”HEDONISME”
Oleh
2.1 Hedonisme
Hedonisme adalah paham sebuah
aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham
aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan
dan menikmati kebahagiaan sebanyak
mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu,
hedonisme masih mempunyai arti positif.
Dalam perkembangannya, penganut paham
ini mencari kebahagiaan berefek panjang
tanpa disertai penderitaan. Mereka menjalani
berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup
miskin, bahkan menjadi pertapa agar
mendapat kebahagiaan sejati. Namun, pada
waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh
Eropa dan Afrika, paham ini mengalami
pergeseran ke arah negatif dalam semboyan
baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe
diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin
selagi kamu hidup), menjiwai tiap hembusan
napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami
sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai
arti mendalam.
Hedonisme menurut Pospoprodijo
(1999:60) kesenangan atau (kenikmatan)
adalah tujuan akhir hidup dan yang baik yang
tertinggi. Namun, kaum hedonis memiliki kata
kesenangan menjadi kebahagiaan. Kemudian
Jeremy Bentham dalam Pospoprodijo
(1999:61) mengatakan bahwasanya
kesenangan dan kesedihan itu adalah satu-
satunya motif yang memerintah manusia, dan
beliau mengatakan juga bahwa kesenangan
dan kesedihan seseorang adalah tergantung
kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada
umumnya dari seluruh masyarakat. Adapun
hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81)
adalah sesuatu itu dianggap baik, sesuai
dengan kesenangan yang didatangkannya.
Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya
mendatangkan kesusahan, penderitaan dan
tidak menyenangkan, dengan sendirinya
dinilai tidak baik. Orang-orang yang
mengatakan ini, dengan sendirinya,
menganggap atau menjadikan kesenangan itu
sebagai tujuan hidupnya.
Menurut Aristoteles dalam Russell
(2004:243) kenikmatan berbeda dengan
kebahagiaan, sebab tak mungkin ada
kebahagiaan tanpa kenikmatan. Yang
mengatakan tiga pandangan tentang
kenikmatan: (1) bahwa semua kenikmatan
tidak baik; (2) bahwa beberapa kenikmatan
baik, namun sebagian besar buruk; (3) bahwa
kenikmatan baik, namun bukan yang terbaik.
Aristoteles menolak pendapat yang pertama
dengan alasan bahwa penderitaan sudah
pasti buruk, sehingga kenikmatan tentunya
baik. Dengan tepat ia katakan bahwa tak
masuk akal jika dikatakan bahwa manusia bisa
bahagia dalam penderitaan: nasib baik yang
sifatnya lahiriyah, sampai taraf tertentu, perlu
bagi terwujudnya kebahagiaan. Ia pun
menyangkal pandangan bahwa semua
kenikmatan bersifat jasmaniah; segala
sesuatu mengandung unsur rohani, dan
kesenangan mengandung sekian
kemungkinan untuk mencapai kenikmatan
yang senantiasa kenikmatan yang tinggal dan
sederhana. Selanjutnya ia katakan
kenikmatan buruk akan tetapi itu bukanlah
kenikmatan yang dirasakan oleh orang-orang
yang baik, mungkin saja kenikmatan berbeda-
beda jenisnya dan kenikmatan baik atau
buruk tergantung pada apakah kenikmatan
itu berkaitan dengan aktivitas yang baik atau
buruk.
Honis O. Kallsoff dalam Soerjono
Soemardjo (1996 : 359) manusia dalam
kenyataannya mencari kenikmatan
(hedonisme psikologis) dengan prinsip yang
mengatakan bahwa mausia seharusnya
mencari kenikmatan (hedonisme etis). Disini
jelas bahwa hedonisme ialah perbuatan yang
diantara segenap perbuatan yang dapat
dilakukan oleh seseorang akan membawa
orang tersebut merasakan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Hedonisme di kalangan remaja
“Virus”hedon tidak hanya menyerang
orang dewasa yang sudah bekerja. Dari anak
hingga orang tua tak luput dari ancaman virus
ini.Anak punya kecenderungan
hedonistis.Akibat kodrat biologis dan belum
jalanya daya penalaran, anak harus
bergantung pada ibu atau orang lain.Minum
dibuatkan, makan disuapin, jalan jauh
merengek minta gendong.Ia menggantungkan
hidupnya pada orang lain karena memang ia
belum sanggup mengerjakan sendiri.Ia hanya
ingin nyaman dan nikmat Hedonis?Ya,tapi
lebih tepat disebut hedonis secara
biologis.Bersama dengan berjalannya waktu
dan proses sosialisasi,ia akan mulai punya
kesadaran dan kemampuan menentukan
pilihan.Nah,kalau ia sudah sampai pada taraf
kesadaran seperti itu namun tetap
bersikap”kebayi-bayian”seperti tadi,barulah
ia disebut hedonis.
