Anda di halaman 1dari 10

Hartati, Firmansyah Putra : Etika Politik Dalam Politik Hukum

Di Indonesia (Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika)

Etika Politik Dalam Politik Hukum Di Indonesia


(Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika)
Hartati1.
Firmansyah Putra2.

Abstrak
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, artinya selain Pancasila
masih ada sumbersumber hukum yang lain. Sumber hukum belum tentu
merupakan hukum dalam arti peraturan perundang-undangan. Hukum nasional
yang bersumber dari Pancasila merupakan hasil eklektisasi dari berbagai sukmber
hukum itu. Oleh sebab itu, hukum nasional Indonesia merupakan produk eklektik
antar berbagai sumber hukum materiil yang ada di dalam masyarakat seperti
Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Barat, dan konvensikonvensi
internasional.Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis
mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku
manusia.Sedangkan hukum negara yakni hukum yang menjadi pijakan beberapa
cabang pemerintahan dan yang harus mereka patuhi dalam menjalankan
kekuasaan.Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila
Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Peran sentral
terhadap cita demokrasi yang beriringan dengan cita nomokrasi adalah suatu
keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-
Undangan di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang
dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk memberikan sebuah
gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat ini.
Kata Kunci: Etika Politik, Pancasila, Politik Hukum Indonesia.

1
Dosen Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi
2
Dosen Program Studi Ilmu Politk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

1
JISIP-UNJA,Vol.2, No 2, Januari-Juni 2019

Latar Belakang ketentuan yang bersifat filosofis dan


Upaya menegeskan kembali asas-asas tersebut tidak bisa
nilai-nilai dasar keindonesian adalah dipaksakan berlakunya dengan
suatu keharusan. Gagasan dalam penegakan dan penjatuhansanksi
menitikberatkan pada isu hukum oleh negara sebelum
implementasi ideologi kedalam nilai- diturunkan ke dalam bentuk
nilai etika dan nilai-nilai keadilan. Undang-Undang. Orang menyatakan
Implementasi kedua nilai tersebut tidak bertuhan misalnya, meski
sangatlah penting disorot dalam dianggap melanggar atau tidak sesuai
perkembangan Indonesia saat ini dengan Pancasila dan UUD tidak
berkenaan dengan munculnya isu-isu bisa dihukum karena belum ada
radikalisme, terorisme, intoleransi, Undang-Undang yang mewajibkan
politik SARA, penegakan hukum warga negara bertuhan yang disertai
yang berkeadilan, politik sosial dan dengan ancaman bagi yang
ekonomi, dan lain sebagainya. melanggarnya.
Di dalam Pancasila dan UUD Di Negara Republik Indonesia,
NRI 1945 banyak pedoman tingkah Pancasila adalah sumber dari segala
laku yang masih bersifat filosofi dan sumber hukum, artinya selain
asas-asas.3 Misalnya, “bangsa Pancasila masih ada sumbersumber
Indonesia percaya kepada hukum yang lain. Sumber hukum
kemahakuasaan Tuhan YangMaha belum tentu merupakan hukum
Esa” atau, “Negara harus melindungi dalam arti peraturan perundang-
harkat martabat manusia dan undangan.Hukum nasional yang
memperlakukannya secara sama di bersumber dari Pancasila merupakan
antara sesama manusia”. Ketentuan- hasil eklektisasi dari berbagai
sukmber hukum itu. Oleh sebab itu,
3
Lihat dalam Moh. Mahfud MD,
“Revitalisasi dan Revalidasi Pancasila hukum nasional Indonesia
sebagai Sumber Hukum dan Peraturan merupakan produk eklektik antar
Perundang-undangan” makalah pada Diskusi
Terbatas tentang “Revitalisasi dan berbagai sumber hukum materiil
Revaliadasi Pancasila untuk Menjadi
Sumber Hukum dan Peraturan Perundang- yang ada di dalam masyarakat seperti
undangan dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara” yang diselenggarakan oleh Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum
Dewan Pertimbangan Presiden Republik
Indonesia pada hari Rabu tanggal 22
Februari 2017.
3

