Anda di halaman 1dari 37

Hedonisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. [1] Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. [2]
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Etimologi 2 Latar belakang 3 Tokoh

o o

3.1 Aristippus 3.2 Epikuros

4 Referensi

[sunting]Etimologi
Kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani hdonismos dari akar kata hdon, artinya "kesenangan". [3] Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.[4]

[sunting]Latar

belakang

Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM. [4] Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?" [4] Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia. [4] Lalu Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. [4] Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM).[4] Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. [4] Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja --seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan. [4]

[sunting]Tokoh [sunting]Aristippus

Hedonisme
Filsafat Barat Filsafat Kuno

Nama: Aristippus

Lahir: c. 433 SM

Meninggal: c. 355 SM

Aliran/tradisi: Mazhab Hedonis/Mazhab Kyrene

Minat utama: Hedonisme

Dipengaruhi: Sokrates, Phytagoras

Memengaruhi: Arete dari Kyrene, Aristippos Muda, Anniceris, Hegesias,Theodorus, Epikuros

Aristippus dari Kyrene adalah seorang filsuf Yunani yang memperlajari ajaran-ajaran Protagoras. [5] Ini dilakukannya selama berada di kota asalnya, yaitu Kyrene, Afrika Utara. [5] Aristippus kemudian mencari Sokrates dan menjalin hubungan baik dengannya. [5] Setelah Sokrates wafat, Aristippostampil sebagai "Sofis" dan menjadi guru profesional di Atena. [5] Lalu di Kyrene ia mendirikan sekolah yang dinamakan ''Cyrenaic School'' yang merupakan salah satu sekolah Sokratik yang tidak dominan. [5] [6] Sekolah ini mengajarkan perasaan-perasaan sebagai kebenaran yang paling tepat dalam

hidup. [5] Kesenangan adalah baik --termasuk juga kepuasan badani--. [5] Kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal. [5] Aristippus menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan adalah mencari "yang baik". [7] Akan tetapi, ia menyamakan "yang baik" ini dengan kesenangan "hedone". [4] Menurutnya, akal (rasio) menusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan. kerangka rasional tentang kenikmatan.
[4] [4]

Hidup yang baik berkaitan dengan

Kesenangan menurut Aristoppus bersifat badani (gerak dalam badan). [4] Ia membagi gerakan itu menjadi tiga kemungkinan: 1. Gerak kasar, yang menyebabkan ketidaksenangan seperti rasa sakit 2. Gerak halus, yang membuat kesenangan 3. Tiada gerak, yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur. Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini. [4] Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.
[4]

Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan kesenangan itu sendiri. [4] Batasan itu berupa pengendalian diri. [4] [1]Meskipun demikian, pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan. [4] Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus, tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.
[1]

[sunting]Epikuros

Epikuros

Epikuros lahir tahun 342 SM di kota Yunani, Samos, dan meninggal di Atena tahun 270 SM. [8] Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan. [4] [8] Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan. [8] Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung

Kaum Epikurean, melainkan kenikmatan yang dipahami secara mendalam. [4] Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta yang berlebihan). [4] Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros.
[4]

Tujuannya untuk

mencapai ''Ataraxia'', yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang. [4] [8] Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phoronesis). [8] Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang seniman yang dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit.
[8]

Orang bijaksana

bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan. [8] Ia menghindari tindakan yang berlebihan. [8] Oleh karena itu, ada sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segisegi positif dan negatif untuk mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ataraxia. [8] Kebahagiaan yang dituju oleh Kaum Epikurean adalah kebahagiaan pribadi (privatistik). [8] Epikuros menasihatkan orang agar tidak mendekatkan diri kepada kehidupan umum (individualisme). [8] [7] Ini bukanlah egoisme. Menurut Epikuros, kebahagiaan terbesar bagi manusia adalah persahabatan. [8] Berkumpul dan berbincang-bincang dengan para kawan dan membina persahabatan jauh lebih menguntungkan dan membantu mencapai ketenangan jiwa. [8] [7]

[sunting]Referensi
a b c

1.

Franz Magnis-Suseno.1987, Etika Dasar; Masalah-masalah pokok Filsafat Moral. Yogyakarta:

Kanisius. Hlm. 114. 2. 3. 4. 5. ^ Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282. ^ Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 158. ^ ^
a b c d e f g h i jk l mn o p q r s t u v a b c d e f g h

Dr. K. Bertens.2000, Etika. Jakarta: Gramedia. Hlm. 235-238.

Eduard Zeller.1957, Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian

Books. Hlm. 129-133. 6. 7. ^ Albert E. Avey.1954, Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble, Inc. Hlm. 23. ^
a b c

Simon Petrus L. Tjahjadi.2004, Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Petualangan Intelektual.

Hlm. 43-44. 8. ^
a b c d e f g h i jk l m

Franz Magnis-Suseno.1997, 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 49-50.

Gejala Hedonisme menulari remaja


Posted on 29 Julai, 2008 by admin

HEDONISME itu ringkasnya satu fahaman yang mementingkan kesukaan dan kemewahan dalam kehidupan tanpa menghiraukan larangan agama dan tatasusila. Hedonismelah yang melanda generasi belia kini. Ia menimbulkan kebimbangan negara terutama ketika Malaysia berhasrat menjadi negara maju. Berdasarkan sejarah, amalan hedonisme berasal dari Eropah selepas zaman Ratu Victoria. Beliau yang begitu fanatik dengan ajaran Kristian melarang segala perbuatan yang dianggap boleh menghina agama. Antara arahan yang dikeluarkannya ialah mewajibkan penggunaan penutup meja bertujuan menutup kaki meja. Kebanyakan kaki meja pada zaman itu mempunyai ukiran berbentuk kaki perempuan yang mengghairahkan. Oleh kerana perbuatan itu dianggap menghina perempuan dan bertentangan dengan agama, beliau mengeluarkan arahan supaya kaki meja ditutup menggunakan kain. Selain itu, pelbagai arahan dikeluarkan bagi menyekat kebebasan rakyat seperti larangan mengenai seks yang dianggap keterlaluan oleh masyarakatnya, hiburan dan sebagainya. Selepas pemerintahan Ratu Victoria, keadaan mula berubah. Penggantinya membenarkan semua perkara yang sebelum ini dilarang. Dengan itu bermulalah era dunia moden yang membenarkan semua amalan yang dulunya dilarang. Kebebasan itu menular di kalangan masyarakat hingga melampaui batas susila dan agama. Pergaulan bebas, seks luar nikah, hiburan yang melampau dan seumpamanya. Pemerintah turut menggalakkan pelbagai pesta dan diadakan secara besar-besaran. Hasilnya masyarakat hanyut dibuai hawa nafsu dan mengetepikan agama daripada kehidupan. Rakyat mula mengejar kepuasan nafsu semata-mata. Mereka sentiasa leka mencari kepuasan jasmani tanpa didasari asas pemikiran dan batas susila yang seharusnya dipelihara. Melalui perkembangan masa, pengaruh budaya itu kemudiannya menular ke negara lain di dunia termasuk negara ini. Secara umumnya, hedonisme itu boleh dianggap neokolonialisme yang dikhususkan serangannya kepada generasi muda oleh Barat. Pelbagai konsep dan cara hidup seperti cara hidup happy go lucky, melepak, mengunjungi pesta liburan, seks bebas dan sebagainya adalah termasuk dalam tabiat ini. Secara jelas, konsep yang dikemukakan itu hanya mementingkan kepuasan nafsu tanpa wujudnya sebarang panduan atau batasan tertentu terutamanya ajaran agama. Gejala ini timbul berikutan kegagalan manusia memahami konsep ajaran agama yang menekankan keseimbangan antara nafsu dan akal fikiran demi kesejahteraan manusia. Budaya ini begitu cepat menular di kalangan remaja yang terpengaruh dengan keseronokan dan aktiviti yang dianggap dapat menghilangkan rasa bosan terutama remaja di bandar besar. Dengan kemunculan pelbagai pusat hiburan dan kebebasan media yang tidak dikawal ketat, hedonisme merebak dengan pantas tanpa disedari mereka. Keadaan bertambah buruk apabila penyalahgunaan dadah begitu berleluasa. Ini termasuk penggunaan pil Eecstasy yang banyak digunakan oleh remaja kota. Selain itu, peningkatan kelahiran anak luar nikah dan kes pembuangan bayi adalah akibat gejala negatif di kalangan remaja yang terpengaruh dengan hedonisme. Islam awal-awal lagi menolak gejala negatif ini. Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sewaktu fasa pertama dakwahnya di Makkah menekankan keburukan hawa nafsu dan menyeru manusia mengamalkan akhlak terpuji. Sewaktu Islam mula berkembang di tanah Arab, gejala buruk seperti minum arak, pelacuran dan berfoya-foya di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah begitu ketara. Hanya selepas Islam bertapak kukuh perkara itu dapat dibendung dan diatasi. Islam juga mengajar penganutnya melakukan perkara yang berfaedah dan menjauhi perkara yang sia-sia dengan mengemukakan konsep semua perbuatan akan dihitung oleh Allah di akhirat kelak.

Malah dalam hadis yang diriwayatkan, Rasulullah bersabda yang bermaksud bahawa Islam itu adalah pekerti yang terpuji. Hadis itu dengan jelas mengajar umat Islam bahawa sebarang pekerjaan atau sikap yang bertentangan dengan nilai dan norma agama akan mendapat balasan seksaan di akhirat dan terkeluar dari ajaran agama. Punca gejala ini timbul akibat kurang didikan agama. gejala negatif di kalangan belia terutama remaja Islam. Didikan agama yang dimaksudkan ialah pendidikan yang dapat membentuk ketahanan dalaman generasi muda untuk menangkis sebarang gejala negatif yang disogokkan kepada mereka. Pendidikan Islam negara perlu dirombak semula bagi memastikan keberkesanannya dalam jiwa pelajar. Walaupun semua komponen pendidikan agama sudah dimasukkan dalam kurikulum yang disediakan oleh Kementerian Pelajaran tetapi pendekatannya kurang menarik minat mereka. Realiti pelajar masa kini mempelajari agama semata-mata untuk mendapat keputusan cemerlang dalam peperiksaan. Pelajaran yang diberikan hanya untuk memberi pengetahuan bukan untuk diamalkan. Akibatnya walaupun pelajar Islam mendapat pendidikan agama tetapi daripada statistik yang dikeluarkan majoriti mereka yang terjebak dalam gejala negatif. Ketika ini dianggarkan lebih 400,000 remaja Islam terjebak dengan penagihan dadah dan ini bermakna negara kehilangan 400,000 pemimpin generasi akan datang. Keadaan bertambah buruk apabila kerajaan terpaksa mengeluarkan perbelanjaan besar untuk memulihkan mereka kembali. Ini tidak termasuk mereka yang ketagih arak, melacur, terbabit dengan kegiatan kongsi gelap, punk dan gejala sosial lain. Pusat Islam harus memikul tanggungjawab bersama menggerakkan semua agensi agama di seluruh negara termasuk pegawai majlis agama negeri menjalankan gerak gempur memberi kesedaran kepada semua pihak mengenai bahaya gejala ini. Malah semua agensi kerajaan seperti Kementerian Pelajaran, Kementerian Perpaduan Negara dan Pembangunan Masyarakat dan Kementerian Belia dan Sukan akan menggembleng tenaga membina sahsiah generasi muda.