Generasi yang paling tidak aman
terhadap sebutan hedonis adalah
remaja.Paham ini mulai merasuki kehidupan
remaja. Remaja sangat antusias terhadap
adanya hal yang baru. Gaya hidup hedonis
sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya
sangat luar biasa, sehingga dalam waktu
singkat munculah fenomena baru akibat
paham ini.Fenomena yang muncul, ada
kecenderungan untuk lebih memilih hidup
enak, mewah, dan serbakecukupan tanpa
harus bekerja keras. Titel "remaja yang gaul
dan funky " baru melekat bila mampu
memenuhi standar tren saat ini.Yaitu minimal
harus mempunyaihandphone, lalu baju serta
dandanan yang selalu mengikuti mode.
Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam
golongan berduit, sehingga dapat memenuhi
semua tuntutan kriteria tersebut.Akan tetapi
bagi yang tidak mampu dan ingin cepat
seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan
diambil. Tidaklah mengherankan, jika saat ini
muncul fenomena baru yang muncul di
sekitar kehidupan kampus..Misalnya adanya
"ayam kampus" ( suatu pelacuran terselubung
yang dilakukan oknum mahasiswi ), karena
profesi ini dianggap paling enak dan gampang
menghasilkan uang untuk memenuhi syarat
remaja gaul dan funky.
Hidup adalah kesempatan untuk
bersenang-senang bagi mereka. Masa bodoh
dengan kuliah, yang penting have fun tiap
hari. Hal ini bisa dianggap sebagai efek
fenomena free sex yang melanda kehidupan
kaum muda sekarang.Sudah tentu, jika
anggapan tentang seks bebas diterapkan ke
tengah-tengah pergaulan remaja, pastilah
tidak etis. Sebab, bangsa kita menganut adat-
istiadat timur yang menganggap seks sebagai
hal yang sakral.Kemudian contoh kasus lain
lagi, yaitu praktik jual beli nilai di kampus
yang sekarang sedang merebak. Jika dilihat
lebih jauh, ternyata itu juga dampak dari gaya
hidup hedonis yang melahirkan adanya
mentalitas instan.
Segalanya bisa diperoleh dengan uang
dan kekuasaan. Bila demikian, otomatis
semua urusan beres. Akhirnya, semboyan non
scholae sed vitae discimus (belajar untuk
bekal dalam menjalani kehidupan) pudar dan
menghilang. Karena yang diutamakan bukan
proses melainkan hasil. Jika bisa memperoleh
hasil dengan cara simpel walaupun salah,
mengapa tidak dilakukan? Untuk apa kita
harus melalui proses panjang dengan
pengorbanan, kalau hasilnya sama.
Tak terasa, tapi efeknya tak terduga,
paham hedonisme terus berlangsung dan
merasuk ke dalam benak masyarakat kita
tanpa ada tindakan pencegahan. Salah satu
contoh kasusnya adalah acara-acara
hedonisme yang berkedok mencari bibit-bibit
penyanyi berbakat.Acara ini sangant diminati
terutama para remaja.Bila dilihat secara jeli
ternyata acara tersebut menawarkan gaya
hidup yang tidak jauh dari konsep Hedonisme.
Acara ini tentunya membutuhkan biaya yang
banyak untuk memfasilitasi para
kontestannya, tapi bila melihat keadaan
bangsa kita yang sedang morat-marit
ekonominya, dapat disimpulkan ada dua
kondisi yang kontradiksi, disatu sisi lain
keadaan perekonomian bangsa sedang krisis
tapi acara menghambur-hamburkan uang
semakin marak. Aneh memang, banyak warga
Indonesia yang miskin, tidak punya rumah,
gedung sekolah yang hampir roboh,
tunjangan pegawai yang kecil, dan jumlah
pegangguran yang membludak, tapi hal ini
tidak membuat para peserta acara yang
sebagian besar adalah remaja tersebut
prihatin atau menangis tersedu-sedu, mereka
malah sedih dan mengeluarkan air mata bila
rekan seperjuangannya tereleminasi.Nampak
jelas sikap egoisme dan sikap mengejar
kesenangan pribadi mereka. Ini adalah bukti
hedonisme yang banyak menjadi impian
anak-anak muda di negeri Seribu satu
masalah ini.