Barat, dan konvensikonvensi


internasional.
Jika kita analisis, maka akan dalam kehidupan kebangsaan kita.
tampak bahwa penyebabnya Pada saat ini demokrasi sudah
bukanlah soal ketertinggalan konsep tumbuh dengan cukup baik meskipun
tentang ideologi yang kita miliki. ada yang menilainya masih lebih
Melainkan, karena kurangnya mengutamakan demokrasi
penegakan hukum dan keadilan yang prosedural, belum substansial.
disertai dengan kesenjangan ekonomi Pemilu sudah bisa diselenggarakan
dan sosial serta maraknya korupsi. secara lebih bebas karena rakyat bisa
Tidak kunjung tegaknya hukum memilih sendiri tanpa tekanan
dankeadilan terus berlanjut sehingga dengan penyediaan lembaga
menimbulkan gejala kebiasaan peradilan pemilu (yakni Mahkamah
melanggar hukum dan saling sandera Konstitusi) jika terjadi kecurangan-
yang menyebabkan juga hukum dan kecurangan.
keadilan sulit ditegakkan sampai Dengan demikian, kita
sekarang. Lemahnya penegakan selayaknya tidak mempersoalkan
hukum dan keadilan yang disertai apakah pergeseran itu ada atau tidak,
dengan semakin menganganya mengingat perubahan ruang dan
jurang antara yang kuat dan yang waktu adalah keniscayaan. Suatu
lemah secara ekonomi sering keniscayaan pula dalam perubahan
dijadikan alat untuk memprovokasi itu terjadi pergeseran nilai-nilai yang
atau menggalang gerakan yang pada gilirannya patut diperhitungkan
berbau SARA atau memancing sebagai pergeseran etika dalam
radikalisme. Banyakorang yang kehidupan berbangsa. Apakah
terjebak ke dalam gerakan radikal pergeseran etika itu membawa
atau perlawanan politik karena dipicu dampak baik atau buruk, tidak dapat
oleh isu ketidakadilan, bukan karena terjawab tanpa dikorelasikan dengan
tidak lagi percaya pada Pancasila dan konteks ruang dan waktu yang
UUD NRI 1945. membingkai pergeseran itu.
Secara umum sebenarnya ada Etika dalam judul tulisan ini,
hal-hal yang cukup menggembirakan tentu tidak dimaksudkan sebagai

3
JISIP-UNJA,Vol.2, No 2, Januari-Juni 2019

etiket atau sopan-santun dalam dengan norma dan prinsip-prinsip


kehidupan berbangsa. Etika di sini yang mengaturnya itu kerap kali
lebih dimaknai sebagai produk yang disebut moralitas atau etika
berangkat dari nilai-nilai ideal dan (Sastrapratedja, 2002: 81). Etika
visioner. Etika adalah kesadaran etis lebih mengacu ke filsafat moral yang
kita tentang keindonesiaan, yang merupakan kajian kritis tentang baik
oleh banyak kalangan akhir-akhir ini dan buruk, sedangkan etiket
dipandang makin mengkhawatirkan. mengacu kepada cara yang tepat,
Etika dalam kehidupan berbangsa, yang diharapkan, serta ditentukan
dengan demikian, adalah nilai-nilai dalam suatu komunitas tertentu.
yang berfungsi memberikan Sedangkan hukum negara
preferensi moral (moral preference) yakni hukum yang menjadi pijakan
dan perekat bagi sendi-sendi beberapa cabang pemerintahan dan
kehidupan seluruh bangsa Etika yang harus mereka patuhi dalam
dalam kehidupan berbangsa harus menjalankan kekuasaan (Carl
diposisikan sebagai bangunan Joachim Friedrich, 2004:271).
sinergis di atas preferensi ikatan- Hubungan antara etika dan hukum
ikatan primordial. Semoga tulisan ini yaitu etika-kaidah mencakup teori-
dapat menjadi sumbangan pemikiran teori yang menyatakan bahwa orang
baik pada tataran teori dan praktik melakukan perbuatan yang secara
dibidang hukum dan etika. moral baik jika ia mematuhi perintah
(aturan), yang dengan bantuan
Hubungan Etika dan Hukum rasionya ia jabarkan dari kaidah
Etika adalah teori tentang moral yang berlaku umum
moral dalam arti yang pertama, yakni (Bruggink, 1999:238).
keseluruhan kaidah dan nilai Kesadaran akan pentingnya
(Bruggink, 1999:225).Etika pada etika bernegara dituangkan pula
umumnya dimengerti sebagai dalam Ketetapan MPR Nomor
pemikiran filosofis mengenai segala VI/MPR/2001 tentang Etika
sesuatu yang dianggap baik atau Kehidupan Berbangsa. Di dalam
buruk dalam perilaku manusia. Ketetapan MPR itu dijelaskan,
Keseluruhan perilaku manusia bahwa Etika Kehidupan Berbangsa
5