Walaupun diselangi dengan maklumat dan program yang bermanfaat seperti program-program agama, pendidikan, dan pengetahuan, tetapi peratusan program-program sebegini adalah sangat kecil berbanding program-program hiburan yang berlawanan dengan norma-norma agama. Di Amerika Syarikat, televisyen dianggap punca nombor satu segala masalah sosial yang dihadapi hari ini. Laporan yang dikeluarkan oleh The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry mengatakan punca keganasan kanak-kanak dan belia remaja adalah disebabkan oleh pengaruh televisyen. Golongan ini mempunyai kecenderungan untuk menjadi kebal

atauimmune dengan ketakutan terhadap keganasan, mengambil keganasan secara beransur-ansur sebagai cara penyelesaian masalah, mengikut jejak langkah keganasan yang dilihat melalui televisyen dan beridentitikan sesetengah watak seperti mangsa atau pemangsa. Nielson Media melalui penyelidikan yang melibatkan 52 negara termasuk Malaysia melalui peratusan frekuansi mengakses permainan dan muat turun hiburan melalui internet merumuskan bahawa rakyat Malaysia sebagai kecanduan hiburan dan teknologi. Justeru tanpa adanya acuan yang benar dalam membentuk pola fikir Islamik, umat Islam dikhuatiri senang terpengaruh dengan media massa sehingga disalah tanggapi sebagai pegangan hidup.

Usaha serangan pemikiran (ghozwul fikr) yang tersebar luas telahpun diberi amaran dalam firman Allah yang menerangkan tujuan utama serangan pemikiran ini dengan ayat yang

bermaksud: Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka) (Surah An-Nisa, 4:89). Rasulullah SAW juga mengingatkan umat Islam mengenai serangan pemikiran ini apabila baginda melarang umatnya daripada meniru budaya orang kafir bagi menjaga keperibadian dan karekteristik seseorang muslim. Diantara jenis-jenis serangan pemikiran yang dapat dikenal pasti ialah pemikiran hedonism, tahyul, khurafat, bidaah, kristianisasi, terrorism, seks dan sebagainya. Kesemua serangan pemikiran ini berpunca untuk menjauhkan umat Islam daripada keterikatan dengan para ulamak Melihat kepada pemikiran budaya hedonisme dengan lebih jauh lagi. Hedonisme berasal daripada perkataan Greek yang bermaksud kesenangan (pleasure) ialah suatu pola pemikiran dan budaya hidup yang terlalu sukakan kepada aktiviti hiburan dan keseronokan semata (Encyclopedia of Philosophy, 2006;254-258). Menurut kamus dewan pula, hedonisme ialah pegangan atau pandangan hidup yang mementingkan keseronokan atau kesenangan hidup. Sedar atau pun tidak, secara sengaja atau pun kebetulan, budaya hedonisme ini telah mula menular masuk sekian lama dalam kehidupan masyarakat Islam di Malaysia terutamanya dikalangan muda mudi. Salah satu faktor penting yang menyumbang kepada berlakunya fenomena ini ialah realiti media massa sama ada media cetak atau media elektronik yang memberikan peruntukan yang sangat banyak kepada aspek hiburan. Kebarangkalian yang boleh difikirkan adalah mengapa berita artis, rencana hiburan dan skandal seks diberikan ruang yang begitu meluas, dengan gambar-gambar yang besar dan menggunakan banyak ruang, tajuk-tajuknya yang besar, adakah kerana ianya lebih selamat ? berbanding berita berunsurkan politik, sosial atau jenayah misalnya. Selain konsert-konsert yang diselitkan semasa karnival Jom Heboh ini, ada juga konsert-konsert lain yang terus dijamukan kepada masyarakat kita di atas pelbagai nama dan tema, dianjurkan oleh pelbagai pihak dan syarikat. Konsert sempena sambutan tahun baru, konsert sambutan hari kebangsaaan dan bermacam lagi. Contoh lain ialah Konsert Inspirasi TV3 yang berlangsung di Dataran Merdeka, Pesta Malam Indonesia 3, Rockaway 09 dan terdapat 6 konsert lain yang dianjurkan sempena Festival Muzik KL 2009 yang bermula dari 1-10 Julai 2009.

Gambar: Konsert dipenuhi belia Islam. Program agama bagaimana? Apabila program-program hiburan sebegini dilambakkan, kesannya minda masyarakat akan banyak dibentuk dengan hiburan. Generasi muda yang diharapkan menjadi barisan pelapis untuk menerajui dan mencorak pembangunan ummah dan negara, disibukkan dengan hiburan yang melampau-lampau. Mereka lebih ghairah dan bersemangat untuk berbicara tentang gosip sensasi para artis, filem-filem terbaru di pawagam, lagu-lagu yang sedang popular dan pelbagai topik lain yang semuanya berkaitan dengan hiburan. Penyakit ini bukan sahaja menimpa golongan muda mudi kurang berpendidikan, malah dukacita apabila ianya turut berjangkit kepada golongan mahasiswa mahasiswi di institut pengajian tinggi. Fenomena ini dapat dibuktikan melalui pengaruh penampilan fizikal, tutur kata, tindakan dan amalan majoriti para remaja zaman ini. Dalam hal ini, mereka yang waras pasti bersependapat dengan pandangan dan teguran yang diberikan oleh Mohd Ridhuan Tee (2006) berkaitan hal ini. Katanya: Lebih malang lagi programprogram sebegini mendapat tajaan daripada syarikatsyarikat korporat, termasuk syarikat korporat yang diterajui oleh orang Islam. Rancangan-rancangan yang bersifat ilmiah dan bersandarkan ilmu tidak mendapat sambutan dan penajaan serta di anggap merugikan. Misalnya, rancangan Malaysian Idol, Akademi Fantasia dan lain-lain diciplak dari barat hampir seratus peratus dan tidak banyak mencerminkan nilai-nilai ketimuran atau budaya hidup Malaysia. Tidak memasukkan nilainilai keMalaysiaan atau keIslaman. Ada pengkritik vokal, seni pentas, seni lagu, persembahan dan sebagainya, tetapi tidak ada pengkritik yang memberikan input soal budaya dan adat sopan agama.

Gambar : Rancangan realiti hiburan TV mendapat sambutan hangat di Malaysia. Program realiti hiburan seperti Akademi Fantasia, Mentor, My Starz, Malaysian Idol, One in a Million dan sebagainya ditiru daripada Barat bagi menambah program hiburan di Malaysia, tujuannya adalah untuk melahirkan penyanyi-penyanyi pasang siap. Persoalan timbul apabila produk media keluaran orang Islam di Malaysia yang tidak jauh bezanya dengan produk media acuan Barat yang berteraskan budaya hedonisme. Hal ini adalah akibat pemikiran yang membentuk tanggapan bahawa media hanyalah alat hiburan dan medium menjual produk semata (Syuhada, 2009). Peningkatan jumlah peserta yang menghadiri sesi ujibakat realiti televisyen ini dari tahun ke tahun merupakan kejayaan pola pemikiran hedonisme sehingga mengagungkan populariti dan kemewahan. Jelas pemikiran hedonisme yang menular ini mampu menyeleweng tujuan hidup seorang muslim sehingga berkiblatkan hiburan dan keseronokan semata. Amat mendukacitakan apabila generasi muda hari ini lebih mengenali keperibadian artis pujaan mereka daripada keperibadian para nabi. Kehidupan para artis yang mengikut kayu ukur barat dijadikan garis panduan dan ikutan, hatta tingkah laku para artis itu sendiri menentang budaya ketimuran apatah lagi syariat Islam. Semua budaya hedonisme ini dilihat normal atas nama kemodenan dan kecenderungan masa kini. Hiburan yang melampaui batas dan nilai murni ini turut dipromosikan oleh media sehingga menjadi rujukan masyarakat.

Gambar : Hiburan alternatif dan Ulamak kurang ditonjolkan. Tokoh-tokoh akademik, para ulamak, negarawan kurang ditonjolkan pencapaian dan sumbangan yang telah mereka lakukan untuk pembangunan umat, agama, bangsa dan negara. Sebaliknya, artis-artis lebih diberi pelbagai anugerah dan dijulang nama mereka atas kecemerlangan mereka di dalam industri. Pencapaian para artis lebih mendapat liputan pihak media, berbanding kecemerlangan para cerdik pandai negara. Memetik kata-kata Ketua Pengarah FINAS, Mohd Mahyidin Mustakim ketika majlis pelancaran Pameran Filem Seram 2009 di Galeri Perfileman Finas, katanya: Selama 35 tahun industri perfileman kita tidak menerbitkan filem seram, inilah masanya kita kembalikan kegemilangan filem seram seperti yang pernah kita capai pada 1950-an keluaran Cathay Keris dan Malay Film Production dulu. Sebab itu kita dapati, ramai pengusaha filem yang kembali rancak menghasilkan filem filem seram ini. Antara yang terbaru ialah seperti filem Tujuh Perhentian, Makar, Di Ambang Misteri, Anak, Maut, Rasukan Ablasa, Jin Hutan, Jangan Tegur, Congkak, Jangan Pandang Belakang Congkak dan pelbagai lagi. Senarai ini belum ditambah dengan siri-siri drama seram yang disiarkan melalui kaca televisyen seperti Saka, Puaka Niang Rapik, Keliwon dan lain-lain lagi. Entah berapa banyak lagi filem-filem seram ini akan dihasilkan? Sama-samalah kita tunggu dan jangan terkejut jika generasi masa depan adalah generasi yang penakut akan hantu melebihi takut akan Tuhan ataupun mengenali jenis-jenis hantu dari Tuhan. Kebanyakkan filem-filem seram yang ditayangkan ini mendapat sambutan yang

memberansangkan daripada masyarakat. Misalnya, filem Pontianak Harum Sundal Malam (PHSM) yang ditayangkan pada tahun 2004 berjaya meraih kutipan sebanyak RM 3.2 juta. Angka kutipan ini menjadi peransang kepada penerbit lain untuk terus menerbitkan filem seram. Manakala, filem Jangan Pandang Belakang (JPB), terbitan MMP pula merupakan filem yang mencatat kutipan tertinggi menurut rekod Finas iaitu sebanyak RM 5.7 juta. Manakala filem seram terbaru Jangan Pandang Belakang Congkak (JPBC), arahan Ahmad Idham berjaya meraih kutipan RM5.3 juta dalam tempoh 12 hari ditayangkan. Jumlah penontonnya yang dilaporkan pula ialah melebihi 400, 000 orang. Dijangkakan filem JPBC ini akan berjaya memecahkan rekod JPB. Dalam hal ini, pandangan salah seorang tokoh ulamak Malaysia iaitu Dr. Mohd Asri Zainul Abidin, mantan Mufti Negeri Perlis harus diambil perhatian. Pandangan beliau yang disiarkan oleh Utusan Malaysia menyatakan: Lebih membahayakan apabila sesebuah filem seram itu ditonton oleh kanak-kanak yang sedang membesar kerana ia boleh mempengaruhi pemikiran mereka. Filemfilem seram yang keterlaluan adalah berbahaya kerana ia boleh menyumbang kepada

penyelewengan akidah. Kepercayaan bukan-bukan seperti ada kuasa ghaib yang divisualkan dan hantu itu boleh mengetahui sesuatu perkara, boleh menyebabkan masyarakat terpengaruh dan mempercayainya. Filem seperti ini boleh merosakkan akal disebabkan unsur serta gambaran yang diperlihatkan mengenai makhluk halus itu adalah tidak benar. Semoga kerisauan yang ditimbulkan menyuntik kesedaran belia agar tidak meningkatkan lagi statistik penghidap candu hedonism di negara Malaysia tercinta ini. Lakukanlah perubahan. A

thousand miles journey begins with a single step. Sertailah pogram dan rakan-rakan yang mampu membawa kita ke arah kebaikan. Semoga belia Malaysia akan bangkit dengan wajah baru. Jangan berputus asa. Masih ada sinar di hujung jalan. Usaha dan mohonlah kekuatan dari Allah s.w.t. Semoga kita semua mampu mengubahnya!

