam perdebatan yang

membingungkan.

3)      Kepadatan

Kata-kata hendaklah dipergunakan sedikit dan sepadat

mungkin. Terlalu bertele-tele atau panjang lebar akan mengakibatkan

suatu usul menjadi tidak praktis dan menyebabkan salah pengertian.

4)      Susunan kata afirmatif

Usul yang negatif seakan-akan dapat memutar balikkan

posisi-posisi afirmatif dan negatif. Susunan kata suatu usul


hendaklah bersifat afirmatifatau mengiyakan jangan

bersifat negatif atau meniadakan.

5)      Pernyataan Deklaratif

Suatu pernyataan yang tegas lebih disukai, lebih baik daripada

suatu pertanyaan. Pertanyaan pada umumnya dipergunakan bagi

diskusi karena maksud dan tujuannya adalah menyelidiki. Pernyataan

diperlukan bagi debat karena maksud dan tujuan adalah untuk

menyokong dan membela.

6)      Kesatuan

Sebuah gagasan tunggal sudah cukup bagi satu perdebatan.

Misalnya usul “Badan pembuat undang-undang haruslah mengadakan

pemilihan wajib dan haruslah membuat regristrasi tetap” mengandung

dua pokok perdebatan yang berbeda: “pemilihan wajib” dan “registrasi

tetap”.

7)      Usul Khusus

Usul-usul yang bersifat umum akan mengakibatkan perdebatan-

perdebatan yang terpencar dan tidak memuaskan.

8)      Bebas dari Prasangka

Bahasa yang berprasangka akan memperkenalkan asumsi-asumsi

atau pelanggaran yang tidak tepat ke dalam usul.

9)      Tanggung jawab untuk memberikan bukti yang

memuaskan terhadap afirmatif


Susunan kata usul hendaknya dibuat sebaik dan secepat

mungkin sehingga pembicara afirmatif akan menganjurkan

serta menyokong suatu perubahan.

E. POKOK-POKOK PERSOALAN

Untuk memperoleh pokok-pokok persoalan yang menarik

serta merangsang bagi suatu perdebatan,

pembicara sepatutnya mempertimbangkan masak-masak mengapa

usul atau proposisi yang dikemukakannya merupakan masalah

penting bagi perdebatan pada saat ini. Pembicara haruslah

membatasi secara tegas dan tepat segala istilah yang terdapat pada

proposisi tersebut. Dia harus menentukan dengan tegas apa yang

harus diakui/diterima, dilepaskan, atau dikeluarkan karena tidak

ada hubungannya dengan masalah yang dikemukakan. Masalah-

masalah utama akan membuahkan pokok-pokok persoalan dasar

dalam perdebatan dan selanjutnya membimbing ke arah pokok-

pokok persoalan tambahan.

Terhadap usul-usul yang ada kaitanya dengan

kebijaksanaan, biasanya tiga persediaan pokok persoalan dapat

dimanfaatkan, yaitu:

1.  Apakah diperlukan suatu perubahan.

2. Apakah usul itu menawarkan terbaik yang mungkin dibuat.

3.  Apakah usul itu memberikan kerugian-kerugian yang lebih besar

ketimbang keuntungan-keuntungan yang diharapkan.


F. PERSIAPAN LAPORAN SINGKAT

Hal ini dimaksudkan untuk merekam bentuk kalimat uraian mengenai

usul yang diajukan oleh pembicara. Laporan singkat dapat mencerminkan

yang sewajarnya, maka seorang pembicara pun telah mengetahui setiap

aspek masalah yang berhubungan dengan masalah lainnya. Pembicara

hendaklah mempersiapkan laporan singkat afirmatif dan negatif untuk

mengetahui kasus bagi kedua belah pihak.

1.      Bentuk dan pengembangan laporan

Laporan singkat hendaknya mempergunakan simbol-simbol yang

tetap dengan susunan: angka-angka romawi, huruf-huruf kapital,

huruf-hurufarab, dan huruf-huruf non kapital. Dalam pendahuluan

hubungan maju langkah demi langkah dari umum ke khusus menuju

penalaran-penalaran terhadap fakta-fakta. Segala pernyataan haruslah

diserasikan dengan baik.

2.      Bagian-bagian laporan

Suatu laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu:

a)      Pendahuluan

Yang biasanya terdiri dari:

Þ    alasan pengadaan diskusi.

Þ    asal usul masalah.


Þ    batasan istilah-istilah.

Þ    masalah yang diakui.

Þ    hal-hal yang tidak relevan.

Þ    pendirian-pendirian utama pihak afirmatif.

