What is lawyering about ( Kecakapan dan Penalaran Hukum) Dr. Sigit Riyanto., SH., LL.M. A. Pengantar : Para ahli hukum memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat di negara manapun. Para ahli hukum juga memiliki peran yang menentukan dalam sejarah pembentukan dan kehidupan negara, utamanya melalu perancangan konstitusi dan legislasi atau pembentukan ketentuan hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan. Para ahli hukum, menempati posisi penting dalam proses membangun kehidupan yang tertib dan teratur, dengan menduduki jabatan penting dalam pemerintahan, bisnis, urusan-urusan politik dan sipil. Bahkan ada informasi faktual yang cukup menarik; bahwa semakin maju suatu negara, ternyata semakin tinggi pula permintaan atau kebutuhan akan ahli hukum yang handal1. Profesi hukum merupakan profesi publik yang sangat unik. Ahli hukum dapat berperan dalam pembentukan hukum yang akan diberlakukan, mewakili klien perorangan, korporasi maupun badan hukum publik, terlibat dalam proses hukum atau persidangan di pengadilan yang menegaskan fungsi hukum, dan juga proses lain yang relevan bagi masyarakat dan negara. Untuk menjalankan peran semacam ini diperlukan kemampuan khas yang disebut dengan kecakapan dan penalaran hukum. Kecakapan dan penalaran hukum merupakan kemampuan yang mendasar ( fundamental ) bagi para ahli hukum untuk dapat bekerja secara baik dan benar. Kecakapan dan penalaran hukum yang dimiliki oleh seorang ahli hukum akan menjadi faktor yang menentukan kinerja profesionalnya. Pada bagian ini akan disajikan tiga hal pokok berkaitan dengan kecakapan dan penalaran hukum (what is lawyering about ) yang relevan bagi pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Tiga hal pokok tersebut adalah: Pertama, tentang urgensi kecakapan dan penalaran hukum; Kedua, tentang kecakapan dasar yang perlu dikuasai oleh seorang ahli hukum; dan Ketiga, mengenai makna kecakapan dan penalaran hukum bagi Pendidikan Hukum di Indonesia.
B. urgensi kecakapan dan penalaran hukum (Thinking Like A Lawyer). Seorang ahli hukum ( lawyer) dihadapkan pada keharusan untuk berpikir secara khas. Pada umumnya, seorang ahli hukum harus mampu menemukan norma yang berlaku dan menerapkan norma tersebut dalam peristiwa yang dihadapi atau dalam konteks yang relevan. Seorang ahli hukum harus mampu memecahkan persoalan hukum baik akademis maupun praktis. Untuk menemukan pemecahan masalah hukum, diperlukan upaya untuk menemukan norma hukum yang tepat dan relevan terhadap persoalan pokoknya. Norma hukum yang tepat harus dipilih, dianalisis dan diterapkan terhadap persoalan yang sedang dihadapi. Untuk
1
Lihat misalnya, William M. Sullivan., et.al., Educating Lawyers: Preparation for the Profession of Law, The Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching: San Francisco : John Wiley& Sons, Inc. Hal . 1.
Byron D. Cooper 2001, The Integration of Theory, Doctrine, and Practice in Legal Education, dalam Journal of the Association of Legal Writing Directors. Hlm. 50- 64.
3
Lihat misalnya ; Sally Kane, 2011, Top Ten Legal Skills. Dapat http://legalcareers.about.com/od/legalcareerbasics/tp/Legal-Skills.htm, diakses 18 April 2011.
dilihat
di
Komunikasi secara tertulis. Seorang ahli hukum harus mampu melakukan korespondensi tertulis tentang hal-hal yang sederhana, hingga merancang dokumen hukum yang kompleks. Kecakapan menulis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari profesi hukum apapun. Para profesional hukum dituntut untuk memiliki kemampuan untuk membuat tulisan yang runtut, jelas, akurat dan persuasif. Profesional hukum harus mampu membuat dokumen sederhana hingga merancang berbagai dokumen penting dan rumit termasuk, gugatan, memorandum, pendapat hukum, resolusi, perjanjian dan lain sebagainya. Profesional hukum di manapun mereka bekerja, dituntut untuk memiliki keahlian dalam melakukan komunikasi tertulis yang relevan dengan praktik hukum. Secara umum, ada tiga kelompok pola atau model komunikasi tertulis dalam bidang hukum yang harus dipahami oleh mahasiswa fakultas hukum4. Pertama, adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses litigasi. Dokumen yang berkaitan dengan proses litigasi termasuk di antaranya, somasi, gugatan, dakwaan. Kedua, adalah dokumen-dokumen untuk kepentingan komunikasi yang informatif dan persuasif ( informing and persuading documens ). Dalam dokumen semacam ini, diperlukan rumusan yang jelas, utuh dan meyakinkan. Termasuk dalam kategori dokumen untuk komunikasi yang informatif dan persuasif misalnya ; surat kepada pihak lain, memoranda, naskah akademik (academic draft/ academic writing)5, pendapat hukum ( legal opinion) , permohonan, pemberitahuan dan atau peringatan. Ketiga, adalah dokumen yang berkaitan dengan penegasan atau pembentukan norma hukum ( rule making documents). Dalam hal ini, diperlukan keahlian untuk mebuat dokumen denga rumusan yang jelas, akurat dan tepat baik secara sintaksis ( berdasarkan urutan kata) maupun semantik ( pilihan kata). Dokumen yang termasuk dalam
4
Lihat misalnya : Elizabeth Fajans, Mary R. Falk dan Helene S. Shapo, 2004, Writing For Law Practice, Foundation Press: New York. 5 Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menulis naskah untuk kepentingan akademik diantaranya adalah: kebenaran informasi dan metode yang digunakan; didukung oleh bukti-bukti yang sahih ( valid); argumen yang netral dan berimbang ( balance argument);bahasa yang non emosional; serta mendalam dan lengkap ( indepth and thorough).