Mahasiswa Dan Hedonisme


Author: azah

25
Oleh: Hj. Muhammad Fauzi Khalid

MAY

Muzik & lagu, Konsert & artis, Permainan berkomputer & Playstation, Friendster & Facebook, Video & DVD, Majalah & blog hiburan, MP3 & Youtube, Pesta & keramaian, dan pelbagai lagi perkara seumpamanya.

Semuanya nampak familiar bukan? Majoriti daripada mahasiswa berada dalam usia remaja, semua yang disenaraikan di atas seakan sinonim dengan kita semua. Malah senarai seumpamanya mungkin lebih panjang. Cuba perhatikan, apa ciri-ciri yang tersurat dan tersirat dari senarai di atas. Hiburan, entertainment, santai dan sebagainya adalah nama yang diletakkan untuk menyatakan perilaku di atas. Namun kesemua di atas boleh dirangkumi dalam kelompok sosial yang dipanggil hedonisme.

Hedonisme - Apakah dia sebenarnya.

Kamus Dewan mendefinisikan hedonisme sebagai pegangan atau pandangan hidup yang mementingkan kesenangan hidup. Secara umumnya, hedonisme adalah pendekatan sosial

yang menjadikan hiburan sebagai satu cara hidup. Sebagaimana isme-isme yang lain seperti sekularisme, nasionalisme, komunisme, sosialisme dan lain-lain, isme itu menggambarkan pegangan dan cara hidup. Mereka yang terjebak dengan hedonisme mengikat diri mereka dengan hiburan sebaik celik mata hinggalah menutup mata.

Kita semua menyedari bahawa Islam itu syumul, lengkap dan menyeluruh. Islam tidak hanya ditafsirkan dari sudut ibadah dan ritual semata-mata. Islam itu Ad-Deen. Islam itu sebagai cara hidup. Lengkap dari pelbagai sudut dan aspek. Sebagai seorang Islam, mengapa harus menerima pakai isme-isme yang lain.

Bagi mereka yang cenderung kepada hedonisme, hidupnya diwarnai dengan hiburan. Pagi beralih ke tengah hari, senja menyongsong petang, malam semakin pekat - hiburan demi hiburan menjadi peneman. Dari tv, radio, perisian komputer, aplikasi internet hinggalah ke buku dan majalah, semuanya berbaur hiburan. Sebagai seorang Islam, apatah lagi berada dalam status sebagai mahasiswa yang berpengetahuan, tidak sukar untuk membezakan yang mana yang dinisbatkan sebagai hedonisme dan mana yang tidak.

Diakui, lahiriah manusia amat gemar kepada hiburan dan perayaan. Menjadi norma setiap bangsa dan agama di dunia mempunyai perayaan-perayaannya yang tersendiri. Lazimnya perayaan ini diiringi dengan pesta dan keramaian. Pelbagai jenis hiburan dipertontonkan. Tataan tarian, nyanyian dan iringan muzik dipersembahkan. Malah ada sesetengahnya yang melangkaui lebih jauh dari itu. Tidak cukup dengan halwa lidah dan halwa telinga, nafsu para hadirin dijamu dengan tubuh dan badan. Na auzubillah. Berbeza dengan Islam, Allah Taala mensyariatkan agar umat Islam merayakan Hari Raya Aidilfitri dan Hari Raya Aidiladha. Perayaan-perayaan ini mempunyai hikmah dan pengertian yang tersendiri selaras dengan tuntutan agama dan bukannya menurut hawa nafsu. Malah di dalam buku-buku yang menerangkan tentang hukum fekah, jelas diterangkan jenis hiburan dan jenis alat muzik yang dibenarkan dalam Islam. Ini jelas menunjukkan betapa agama Islam turut memberikan ruang dan peluang untuk para penganutnya berhibur asalkan tidak lagha (lalai) dan bertentangan dengan hukum syarak.

Hedonisme - Jarum Terhalus Zionis

Menyorot semula sejarah permulaan keruntuhan moral masyarakat moden, titik hitamnya bermula dengan wujudnya Protokol Zionis. Kata sepakat dicapai oleh cendekiawan dan pemikir bangsa Yahudi dalam Kongres yang dipengerusikan oleh Theodor Hertzl. Kongres ini berlangsung di Basel, Switzerland pada 1897. Selama lebih dari 113 tahun lamanya, bangsa Yahudi melaksanakan kesemua 24 protokol yang turut dikenali sebagai The Protocols of Learned Elders of Zion dengan perancangan dan pelaksanaan yang teliti. Setiap protokol mempunyai pelan khusus pelaksanaannya yang hanya diketahui oleh orangorang yang menganggotai Freemason dan Iluminati. Kedua-duanya adalah organisasi hitam yang menjadi hujung tombak golongan Zionis.

Lalu apa kaitannya antara Protokol Yahudi dengan hedonisme? Penerangan tentang Protokol Kesepuluh dapat memberikan jawapan kepada persoalan di atas. Ia dicatatkan antaranya sebagai berikut:-

Pemikiran liberalisme akan ditanam dalam minda pemimpinnegara-negara bukan Yahudi. Akibatnya kestabilan politik menjadi goyang dan pilihanraya dapat diatur. Kemenangan akan disusun agar pemimpin-pemimpin yang cenderung kepada Zionis akan beroleh kemenangan. Maka semua perancangan Yahudi akan dapat dilaksanakan olehnya.

Protokol kesepuluh, telah diterjemahkan pelaksanaannya dan didakwa oleh sesetengah pihak sebagai elemen-elemen yang menyokong dan melicinkan penyerapan doktrin hedonisme dalam masyarakat. Terdapat lapan perkara yang diterapkan agar menjadi budaya dalam kalangan orang-orang bukan Yahudi. Lapan perkara ini diakronimkan dengan 4S & 4F. Song, seks, smoke (rokok) dan sport dikelompok dalam 4S manakala fun (hiburan), female (perempuan), fashion, dan food. Semuanya ditujukan khusus untuk anakanak muda dan remaja yang menjadi generasi pelapis umat. Hasil dari peranan media massa yang dikuasai oleh golongan Zionis ini maka kesemua perkara ini seolah-olah menjadi budaya moden di seluruh dunia. Kemajuan sesebuah masyarakat diukur dari segi keterbukaan masyarakat menerima dan mengasimilisasikan kesemua 4S & 4F ini.

Mungkin pada mata kasar mahasiswa sekalian, 4S & 4F ini adalah perkara biasa yang telah menjadi realiti dalam masyarakat Malaysia. Ia telah bertapak bertahun-tahun lamanya dalam masyarakat Malaysia. Maka, mungkin timbul pertanyaan di hati kita :-

4S & 4F, takkan tak biasa kot? Patutkah kita meminggirkannya? Bukankah ia telah menjadi sebahagian dari kehidupan kita? Jika persoalan-persoalan ini timbul difikiran kita, maka percayalah bahawa matlamat Protokol Kesepuluh ini telah mengakar umbi dalam kehidupan kita tanpa disedari. Cuba kita bayangkan anak-anak muda Islam hanyut dalam dunia hiburan. Tidak cukup penyanyi dan pemuzik dipuja-puja, ramai pula yang berangan-angan dan berusaha untuk menjadi sebahagian darinya. Lagu-lagu digubah untuk menaikkan nama dan imej.

Pelbagai fesyen direka agar kelihatan lain dari yang lain. Rokok sentiasa tersepit di bibir atau dikepit di jari. Promosi-promosi pun berlangsung agar ia menjadi ikutan. Cerita-cerita panas tentang hubungan cinta berlandaskan nafsu dan berbentuk zina dihebohkan. Masingmasing merelakan diri menjadi bahan gossip. Bercinta pun heboh, berkahwin biar lebih

glamour dari yang lain dan bercerai-berai biar lagi kecoh. Lebih panas lebih hebat. Wartawan-wartawan diupah untuk memanaskan keadaan. Untuk tidak nampak ketinggalan dan dianggap kolot, makanan Barat dijamah dan arak diteguk. Pub dan disko dikunjungi. Lebih power jika terlibat dengan najis dadah. Hidup berselubung dengan maksiat. Namun ini adalah realiti dalam dunia hiburan dan dunia sukan.

Para peminat yang rendah akal ternganga dan melopong melihat betapa gah, glamour dan terkenalnya artis dan ahli sukan pujaan.Gambar, cerita dan berita sensasi mengenai kehidupan mereka dipaparkan di televisyen, majalah, blog dan suratkhabar. Hidup mereka digambarkan sebagai moden, kontemporari dan mewah. Maka ramailah terpengaruh untuk mengikut jejak langkah mereka. Bagi remaja dan anak-anak muda, tidak dapat jadi artis dan ahli sukan pun, dapat meniru fesyen mereka pun jadilah. Maka kesan protokol Yahudi yang kesepuluhs ini berjaya sampai ke ruang tamu rumah kita tanpa disedari.

Untuk menjelaskan lagi betapa pentingnya hedonisme ini menjadi urat nadi manusia, Yahudi Zionis memberi penekanan sekali lagi sebagaimana yang terkandung dalam Protokol Ke-13 yang antara lain bermaksud seperti berikut:-

Untuk menjahanamkan dan meruntuhkan sesebuah bangsa dan negara, bangsa Yahudi mestilah menghapuskan golongan intelek dan cediakawan bukan Yahudi. Golongan ahli perniagaan harus turut dimufliskan dengan melaga-lagakan dan mewujudkan persaingan kotor yang menghancurkan penguasaan mereka. Pesta-pesta pelbagai bentuk, hiburan dan keramaian harus dicipta dan dirayakan. Penganjurannya haruslah diwar-warkan untuk kelihatan berprestij dan meriah. Semua ini penting agar kekayaan negara-negara bukan Yahudi dihabiskan untuk penganjurannya. Orang bukan Yahudi harus dialihkan & dilumpuhkan keupayaan mereka berfikir. Ketajaman fikiran mereka harus dipesongkan dengan asakan hiburan, pertandingan sukan, penganjuran pesta kebudayaan, keasyikan karya-karya kesenian dan pelbagai pertandingan lain. Permusuhan harus disemai hasil dari persaingan kotor dan tidak sihat.

