Anda di halaman 1dari 7

GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No.

2/3, Nopember 2001

Pengembangan Sistem Informasi Sumberdaya Alam Kawasan Timur Indonesia


Nurwadjedi1 dan A. Poniman2 Abstrak
Sistem informasi sumberdaya alam berperan penting untuk dapat mempercepat ketertinggalam laju pembangunan di kawasan Timur Indonesia. Pengembangan sistem informasi sumberdaya alam sumberdaya di kawasan Timur Indonesia ini perlu memperhatikan komponen-komponen IDSN (Infra struktur Data Spasial Nasional). Melalui pendekatan IDSN ini diharapkan dapat terwujud Sistem Informasi Sumberdaya Alam (SISDA) yang andal untuk dapat digunakan sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan pemanfaatan suberdaya alam baik matra darat maupun laut.

Pendahuluan Dibandingkan dengan kawasan Barat Indonesia, laju pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) lebih tertinggal. Padahal KTI memilki kekayaan sumberdaya alam yang tidak kalah dengan kawasan Barat Indonesia. Salah satu cara untuk mengejar ketertinggalan itu adalah dengan membangun Sistem Informasi Sumberdaya Alam (SISDA). Pengembangan SISDA ini adalah untuk mendukung tercapainya program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup seperti yang telah dituangkan dalam Undang_Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pem-bangunan Nasional (Propenas). SISDA merupakan suatu sistem informasi spasial yang berfungsi menyediakan informasi kepada pengguna sebagai bahan pengambilan kepusan dalam perencanaan dan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam. Dengan kata lain SISDA
1 2

diharapkan dapat berfungsi sebagai Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System). Konsep pengembangan SISDA pertama kali dikemukakan oleh Asmoro (1976). Perbedaanya dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) seperti yang ada di bank atau perusahaan-perusahaan terletak pada sumber data yang digunakan. SISDA mengandalkan data spasial (geografi), yang menyediakan informasi mengenai keadaan dan kejadian dalam ruang suatu wilayah geografis tertentu. Data untuk SISDA memerlukan ketelitian tinggi dalam dimensi spasial. Keadaan dan kejadian yang menjadi subyek sistem ini dikenal penyebaran dan lokasinya dalam sistem tata ruang muka bumi yang lebih dikenal dengan istilah sistem referensi geografi. Selain itu, SISDA juga memerlukan referensi waktu karena data sumberdaya alam seperti hutan, mineral, migas, dll bersifat dinamis. Data sumberdaya alam selalu berubah sesuai dengan perubahan waktu. Sebagai contoh, hutan atau bahan

Kepala Bidang Basis Data Sumberdaya Alam Darat - BAKOSURTANAL Deputi Survei Sumberdaya Alam Bakosurtanal

31

Pengembangan Sistem Informasi SDA Nurmadjedi dan A. Poniman

tambang mineral yang ada di suatu tempat sering berkurang penyebarannya pada periode tertentu karena penebangan atau eksploitasi. Pada tahun 1993-1998 Bakosurtanal melalui proyek MREP (Marine Resource Evaluation and Planning Project) telah merintis pembentukan SISDA untuk evaluasi dan perencanaan sumberdaya wilayah pesisir di beberapa provinsi yang ada di KTI, yaitu di Bappeda-Bappeda Tk I seperti provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Irian Jaya. Perangkat pendukung untuk pembentukan SISDA seperti piranti keras dan lunak Sistem Informasi Geografi (SIG) telah ditempatkan di Bappeda-Bappeda TK I tersebut. Hasil kegiatan MREP ini merupakan aset awal untuk pengembangan SISDA yang cakupannya lebih luas lagi, yaitu untuk mendukung perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam baik matra darat maupun laut. Aset dari hasil kegiatan MREP tersebut perlu terus dibina dan dikembangkan di provinsi-provinsi lain agar pembentukan SISDA baik matra darat maupun laut dapat terwujud. Pengembangan SISDA memerlukan pendekatan terpadu, karena tugas dan fungsi pengumpulan data sumberdaya alam terdistribusi di berbagai instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah. Untuk mewujudkan SISDA, peran masing-masing Departemen/Lembaga disesuaikan dengan bidang tugas dan fungsinya masing-masing. Sistem kerja seperti ini, telah dirintis oleh Bakosurtanal sejak tahun 1992, yaitu melalui forum SIGNAS (Sistem Informasi Geografi Nasional). Pada tahun 2000, forum SIGNAS melalui Rakornas Surta 2000 mengeluarkan