Þ    pokok-pokok permasalahan.

b)      Isi

Isi laporan membuat argumen-argumen dan fakta-fakta penunjang bagi pihak

afirmatif dan negatif. Argumen utama merupakan jawaban-jawaban terhadap

pokok-pokok persoalan. Untuk menguji hubugan setiap argumen kata sebab atau

karena dapat disisipkan di belakang setiap pernyataan dalam isi laporan.

c)      Kesimpulan

Kesimpulan laporan mengikhtiarkan secara berurutan argument-argumen

utama dalam bentuk “anak kalimat sebab“ atau “klausa selagi” yang diikuti atau

“maka dengan demikian”. Bagian afirmatif dan negatif masing-masing

mempunyai kesimpulan sendiri, yang jelas bertentangan satu dan lainnya.

G. PERSIAPAN PIDATO DEBAT

Para anggota debat haruslah mempersiapkan dua jenis pidato yang

berbeda yaitu:

1.      PidatoKonstruktif

Setiap anggota debat haruslah merencanakan suatu pidato

konstruktif yang diturunkan dari argument-argumen dan fakta-fakta


dalam laporannya serta disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan para

pendengarnya maupunargumen-argumen yang timbul dari para

penyanggahnya.

Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan

sanggahan kalau perlu dan juga bagi kesinambungan penyesuaian

terhadap argumen-argumen yang dikemukakan oleh oposisi. Karena

waktu yang tersedia bagi pembicara atau pidato debat memang

terbatas, masalah yang dipilih serta usul yang diajukan dalam

pengembangan kasus merupakan pertimbangan-pertimbangan penting,

merupakan konsiderasi-konsiderasi utama. Hal-hal yang harus

ditekankan, fakta-fakta yang paling persuasif, minat serta kepercayaan

umum atau khusus para pendengar yang dapat dimanfaatkan, serta

susunan ide-ide yang akan dapat menimbulkan daya pikat yang paling

kuat

3. Pidato Sanggahan

Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argument-

argumen konstruktif yang baru. Akan tetapi fakta-fakta tambahan demi

memperkuat yang telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam

mengikhtisarkan kasus tersebut.

Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau

ternyata gagal memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara

keseluruhan. Sang pembicara hendaknya mengakhiri serta

menyimpulkan pembicaraannya dengan cara mengarahkan kembali


perhatian para pendengar kepada pokok-pokok persoalan utama dalam

perdebatan itu dan dengan jalan memperlihatkan secara khusus

bagaimana pembuktiannya menjawab masalah-masalah tersebut secara

lebih memuaskan ketimbang yang dilakukan oleh kasus penentang

atau oposisinya itu.

H. SIKAP DAN TEKNIK BERDEBAT

Para anggota debat yang tidak berpengalaman sering kali

menimbulkan kebencian para pendengar karena sikap mereka yang suka

bertengkar, suka bercekcok, dan menganggap dirinya selalu benar.

Seorang pedebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan

tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya. Dia harus

menghindarkan pernyataan yang berlebih-lebihan terhadap kasusnya dan

mempergunakan kata-kata dan ekspresi-ekspresi yang samar-samar yang

tidak di kehendaki oleh fakta-fakta nya.

Dalam hal ini mereka menghadapi kemungkian dan bukan

kepastian mereka harus yakin bahwa tidak mengemukakan sesuatu yang

tidak ingin dan tidak dapat diterima oleh para pendengar. Para anggota

debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat marah karena adanya

sindiran tajam ataupun tuduhan tidak langsung dari para lawan

mereka. Sikap tenang dan santai serta sopan santun terhadap para lawan

dan para pendengar akan menimbulkan kesan yang paling baik.

Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan

utamanya adalah komunikasi langsung dan persuasif dengan para


pendengarnya. Harus dijaga benar-benar agar tujuan utama ini jangan

tersingkir oleh hal-hal kecil yang tidak penting sama sekali.

I. KEPUTUSAN

Dalam suatu badan legislatif, keputusan terhadap suatu perdebatan

diadakan dengan cara pemungutan suara atau voting, resolusi, atau

rancangan undang-undang. Dalam kantor pengadilan keputusan yang

diambil oleh hakim atau juri. Dalam perdebatan-perdebatan yang

berhubungan dengan pendidikan, keputusan mempunyai jenis yang

beraneka ragam. Beberapa perdebatan diadakan tanpa suatu keputusan

resmi di antaranya:

1.   Jenis-jenis keputusan pada perdebatan antar perguruan tinggi.

Pada perdebatan antar perguruan tinggi, keputusan dapat diambil

dengan cara pemungutan suara dari pendengar, suatu komite hakim

atau juri maka seorang hakim juga dapat menyajikan suatu kritik

yaitu:

2. Keputusan oleh para pendengar. Apabila suatu pemungutan suara

dilemparkan kepada para pendengar, maka kepeda mereka dapat diminta

untuk mengemukakan pendapat terhadap usul itu sendiri setelah

mempertimbangkan argumen pada kedua belah pihak, atau kegunaan

perdebatan, ataupun keduanya.