Lalu, apakah tindakan kita?

Mahasiswa sekalian boleh melihat dan memahami dengan jelas, semua perancangan dan pelan pelaksanaan yang dirangka oleh Yahudi Zionis. Semuanya telah menjadi budaya dan sebahagian dari denyut nadi masyarakat hari ini. Apakah tindakan yang harus dilaksanakan? Patutkah kita menongkah dan menentang arus atau memilih untuk berpeluk tubuh mendiamkan diri. Atau mungkin lebih malang, ikut hanyut bersama gejala-gejala yang sungguh merosakkan ini.

Asas utama untuk bertindak adalah dengan menyedarkan diri sendiri, keluarga, rakan-rakan dan orang-orang yang kita kasihi. Ambillah langkah pertama dengan menjauhkan diri sedikit

demi sedikit dari cengkaman budaya hedonisme. Jauhkan diri dari membeli dan mengikuti berita-berita yang bersifat hiburan. Jauhkan diri dari terikut-ikut dengan fesyen terkini dan bermusim sifatnya. Jauhkan diri dari rokok dan perkara-perkara yang seumpamanya. Mungkin timbul persoalan, apakah alternatif selain dari hiburan?

Jawapannya cukup mudah Islam telah lama menyediakan jalan hiburan yang bersesuaian. Malah hiburan yang paling menarik dan berterusan sifatnya adalah penerokaan ilmu. Ia sesuai dengan realiti kehidupan mahasiswa. Jadikan penerokaan ilmu dalam pelbagai bidang ini sebagai satu budaya. Habiskan waktu yang ada dengan mempelajari ilmu, memperkembangkannya dan menyebarkannya sejauh dan semampu yang boleh. Bentukkanlah peribadi, ketrampilan dan gandingkan amal ibadat dengan ilmu. Jadikan diri anda seorang dai. Berusahalah untuk mencapai tahap murabbi.

Lakukan ini dengan niat ikhlas kerana Allah Taala. Percayalah mahasiswa sekalian. Ia sangat bermanfaat. Di dunia dengan izin Allah Taala, anda akan beroleh penghormatan dari orang lain dan menjadi sumber rujukan. Di alam barzakh ia menjadi bekalan yang tidak putus-putus dan menjadi sandaran untuk anda mengetuk pintu syurga yang kekal dan abadi. Insya Allah.

Gejala hedonisme merupakan budaya hiburan yang melampau yang membabitkan remaja hari ini.Gejala ini boleh dianggap suatu virus yang berjangkit dan merosakkan akhlak umat Islam terutamanya remaja sekali gus memusnahkan harapan negara untuk melahirkan pemimpin harapan bangsa yang akan mengambil alih tampuk pimpinan negara pada masa yang akan datang.Justeru,langkah-langkah yang pragmatik dan efektif harus diambil oleh semua pihak termasuk diri remaja itu sendiri untuk menangani gejala yang kian berleluasa ini. Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum jika kaum itu sendiri tidak mengubahnya.Hal ini jelas menunjukkan sesuatu perubahan perlulah dimulakan dengan diri individu yang menginginkan perubahan itu sendiri.Rentetan itu,remaja sewajarnya berusaha untuk mengubah diri ke arah kebaikan.Dalam hal ini,remaja sewajarnya memantapkan diri dengan ajaran Islam yang sebenar.Hal ini kerana dengan penghayatan terhadap ajaran Islam yang sebenar,remaja mampu mengawal diri sendiri daripada terjerumus dalam gejala negatif ini.Pada masa yang sama,remaja juga akan mampu untuk berjihad melawan nafsu masing-masing kerana pegangan agama yang kukuh dan mantap.Jelaslah bahawa perubahan daripada diri sendiri amat penting dalam menangani gejala ini. Selain itu,ibu bapa juga memainkan peranan yang amat penting dalam menangani kebejatan akhlak para remaja pada masa kini.Anak-anak boleh diibaratkan seperti kain putih yang suci dan belum dicemari oleh sebarang warna.Ibu bapa pula boleh diibaratkan sebagai pelukis yang bertanggungjawab untuk mencorakkan kain putih tersebut.Dalam konteks ini,ibu bapa bertanggungjawab untuk mencorakkan akhlak anakanak mereka.Ibu bapa sewajarnya menerapkan nilai-nilai murni ke dalam diri anak-anak mereka.Teladan yang baik haruslah ditunjukkan kepada anak-anak kerana ibu bapa merupakan role model kepada anak-anak.Pepatah ada menyebut,ke mana tumpahnya kuah kalau bukan ke nasi dan bagaimana acuan begitulah kuihnya,hal ini jelas menunjukkan bahawa anak-anak akan meniru apaapa yang ditunjukkan oleh ibu bapa mereka.Tegasnya,ibu bapa memainkan peranan yang penting dalam mencorak peribadi anak-anak. Langkah dominan seterusnya yang boleh diambil oleh kerajaan pula adalah dengan mengurangkan tempat-tempat hiburan di negara ini.Mutakhir ini,pembinaan tempat-tempat hiburan seperti pusat beli-belah boleh dianggap seperti cendawan yang tumbuh

selepas hujan.Hal ini amat dikhuatiri kerana para remaja amat mengemari tempat-tempat ini untuk dijadikan tempat untuk melepak bersama-sama rakan sebaya.Dalam konteks ini,pelbagai gejala sosial boleh berlaku seperti pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan,merokok dan sebagainya.Oleh sebab itu,kerajaan sewajarnya mengambil langkah berjaga-jaga dengan mengurangkan tempat-tempat untuk remaja berhibur. Tuntasnya,pelbagai langkah yang efektif boleh diambil dalam menangani gejala hendonisme dalam kalangan umat Islam terutamanya remaja.Tiada penyakit yang tiada penawarnya,hal ini samalah dengan gejala hendonisme yang semakin berleluasa ini.Justeru,semua pihak haruslah mengambil langkah-langkah proaktif yang telah dibincangkan untuk menangani virus yang menjangkiti umat islam pada hari ini.Kita hendaklah sentiasa menyediakan payung sebelum hujan supaya kita tidak seperti pepatah sudah terhantuk baru hendak tergadah. sekian....

Menangani Penetrasi Budaya Hedonisme di Kalangan Mahasiswa: Satu Penyelesaian Menurut Perspektif Islam dan Kaunseling Hj Huzili Hussin dan Shuhairimi Abdullah Pensyarah Pusat Kemahiran Komunikasi & Keusahawanan Kolej Universiti Kejuruteraan Utara Malaysia Blok B, Kompleks Pusat Pengajian Jalan Kangar-Arau 02600 Perlis huzili@kukum.edu.my, shuhairimi@kukum.edu.my Abstrak: Kesan daripada pengaruh globalisasi yang melanda negara kita telah turut sama memberi impak yang cukup besar kepada penularan gejala sosial yang berselindung disebalik fahaman hak asasi manusia, realease tension dan bermacam-macam lagi alasan untuk menghalalkan tindakan mereka. Justeru kertas kerja ini akan memaparkan apakah perbezaan tanggapan budaya hedonisme pada kaca mata Barat dan di kaca mata Islam?. Selain itu, kajian menerusi rujukan perpustakaan dan juga bersandarkan literature akan mengenalpasti punca dan impak budaya hedonisme ini di

kalangan masyarakat khususnya para mahasiswa. Paparan sesi kaunseling bersama mahasiswa berkaitan penglibatan mereka dengan budaya hedonisme juga akan diketengahkan. Kertas kerja ini juga akan memaparkan bagaimana budaya hedonisme ini boleh dirawat dengan menggunakan pendekatan Islam. Oleh itu, saranan menerusi literature kitab-kitab Islam akan digunapakai untuk menjawab persoalan tersebut. Di samping itu, kertas kerja ini juga akan melihat sejauhmanakah perkhidmatan kaunseling membantu membendung budaya hedonisme ini menular di kalangan mahasiswa. Katakunci: Budaya hedonisme, kaunseling, perspektif Islam. Pendahuluan Penularan budaya hedonisme di kalangan anak muda kita pada hari ini bukanlah merupakan satu fenomena yang baru. Ini kerana, aliran tersebut telah lama berkembang di Eropah Barat sekitar kurun 14 15 dan kemudiannya budaya tersebut menjalar keseluruh dunia (Ira O. Wade, 1967). Sama ada secara sedar atau tidak, budaya hedonistik tersebut telahpun menodai kehidupan manusia yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma-norma masyarakat. Dengan kata lain, doktrin hedonistik yang bersifat materialistik cenderung untuk melahirkan manusia yang dibuai dengan ilusi, kebebasan yang mutlak dan gaya hidup bebas sehingga mengorbankan nilai-nilai akhlak dan moral. Hasilnya, akan lahirlah manusia yang di dalam dirinya meletakkan simbol keseronokan dan kemewahan yang berlebihan menjadi keutamaan dalam kehidupan seharian. Senario yang berlaku pada hari ini memperlihatkan sebahagian besar golongan muda telah terdedah dengan budaya hedonisme melalui proses globalisasi sosio budaya. Melalui pelbagai medium, golongan muda akan menjadi sasaran utama proses globalisasi yang didalangi oleh pihak barat. Oleh yang

demikian, tidaklah menghairankan apabila nilai-nilai tradisi sosio budaya masyarakat melayu yang terkenal dengan nilai-nilai luhur telah melalui proses penghakisan dan digantikan dengan sistem nilai yang berasaskan budaya hedonisme. Aliran ini seolah-olah membentuk ritualnya yang tersendiri, nilainilai hidup dan ideologi untuk menggantikan sistem sosio budaya yang sekian lama dianuti oleh masyarakat. Tegasnya, hedonisme bersifat kontra tradisi disebabkan aliran ini menegakkan perkara-perkara lencongan yang negatif counterfeitssebagai ganti kepada nilai-nilai tradisi yang diktiraf sebahagian daripada normanorma masyarakat. Oleh yang demikian, dalam keghairahan remaja mengejar gaya hidup bebas dan bersuka ria mereka sanggup melakukan pelbagai perkara yang boleh memberi kepuasan dan keseronokan yang optimum meskipun dengan cara meniru budaya hidup barat. Gaya hidup sedemikian seolah-olah dilabelkan sebagai simbol yang prestij dalam sistem stratifikasi sosial bagi aliran hedonisme. Penonjolan budaya tersebut di kalangan remaja dapat dilihat melalui gaya hidup yang mementingkan hiburan yang melampau, penyalahgunaan dadah, kehidupan yang mewah melebihi daripada kemampuan dan sebagainya. 2 Contohnya, pergaulan bebas yang melampaui batas, berhibur dengan cara berlebihan dan perlu ke tempat yang eksklusif, begitu juga dengan pakaian perlu dari jenis yang berjenama dan bergaya untuk memperlihatkan kehebatan dan kepuasan kepada pemiliknya. Kecenderungan untuk hidup bermewah dan mendapatkan hiburan yang melampau boleh mendedahkan golongan tersebut kepada kemelut gejala sosial dan akhirnya terlibat dengan kegiatan jenayah. Sehubungan dengan itu, satu perkara yang perlu dibimbangkan budaya hedonisme telahpun menular di kalangan mahasiswa. Fenomena yang negatif ini perlu diberi perhatian dan ditangani dengan baik supaya perkara ini tidak menjadi serius. Penonjolan budaya hedonisme di kalangan mahasiswa boleh