A. Hedonisme di kalangan remaja dalam
ilmu sosial
Hedonisme terjadi karena adanya
perubahan perilaku pada masyarakat yang
hanya menghendaki kesenangan.Perilaku
tersebut lama kelamaan mengakar dalam
kehidupan masyarakat termasuk para remaja
yang pada akhirnya menjadi seperti sebuah
budaya bagi mereka tingkat pengetahuan dan
pendidikan juga sangat berpengaruh pada
pembentukan sikap mental para remaja.Tapi
sayangnya kadang semua hal itu terkalahkan
dengan rendahnya cara berfikir mereka dalam
menyikapi berbagai persoalan.Banyak
diantara para remaja yang melarikan diri dari
masalah dengan berhura-hura.Kebiasaan
seperti inilah yang kemudian menjadi
kebudayaan di kalangan remaja.
Dalam identifikasi mentalitas budaya yang
dikemukakan Sorokin, sikap hedonisme yang
telah menjadi budaya hedon di kalangan
remaja dimasukkan dalam kebudayaan
indrawi, yaitu kebudayaan indrawi pasif dan
kebudayaan indrawi sinis.
Kebudayaan indrawi pasif yang meliputi
hasrat menikmati kesenangan indrawi
setinggi-tingginya (“eksplorasi parasit”
,dengan motto makan minum dan kawinlah
sebab besuk kita akan mati).Pola pikir seperti
itulah yang mengajak para remaja hanya
bersenang-senang selagi ada
kesempatan,seakan-akan hidup
hanya”mampir”karena itulah mereka hanya
mengejar kesenangan,padahal masih banyak
hal yang bernilai dalam hidup ini selain makan
minum dan bersenang-senang saja.
Kebudayaan indrawi sinis,yang mengejar
tujuan jasmaniah dengan mencari
pembenaran rasionalisasi ideasional ( yang
sebenarnya tidak diterimanya ).Banyak hal
yang dilakukan para remaja untuk mencapai
apa yang diinginkannya,misal : seorang
remaja putri ingin mempunyai telepon
genggam model terbaru tapi karena dia tidak
mempunyai uang maka dia rela menjual
dirinya agar memperoleh uang.Remaja
tersebut membenarkan tindakannya karena
dengan cara itu dia memperoleh apa yang
diinginkannya.
Hedonisme dikalangan remaja apabila ditinjau
dari ilmu sosial akan lebih mudah dipahami
diantaranya :
Sejarah
Hedonisme adalah paham
sebuah aliran filsafat dari Yunani. Asumsi awal
dari faham ini adalah manusia selalu
mengejar kesenangan hidupnya, baik jasmani
atau rohani. Pencetus faham ini Aristipos dan
Epikuros.Tujuan paham aliran ini, untuk
menghindari kesengsaraan dan menikmati
kebahagiaan sebanyak mungkin dalam
kehidupan di dunia. Mereka melihat bahwa
manusia melakukan setiap aktivitas pasti
untuk mencari kesenangan dalam hidupnya.
Dua filosof ini menganut aliran yang berbeda.
Bila Aris lebih menekankan kepada
kesenangan badani atau jasad seperti makan,
minum, dll, Epikuros lebih menekankan
kepada kesenangan rohani seperti bebas dari
rasa takut, bahagia, tenang batin dll. Namun,
kedua-duanya berpendapat sama yaitu
kesenangan yang diraih adalah kesenangan
yang bersifat privat atau pribadi (egoisme)
tapi diperlukan juga aspek lain yaitu
pengendalian diri.
Kala itu, hedonisme masih
mempunyai arti positif. Dalam
perkembangannya, penganut paham ini
mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa
disertai penderitaan. Mereka menjalani
berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup
miskin, bahkan menjadi pertapa agar
mendapat kebahagiaan sejati.
Ekonomi
Zaman semakin berkembang
begitu juga dengan kebutuhan semakin lama
semakin bertambah.Begitu juga dengan
kebutuhan para remaja,makin lama makin
bervariasi kebutuhan mereka.Untuk
memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka
harus ada yang namanya uang.Bagi yang
orang tuanya tergolong berduit tentu bukan
hal yang sulit jika mereka ingin bersenang-
senang dan memenuhi apa yang mereka
inginkan, misalnya beli baju,HP,perhiasan dan
lain-lain.Tapi bagi mereka yang tergolong
orang tuanya tidak mampu tentu akan
mengalami kesulitan untuk memenuhi apa
yang mereka inginkan seperti bersenang-
senang dan berhura-hura.Karena itulah bagi
mereka yang sulit dalam hal keuangan akan
mengambil jalan pintas,misalnya menjual diri
dan mencuri.
Geografi
Hedonisme pada remaja bisa
terjadi di mana saja,baik di kota maupun di
desa.Karena Hedonisme dapat menjangkiti
remaja berdasarkan pada sikap yang
dimunculkan remaja tersebut.Misal ada
remaja yang malas belajar tapi dia ingin
memperoleh nilai yang baik dengan
mencontek.Itu merupakan salah satu contoh
kecil dari sikap Hedonisme.Kalau dilihat
secara umum,memang hedonisme pada
remaja banyak ditemukan di perkotaan
karena di kotalah tersedia berbagai fasilitas
yang bisa memenuhi apa yang para remaja
inginkan.
Budaya.
Budaya Liberal telah mulai
berkembang dikalangan remaja,sikap
hedonismepun mengakar dalam jiwa para
remaja.Budaya hedonisme muncul dari
proses pengaruh sosial yang diturunkan dari
generasi ke generasi sebagai warisan sosial
yang ditiru sebagai hasil dari proses pengaruh
sosial.Warisan sosial tersebut terus
berkembang mengikuti perkembangan sosial.
Sosial
Pola interaksi dalam masyarakat
beraneka ragam.Di kalangan remaja kaum
hedonis sering dijumpai.Interaksi antar
remaja terkotak-kotak pada status sosial yang
biasa dilihat dari penampilan fisik.
Semakin”wah”penampilan mereka,maka
semakin menunjukkan tingkat status sosial
yang lebih tinggi.Karena itulah agar
dipandang memiliki status sosial yang tinggi
mereka berlomba-lomba menjadi yang
paling”wah”.
c. Akar Masalah dan Penyebab dari
Hedonisme
1. Akar masalah dari kemiskinan karena
hedonisme
1. Faktor ekstern
Derasnya arus industrialisasi dan globalisasi
yang menyerang masyarakat merupakan
faktor yang tak dapat dielakkan. Nilai-nilai
yang dulu dianggap tabu, kini dianggap biasa.
Media komunikasi, khususnya media iklan
memang sangat bersinggungan dengan
masalah etika dan moral.
Melalui simbol-simbol imajinatif media
komunikasi massa jelas sangat
memperhitungkan dan memanfaatkan nafsu,
perasaan, dan keinginan. Dr. Budi Susanto. Sj
mengatakan bahwa, pada saat ini para
hedonis mempromosikan berbagai macam
tawaran kebutuhan manusia sampai
kehidupan dunia gemerlapan malam yang
berbau pornoaksi lewat media televisi, iklan
dan media cetak lainnya. Perilaku Hedonis
tidak terlepas daripada pergaulan sesama
dalam kota-kota besar yang lebih menyukai
kesenangan dan kenikmatan. Dalam bergaul
selalu ada tekanan dari dalam diri si anak
untuk melakukan hal yang sama dengan
teman satu kelompok. Jika seseorang tinggal
dalam lingkungan yang hidupnya suka
berfoya-foya, mengejar kenikmatan, maka
dengan sendirinya orang tersebut akan
mengikuti gaya hidup yang telah ditanamkan
dalam lingkungan pergaulan tersebut.
Theo Huijbers mengatakan dalam bukunya,
kadang karena terdesak masalah kebutuhan
ekonomi yang menuntutnya, maka
masyarakat metropolitan dapat terbawa arus
hedonisme yang semakin konsumeristik.
2. Faktor intern
Sementara itu dilihat dari sisi intern,
lemahnya keyakinan agama seseorang juga
berpengaruh terhadap perilaku sebagian
masyarakat yang mengagungkan kesenangan
dan hura-hura semata. Binzar Situmorang
menyatakan bahwa, “Kerohanian seseorang
menjadi tolak ukur dalam kehidupan sehari-
hari, khususnya bagi mereka yang suka
mengejar kesenangan.
d. Contoh satu kasus yang terkait dengan
Hedonisme.