Legal reasoning merupakan kecakapan intelektual yang sangat diperlukan bagi para ahli hukum. Legal reasoning merupakan kombinasi antara wawasan tentang aspek moral dan praktis (practical wisdom), penguasaan hal-hal teknis hukum ( craft) dan kemampuan retorik ( rethoric) . Ketiga hal tersebut merupakan komponen kecakapan esensial dan sama-sama pentingnya dalam membentuk kemampuan penalaran hukum ( legal reasoning). Kombinasi ketiga hal tersebut akan membangun kemampuan penalaran hukum yang seimbang, menyeluruh dan meyakinkan ( balanced, complete, and compelling account of legal reasoning). Lihat misalnya : Brett G. Scharffs, 2004, The Character of Legal Reasoning, dimuat dalam Washington & Lee Law Review, Vol. 61 ( 2004). Hal 733- 786. Dalam hal ini kiranya perlu dikemukakan bahwa kemampuan legal reasoning seorang ahli hukum juga harus mencakup keahlian untuk melakukan penalaran dengan analogi, penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran dengan analogi merupakan salah satu bentuk metode berpikir yang sering digunakan oleh para ahli hukum. Penalaran analogi merupakan pemikiran dengan membandingkan atau membedakan suatu peristiwa atau kasus dengan fakta-fakta, keputusan, atau penalaran dengan menghubungkan suatu kasus atau peristiwa dengan fakta-fakta, keputusan atau pemikiran yang ada dalam kasus lain yang relevan. Logika induktif, merupakan penalaran yang bertititik-tolak dari hal-hal khusus atau kasuistis untuk diarahkan pada hal-hal yang bersifat umum. Logika induktif pada umumnya merupakan bentuk ekstrapolasi ketentuan umum yang bertolak dari kasus-kasus yang berbeda-beda. Logika deduktif adalah penalaran yang berkebalikan dari penalaran induktif. Dalam logika deduktif , penalaran didasarkan pada ketentuan umum dan diarahkan pada hal-hal khusus atau kasuistis. Penalaran deduktif pada umumnya bertolak dari ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam peraturan perundang-undangan dan diterapkan pada suatu peristiwa konkrit tertentu.
Melakukan Riset Hukum ( Legal Research) 7. Salah satu ketrampilan penting yang harus dimiliki oleh seorang ahli hukum adalah melakukan penelitian tentang, konsep-konsep hukum, keputusan pengadilan ( yurisprudensi) , pendapat hukum ( judicial opinion), peraturan perundang-undangan dan informasi lain yang relevan. Oleh karena itu seorang ahli hukum juga dituntut untuk cakap melakukan : Cara-cara penelitian hukum ( legal research techniques). Menguasai cara menemukan bahan-bahan hukum dan menganalisis bahan-bahan hukum tersebut. Interpretasi hukum. Pengutipan secara benar sumber-sumber hukum yang dijadikan rujukan. Menguasai penelitian hukum dengan memanfaatkan bahan-bahan digital termasuk internet.
Mengikuti perkembangan teknologi. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuna dan teknologi memiliki andil yang sangat besar bagi perkembangan hukum secara substantif maupun proses-proses implementasinya. Para profesional hukum harus selalu mengikuti dan dapat mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjalankan profesinya secara efektif. Para ahli hukum dengan demikian dituntut untuk dapat bekerja dengan memanfaatkan teknologi yang relevan utamanya teknologi informasi seperti : perangkat lunak yang terkait dengan profesi hukum, komunikasi dengan surat elektronik ( email), konferensi dengan video (videoconferencing),
Baik penalaran induktif maupun penalaran deduktif membutuhkan kecakapan untuk membedakan faktafakta penting yang terkait dengan masing-masing peristiwa atau kasus. Dalam kenyataannya kedua metode penalaran ini selalu digunakan secara simultan oleh para ahli hukum untuk menganalisis permasalahan atau kasus yang sedang dihadapi.