merupakan rumusan yang bersumber adalah cabang filsafat yang


dari ajaran agama, khususnya yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila
bersifat universal, dan nilai-nilai untuk mengatur perilaku kehidupan
luhur budaya bangsa yang tercermin bermasyarakat, berbangsa, dan
dalam Pancasila sebagai acuan dasar bernegara di Indonesia. Oleh karena
dalam berpikir, bersikap dan itu, dalam etika Pancasila terkandung
bertingkah laku dalam kehidupan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
berbangsa. Dengan demikian, etika persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
berbangsa tidak terlepas dari ajaran Kelima nilai tersebut membentuk
agama dan nilai-nilai luhur budaya perilaku manusia Indonesia dalam
bangsa, termasuk di dalamnya nilai- semua aspek kehidupannya.
nilai budaya hukum masyarakat Etika Pancasila itu lebih dekat
Indonesia. Di tengah kompetisi pada pengertian etika keutamaan atau
bangsa-bangsa yang semakin ketat, etika kebajikan, meskipun corak
pembentukan etika kehidupan kedua mainstream yang lain,
berbangsa menjadi sangat penting deontologis dan teleologis termuat
untuk mendorong terbentuknya etos pula di dalamnya. Namun, etika
kerja, kedisiplinan, dan kepatuhan keutamaan lebih dominan karena
hukum yang diperlukan bagi etika Pancasila tercermin dalam
pertumbuhan ekonomi dan kemajuan empat tabiat saleh, yaitu
bangsa. kebijaksanaan, kesederhanaan,
keteguhan, dan keadilan.
Pancasila Sebagai Suatu Sistem Kebijaksanaan artinya melaksanakan
Etika
menjalankan tugasnya. Para penyelenggara
Diperlukannya Pancasila negara tidak dapat membedakan batasan
yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik
sebagai sistem etika.4 Etika Pancasila dan buruk (good and bad). Ketiga,
kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam
4
Pertama, dekadensi moral yang pembangunan. Keempat, pelanggaran hak-
melanda kehidupan masyarakat, terutama hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
generasi muda sehingga membahayakan bernegara di Indonesia ditandai dengan
kelangsungan hidup bernegara. Generasi melemahnya penghargaan seseorang
muda yang tidak mendapat pendidikan terhadap hak pihak lain.Kelima, kerusakan
karakter yang memadai dihadapkan pada lingkungan yang berdampak terhadap
pluralitas nilai yang melanda Indonesia berbagai aspek kehidupan manusia, seperti
sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib
kehilangan arah.Kedua, korupsimasih generasi yang akan datang, global warming,
merjalela karena para penyelenggara negara perubahan cuaca, dan lain sebagainya.
tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam

5
JISIP-UNJA,Vol.2, No 2, Januari-Juni 2019

suatu tindakan yang didorong oleh melalui badan-badan negara yang


kehendak yang tertuju pada kebaikan berwenang untuk menetapkan
serta atas dasar kesatuan akal-rasa- peraturan-peraturan yang
kehendak yang berupa kepercayaan dikehendaki yang diperkirakan akan
yang tertuju pada kenyataan mutlak digunakan untuk mengekspresikan
(Tuhan) dengan memelihara nilai- apa yang terkandung dalam
nilai hidup kemanusiaan dan nilai- masyarakat dan untuk mencapai apa
nilai hidup religius. Kesederhaaan yang dicita-citakan (Soedarto,
artinya membatasi diri dalam arti 1986:151).
tidak melampaui batas dalam hal Penulis menyimpulkan bahwa
kenikmatan. Keteguhan artinya etika elit politik dalam politik hukum
membatasi diri dalam arti tidak sangatlah penting mengingat suatu
melampaui batas dalam menghindari sikap elit untuk menetapkan
penderitaan. Keadilan artinya kebijakan negara sesuai dengan
memberikan sebagai rasa wajib perkembangan masyarakat yang
kepada diri sendiri dan manusia lain, kemudian dipilih sesuai dengan
serta terhadap Tuhan terkait dengan prioritas dan juga diselaraskan
segala sesuatu yang telah menjadi dengan Pancasila dan UUD 1945
haknya (Mudhofir, 2009: 386). serta ditetapkan dalam produk
hukum.Etika lebih luas daripada
Etika Politik Dalam Politik hukum, maka dari itu pelanggaran
Hukum di Indonesia etik belum tentu merupakan
Politik hukum didefinisikan pelanggaran hukum. Etika
sebagai kebijakan dasar yang berhubungan dengan hukum sebagai
menentukan arah, bentuk maupun isi contoh seseorang
dari hukum yang akan dibentuk. mempertimbangkan untuk mematuhi
Secara lebih konkrit sebagai peraturan, tetapi bukan hanya untuk
kebijakan penyelenggara negara takut dikenai oleh sanksi, lebih dari
tentang apa yang dijadikan kriteria itu sebagai kesadaran diri bahwa
untuk menghukumkan sesuatu hukum dan peraturan perlu dipenuhi
(Padmo Wahjono, 1986:160). Politik oleh dirinya sendiri.
hukum adalah kebijakan negara
7

Etika politik sebagai salah satu tersebut tetap belum memperlihatkan


sarana untuk mencapai kemajuan kinerja yang membanggakan. Dewan
bangsa dan negara dengan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini
mendahulukan kepentingan bersama memiliki amunisi kekuasaan baru
daripada kepentingan pribadi atau pasca-amandemen UUD, belum
golongan. Bertujuan kepada setiap mampu menunjukkan kualitas
elit politik dan pejabat negara untuk berpolitik yang menyejukkan.
bersikap jujur, amanah, siap Proses-proses politik di dewan
melayani, memiliki keteladanan, terhormat ini tetap kental dengan
rendah hati, berjiwa besar dan siap nuansa transaksional.
mundur dari jabatan apabila terbukti Eksperimen ketatanegaraan
melakukan kesalahan dan secara memunculkan paradoks dimana-
moral kebijakannya bertentangan mana. Konstelasi perpolitikan di
dengan hukum dan rasa keadilan Indonesia di satu sisi menunjukkan
dalam masyarakat. ciri-ciri egalitarian, namun pada saat
Struktur kekuasaan negara bersamaan juga menampilkan
(ketatanegaraan) kita telah banyak elitisme dengan lahirnya dinasti
berubah setelah Undang-Undang perpolitikan di sejumlah daerah.
Dasar Negara Republik Indonesia Partai-partai politik tumbuh
Tahun 1945 (UUD NRI 1945) tenggelam, tetapi keberadaan mereka
diamendemen pertama kali pada sama sekali tidak berkorelasi positif
tahun 1999 dan kemudian pada tahun dengan kelahiran baru figur-figur
2000. Sampai saat tulisan ini dibuat, pemimpin yang andal dan mampu
perubahan UUD 1945 sudah merebut kepercayaan publik.
berlangsung empat kali. Akibat dari Kepercayaan terhadap
perubahan itu, ada lembaga tinggi lembagalembaga negara dan aparatur
negara dihilangkan atau berubah di dalamnya juga tidak kunjung
fungsi, dan ada pula yang meningkat, seiring dengan
dimunculkan. Perubahan ini konon merebaknya korupsi berjamaah,
untuk menopang prinsip checks and suap-menyuap, dan berbagai skandal
balances. Sayangnya, setelah penyalahgunaan wewenang lainnya.
perubahan tersebut lembaga-lembaga