Ada sebuah keluarga yang mempunyai
seorang anak gadis remaja, yang dari kecil
sudah di tanamkan sifat Hedonisme ,semua
keinginan anaknya itu selalu diturutinya,
sebab kedua orang tuanya itu hanya
memberikan materi saja, tanpa memberikan
kasih sayang dan perhatian kepada anaknya.
karena kesibukan orang tuanya yang selalu
mementingkan urusan Bisnis saja, tanpa
memperdulikan perkembangan
anaknya,sehingga anak gadisnya itu menjadi
pribadi yang hedonis.
Disaat bisnis kedua orang tuanya itu berada
diatas puncak kejayaan, setelah berjalan
beberapa tahun, ujian pun datang, bisnis yang
telah dirintis oleh orang tuanya selama
bertahun-tahun kini mengalami
kebangkrutan, sehingga keluarga ini berada
dalam kehidupan yang pas-pasan, tetapi di
sisi lain anaknya ini tidak menerima takdir
yang menimpa orang tuanya, yang Dia tahu
bahwa semua keinginannya itu harus
dipenuhi, karena sudah terjerumus kedalam
kehidupan yang hedonis. Untuk memenuhi
kebutuhannya yang Hedonis, akhirnya Dia
terjerumus kedalam kehidupan malam dan
pergaulan bebas. Hanya untuk memenuhi
kesenangannya sendiri.
3.1 Kesimpulan
Setiap manusia pasti ingin merasakan
kenikmatan dan kesenangan, apalagi para
remaja. Tapi sayangnya untuk memperoleh
kenikmatan dan kesenangan tersebut banyak
remaja yang menghalalkan segala cara.
Apapun mereka lakukan, agar apa yang
mereka inginkan dapat mereka peroleh tanpa
peduli dengan resikonya. Hedonisme di
kalangan remaja telah berkembang pesat
mengikuti perkembangan jaman pola pikir
yang hanya mementingkan kesenangan saja
membuat para remaja terbuai dalam sebuah
kehidupan yang kadang tidak realistis.Yang
penting senang,senang dan senang.Tak mau
bersakit-sekit dulu,inginya senang-senang
selalu,itulah moto yang banyak dipakai para
remaja untuk menikmati hidup ini.
Dengan terlalu mendewakan kesenangan,
duniawi, akan membuat seseorang
kehilangan arah hidupnya sehingga dapat
menimbulkan kemiskinan karena terlalu
menghamburkan materii demi kesenangan
semata.
Keberhasilan mencapai tujuan inilah
yang kemudian membuatnya nikmat atau
puas. Sementara itu berkenaan dengan
hedonisme etis ada dua gagasan yang patut
diperhatikan. Pertama, kebahagiaan tidak
sama dengan jumlah perasaan nikmat.
Nikmat selalu berkaitan langsung dengan
sebuah pengalaman ketika sebuah
kecondongan terpenuhi, begitu pengalaman
itu selesai, nikmatpun habis. Sementara itu,
kebahagiaan menyangkut sebuah kesadaran
rasa puas dan gembira yang berdasarkan
pada keadaan kita sendiri,dan tidak terikat
pada pengalaman-pengalaman tertentu.
Dengan kata lain, kebahagiaan dapat dicapai
tanpa suatu pengalaman nikmat tertentu.
Sebaliknya, pengalaman menikmati belum
tentu membuat bahagia. Kedua, jika kita
hanya mengejar nikmat saja, kita tidak akan
memperoleh nilai dan pengalaman yang
paling mendalam dan dapatmembahagiakan.
Sebab, pengalaman ini hanya akan
menunjukan nilainya jika diperjuangkan
dengan pengorbanan.
Saran
Untuk membentengi diri dari hedonisme yang
hanya menawarkan kenikmatan sesaat, harus
dimulai dari diri sendiri dan juga dukungan
orang lain. Untuk para orang tua hendaknya
meningkatkan kontrol terhadap anak-anak.
Tanamkan nilai moral yang nantinya berguna
bagi mereka. Misal tanamkan sikap hidup
hemat,arahkan mereka pada pergaulan yang
baik,dan didik mereka untuk mandiri.
Sedangkan bagi para remaja, berpikirlah dulu
sebelum bertindak jangan hanya mengejar
kesenangan saja. Masa depan masih
panjang,masih banyak hal yang berguna yang
dapat mereka lakukan tanpa harus hura-hura
dan foya-foya.
DAFTAR PUSTAKA
http://sahaka.multiply.com/journal/item/13/
HEDONISME_DI_KALANGAN_REMAJA
http://nabilhabsyie.multiply.com/journal/ite
m/42