7
Penelitian hukum adalah suatu proses pencarian kebenaran hukum dengan berdasarkan pada syarat-syarat dan metode tertentu. Dengan syarat-syarat dan metode tertentu yang diterapkan tersebut diharapkan dapat ditemukan dan diungkapkan suatu kebenaran yang obyektif. Secara sederhana, suatu penelitian hukum dapat dilakukan dengan mencakup beberapa tahapan seperti : merumuskan permasalahan; merumuskan dan mengembangkan jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dipilih ( hipotesis); mengkaji bahan-bahan pustaka dan mengumpulkan informasi yang relevan dengan permasalahan; mengkaji jawaban sementara yang telah dirumuskan sebelumnya; membuat penafsiran terhadap hasil-hasil penelitian dan diakhiri dengan mengkomunikasikan hasil penelitian tersebut.
Kecakapan hukum semacam itu merupakan hal yang melekat ( inherent) bagi setiap sarjana hukum. Lebih lanjut, diposisikan dalam kerangka tantangan kekinian, dengan mempertimbangkan dinamika pada lingkup nasional, regional maupun global, makin jelaslah bahwa kecakapan dan penalaran hukum yang kuat merupakan kebutuhan yang nyata bagi profesional hukum Indonesia. Fakultas hukum merupakan institusi yang memikul tugas untuk membangn kecakapan dan penalaran hukum bagi para mahasiswa yang merupakan calon profesional hukum di Indonesia. Ada beberapa pertimbangan yang layak untuk diperhatikan dalam membangun kecakapan dan penalaran hukum ini. Pertama, membangun pemahaman hukum yang kontekstual. Pemahaman tentang nilainilai hukum, sistem hukum dan norma hukum dalam konteks yang relevan harus diajarkan sejak dini. Pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum merupakan proses yang sangat baik dalam memberikan pemahaman tentang hukum yang kontekstual ( law in context) bagi calon-calon profesional hukum. Kedua, pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum mengantarkan dan mendorong para calon ahli hukum untuk memahami kompleksitas hukum dan permasalahanpermasalahan yang terkait di dalamnya. Dalam hal ini, pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum bukan suatu pilihan tetapi merupakan tanggungjawab fakultas hukum. Ketiga, sebagai proses untuk mengajarkan dan memperkuat metodologi ilmu hukum kepada mahasiswa fakultas hukum. Pendidikan hukum merupakan suatu proses yang sistematis dan khas. Mendidik seseorang untuk menjadi ahli hukum yang baik tidaklah sesederhana membaca dan mengingat-ingat pasal-pasal yang ada di dalam undang-undang atau ketentuan yang ada dalam hukum positif. Belajar ilmu hukum merupakan suatu proses untuk menguasai kemampuan berpikir dengan metode tertentu yang spesifik ( to learn a specific method of reasoning). Pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum merupakan cara yang efektif mengajarkan meodologi ilmu hukum tersebut8. Keempat, seiring dengan perkembangan dinamis dalam masyarakat, peran dan karakter profesi hukum juga mengalami perubahan yang dinamis. Masyarakat, utamanya yang merupakan klien para ahli hukum memilki tuntutan profesionalisme, akuntabilitas, rasionalisme ekonomi dan standar etika yang dinamis sejalan dengan perkembangan masyarakat kontemporer.
8
Dalam khasanah pustaka ilmu hukum juga dikenal pemahaman tentang Taksonomi Hukum ( Legal Taxonomy). Dalam hal ini dapat dibedakan tiga kategorisasi taksonomi hukum yakni: taksonomi formal ( formal taxonomy) , taksonomi fungsional (function-based taxonomy) dan taksonomi berdasarkan penalaran (reason-based taxonomy) . Pertama, taksonomi formal ( formal taxonomy); adalah klasifikasi bahan-bahan hukum berdasarkan hirarki dan kejelasan kedudukannya. Taksonomi formal bersifat konvensional dan tidak memiliki implikasi normatif bagi keputusan lembaga peradilan. Kedua taksonomi fungsional (function-based taxonomy) yang menetapkan klasifikasi hukum berdasarkan fungsi sosialnya. Taksonomi fungsional dimaksudkan untuk membantu melakukan analisis terhadap hukum yang berlaku dengan menyajikan teori dan doktrin hukum yang relevan. Ketiga, taksonomi hukum berdasarkan penalaran (reason-based taxonomy); adalah klasifikasi terhadap norma-norma dan keputusan hukum berdasarkan prinsip moralitas dan nilai-nilai hukum. Taksonomi hukum berdasarkan penalaran sangat berguna bagi para pembentuk undang-undang. Lihat misalnya : Emily Sherwin, 2009, Legal Taxonomy, dimuat dalam : Legal Theory, No. 15 (2009), Cambridge: Cambridge University Press. Hal. 2554.