dilihat melalui perlakuan aktiviti mahasiswa yang terlalu mementingkan hiburan dan keseronakan seperti penyalahgunaan dadah, penggunaan pil-pil yang dilarang, berhibur di kelab-kelab malam, pergaulan sosial tanpa ada batasan dan sebagainya. Natijahnya, nilai-nilai negatif yang mendominasi golongan mahasiswa tersebut akan memberi implikasi negatif yang besar khususnya kepada masyarakat dan negara. Konsep Umum Hedonisme Secara literalnya, hedonisme berasal dari perkataan Greek iaitu hedone pleasure + ism (http://en.wikipedia.org/wiki/Hedonism, capaian pada 5.6.2006). Ia boleh dijelaskan sebagai cara pemikiran yang memberi keseronokan yang diterima oleh masyarakat umum. Dengan kata lain, ia bermaksud mencapai kemuncak keseronokan pleasure is the highest good. Dari satu sudut yang lain, hedonisme merupakan satu doktrin yang memberi dorongan motivasi kepada seseorang untuk bertindak mencapai keseronokan atau kebahagiaan dan mengelakkan unsur-unsur yang boleh mendatangkan kesedihan. Umumnya, ideologi hedonistik memfokuskan kepada perkara yang boleh meningkatkan keseronokan dan mengurangkan perkara-perkara yang boleh memberikan kesedihan increasing pleasure and reduce pain. Berasaskan pemikiran tersebut, aliran hedonisme berpendapat unsur-unsur yang boleh mendatangkan kesusahan atau kesedihan merupakan satu belenggu yang merantai manusia untuk mengecapi kebahagian, kesenangan, ketenangan dan keseronokan. Akibatnya manusia tidak mempunyai kebebasan dalam hidup disebabkan adanya batasan yang telah digariskan sama ada yang telah ditentukan oleh agama atau norma-norma hidup masyarakat. Aliran hedonisme dianggap sebagai kunci yang boleh merungkai segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Sekiranya agama telah menentukan garis

panduan yang perlu dipatuhi oleh penganutnya, maka aliran hedonisme memberi kebebasan yang mutlak kepada pengikutnya asalkan ia boleh memberi kesenangan dan keseronokan. Lazimya, falsafah hedonistik ini lebih menjurus kepada perkara-perkara yang berkaitan dengan seks. Pada prinsipnya, idea disebalik pemikiran hedonistik memberi gambaran bahawa setiap aktiviti perlakuan manusia boleh diukur dengan menggunakan mekanisme penilaian untuk mengetahui berapa banyak nilai keseronokan diperolehi dan berapa kecil nilai kesedihan atau kesusahan dihasilkan. Secara ringkasnya, prinsip yang menjadi pegangan aliran hedonisme ialah memaksimumkan keseronokan pada tahap skala yang tinggi dan meminimumkan unsur-unsur kesedihan. Menyentuh perkara ini, para sarjana Barat seperti John Stuart Mill (1806-1873) dan Jeremy Bentham (1748-1832) (dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Hedonism, capaian pada 5.6.2006) telah mengungkap pendapat mereka dalam sebuah penulisan yang bertajuk Utilatarianism and Other Essays menjelaskan prinsip pegangan golongan hedonisme mempunyai perkaitan dengan teori utilatarianisme. Meskipun begitu, pendokong aliran humanisme pula menegaskan bahawa teori tersebut hanya mendorong mereka mengejar perkaraperkara yang mendatangkan keseronokan dan kegembiraan semata-mata dan perkara tersebut diiktiraf oleh masyarakat umum. Berasaskan pandangan yang diutarakan tersebut, John Stuart Mill dan Jeremy Bentham membuat kesimpulan bahawa doktrin humanisme yang dipraktikkan berlaku sedikit lencongan dengan prinsip asas yang dipegang oleh aliran utilatarianisme. Menyentuh tentang budaya hedonisme, terdapat dua aliran pemikiran yang membincangkan teori tersebut. Aliran yang pertama dipelopori oleh Jeremy Bentham (1748-1832), berpendapat teori tersebut perlu berasaskan kepada pendekatan yang bersifat kuantitatif. Beliau percaya bahawa nilai keseronokan

atau kegembiraan yang dikecapi oleh manusia sepatutnya difahami secara kuantitatif. Apa yang penting, unsur keseronokan tersebut boleh dinilai dengan cara kemuncak keseronokan didarab dengan tempoh masa. Oleh yang demikian tidak kira berapa nilai jumlah yang diperolehi namun perkara yang penting ialah berapa lama tempoh masa keseronokan tersebut dapat dikekalkan dan nilai tersebut perlu diambilkira. Berbeza pula dengan aliran yang dipelopori oleh John Stuart Mill (1806-1873). Sarjana ini berpendapat, teori hedonisme perlu menggunakan pendekatan kualitatif. Pada pandangan beliau, terdapat 3 perbezaan pada aras keseronokan bagi sesuatu perkara yang dilakukan oleh manusia. Sudah tentulah kualiti keseronokan yang tinggi lebih baik dari yang sebaliknya. Selanjutnya beliau membuat hujahan bahawa pada asasnya keperluan semua makhluk adalah ringkas. Misalan yang disering dijadikan contoh dengan merujuk kepada khinzir (pigs). Tegasnya, sifat binatang tersebut begitu ringkas kerana tidak memikirkan perkara yang kompleks dalam kehidupannya. Walau bagaimanapun, realiti keperluan manusia sering berbeza di antara satu sama lain kerana ia cenderung dipengaruhi oleh pelbagai perkara yang merupakan halangan dan kekangan untuk menilai degree keseronokan bagi tingkah laku yang sama. Gaya hidup bebas dan menyeronokkan seperti yang diamalkan oleh pendokong hedonis boleh memberi implikasi yang negatif kepada citra perkembangan peradaban manusia. Gambaran ini boleh dilihat melalui kritikan yang dibuat oleh seorang sarjana Perancis iaitu (Jean Baudrillard, 1987) menegaskan realiti masyarakat kini sudah melampaui batas kemanusiaan. Kritikan keras yang ditujukan kepada manusia yang bersifat sedemikian seperti yang dinukilkan: More social than social; fatter than fat; more violent than the violent; more sexual than sex (porn); more real than real (simulation), more beautiful than the beautiful (fashion).

Tanggapan Islam Terhadap Budaya Hedonisme Jika disingkap sejarah silam pada setiap zaman dan tempat tidak pernah sunyi para Nabi dan Rasul memberi nasihat kepada umat mereka masing-masing tentang kepentingan akhlak dalam kehidupan manusia (Mustafa Kamal Alias, 2001). Lantaran itu, pada zaman Nabi Muhammad S.A.W persoalan akhlak masih lagi merupakan sebahagian daripada tema utama dalam ajaran yang murni tersebut. Sebagai contoh, pada saat kelahiran agama Islam di muka bumi Arab, masyarakat Arab Jahiliah pada masa tersebut berada dalam jurang kesesatan yang dalam di samping mengamalkan tingkah laku di luar batasan norma luhur manusia. Oleh yang demikian, citra hati budi bangsa Arab Jahiliah banyak disentuh oleh al-Quran supaya ia menjadi pengajaran kepada asas pembentukan peradaban insan. Kini pada zaman moden, dunia Islam menghadapi pelbagai cabaran yang boleh menghancurkan nilai-nilai rohaniah yang terdapat dalam ajarannya. Tanpa benteng aqidah yang konkrit dan akhlak sebagai pendinding nescaya umat Islam tidak mampu menghadapi serangan musuh dari pelbagai sudut. Pelbagai manifestasi serangan musuh Islam boleh dilihat dengan lahirnya ideologi-ideologi dan aliran falsafah yang berselindung di bawah modernisme termasuklah doktrin hedonistik (Wan Muhammad Ali, 2000). Penghakisan nilai-nilai akidah yang murni tersebut akan melahirkan kelompok skeptis. Dalam membincangkan kerangka hedonisme, sudah pastilah unsur keseronokan dan kegembiraan merupakan intisari penting dalam aliran tersebut. Manusia dikatakan hidup bahagia apabila mereka mencapai klimaks keseronokan dan kegembiraan di tahap yang paling tinggi dan cuba mengelakkan elemen-elemen yang mendatangkan kesedihan dan kesukaran. Bagi mencapai objektif tersebut, dalam keadaaan tertentu manusia perlu bersikap pesimistik dan negatif. Sama ada manusia perlu bersikap positif atau negatif tidak menjadi persoalan, apa yang penting ialah mencapai tahap keseronokan dalam hidup.

Justeru itu, tidak menjadi kesalahan sekiranya sesuatu tindak tanduk yang dilakukan dapat membantu seseorang mencapai hasrat dan matlamatnya. Contohnya, di Barat masyarakatnya bebas melakukan penyimpangan seksual (homoseksual dan lesbian). Islam tidak menghalang umatnya untuk mencapai kebahagian dalam hidup. Namun, kecenderungan yang berlebihan kepada kesenangan dan hiburan menjadikan menjadikan manusia alpa dan lalai dengan tipu daya dunia. Budaya sedemikian diibaratkan sebagai menggemukkan jasad tetapi mematikan ruh. Keseronokan yang dikecapi tersebut hanyalah bersifat sementara dan bukannya ketenangan yang hakiki. Sesungguhnya, budaya hedonisme jauh menyimpang dengan ajaran agama Islam yang kaya dengan nilai-nilai luhur yang terpuji. Apa yang jelas budaya tersebut bertentangan dengan akidah Islam kerana aliran tersebut bertuhankan nafsu. Tunjang iman adalah akidah tauhidnya. Allah adalah penghabisan dalam segala tujuan hidup setiap individu muslim (K.H Tarmizi Taher, 2003). Sejarah telah membuktikan antara faktor kejatuhan kerajaan Abbasiah adalah berpunca dari sikap pemimpin dan rakyat yang mengutamakan kesenangan, kemewahan dan dibuai dengan pelbagai bentuk hiburan. Mereka gagal menumpukan perhatian kepada soal pembangunan insan dan negara dan akhirnya kelemahan tersebut dapat dikesan oleh musuh menyebabkan empayar yang terbilang tersebut jatuh di pihak 4 lawan. Contoh yang dikemukakan tersebut membuktikan budaya hedonisme dipengaruhi oleh lintasanlintasan nafsu yang mendorong kepada perlakuan yang negatif. Islam telah memberi garis panduan yang jelas kepada penganutnya untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Ajarannya bersifat sejagat dan sempurna dari lompang-lompang kecacatan. Keunikan yang ada pada ajaran tersebut ia bersifat fleksibel pada nilai-nilai yang relevan dengan realiti dan keperluan masyarakat. Akidahnya berasaskan kepada wahyu Ilahi yang berfungsi sebagai kerangka asas pembentukan

peradaban manusia. Gagasan Islam bukanlah kompromi Barat dan Timur, bukanlah penyatuan pelbagai ideologi dan falsafah dunia (Dr. Abdullah Yusuf Azam, 1996) sebaliknya Islam merupakan cerminan kepada peradaban manusia yang hakiki. Oleh yang demikian, petunjuk dan garis panduan yang telah ditetapkan oleh Islam perlu dijadikan pedoman dan sempadan untuk dipatuhi oleh manusia. Sesungguhnya Iblis dan Syaitan sentiasa mencari jalan untuk menyesatkan manusia. Gambaran ini jelas terungkap dalam Kitab Suci al-Quran al-Karim. Firman Allah S.W.T yang bermaksud: Dan tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan; dan demi sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa. Oleh itu, tidakah kamu mahu berfikir (al-An`am: 32) Dalam surah yang lain Allah memberi peringatan kepada manusia tentang kecenderungan manusia kepada perkara-perkara yang tidak menguntungkan dan merugikan. Firman Allah S.W.T yang bermaksud: Sedarlah wahai orang yang lalai. (Sebenarnya kamu tidak ingatkan kesudahan kamu) bahkan kamu sentiasa mencintai (kesenangan dan kemewahan dunia) yang cepat habisnya. Dan kamu tidak menghiraukan (bekalan untuk) hari akhirat (yang kekal abadi kehidupannya). (al-Qiyamah:20-21)

