Anda di halaman 1dari 3

Comparative Law atau perbandingan hukum adalah suatu cara mempelajari salah satu atau

beberapa hukum asing dengan tujuan untuk membandingkannya. Perbandingan hukum


memiliki beberapa istilah dalam bahasa Inggris yaitu comparative law, comparative
jurisprudence, dan foreign law. Comparative jurisprudence dalam Blacks Law Dictionary
dijelaskan bahwa artinya ialah suatu studi yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ilmu hukum
dengan cara melakukan perbandingan di antara bermacam-macam sistem hukum yang ada.
Menurut Jaakko Husa, terdapat dua jenis perbandingan hukum yaitu macro-comparative law
dan micro-comparative law. Macro-comparative law atau perbandingan hukum makro lebih
fokus perbandingannya
pada permasalahan dengan tema-tema yang luas misalnya tentang sistematika, penggolongan, dan
juga pengklasifikasian sistem hukum. Sedangkan micro-comparative law atau perbandingan
hukum mikro merupakan perbandingan yang berkaitan dengan macam-macam peraturan hukum,
kasus-kasus aktual, dan lembaga-lembaga khusus. 1
Rudolf D. Schlessinger mengemukakan bahwa perbandingan hukum ialah suatu metode
penyelidikan yang bertujuan untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam lagi tentang
suatu bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum merupakan suatu tata cara menelusuri unsur
asing yang aktual dalam suatu permasalahan hukum. Perbandingan hukum ini sangat penting
untuk dipelajari pada bidang ilmu hukum terutama dalam hal penelitian. Karena ini merupakan
suatu cara pendekatan yang dapat memahami suatu objek permasalahan yang diteliti secara
sangat mendalam Metode perbandingan hukum menurut Konrad Zweigert adalah sebagai berikut:
a. Kritis

Sarjana-sarjana perbandingan hukum biasanya tidak mementingkan persamaan ataupun


perbedaan dari berbagai macam tata hukum semata sebagai suatu fakta, tetapi yang lebih
dipentingkan adalah tentang apakah penyelesaian secara
hukum atas suatu permasalahan itu bisa cocok atau sesuai, dapat dipraktikan, bersifat adil, dan
mengapa penyelesaiannya seperti demikian.
b. Realistis

Perbandingan hukum dalam pelaksanaannya meneliti banyak hal yakni tentang etis, psikologis,
ekonomis, dan motif lainnya yang termasuk kebijakan legislatif. Jadi perbandingan hukum bukan
hanya meneliti berbagai macam peraturan, keputusan peradilan, dan doktrin saja namun lebih
luas daripada itu.
c. Tidak Dogmatis

Perbandingan hukum tidak terkekang oleh dogma kaku yang biasanya terdapat dalam tata
hukum. Meski dogma berfungsi untuk sistemalisasi namun dogma tersebut bisa saja
mempengaruhi perspektif dalam hal penyelesaian hukum yang lebih baik.2
Karakteristik sistem hukum yang dapat dibandingkan adalah sistem hukum yang bisa berfungsi
untuk pemecah permasalahan sosial yang serupa. Menurut Soerjono Soekanto ada sebelas
manfaat dari perbandingan hukum, yakni sebagai berikut 3
a. Memberikan wawasan yang lebih mendalam perihal persamaan dan perbedaan di antara
berbagai macam

bidang tata hukum beserta pengertian-pengertian yang sangat mendasarnya;


1
Barda Nawawi Arif, Perbandingan Hukum Pidana (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 3-4.
2
Ibid., hlm. 13.
3
Ibid., hlm. 26-27.
b. Persamaan di atas dapat membantu untuk melaksanakan unifikasi atau keseragaman hukum,
kepastian hukum, dan kesederhanaan;
c. Pengetahuan perihal perbedaannya dapat memberikan arahan atau pedoman kuat bahwa pada
kenyataanya keseragaman hukum adalah hal yang perlu diterapkan;
d. Memberikan bahan-bahan tentang berbagai macam faktor hukum yang sekiranya perlu
dikembangkan atau dihapuskan secara berangsur. Hal demikian dilakukan dengan pertimbangan
demi untuk integritas masyarakat;
e. Memberikan bahan-bahan guna untuk merealisasikan pengembangan hukum antar tata hukum
pada waktu di mana kodifikasi dan unifikasi hukum sukar untuk diciptakan;
f. Pengembangan dari perbandingan hukum bukan hanya sekedar menemukan persamaan dan
perbedaan saja namun juga dapat menemukan pemecahan permasalahan hukum dengan cara yang
adil dan tepat;
g. Memberikan pengetahuan tentang berbagai motif seperti: motif politis, ekonomis, dan
psikologis. Motif-motif tersebut menjadi latar belakang dibuatnya peraturan perundang-
undangan, yurisprudensi, hukum kebiasaan, traktat, dan doktrin yang dibuat serta diterapkan pada
suatu negara tertentu;