D. Makna Kecakapan dan Penalaran Hukum bagi Pendidikan Hukum di Indonesia. Buku tentang kecakapan dan penalaran hukum ini dipersiapkan untuk membantu pengajaran dan pengembangan aspek kecakapan dan penalaran hukum di Indonesia. Tujuan utama dari penulisan buku ini adalah untuk menyajikan bahan yang dapat digunakan untuk membangun dan mengajarkan kecakapan dan penalaran hukum bagi para mahasiswa hukum di Indonesia. Apa yang dituangkan dalam buku ini tidak hanya merefleksikan apa yang terjadi dan relevan dengan sistem hukum dan praktik hukum di Indonesia, tetapi juga dimaksudkan untuk memberikan inspirasi tentang pendekatan baru dalam pendidikan hukum dan mengajarkan kecakapan dan penalaran hukum dalam konteks yang lebih luas. Pada mulanya apa yang disajikan dalam buku ini erat kaitannya dengan pendidikan tinggi hukum dengan pendekatan metode problem based learning ( PBL), namun demikian, apa yang disajikan dalam keseluruhan isi buku ini juga relevan bagi pendidikan hukum yang tidak menggunakan pendekatan semacam itu. Beberapa hal pokok tentang kecakapan dan penalaran hukum yang relevan dengan pendidikan tinggi hukum di Indonesia diusahakan untuk disajikan dalam buku ringkas ini. Beberapa hal pokok yang sangat relevan bagi upaya membangun kecakapan dan penalaran hukum yang perlu diperhatikan dalam pendidikan tinggi hukum tersebut antara lain antara lain : Membaca dan memahami Undang-Undang; Menganalisis ketentuan hukum; Menerapkan ketentuan hukum terhadap kasus;
Diletakkan dalam konteks pendidikan tinggi hukum di Indonesia, pengembangan kecakapan dan penalaran hukum memiliki beberapa makna strategis yang . Bagi, para mahasiswa pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum yang baik, akan mempertajam skills mereka untuk memasuki profesi hukum yang dipilih dikemudian hari setelah lulus dari fakultas hukum. Bagi para dosen, revitalisasi kecakapan dan penalaran hukum dapat membantu mereka memperbaiki dan merancang metode belajar dan mengajar ( teaching-learning method) termasuk evaluasi terhadap capaian pembelajaran yang ditetapkan untuk mata kuliah yang bersangkutan. Pengembangan kecakapan dan penalaran hukum juga memicu dialog tentang pendidikan hukum antar sesama pengajar di fakultas hukum dan antara para pengajar di fakultas hukum dengan kalangan profesi hukum yang relevan. Bagi lembaga pendidikan tinggi hukum, utamanya fakultas hukum, pengembangan pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum dapat membantu mengidentifikasi peta jalan ( road map) untuk mengevaluasi dan mengembangkan secara parsial maupun secara menyeluruh pendidikan tinggi hukum yang dilaksanakan di fakultas-fakultas hukum di Indonesia. Mempertimbangkan betapa penting dan strategisnya membangun kecakapan dan penalaran hukum bagi para ahli hukum, disarankan pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum ini dapat diberikan kepada para mahasiswa hukum pada saat-saat awal mereka mulai belajar di fakultas hukum. Pendidikan tentang kecakapan dan penalaran hukum dapat menjadi fondasi bagi pendidikan tentang doktrin hukum ( legal doctrine ) dan analisis hukum yang baik bagi para mahasiswa hukum. Dengan pendidikan kecakapan dan penalaran hukum pada masa-masa awal kuliah di fakultas hukum, maka diharapkan dapat diperoleh manfaat berikut ini. Sejak awal mahasiswa sekolah hukum memahami pentingnya kecakapan dan penalaran hukum dalam proses pembelajaran dan evaluasi selama menempuh pendidikan di fakultas hukum. Para mahasiswa sedini mungkin memahami unsur, proses dan struktur hukum dengan baik. Dengan membekali para mahasiswa hukum dengan kecakapan dan penalaran hukum, akan membantu mereka memahami budaya profesional hukum dan memahami hukum secara doktrinal maupun praktis. Pendidikan kecakapan dan penalaran hukum, akan membantu mahasiswa memahami variasi, peran dan tanggung jawab profesi hukum dalam keseluruhan sistem hukum yang ada. Para mahasiswa fakultas hukum dapat memahami dengan jelas dan utuh hubungan antara peranan profesi hukum, sistem hukum dan implementasi hukum yang berkeadilan.