Amalan Hedonistik di Kalangan Mahasiswa Menerusi tinjauan beberapa literatur berkaitan dengan masalah sosial di kalangan mahasiswa, masih belum terdapat kajian yang khusus berkaitan dengan amalan hedonistik di kalangan mahasiswa. Namun beberapa kajian berkaitan dengan masalah penglibatan dengan najis dadah, Hiv dan Aids serta melayari laman lucah di internet di kalangan mahasiswa telah pun dilaksanakan. Menurut kajian pengaruh dadah di kalangan pelajar institusi pengajian tinggi oleh Kamarudin Hussin, et.al (2005) di mana telah

memilih secara rawak seramai 3558 pelajar tahun satu di 16 buah IPTA dan 2 buah IPTS di dapati 10 pelajar atau 0.02% adalah positif dadah. Di kalangan responden yang positif dadah adalah terdiri daripada 6 lelaki dan 4 perempuan. Manakala jenis-jenis dadah yang terlibat ialah 3 pelajar positif dadah jenis Syabu ataupun dikenali Amphetamine (AMP), 2 pelajar positif dadah jenis Ganja atau Tetrahydrocannabinol (THC), 2 pelajar positif jenis dadah Ekstasi atau Methamphetamine (MET), 2 pelajar positif dua jenis dadah iaitu Ganja dan Morfin atau Opiate (OPI) dan 1 pelajar positif dua jenis dadah iaitu Syabu dan Ganja. Selain itu, dapatan kajian ini juga menunjukkan secara tidak langsung pelajar tahun pertama juga berisiko tinggi terhadap pengaruh dadah kerana ; a. Hanya seramai 1893 (53.3%) tahu akan bahaya 4 daripada 9 jenis dadah yang biasa disalahgunakan. b. Seramai 328 (6.4%) pernah menyentuh sekurang-kurangnya 1 daripada sembilan jenis dadah yang biasa disalahgunakan. c. Seramai 595 (16.8%) mengenali rakannya pernah mengambil sekurang-kurangnya 1 daripada sembilan jenis dadah yang biasa disalahgunakan. Berdasarkan statistik daripada Agensi Anti Dadah kebangsaan (dalam http://www.pemadam.org.my) menunjukkan dari Januari hingga Disember 2005 didapati seramai 300 palajar diploma dan 62 pelajar ijazah terlibat dengan gejala najis dadah. Berdasarkan jumlah 300 pelajar diploma tersebut didapati 185 adalah kes baru dan 115 adalah kes berulang. Manakala daripada 62 pelajar Ijazah didapati 38 adalah kes baru dan 24 kes berulang. Menurut Majlis Aids Malaysia pula, seramai 112 mahasiswa terlibat dengan kes jangkitan HIV dan 28 mahasiswa terlibat dengan kes Aids. (dalam http://www.pemadam.org.my) 5 Menurut Abdullah Al Hadi & Iran Herman, (1997) seseorang penagih itu akan hilang maruah diri

dan tidak menghormati ibubapa. Mereka hilang maruah diri kerana menjadikan tempat-tempat kotor sebagai rumah mereka, tidak lagi menjaga kekemasan diri dan kerap kali mencuri serta melakukan jenayah. Mengikut kajian Yahya Don, (2000) penagihan dadah akan mendorong mereka melakukan jenayah dalam tiga situasi iaitu ; i. Impak dadah itu sendiri akan menyebabkan mereka melakukan jenayah kerana sudah tidak lagi stabil minda dan perasaannya. ii. Kos dadah yang begitu tinggi menyebabkan pengguna dadah melakukan jenayah untuk menyara tabiat ketagihan iii. Melakukan jenayah dari aspek pengedaran dadah. Selain daripada masalah dadah dan Hiv/Aids di kalangan mahasiswa, satu kajian pengaruh laman web lucah di kalangan mahasiswa telah dijalankan oleh Rozmi Ismail, (2001). Dapatan kajian telah menunjukkan seramai 30% daripada 200 mahasiswa yang dijadikan sampel kajian mengaku mempunyai tabiat melayari laman web lucah bagi tujuan hiburan. Selain itu, kajian tersebut juga mendapati 20% dikalangan mereka bertindak demikian kerana ajakan kawan dan 20% bertindak demikian kerana untuk mengisi masa lapang. Berdasarkan kepada beberapa paparan kes amalan hedonistik yang melibatkan mahasiswa menunjukkan bahawa budaya hedonisme ini tidak mengenal sesiapa. Kalaulah selama ini kita hanya beranggapan ianya hanya boleh berlaku di kalangan masyarakat yang mempunyai tahap pembelajaran yang rendah namun sebaliknya telah berlaku. Walaupun kes amalan hedonistik ini berlaku dalam pecahan yang sedikit sahaja di kalangan mahasiswa berbanding dengan masyarakat luar, namun impaknya cukup besar kerana golongan terpelajar ini adalah harapan negara yang cukup besar sebagai pelapis kepemimpinan

negara. Selain itu golongan mahasiswa ini juga dianggap role model oleh masyarakat kerana ketinggian tahap keilmuan mereka. Justeru, sekiranya gejala hedonisme ini tidak dikekang dengan ekstensif dan komprehensif ianya lama kelamaan akan merendahkan lagi status mahasiswa di kalangan masyarakat. Perkongsian Kes Kaunseling Berkaitan Dengan Amalan Hedonistik di Kalangan Mahasiswa. Bagi melihat dengan lebih dekat lagi isu-isu hedonisme di kalangan mahasiswa, pengkaji akan memaparkan 2 kes kaunseling berkaitan dengan masalah berkenaan. Paparan sesi kaunseling oleh pengkaji bukannya berdasarkan pendedahan transkrip di antara klien dan kaunselor, sebaliknya hanya merupakan rumusan dari input-input perbincangan di antara kaunselor dan klien dalam sesi berkenaan. Berikut adalah ringkasan sesi kaunseling dengan 2 klien berkenaan. a. Sesi Kaunseling Dengan Klien Pertama Latarbelakang Klien : Merupakan seorang perempuan dan dirujuk kepada kaunselor kerana menunjukkan prestasi yang merosot dalam pembelajaran. Hasil daripada sesi didapati beliau telah kematian ibunya semasa beliau masih belajar di tahun empat sekolah rendah. Sekarang tinggal bersama dengan ibu tiri di mana hubungannya agak tidak mesra. Lebih banyak menghabiskan masa dengan kawan-kawan. Bapanya seorang buruh dan beliau merupakan anak sulung dari lima adik beradik. Input Perbincangan : Semasa sesi berkenaan beliau banyak menyalahkan nasib yang menimpa dirinya. Seringkali beliau membuat perbandingan kehidupannya dengan rakan-rakan. Beliau mengakui dirinya cukup pendiam tetapi banyak berdendam. Beliau telah membuat pengakuan berkenalan dengan seorang lelaki yang cukup istimewa. Beliau amat sayangkan lelaki berkenaan kerana sebelum ini jiwanya cukup kosong. Beliau percaya bahawa hidup ini perlukan kebebasan untuk mengelakkan

dirinya dari terbelengu dengan kesedihan. Akhirnya beliau mengakui telah terlanjur dengan lelaki berkenaan. Bukan sekali tetapi beberapa kali. Beliau tidak pernah menyesal dengan perbuatannya. Baginya persoalan dosa tidak timbul kerana yang lebih penting ialah soal kasih sayang yang sukar didapati. 6 Rumusan kehidupan telah : Hasil daripada sesi berkenaan beberapa kenyataan beliau tentang

dihujahkan dengan panjang lebar oleh kaunselor. Beliau telah diberikan pendedahan berkaitan dengan beberapa kepercayaan yang salah dalam dirinya seperti semua orang berhak untuk mendapatkan kasih sayang, dunia tidak adil untuk dirinya dan kepercayaan terhadap kebebasan mutlak yang ada pada dirinya. Beliau telah diminta bertaubat di atas perbuatan yang dilakukan. Namun pelajar berkenaan tidak tahu bagaimana untuk melakukan taubat. Justeru Kaunselor mengambil inisiatif membimbingnya. b. Sesi Kaunseling Dengan Klien Kedua Latar belakang Klien : Beliau seorang pelajar lelaki dan dirujuk kerana ditangkap mencuri pakaian dalam pelajar wanita. Beliau merupakan anak sulung dari 4 beradik . Beliau berlatarbelakangkan sekolah agama sebelum memasuki universiti. Bapanya seorang tukang rumah. Input Perbincangan : Beliau mengakui perbuatannya itu salah. Beliau menjelaskan perbuatannya itu menular semenjak berada di Kolej Matrikulasi kerana berkawan dengan rakanrakan yang suka menonton filem lucah. Akhirnya perbuatan tersebut menjadi ketagih menyebabkan beliau mula memuaskan hawa nafsunya menerusi pakaian dalam wanita. Beliau telah beberapa kali bertaubat dan berusaha untuk mengawal emosi dan tindakannya tetapi hanya boleh bertahan untuk sementara waktu sahaja. Beliau amat mengharap kaunselor dapat membantu dirinya. Rumusan penyakit : Memandangkan kes beliau telah melibatkan ketagihan dan terdapat gejala

psikiatris iaitu Fetisme maka beliau telah dirujuk kepada doktor pakar psikiatris.

Berdasarkan kepada paparan sesi dengan pelajar berkenaan walaupun ianya tidak boleh digeneralisasikan kepada semua pelajar adalah jelas menunjukkan faktor kerukunan rumah tangga penting untuk kecemerlangan sahsiah anak-anak. Fenomena ini juga disokong oleh (Hairunnaja, 2003). Selain itu pendedahan individu kepada bentuk-bentuk hiburan yang boleh menyebabkan nafsu terangsang juga boleh mendorong kepada amalan hedonistik. Kenyataan ini juga diperkukuhkan oleh (Sidek Baba, 2005). Justeru, Sidek Baba, (2005) menjelaskan bahawa nafsu remaja umpama kuda liar di mana apabila ditunggangi ia gopoh dan boleh menunggangi manusia semula. Kuda liar perlukan tali kekang untuk dijinakkan. Dengan tali kekang ia melatih kuda liar supaya patuh dan ikut pedoman penunggang. Lama kelamaan apabila latihan berterusan , nafsu semakin jinak dan akhirnya bakal memandu nafsu dalam melakukan sesuatu dan bukannya dipacu oleh nafsu dalam menghajatkan sesuatu. Penyelesaian Menurut Perspektif Islam dan Kaunseling Menurut Imam Al-Ghazali (dalam Mohd.Rosli Hussain, 2003) telah menggariskan diantara satu daripada sepuluh cara syaitan memasuki pintu hati manusia untuk merosakkan diri sebagai hamba Allah ialah menerusi pintu marah dan syahwat. Ini bermakna hati manusia perlu dibersihkan untuk menghindar gejala berkenaan menular dalam setiap individu. Beliau telah mengaitkan bahawa akal yang dilengkapkan tuhan kepada manusia merupakan khadam kepada hati. Oleh itu, hati manusia cukup mudah untuk menerima dan melihat kecantikan yang boleh membentuk sifat ubudiah (hamba) yang sejati. Imam AlGhazali juga berpandangan bahawa kemuncak kebahagiaan yang dicapai oleh hati manusia ialah apabila seseorang itu dapat mengimbangi ketiga-tiga kekuatan yang dikurniakan oleh Allah swt. Apabila salah satu

daripadanya pincang ianya boleh menjerumuskan manusia kearah kehancuran. Kekuatan tersebut ialah 7 kekuatan marah, kekuatan syahwat dan kekuatan ilmu. Oleh itu apabila kurangnya kekuatan marah dalam diri manusia menjadikannya lesu dan tidak bermaya dalam pelbagai bidang kehidupan, tetapi apabila kekuatan ini berlebihan menjadikan mereka bersifat seperti anjing yang suka bermusuh dan berperang sesama sendiri, tetapi apabila ianya berada ditahap sederhana dan pertengahan menjadikan mereka manusia yang penyabar, berani dan mempunyai sifat hikmah. Begitu juga apabila manusia berlebihan syahwatnya, maka dorongan nafsu tidak akan terkawal. Justeru manusia kan melakukan perbuatan keji dan tidak bermoral. Ketika itu manusia akan jadi seperti khinzir yang suka kekotoran dan najis, tetapi apabila keadaannya sederhana menjadikan manusia seimbang dengan sifat iffah (bersih dari perbuatan keji) dan sifat Qanaah (sifat reda dengan ketetapan Allah swt.) Oleh yang demikian beliau telah membahagikan keadaan hati kepada beberapa situasi yang melambangkan sifat hati manusia sebenar. Situasi inilah yang akan membentuk perlakuan manusia. Di antaranya ialah ; a. Akhlak Syaitan : Segala perlakuan yang terbit dari nafsu jahat seperti tipu helah, khianat dan sebagainya lagi. b. Akhlak Binatang : Segala perbuatan yang jahat bagi mencapai keseronokan dalam makanan, minuman, tidur dan perkahwinan. c. Akhlak Serigala : Segala perbuatan yang terbit dari sifat marah yang membawa kepada pergaduhan dan pembunuhan sesama manusia. d. Akhlak Malaikat : Segala perbuatan yang terbit dari akal yang membawa kepada kasih sayang, ilmu dan kebaikan. Justeru Imam Al-Ghazali (dalam Mohd. Rosli Hussain, 2003) telah mencadangkan cara-cara

untuk memulihkan hati manusia yang mengalami kerosakan akibat pengaruh dalaman dan persekitaran. Di antara cadangan beliau ialah : a. Bermujahadah melawan nafsu : Beliau telah mengaitkan perlakuan luaran manusia mempunyai hubungan rapat dengan hati sebagai raja kepada badan. Rosaknya akhlak, tingkah laku, tuturkata dan tindakan seseorang adalah mempunyai kaitan rapat dengan kerosakan fungsi hati. Justeru, untuk menghasilkan hati yang baik maka seseorang manusia mesti melemahkan runtunan nafsu yang sentiasa mendorong mereka melakukan kejahatan dan maksiat kepada Allah swt. b. Memasukkan sifat-sifat mahmudah (yang terpuji) ke dalam hati : Untuk membentuk hati seseorang manusia supaya menjadi solleh dan terpuji serta boleh mengenal petunjuk Allah swt maka seseorang itu mesti berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk mengeluarkan sifat mazmumah (tercela) yang bertapak di dalam hatinya. Seseorang manusia sanggup berpantang daripada memakan makanan tertentu dan menelan ubat pahit semata-mata untuk mengubati penyakit lahiriah yang menimpa diri mereka. Untuk mengubati penyakit batiniah, mereka juga perlu melakukan perkara yang sama iaitu semangat pengorbanan dan kesabaran yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi ini, penyakit-penyakit hati seperti sombong takbur, riak, ujub (bangga diri), hasad dengki, tamak, bakhil, pemarah dan sebagainya lagi jika tidak diubati dengan segera akan membawa kepada kerosakan yang parah dalam sistem hidup manusia. c. Menjaga makan minum dan lari dari persekitaran yang merosakkan diri : Beliau memberi penekanan kepada soal makan minum yang halal. Selain itu, jika kita berada dalam persekitaran manusia yang berakhlak binatang kita perlu lari untuk mengelakkan diri dari terjebak dengan persekitaran berkenaan. Dari segi pendekatan kaunseling pula, menurut Albert Ellis, (dalam Amir Awang, 1987) kita seharusnya memahami terlebih dahulu sifat-sifat tabii manusia agar memudahkan kita memberikan bantuan kaunseling kepada mereka. Bagi Ellis : a. Manusia dilahirkan dengan suatu potensi untuk berfikir secara lurus dan rasional, dan juga berfikir

secara tidak rasional dan penuh dengan putar belitnya. Hakikat yang ingin ditekankan di sini ialah keupayaan otak manusia untuk memikirkan perkara yang baik dan buruk, yang betul dan yang salah dan juga yang munasabah dan tidak munasabah. b. Manusia juga mempunyai kecenderungan semulajadi untuk memelihara dirinya untuk mencapai kebahagiaan, untuk berfikir dan menyampaikan buah fikirannya, untuk mengasihi dan juga untuk berkomunikasi dengan orang lain serta untuk berkembang menuju kearah nirwana kendiri. c. Manusia juga mempunyai kecenderungan semulajadi untuk memusnahkan dirinya, untuk mengelak dari berfikir, untuk menangguh, untuk mengulangi kesalahan, untuk mempercayai perkara-perkara ghaib dan tahyul, untuk tidak sabar, untuk menuduh dan menyalahkan diri sendiri dan untuk mengelak daripada berkembang kearah nirwana kendiri 8 Selain itu, Ellis menegaskan bahawa banyak kepercayaan yang tidak rasional terdapat di dalam diri setiap individu. Di antaranya ialah ; a. Semestinya seseorang itu dikasihi dan diterima oleh setiap orang lain yang penting bagi dirinya dalam masyarakat. b. Kemalaratan manusia disebabkan pengaruh luar dan manusia hanya sedikit berupaya untuk mengawal dirinya daripada merasa dukacita dan terganggu. c. Berpandangan bahawa segala peristiwa masa lampaulah yang menjadi penentu bagi tingkahlaku masa kini. Pengaruh masa lampau tidak boleh dihapuskan. d. Menganggap bahawa seseorang itu sepatutnya betul-betul cekap, serba boleh dan berjaya dalam semua lapangan jika seseorang itu mahu dirinya dianggap sebagai berguna. Menurut Amir Awang, (1987), di antara pendekatan yang boleh digunakan untuk membantu seseorang klien sama ada menerusi terapi kaunseling individu dan kaunseling kelompok. Apa yang lebih penting ialah kaunselor memainkan peranan mencabar sama ada menerusi pujukan, propaganda, pertanyaan, cabaran serta menjalankan demonstrasi untuk meruntuhkan kepercayaan yang tidak rasional di

kalangan klien. Mereka juga harus diberikan kesedaran untuk menerima hakikat bahawa jika ia sendiri tidak berusaha bersungguh-sungguh untuk menghapuskan sistem kepercayaan yang tidak rasional dalam diri mereka maka selama itulah ia akan menderita. Di antara bentuk-bentuk latihan yang boleh diberikan ialah : a. Menggalakkan klien menghayati falsafah hidup baru yang tidak semestinya dikongkong oleh nilainilai mutlak seperti mesti atau patut. b. Klien diminta secara sendiri mencabar sistem kepercayaannya dengan dalil-dalil dan bukti-bukti tertentu. c. Klien juga akan disuruh membuktikan mengapa ia harus merasa dahsyat atau teruk jika sesuatu yang dilakukan itu tidak berjaya. Kesimpulan dan Cadangan Sejajar dengan hasrat kerajaan memperkasakan modal insan bagi merealisasikan RMK 9 khususnya dan kecemerlangan Negara dalam jangkamasa panjang gejala hedonisme harus ditangani dengan segera sebelum ianya menular menjadi satu cara hidup. Apabila ianya menjadi satu cara atau budaya hidup sudah tentu untuk menukar cara dan pegangan mereka terhadap amalan hedonistik cukup sukar untuk dilakukan. Adalah jelas Negara kita mensasarkan menjadi salah sebuah Negara maju menjelang 2020. Namun mengejar kemajuan bukannya bermakna kita harus menggadai nilai-nilai murni bangsa dan agama. Walaupun kita sedar amalan hedonistik ini akan dapat di atasi sekiranya individu berkenaan berusaha untuk balik ke pangkal jalan namun kita tidak boleh mengenepikan aspek aspek yang mendorong mereka terlibat dengan gejala berkenaan. Justeru kesemua tindakan untuk mengatasi masalah berkenaan perlulah dilakukan secara bersepadu baik di kalangan masyarakat, kerajaan dan juga pihak swasta. Berikut beberapa cadangan yang boleh dilakukan untuk menangani masalah berkenaan di kalangan mahasiswa.

a. Pihak kerajaan seharusnya mengawal bentuk-bentuk hiburan yang boleh melalaikan golongan remaja kita terutamanya mahasiswa. Maksud mengawal bukanlah bermakna mengetatkan pergerakan remaja untuk mendapatkan hiburan sebaliknya mengenal pasti dan mengenakan tindakan yang keras kepada penganjur-penganjur program hiburan yang berorientasikan keuntungan sehingga membenarkan amalan penggunaan pil-pil khayal dan seks bebas di premis mereka. b. Membina dan melaksanakan Pusat Sehenti di setiap daerah di kalangan remaja di mana boleh menjalankan fungsi menerima aduan, memberikan bimbingan dan sebagai tempat perlindungan kepada mereka. c. Mempertingkatkan perkhidmatan kaunseling di Universiti sama ada dari segi menambahkan lagi bilangan kaunselor, meningkatkan lagi kemudahan frasarana, memperkukuhkan kemahiran kaunselor dengan pendekatan terapi kaunseling terkini dan memberi latihan asas kaunseling kepada pensyarah-pensyarah universiti agar dapat menjalankan sistem mentor mentee dengan lebih berkesan. d. Mewajibkan pelajar universiti mengikuti program keagamaan yang boleh melembutkan hati yang merupakan raja kepada badan. 9 e. Meningkatkan lagi pemantauan kepada pelajar agar mereka tidak terdedah dengan amalan dan aliran pemikiran hedonisme f. Meperbanyakkan program wacana ilmu dalam membicarakan impak budaya hedonisme di mana terdorong dari fahaman pluralisme dan liberalisme yang semakin menular di Malaysia.