7
JISIP-UNJA,Vol.2, No 2, Januari-Juni 2019

Pembangunan politik hukum keniscayaan. Pembangunan politik


masih belum menjangkau aspek etika hukum melalui Peraturan Perundang-
dan moralitas dalam sistem hukum Undangan di Indonesia harus sesuai
Indonesia. Tentu saja hal ini dengan Pancasila dan etika politik
membuat produk hukum yang yang dibangun oleh para elite politik
dihasilkan hanya mencerminkan adalah suatu keharusan untuk
kepentingan kelompok atau golongan memberikan sebuah gambaran besar
elit tertentu. Idealnya etika dan moral untuk menghadapi persoalan bangsa
ini ada dalam setia diri manusia. saat ini.Kita patut meyakini bahwa
Terlebih bagi individu yang memiliki etika dalam kehidupan
kekuasaan seperti pembentuk berbangsatidak boleh tunduk pada
Undang-Undang. situasi apa adanya. Etika berbangsa
Berbagai permasalahan yang juga seharusnya dapat didesain
sering terjadi mulai dari ulang. Di sinilah sebenarnya terletak
penyelenggara negara baik di peran hukum seperti hukum positif
lembaga eksekutif maupun di (yuridis) memiliki fungsi
legislatif baik itu kasus korupsi, perekayasaan sosial (social
gratifikasi sampai dengan hoax yang engineering) untuk mengubah situasi
dilakukan oleh oknum yang tidak (social existence) dan orientasi
bertanggung jawab membawa (social consciousness) dalam
dampak yang buruk bagi kehidupan berbangsa.
perkembangan demokrasi Indonesia
saat ini. Kita sering berfikir bahwa Kesimpulan
bagaimana kosep demokrasi yang Etika Kehidupan Berbangsa
ideal yang sesuai dengan pancasila merupakan rumusan yang bersumber
agar kita dapat sampai pada sila dari ajaran agama, khususnya yang
pancasila yang kelima yaitu bersifat universal, dan nilai-nilai
memberikan suatu keadilan sosial luhur budaya bangsa yang tercermin
bagi seluruh rakyat Indonesia. dalam Pancasila sebagai acuan dasar
Peran sentral terhadap cita dalam berpikir, bersikap dan
demokrasi yang beriringan dengan bertingkah laku dalam kehidupan
cita nomokrasi adalah suatu berbangsa. Di tengah kompetisi
9

bangsa-bangsa yang semakin ketat, suatu sikap elit untuk menetapkan


pembentukan etika kehidupan kebijakan negara sesuai dengan
berbangsa menjadi sangat penting perkembangan masyarakat yang
untuk mendorong terbentuknya etos kemudian dipilih sesuai dengan
kerja, kedisiplinan, dan kepatuhan prioritas dan juga diselaraskan
hukum yang diperlukan bagi dengan Pancasila dan UUD 1945
pertumbuhan ekonomi dan kemajuan serta ditetapkan dalam produk
bangsa.Pembangunan politik hukum hukum. Setiap elit politik dan pejabat
masih belum menjangkau aspek etika negara untuk bersikap jujur, amanah,
dan moralitas dalam sistem hukum siap melayani, memiliki keteladanan,
Indonesia. Tentu saja hal ini rendah hati, berjiwa besar dan siap
membuat produk hukum yang mundur dari jabatan apabila terbukti
dihasilkan hanya mencerminkan melakukan kesalahan dan secara
kepentingan kelompok atau golongan moral kebijakannya bertentangan
elit tertentu. dengan hukum dan rasa keadilan
Etika elit politik dalam politik dalam masyarakat.
hukum sangatlah penting mengingat

Daftar Pustaka
Mohammad Mahfud MD. 2017.
Revitalisasi dan Revalidasi
Pancasila sebagai Sumber
Bruggink. 1999. Refleksi Tentang Hukum dan Peraturan
Hukum. Bandung: PT Citra Perundang-
Aditya Bakti. undangan.Jakarta: DPR RI.

Carl Joachim Friedrich. 2004. Padmo Wahjono. 1986. Indonesia


Filsafat Hukum Persperktif Negara Berdasarkan Atas
Historis. Bandung: Nuansa Hukum. Jakarta: Ghalia
dan Nusamedia. Indonesia.

Dennis F. Thompson. 2000. Etika Soedarto. 1986. Hukum dan Hukum


Politik Pejabat Negara. Pidana. Bandung: Alumni.
Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. W. Friedmann. 1960. Teori dan
Filsafat Hukum Telaah Kritis
H.L.A. Hart. 2009. Law Liberty and Atas Teori-Teori Hukum.
Morality. Yogyakarta: Genta Jakarta: Rajawali Pers.
Publishing.

9
JISIP-UNJA,Vol.2, No 2, Januari-Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai