Theories of Ethics
An Introduction to Moral Philosophy
with a Selection of Classic Readings
4
Hedonisme
Kaum Cyrenaics adalah sebuah aliran filsafat kuno yang pertama kali mengusulkan
doktrin hedonisme. Mereka berpendapat bahwa kesenangan adalah sesuatu yang diinginkan
oleh semua manusia, sedangkan rasa sakit adalah sesuatu yang tidak diinginkan. Kaum
Cyrenaics memandang kehidupan yang penuh dengan kesenangan dan sedikit rasa sakit
sebagai kehidupan yang terbaik. Mereka percaya bahwa kesenangan adalah kebaikan alami,
sedangkan rasa sakit adalah kejahatan alami.
Kaum Cyrenaics membuat perbedaan antara kesenangan dan rasa sakit dengan hal-hal
seperti kehormatan dan aib. Kehormatan dan aib tidak dianggap baik atau buruk secara
universal, namun tergantung pada budaya dan konteksnya. Dalam mengejar kehormatan dan
menghindari aib, ada perbedaan yang signifikan di antara budaya dan periode masa hidup.
Namun, kesenangan dan rasa sakit tetap konstan di setiap budaya.
Meskipun kesenangan dan rasa sakit berlawanan, mereka seringkali saling terkait.
Dalam mengejar kesenangan jasmani, sulit untuk menghindari rasa sakit fisik. Hal ini
menimbulkan tantangan dalam menentukan jenis kehidupan yang akan menghasilkan
kesenangan yang terbesar. Sehingga, kaum Cyrenaics mengusulkan bahwa kita harus hidup
dengan maksud memperoleh sebanyak mungkin kesenangan dan sesedikit mungkin rasa
sakit.
Rasa senang yang kita rasakan sebagian bergantung pada nafsu (rasa ingin yang kuat
akan sesuatu) yang muncul ketika kita berada dalam kekurangan akan suatu hal dan merasa
setidaknya sedikit menderita karena kondisi tersebut. Sebagai contoh, kenikmatan dari
makanan yang enak sebagian bergantung pada nafsu makan, yaitu rasa lapar. Hanya dengan
menderita rasa lapar itulah, kita dapat benar-benar menikmati kepuasan setelahnya.
Oleh karena itu, pandangan kaum Cyrenaics tentang definisi ideal dari kehidupan
yang baik, lebih menarik secara teori ketimbang pada kehidupan nyata. Seandainya kita
dibiarkan memilih sendiri, tentunya sebagian besar dari kita akan memilih kehidupan yang
menyenangkan, kehidupan yang dipenuhi dengan berbagai bentuk kesenangan yang paling
menyenangkan. Namun, seperti yang kita tahu, bahkan dengan mengesampingkan kaidah-
kaidah dan batasan sosial, masih sulit untuk dipastikan bahwa kehidupan seperti itu benar-
benar mungkin terwujud.
Jika kesenangan yang lebih menyenangkan diklaim oleh hedonisme, maka kita harus
mengevaluasi dan membedakan lebih jauh tentang kesenangan. John Stuart Mill terkenal
karena dukungannya terhadap Utilitarianisme. Utilitarianisme memiliki komponen hedonis
yang penting, tetapi ada satu aspek dari pembelaan Mill yang secara langsung relevan di sini.
Mill percaya bahwa kesenangan adalah kebaikan alamiah dan rasa sakit adalah
kejahatan alamiah, tetapi ia juga berpikir bahwa, meskipun kehidupan yang menyenangkan
adalah kehidupan yang terbaik, beberapa kehidupan lain yang menyenangkan terbukti lebih
unggul. Mill memperkenalkan perbedaan antara kesenangan "yang lebih tinggi" dan "yang
lebih rendah". Jika kesenangan yang lebih tinggi dan lebih rendah dapat dibandingkan, kita
dapat mencapai kesenangan yang setara dengan kesenangan tertinggi jika kita menambahkan
cukup banyak kesenangan terendah. Banyak orang mungkin berpikir bahwa kenikmatan itu
sepadan, namun ini sama saja dengan menyetujui bahwa jumlah kesenangan tidak dapat
memberi kita sarana untuk membedakan antara kesenangan dengan cara yang diinginkan
Mill, sehingga perbedaan nyata antara kesenangan yang lebih tinggi dan lebih rendah
disangkal.
Penganut hedonis yang konsisten tidak akan setuju dengan argumen Mill bahwa
kehidupan Socrates yang tidak puas lebih baik daripada kehidupan babi yang puas. Menurut
kaum hedonis, jika kesenangan adalah satu-satunya kebaikan alami, maka kehidupan apa pun
yang lebih banyak kesenangan daripada penderitaan juga sama baiknya. Oleh karena itu,
kehidupan babi yang menyenangkan dapat dianggap lebih baik daripada kehidupan Socrates,
terlepas dari preferensi pribadi kita. Sudut pandang ini menghindari kompleksitas argumen
Mill mengenai kesenangan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Hedonisme menegaskan
bahwa tidak ada perbedaan yang melekat dalam manfaat berbagai jenis kesenangan.
Penyangkalan itu mengingatkan kita pada perselisihan antara Socrates dan Callicles.
Socrates berpendapat bahwa dalam hal memuaskan hasrat, tidak ada perbedaan antara mereka
yang mencapai tujuan mulia dan mereka yang puas dengan gaya hidup yang malas. Argumen
ini dapat diperluas ke kesenangan: jika kesenangan adalah satu-satunya intensi, sulit untuk
membenarkan lebih memilih kegembiraan dokter bedah dalam menyelamatkan nyawa
seorang anak melalui operasi yang sulit daripada kesenangan seorang sadis yang
menyebabkan penderitaan pada hewan. Namun, banyak orang secara naluri mengenali
perbedaan moral yang signifikan antara kedua skenario tersebut.
Terdapat perbedaan antara kesenangan heroik dan kesenangan vulgar. Dan hal
tersebut perlu diterima bahwa memang ada perbedaan yang harus dijelaskan. Demikian pula
jika kaum hedonis bersikeras bahwa, sejauh ini memang benar seorang penyiksa
mendapatkan kesenangan dari pekerjaannya seperti halnya penyembuh. Penyiksa dan
penyembuh menjalani kehidupan yang sama baiknya, maka serua terhadap dugaan perbedaan
di antara keduanya tidak dapat memberikan tandingan terhadap tesis mereka.
Kaum hedonis tidak merekomendasikan penyiksaan sebagai cara hidup. Hedonisme juga
tidak selalu bersifat egois. Kaum hedonis tidak perlu menyangkal bahwa kehidupan para
korban penyiksaan adalah buruk. Pandangan mereka adalah jika seseorang dengan psikologi
tidak normal menikmati penyiksaan dengan cara yang sama seperti kebanyakan dari kita
menikmati kegiatan yang kita sukai.
Poin terakhir ini bertentangan dengan kebijaksanaan yang diterima. Sementara para
hedonis mungkin berpikir bahwa yang sadis mendapatkan kesenangan dari kegiatannya yang
menyakitkan tidak menggeser keseimbangan keseluruhan dari negatif ke positif, mereka
harus menganggapnya sebagai titik di sisi positif. Hedonisme sangat bertentangan dengan
kebijaksanaan konvensional dan sangat tidak menyenangkan bagi kepekaan normal. Untuk
menemukan keberatan yang paling substansial, kita beralih ke filsuf Yunani lainnya,
Aristoteles.
Namun, ketika kita berbicara tentang kenikmatan, kita tidak dapat mengacu pada sensasi
yang dapat ditemukan. Makanan, minuman, seks, dan sebagainya menghasilkan sensasi yang
menyenangkan namun bukan berarti mereka menghasilkan kesenangan. Pertama, hal ini
memberikan pandangan yang berbeda tentang gagasan bahwa kesenangan adalah kebaikan
alami, sementara rasa sakit fisik adalah kejahatan alami karena merupakan sensasi yang
secara naluriah ingin kita hindari. Tetapi jika tidak ada sensasi kenikmatan yang sesuai
dengan sensasi rasa sakit, maka tidak ada sesuatu yang merupakan kebaikan alamiah seperti
halnya rasa sakit yang merupakan kejahatan alamiah.
Kedua, meskipun memang ada sensasi yang menyenangkan, hal-hal lain juga bisa
menyenangkan. Kaum hedonis awal cenderung mengabaikan fakta bahwa hal-hal lain selain
sensasi bisa menyenangkan. Ketika mereka berbicara tentang kesenangan, mereka berfokus
pada sensasi yang menyenangkan.
Yang ingin ditekankan oleh Aristoteles di sini adalah bahwa aktivitas yang dilakukan
orang untuk kesenangan mungkin berbeda dalam beberapa hal. Dalam hal ini, dalam bahasa
Aristoteles, kesenangan berada di akhir aktivitas, yaitu sebagai sensasi yang dihasilkan
aktivitasnya. Seperti bermain golf yang memberikan kesenangan besar bagi sebagian orang.
Namun, bermain golf untuk kesenangan bukanlah untuk suatu tujuan. Kesenangan tidak
terletak pada sensasi khusus dari sistem saraf yang mengayunkan stik golf. melainkan terletak
pada permainan itu sendiri. Inilah yang dimaksud Aristoteles dengan mengatakan bahwa
"tidak semua kesenangan memiliki tujuan yang berbeda”.
Ada berbagai jenis kesenangan, tetapi kesenangan bukanlah sensasi dengan tingkat
intensitas yang berbeda, seperti yang terpikirkan dari hedonisme. Mencari kesenangan bisa
berarti mencari cara untuk menimbulkan sensasi yang menyenangkan dan terlibat dalam
kesenangan berarti terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan. Menikmati apa yang
dilakukan berarti mengikuti penuh di dalamnya. Ini adalah apa yang dipikirkan Aristoteles
ketika dia mengatakan bahwa kesenangan bukanlah "proses yang terlihat," tetapi sebuah
"aktivitas tanpa hambatan." Menganggapnya sebagai sumber minat dan nilai, contohnya
seperti jika saya menikmati restorasi barang antik, berarti saya merasa berminat dengan
kegiatan ini dan layak untuk dilakukan, terlepas dari keuntungannya (uang) yang mungkin
dihasilkannya. Hal ini membawa implikasi bahwa aktivitas itu sendiri memiliki nilai, terlepas
dari kesenangan yang diberikannya.