h. Tidak terikat dogma yang kaku;


i. Merupakan hal penting untuk pembaharuan hukum;
j. Diperlukan dan penting untuk mempertajam dan melaksanakan proses penelitian hukum yang
lebih terarah;
k. Memperluas kompetensi untuk dapat lebih memahami sistem-sistem hukum dan penerapannya
yang adil serta tepat dalam hal pendidikan hukum

Dalam mencari asas-asas umum yang hendak dipergunakan ini, di samping melihat
kepada pendekatan mikro juga harus melihat pendekatan makro dengan pendekatan multi
disipliner dengan melihat perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya bangsa, dengan
melihat hukum tidak tertulis, agama, kearifan lokal dan juga standart internasional. Meramu dari
berbagai pendekatan tentu saja tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi,
Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Sebagai Negara hukum, kedudukan Pancasila diposisikan pada tempat yang paling
tinggi dari model peramida hukum di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan Shidarta yang dikutip
oleh Anthon F. Susanto 4, bahwa Pancasila menjadi bintang pemandu atau leitstern, yang
lapisan-lapisan materinya berisi substansi hukum dan tiang kerangkanya adalah budaya hukum.
Dardji Darmodihardjo menempat kan Pancasila sebagai ukuran dalam menilai hukum
kita.Aturan-aturan hukum yang diterapkan dalam masyarakat harus mencerminkan kesadaran
dan rasa keadilan sesuai dengan kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila.

4
Anthon F.Susanto, Ilmu Hukum Non Sistematika Fondasi Filsafat pengembangan ilmu Hukum
Indonesia, Genta Publishing, 2010,hlm. 294-295.
Kedudukan Pancasila sebagai norma dasar dan sumber dari segala sumber hukum, ini
menempatkan Pancasila sebagai tolak ukur untuk mengukur dan menilai keberadaan hukum
positif di Indonesia. Peranan ini sekarang semakin dirasakan penting seiring dengan pesatnya
kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi. Oleh karena itu,
menurut penulis dalam rangka untuk mewujudkan sistem hukum Pancasila, maka dalam proses
pembuatan peraturan
perundangan tidak boleh meninggalkan sifat kebhinekaan dan kearifan lokal yang ada pada
hukum adat. Walaupun laju globalisasi tidak bisa kita hindari, nilai-nilai dasar Pancasila harus
menjadi bintang

pemandu/kaidah penuntun dalam pembentukan dan penegakan hukum.


Menurut Mahfud MD dalam pem bentukan dan penegakan hukum ada empat kaidah
penuntun yang selalu harus diperhatikan, yaitu:

1. Hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan bangsa dan karenanya
tidak boleh ada hukum yang menanamkan benih disintegrasi.
2. Hukum harus menjamin keadilan sosial dengan memberikan proteksi khusus bagi
golongan lemah agar tidak tereksploitasi dalam persaingan bebas melawan Negara
hukum.
3. Hukum harus dibangun secara demokratis sekaligus membangun demokrasi sejalan
dengan nomokrasi (Negara hukum).
4. Hukum tidak boleh diskriminatif berdasarkan ikatan primordial apapun dan harus
mendorong terciptanya toleransi beragama berdasarkan kemanusiaan dan keberadaban.
Hal yang senada dikemukakan oleh Sunaryati Hartono, bahwa menurut beliau sistem
hukum Indonesia harus5

a. Bernafaskan filsafah Pancasila.


b. Berwawasan nusantara.
c. Bercorak Bhineka Tunggal Ika.
d. Berlandaskan Undang-undang Dasar 1945.
5. Mempunyai kerangka (framework) yang terdiri dari lima unsur yaitu: Pancasila, Undang-
undang Dasar 1945, prinsip-prinsip hukum yang berlaku umum, kodifikasi-kodifikasi dan
h u k u m s e k t o r a l ( a t a u h u k u m pembangunan), yang seharusnya saling terhubung dan
saling mempengaruhi

5
Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal. 38.

Anda mungkin juga menyukai