3.  Keputusan oleh para hakim. Karena para pendegar belum tentu

merupakan orang yang ahli dalam teknik pengambilan keputusan

mengenai manfaat perdebatan lebih baik keputusan seorang hakim yang


ahli dalam teori perdebatan. Mereka mungkin mengadakan perundingan

untuk mecapai suatu keputusan.

4. Keputusan dengan kritik. Pada masa akhir ini telah sering diadakan

keputusan dengan kritik. Seorang ahli mengenai argumentasi dan

perdebatan diundang untuk memberikan suatu keputusan mengenai

perdebatan itu dan suatu keputusan mengenai karya para pendebat. Diapun

dapat mengomentari aspek dasar dan penampilan.

J.  TURNAMEN DEBAT

Turnamen debat mempunyai beberapa nilai yang berhubungan dengan

pendidikan. Sebagai latihan tunggal suatu program debat memberi

keuntungan yang tidak sedikit. Tetapi tujuan dari suatu masa perdebatan

hal itu akan mengarah pada tujuan yang salah. Bahayanya ialah para

pastisipan beranggapan bahwa keputusan yang memenangkannya

merupakan kriteria utama keberhasilan.

1.      Prosedur turnamen debat

Prosedur yang lazim di suatu turnamen debat ialah turut

mengundang beberapa lembaga untuk mengirimkan suatu tim

afirmatif dan suatu tim negatif. Bagi perdebatan mengenai sebuah

suatu tema, pasangan-pasangan yang berdebat sebaiknya adalah

kelipatan empat, contohnya kita analogikan 16, masing-masing tim

berarti mempunyai 16 perdebatan pada putaran pertama. Selanjutnya

pada putaran kedua 16 tim pendebat dieliminasi oleh seorang hakim


yang akhirnya didapatkan tim yang tersisih dan yang melanjutkan ke

putaran kedua.

2.      Masalah-masalah dalam turnamen debat

Yang menjadi masalah pokok turnamen debat ini adalah menemukan

sejumlah hakim yang cukup berwenang untuk memberi keputusan-keputusan

yang akan mendapat respek. Masalah lain adalah daya tahan dari semua yang

bersangkutan mewajibkan perdebatan yang berkesinambungan selama beberapa

jam mengenai suatu masalah. Ketika para anggota debat beranggapan tujuan

utama karir berbicara mereka selaku mahasiswa tingkat prasarjana, perdebatan itu

hendaklah mempertimbangkannya serta menyesuaikannya dengan tujuannya.

K.  NORMA-NORMA DALAM BERDEBAT DAN BERTANYA

1.      Norma-norma dalam berdebat

Semua pembicara hendaknya memiliki:

a.       Pengetahuan mengenai pokok pembicaraan.

b.      Kemampuan menganalisis.

c.       Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi.

d.      Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta.

e.       Kecakapan menemukan buah pikiran.

f.        Keterampilan dalam membuktikan kesalahan.


g.       Keterarahan, kelancaran dalam penyampaian pidato (Mulgrave, 1954:75).

2.      Norma-norma bertanya

a.       Mengetahui yang akan didiskusikan sebelum bertanya.

b.      Bersungguh-sungguh dalam mencari informasi.

c.       Janganlah kita ingin menguji pembicara.

d.      Singkat dan tepat.

e.       Tidak terlalu berbelit-belit.

f.        Hindarkan pertanyaan dari prasangka emosional.

g.       Pertanyaan mempunyai tujuan tertentu yaitu mencari penjelasan dan fakta-fakta

yang telah dikemukakan pembicara.

h.       Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan khusus.

i.         Hindarkan cara berfikir yang tidak masuk akal dengan tidak untuk

mendemonstrasikan keterampilan kita sendiri (powers,1951:311).

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


A.   KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa debat merupakan

suatu argumen untuk  menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang

didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung/afirmatif, dan ditolak,

disangkal, oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif.

B.  SARAN

Penulis mempunyai saran-saran yaitu:

Ø  Sebaiknya dalam debat kita menggunakan bahasa yang baik dan benar.

Ø  Jangan menggunakan emosi ketika berpendapat maupun menyanggah.

Ø  Menerima kritikan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

1)      Tarigan, Henry Guntur.1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai