DISUSUN OLEH :
SUCI WULANDARI
1800888203028
UNIVERSITAS BATANGHARI
20185
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanpa disadari Hedonisme telah melekat dalam hidup kita. Hal itu berupa
seringnya kita terjebak dalam pola hidup Hedonis. Pola hidup seperti ini mudah kita
jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana orientasi hidup selalu diarahkan pada
kenikmatan, kesenangan atau menghindari perasaan-perasaan tidak enak.
Merupakan suatu hal yang wajar apabila manusia hidup untuk mencari kesenangan,
karena sifat dasar manusia adalah ingin selalu bermain ( homo ludens) dan bermain adalah
hal hakiki yang senantiasa dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Namun, bukan
berarti kita bisa dengan bebas mendapatkan kesenangan, hingga menghalalkan berbagai
cara demi memperoleh kesenangan. Sikap menghalalkan segala cara untuk memperoleh
kesenangan telah banyak menghinggapi pola hidup kaum muda saat ini. Contohnya, kaum
muda yang menyukai seks bebas atas dasar senang-senang saja. Pengaruh budaya liberal
menyebabkan hilangnya norma-norma kesusilaan manusia. Hal ini secara tidak sadar
sudah mengakar dalam jiwa-jiwa pemuja hedonisme. Namun ironisnya, mereka para
pemuja kesenangan dunia semata, tidak menyadari bahwa hal yang dilakukannya adalah
perilaku hedon. Contoh yang kita hadapi saat ini misalnya, segala media informasi
berusaha menawarkan diri kita hal-hal mengenai gaya hidup (life style). Gaya hidup terus
disajikan melalui media televisi. Kaum muda berlomba-lomba dirinya untuk menjadi apa
yang diinginkannya. Berbagai upaya dilakukan agar apa yang diinginkannya dapat
tercapai, salah satu caranya dengan mencari popularitas. Popularitas dapat di peroleh dari
berbagai aspek, baik positif maupun negatif. Tetapi kaum muda lebih banyak mencari
popularitas melalui cara-cara instan yang cenderung ke hal-hal negatif, sehingga pada
akhirnya kaum muda terjebak dalam gaya hidup hedonis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan
pengaruh hedonism terhadap masyarakat, kalangan remaja, dan dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hedonisme
Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran
ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin
dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam
perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa
disertai penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup
miskin, bahkan menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun, pada waktu
kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami
pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe
diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap hembusan
napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai
arti mendalam.
Hal inilah yang bisa membuat budaya-budaya di Indonesian mulai di lupakan oleh
pemiliknya sendiri diakibatkan ke ikut sertaanya dengan gaya hidup hedonisme.
C. Pengaruh Hedonisme di Kalangan Remaja
“Virus”hedon tidak hanya menyerang orang dewasa yang sudah bekerja. Dari anak
hingga orang tua tak luput dari ancaman virus ini.Anak punya kecenderungan
hedonistis.Akibat kodrat biologis dan belum jalanya daya penalaran, anak harus
bergantung pada ibu atau orang lain.Minum dibuatkan, makan disuapin, jalan jauh
merengek minta gendong.Ia menggantungkan hidupnya pada orang lain karena memang ia
belum sanggup mengerjakan sendiri.Ia hanya ingin nyaman dan nikmat Hedonis?Ya,tapi
lebih tepat disebut hedonis secara biologis.Bersama dengan berjalannya waktu dan proses
sosialisasi,ia akan mulai punya kesadaran dan kemampuan menentukan pilihan.Nah,kalau
ia sudah sampai pada taraf kesadaran seperti itu namun tetap bersikap”kebayi-
bayian”seperti tadi,barulah ia disebut hedonis.
Generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja.Paham
ini mulai merasuki kehidupan remaja. Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang
baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya sangat luar biasa,
sehingga dalam waktu singkat munculah fenomena baru akibat paham ini.Fenomena yang
muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan serbakecukupan
tanpa harus bekerja keras. Titel "remaja yang gaul dan funky " baru melekat bila mampu
memenuhi standar tren saat ini.Yaitu minimal harus mempunyaihandphone, lalu baju serta
dandanan yang selalu mengikuti mode. Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam
golongan berduit, sehingga dapat memenuhi semua tuntutan kriteria tersebut.Akan tetapi
bagi yang tidak mampu dan ingin cepat seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan diambil.
Tidaklah mengherankan, jika saat ini muncul fenomena baru yang muncul di sekitar
kehidupan kampus..Misalnya adanya "ayam kampus" ( suatu pelacuran terselubung yang
dilakukan oknum mahasiswi ), karena profesi ini dianggap paling enak dan gampang
menghasilkan uang untuk memenuhi syarat remaja gaul dan funky.
Segalanya bisa diperoleh dengan uang dan kekuasaan. Bila demikian, otomatis
semua urusan beres. Akhirnya, semboyan non scholae sed vitae discimus (belajar untuk
bekal dalam menjalani kehidupan) pudar dan menghilang. Karena yang diutamakan bukan
proses melainkan hasil. Jika bisa memperoleh hasil dengan cara simpel walaupun salah,
mengapa tidak dilakukan? Untuk apa kita harus melalui proses panjang dengan
pengorbanan, kalau hasilnya sama.
Tak terasa, tapi efeknya tak terduga, paham hedonisme terus berlangsung dan
merasuk ke dalam benak masyarakat kita tanpa ada tindakan pencegahan. Salah satu
contoh kasusnya adalah acara-acara hedonisme yang berkedok mencari bibit-bibit
penyanyi berbakat.Acara ini sangant diminati terutama para remaja.Bila dilihat secara jeli
ternyata acara tersebut menawarkan gaya hidup yang tidak jauh dari konsep Hedonisme.
Acara ini tentunya membutuhkan biaya yang banyak untuk memfasilitasi para
kontestannya, tapi bila melihat keadaan bangsa kita yang sedang morat-marit ekonominya,
dapat disimpulkan ada dua kondisi yang kontradiksi, disatu sisi lain keadaan
perekonomian bangsa sedang krisis tapi acara menghambur-hamburkan uang semakin
marak. Aneh memang, banyak warga Indonesia yang miskin, tidak punya rumah, gedung
sekolah yang hampir roboh, tunjangan pegawai yang kecil, dan jumlah pegangguran yang
membludak, tapi hal ini tidak membuat para peserta acara yang sebagian besar adalah
remaja tersebut prihatin atau menangis tersedu-sedu, mereka malah sedih dan
mengeluarkan air mata bila rekan seperjuangannya tereleminasi.Nampak jelas sikap
egoisme dan sikap mengejar kesenangan pribadi mereka. Ini adalah bukti hedonisme yang
banyak menjadi impian anak-anak muda di negeri Seribu satu masalah ini.
Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari
kesenangan hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak
bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya,
serta selalu ingin menjadi pusat perhatian.
Di era reformasi, masyarakat berharap munculnya pemimpin dari kaum muda, baik
di level kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Beberapa pemimpin muda memang telah
lahir di daerah, tetapi belum untuk level nasional. Regenarasi kepemimpinan nasional
berjalan lambat. Kaum muda yang ditunggu-tunggu belum menunjukkan tanda-tanda
positif menjadi calon pemimpin bangsa.
Jika perilaku hedonisme dibiarkan saja, ini akan menjadi racun bagi dunia
pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Membiarkan racun bersarang dalam tubuh kampus
sama artinya menyediakan pembunuh karakter intelektual atas mahasiswa dan sivitas aka-
demika. Budaya negatif ini telah mengikis sense of crisis generasi muda terhadap berbagai
permasalahan bangsa. Jangankan peduli negara, kebijakan di tingkat kampus dan rektorat
pun jarang direspon.
Apatis, itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan sikap para mahasiswa
masa kini. Tak percaya? Perhatikanlah lingkungan kampus: sebuah padepokan yang dihuni
orang-orang muda berpendidikan. Sebagian besar dari mereka, entah mahasiswa atau
mahasiswi, menghabiskan waktu dan uangnya untuk berburu kesenangan di tempat-tempat
hiburan. Lihat pula kematian kelompok-kelompok diskusi. Mahasiswa lebih suka
memberikan apresiasi pada kegiatan hiburan ketimbang aksi seminar dan penelitian. Jika
ada pertunjukan musik di kampus, misalnya di auditorium, kawasan itu sesak oleh lautan
mahasiswa. Tetapi menjadi sepi saat berlangsung kegiatan akademik seperti seminar dan
diskusi publik lainnya. Setiap malam, kawasan kampus ramai bukan karena kegiatan
akademik, namun oleh gerombolan mahasiswa yang begadang hingga dinihari untuk
kegiatan yang tidak jelas.
Belum lagi perilaku dugemania dan seks bebas yang sekarang kian menjadi-jadi
dan dianggap sebagai ”kewajaran” bagi mahasiswa. Fenomena ini menunjukkan rapuhnya
mental generasi muda. Sangat disayangkan mengapa budaya itu begitu mudahnya merasuk
ke mental generasi muda saat ini.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Ajaran bahwa kesenangan adalah tujuan hidup dan kebaikan manusia yang
tertinggi. Dengan kesenangan, para hedonis sejati berpegang pada pengakuan kenikmatan-
kenikmatan yang tidak sempurna di dunia ini.
Jika perilaku hedonisme dibiarkan saja, ini akan menjadi racun bagi dunia
pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Membiarkan racun bersarang dalam tubuh kampus
sama artinya menyediakan pembunuh karakter intelektual atas mahasiswa dan sivitas aka-
demika. Budaya negatif ini telah mengikis sense of crisis generasi muda terhadap berbagai
permasalahan bangsa. Jangankan peduli negara, kebijakan di tingkat kampus dan rektorat
pun jarang direspon.
Arif Rahman. (12 November 2011). Perilaku Hedonisme. Diambil pada tanggal 30
Desember 2012, dari
http://blog.uad.ac.id/arifrahman/2011/12/05/perilaku-hedonisme/
HTTP://FEBRILECTURE.WORDPRESS.COM/2012/06/02/BUDAYA-HEDONIS-
DALAM-TINJAUAN-FILSAFAT-ETIKA/