Anda di halaman 1dari 2

Nama : Seno Pujiamukti NPM : 16110447

Tolong-Menolong
Masih membekas di ingatan kita bagaimana seorang balita berusia 2 tahun dibiarkan sekarat di jalanan yang dilewati banyak pejalan kaki dan kendaraan. Mengapa tidak ada yang menolong? Sepertinya dunia ini semakin lama semakin kehilangan energi positif dalam setiap aktivitasnya. Tanpa disadari, banyak dari kita tidak lagi mempercayai adanya ketulusan dalam suatu kebaikan. Mengapa? Sebagai penolong, melihat orang yang kesusahan tentunya naluri kemanusiaan kita akan mendorong kita untuk membantu. Namun ketika energi negatif mulai menguasai, ada beberapa kemungkinan pemikiran yang akan muncul. Pertama, kita akan berpikir ah, nanti dia pikir saya ada maunya menolong dia. Mendingan gak usah deh.. Kemungkinan kedua, apakah dia terlihat kesusahan hanya untuk menjebak saya? Nantinya hanya akan menyusahkan saya sendiri kalau saya membantu.. Apakah kita mulai mengangguk-anggukkan kepala melihat dua kemungkinan tersebut? Mari kita lihat kemungkinan berikutnya. Pasti akan ada orang lain yang menolong dia, tidak harus saya, kan?, tidak ada yang bisa saya lakukan untuk menolong dia, dia tidak akan merasa tertolong dengan tindakan saya atau Dia hanya malas! dan bahkan apa yang akan saya dapatkan dengan menolong dia?. Apatis akan menjadi kecenderungan terbesar ketika melihat orang yang sangat kesusahan Tidak jarang pula ketika kita menjadi penolong yang tulus, justru yang ditolong lah yang berpikiran negatif. Mulai dari kemungkinan dia pasti ada maunya, sekalian minta tolong apa lagi ya?, sampai saya tidak butuh pertolongan sekecil ini. Semua itu (percayalah) merupakan hal yang sering terjadi dalam kancah tolong-menolong selama ini. Sepatutnya sebagai penolong kita memiliki hati untuk melakukan yang terbaik dan sebagai yang ditolong kita memiliki hati yang bersyukur. Percayalah bahwa pertolongan kita tidak akan sia-sia, meski sedikit namun pasti menjadi bagian dari kelegaan hati orang yang membutuhkan. Pada kesempatan ini saya mencoba menyadur sebuah ilustrasi kisah fiksi tentang tolong-menolong yang pernah saya baca dari sebuah buku bacaan anak-anak:

Alkisah di sebuah desa, terjadi hujan deras yang tidak henti-hentinya sehingga banjir besar melanda desa tersebut. Ketika banjir telah mencapai atap rumah, seorang bapak tua tetap bertahan di atas gentengnya dengan keyakinan bahwa Sang Maha sendiri yang akan menolongnya. Seorang tetangga yang pernah berhutang pada bapak tua menawarkan rakitnya untuk dinaiki bersama, tapi bapak tua itu menolaknya dengan keyakinan teguh bahwa Sang Maha sendiri yang akan menolongnya dan dengan perasaan curiga bahwa bantuan ini diberikan karena ingin hutang si tetangga dihapuskan. Melihat hal tersebut, beberapa orang yang telah menyelamatkan diri urung menawarkan pertolongan. Banjir semakin meninggi, tetangga-tetangga tidak lagi mempedulikan bapak tua ini, hingga akhirnya datang tawaran bantuan dari tim penolong yang diberi tugas oleh otoritas. Namun tetap bapak tua ini bertahan pada keyakinannya. Ketika air menutupi setengah wajahnya, tim penolong datang dengan helikopter dan mengulurkan tali. Dan sekali lagi bapak tua ini menolak bantuan yang ditawarkan. Hingga akhirnya dia meninggal tenggelam dan benar-benar berjumpa dengan Sang Maha. Mana pertolonganMu ketika saya masih hidup? keluh (arwah) si bapak tua. Jawab Sang Maha, Saya telah mengulurkan tangan saya lewat tetanggamu, Saya memberikanmu kapal lewat tim penolong, Saya bahkan mengulurkan tali lewat helikopter tim penolong. Mendengar itu si bapak tua termenung dan tetap tidak mau kalah, saya berharap akan diangkat untuk terbang dan diterbangkan ke tempat yang jauh dari bencana,. Maka terbanglah kau ke akhirat! tegas Sang Maha, seharusnya kau bersyukur telah banyak kesempatan Ku-berikan untuk melanjutkan kehidupan. Moral: Kalau saja beberapa orang tetap memaksa si bapak tua untuk menerima pertolongan, mungkin dia akan tetap bisa melanjutkan kehidupannya. Di sisi lain, kalau saja bapak tua itu menerima pertolongan orang-orang yang menawarkan bantuan, pasti dia tidak akan mati percuma. Kiranya tolong-menolong didasari ketulusan hati penolong dan kerendahan hati penerima pertolongan.

Anda mungkin juga menyukai