Bibliografi Amir Awang, (1987). Teori dan Amalan Psikoterapi. Universiti Sains Malaysia:Pulau Pinang. Abdullah Al Hadi & Iran Herman, (1997). Penagihan Dadah Mengikut Kaum, Diri, Keluarga dan Persekitaran. Kuala Lumpur : ADK Abdullah Yusuf Azam, (Dr) (1996). Aqidah Asas Wawasan Ummah. Terj. Ahmad Nuryadi Asmawi. Selangor: Pustaka

Ilmi. Baudrillard, J. (1988). The Ecstacy of Communication. New York: Semiotext. Hairunnaja Najmudin, (2003). Memahami dan Membimbing Remaja Nakal. Kuala Lumpur : PTS Publications. Kamarudin Hussin, Abd. Majid Mohd. Isa, Abdull Halim Abdull, Huzili Hussin & Mohd. Amran Hassan, (2005). Kajian Pengaruh Dadah Di Kalangan Pelajar Institusi Pengajian Tinggi. Laporan Penyelidikan yang tidak diterbitkan. Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia, Petrajaya, Wilayah Persekutuan. K.H Tarmizi Taher, (2003). Menyegarkan akida Tauhid Insan Mati di Era Klenik. Kuala Lumpur: Darulfikir. Mohd. Rosli Hussain, (2003). Pembangunan Insan : Kajian Perbandingan Antara Al-Ghazali dan Ibn Khaldun. Dissertasi Sarjana Usuluddin, Jabatan Sejarah dan Tamadun Islam, Universiti Malaya. Tidak diterbitkan. Rozmi Ismail, (2001). Pengaruh Laman Web Lucah di Kalangan Mahasiswa. Kertas kerja yang dibentangkan pada Seminar Persatuan Psikologi Malaysia (PSIMA) pada 13 dan 14 Julai 2001 di UIA, Kuala Lumpur. Sidek Baba, (2005). Fahaman Hedonistik: Remaja Tahu Batasan dan Tujuan. Utusan Malaysia, 11 Ogos 2005. Mustafa Kamal Alias, (2001). Islam dan Relativisme Moral Dalam Pemikiran Pasca Modernisme. Dalam Jurnal Yadim, bil. 2. Kuala Lumpur : Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia. 10 Wade, Ira Owen, (1967). The Clandestine Organisation and Diffusion of Philosophic Ideas in France From 1700 to 1750. New York: Pricenton. Wan Muhammad Ali, (2000). Islam dan Fitnah. Kuala Lumpur : Pustaka Syuhada. Yahya Don, (2000). Penagihan Dadah dan Perlakuan Jenayah : Cabaran Kepada Pusat Serenti dan Masyarakat Masa Kini. Prosiding Seminar Kebangsaan Kerja Sosial 1999. UUM. Website : http://en.wikipedia.org/wiki/Hedonism Website: http://www.pemadam.org.my

BUDAYA HEDONISME MELALAIKAN MASYARAKAT


Posted on 29 Julai, 2008 by admin

Masalah lepak di kalangan remaja bukan lagi fenomena baru, malah seolah-olah sudah menjadi budaya yang boleh disifatkan sebagai berkesinambungan dari satu generasi ke generasi baru. Cuma bezanya dengan generasi terdahulu, remaja yang melepak sekarang kelihatan lebih mewah kerana ramai daripada mereka kelihatan bergaya dengan telefon bimbit, selain berpakaian berjenama, malah ada yang berkenderaan sama ada motorsikal ataupun kereta. Senario ini mencerminkan kehidupan generasi hari ini lebih senang dan mewah berkat hasil kemajuan yang dicapai sejak merdeka. Masyarakat pada hari ini lebih cenderung untuk hidup mewah, bergaya dan berhibur secara berlebih-lebihan. Di rumah misalnya, segala kelengkapannya seperti perabot dan peralatan elektriknya mestilah yang serba moden dan canggih. Kenderaan pula bukan sahaja dari jenama yang terkenal, tetapi juga ia harus dilengkapi dengan pelbagai aksesori mutakhir yang memperlihatkan kehebatan pemiliknya. Begitu juga dengan pakaian, harus dari jenis yang berjenama dan bergaya dan kalau bersantai ataupun berhibur, harus pula di tempat-tempat yang ada kelas. Pengaruh budaya hidup serupa inilah yang menyebabkan masyarakat terus dibebani hutang. Keinginan untuk hidup mewah dan bergaya inilah juga yang dipercayai menyumbang kepada peningkatan kadar jenayah sejak kebelakangan ini. Tidak menghairankan kita bila berita rompakan bank dan kedai emas, kehilangan kenderaan, rasuah, peras-ugut, pengedaran dadah dan lain-lain lagi hampir setiap hari menghiasi dada-dada akhbar. Kesemua jenayah yang dilakukan itu lebih bermotifkan untuk mendapatkan wang, justeru wang adalah umpama kuasa yang dapat menjana segala keperluan manusia seperti harta, hiburan dan sebagainya. Pendek kata, demi mendapatkan wang yang disifatkan sebagai sumber kesenangan dan kemewahan hidup di dunia, ada manusia yang sanggup melakukan apa saja pekerjaan meskipun barangkali terpaksa menjatuhkan orang lain dengan pelbagai tipu muslihat ataupun barangkali terpaksa menggadai nyawa dan maruah diri serta mengorbankan nyawa orang lain. Sesuatu hal yang amat membimbangkan kita ialah jenayah-jenayah ini turut membabitkan golongan remaja. Kecenderungan untuk bersuka-sukaan dan bermewah-mewahan diistilahkan sebagai budaya hedonisme. Budaya yang mengutamakan aspek keseronokan diri ini seperti memiliki barangan yang berjenama, minum arak, berjudi, bermain muzik, berhibur di kelab-kelab malam dan sebagainya itu sememangnya mempesonakan dan menggiurkan golongan remaja. Gejala sosial yang kian membimbangkan pelbagai pihak ini dikesan dirangsang oleh pengaruh iklan, rakan-rakan serta keadaan persekitaran. Sungguhpun keinginan untuk hidup senang dan mewah adalah sebahagian daripada naluri semula jadi manusia, namun bersuka-sukaan dan bermewah-mewahan secara berlebih-lebihan itu tidak boleh dibiarkan terus menular dan membudaya dalam masyarakat kita. Budaya hedonisme boleh mengakibatkan pelbagai gejala negatif. Di samping ia boleh menjerumuskan masyarakat ke dalam kancah jenayah, amalan berhutang dan fitnah menfitnah, budaya hedonisme juga berpotensi membuat manusia leka dan lalai daripada melaksanakan kewajipan hakikinya sebagai hamba Allah dan sebagai anggota keluarga ataupun anggota masyarakat. Sejarah telah memperlihatkan kepada kita bahawa bangsa yang lena dibuai dengan pelbagai kesenangan dan kemewahan hidup serta didodoikan dengan pelbagai jenis hiburan akan menjadi lalai terhadap kewajipannya, malah menyebabkan mereka menjadi lemah dan terjajah. Pengajaran ini terungkap pada sejarah keruntuhan kerajaan Abbasiah, kerajaan Uthmaniah, kesultanan Melaka dan lain-lain lagi, di mana pemerintah

dan rakyat lena dibuai kemakmuran negara sehingga lalai mengantisipasi ancaman musuh. Demikianlah juga dengan budaya hedonisme yang sedang menular dalam masyarakat kita hari ini turut mengakibatkan penyakit lalai di kalangan masyarakat. Sebagai contoh, seseorang yang asyik berhibur dengan berkaraoke dan bersuka ria bersama rakan-rakan di kelab-kelab malam tertentu akan dilalaikan oleh perbuatannya daripada melaksanakan kewajipannya terhadap Allah seperti bersembahyang, berpuasa dan sebagainya di samping lalai terhadap kewajipannnya terhadap sesama manusia seperti memberi perhatian yang sepenuhnya sama ada kepada ibu bapa mahupun kepada isteri dan anak-anak. Memang tidak dapat dinafikan bahawa budaya hedonisme atau budaya berhibur ini turut dikesan semakin menjadi kegemaran di kalangan kaum remaja di negara ini. Masalah ini sangat berat dan membimbangkan kerana ia membabitkan golongan muda yang bakal mewarisi dan memimpin negara ini pada masa depan. Justeru, pembabitan semua pihak perlu dalam mengatasi budaya ini tanpa diletakkan di atas bahu kerajaan semata-mata. Ia boleh dibendung jika semua pihak berganding bahu kerana kerajaan atau remaja tidak dapat mengatasi semua masalah berkenaan secara bersendirian. Dalam hubungan ini, kita harus sedar bahawa masalah sosial remaja berkait rapat dengan pembentukan budaya yang tentunya bermula dari rumah. Para ibu bapa harus memainkan peranan utama dalam memastikan anak-anak tidak terpengaruh dengan budaya hidup yang tidak sihat seperti budaya bersuka-sukaan dan bermewahmewahan secara berlebih-lebihan yang mengundang banyak risiko kepada anak-anak itu sendiri di samping menimbulkan banyak masalah kepada keluarga, masyarakat dan negara. Sungguhpun ada di kalangan kita yang barangkali berkemampuan untuk memberikan apa saja kepada anak-anak, namun perbuatan menyogokkan mereka dengan wang ringgit serta pelbagai kemewahan bukanlah cara yang terbaik untuk mendidik dan menyayangi mereka kerana ia boleh menjadikan mereka materialistik dan lalai. Sebaliknya, suburkanlah anak-anak ataupun golongan remaja kita dengan iman dan takwa melalui didikan yang sempurna serta pemberian kasih sayang yang secukupnya. Selain tugas ibu bapa, pertubuhan atau badan-badan bukan kerajaan (NGO) yang berkaitan perlu digerakkan bagi membentuk generasi remaja yang bersifat terbuka dan berlandaskan ajaran agama, budaya dan jati diri yang kukuh. Pengetahuan serta pemahaman terhadap nilai budaya dan moral serta kupasan masalah sosial daripada kaca mata saintifik, tingkah laku dan sosial perlu diterapkan kepada remaja secara berterusan. Ini penting kerana tanda keruntuhan nilai budaya dan moral di kalangan remaja semakin terasa di negara ini sejak kebelakangan ini.

Anda mungkin juga menyukai