konsep IDSN (Infrastruktur Data Spasial Nasional), untuk memecahkan masalah kegiatan survei dan pemetaan sumberdaya alam. Konsep IDSN ini dapat diterapkan untuk pengembangan SISDA di kawasan Timur Indonesia. Untuk membangun atau pengembangan SISDA perlu memperhatikan komponen-komponen yang ada dalam IDSN, yang meliputi faktor kelembagaan, peraturan perundang-undangan, data dasar utama, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sumberdaya manusia survei dan pemetaan. Kelembagaan Untuk mewujudkan SISDA di KTI, departemen/lembaga pemerintah, dunia usaha swasta, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berperan dalam kegiatan survei dan pemetaan sumbedaya alam perlu diikat dalam suatu forum jaringan kerja (Forum SIGNAS). Jaringan kerja ini berfungsi sebagai forum koordinasi dalam hal pengadaan data sumberdaya alam agar tidak terjadi tumpang tindih dan juga sebagai forum komunikasi agar dapat dilakukan pemanfaatan data secara bersama-sama. Pemanfaatan data secara bersama-sama ini merupakan landasan utama untuk pengembangan SISDA karena data dihimpun dalam suatu basisdata. Pertukaran data /informasi antar instansi/lembaga diharapkan membudaya dalam suatu jaringan kerja. Hal yang membudaya ini merupakan indikator kemapanan kelembagaan yang paling tinggi (Gunawan, 1998). Pemanfaatan data secara secara bersama-sama akan dapat terwujud apabila apabila didukung oleh langkah standarisasi data. Standarisasi data ini berfungsi untuk memudahkan komunikasi antar pengguna

32

GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 2/3, Nopember 2001

dalam melakukan pertukaran data baik yang dilakukan secara online melalui internet atau web maupun offline. Standarisasi data dilakukan oleh penghasil data untuk membuat data standar yang diperlukan oleh pengguna untuk tujuan kajian kewilayahan. Pada tahun anggaran 2000, Pusat Survei Sumberdaya Alam Bakosurtanal bersamasama dengan 12 instansi penghasil data (Bakosurtanal, BMG, BPS, Dep. Kehutanan, Dep. Kimbangwil, Puslitanak Dep. Pertanian, Geologi Tata Lingkungan Dep. Pertambangan dan Energi, Pusat Penelitian Perikanan Laut (CRIFI), Dep. Kelautan dan Perikanan, P3O-LIPI) telah melakukan standarisasi data tematik sumberdaya alam untuk pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai), pengelolaan wilayah pesisir, evaluasi lahan, dan perencanaan regional. Kegiatan standarisasi data ini telah merumuskan jenis data, klasifikasi, kodifikasi (sebagian) untuk keempat kajian kewilayahan tersebut. Data tematik standar tersebut diklasifikasikan berdasarakan keperluan pengguna untuk perencanaan pembangunan pada tingkat Nasional (1: 2.500.000, 1: 1.000.000), tingkat Provinsial (1: 250.000), dan tingkat Kabupaten/kota (1:50.000/1: 25.000). Peta dasar untuk ketiga peta perencanaan ini menggunakan peta dasar baku, yaitu Peta Dasar Rupabumi Nasional. Kegiatan koordinasi dengan instansiinstansi tersebut akan terus dibina dan dikembangan melalui forum jaringan kerja. Jaringan kerja ini juga akan mengikutsertakan Bappeda-Bappeda yang ada di KTI. Instansi-instansi yang ada di tingkat pusat diharapkan berfungsi sebagai pusat data di tingkat pusat. Sedangkan di daerah, pusat data dapat ditempatkann di Bappeda provinsi. Pusat-pusat data yang akan dikembangkan ini diharapkan dapat mengkoordinir

dan memudahkan komunikasi pertukaran data/informasi. Program kerja dari forum jaringan kerja ini disesuaikan dengan hasil Rakornas Surta 2000. Dari hasil Rakornas Surta 2000, program kelembagaan terdiri dari 6 sub program, yaitu: 1. Peningkatan Kemitraaan Institusional 2. Koordinasi penyediaan data dasar utama 3. Pemasyarakatan dan pendayagunaan informasi spasial 4. Preningkatan kinerja dan profesionalisme lembaga surta 5. Penetapan pembinaan data spasial 6. Peningkatan kerjasama internasional Peraturan Perundang-Undangan Program di bidang pembangunan peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk menunjang terlaksanya pembangunan IDSN termasuk mengusahakan dukungan pendanaannya yang efektif serta menjamin kepastian hukum bagi usaha di bidang survei dan pemetaan (Rakornas Surta, 2000). Karena dalam pengembangan SISDA lebih diutamakan pada pemanfaatan data secara bersama-sama, maka hal yang sangat penting untuk ditindak lanjuti adalah pada aspek perlindungan hak cipta atas inovasi produk surta. Hak perlindungan ini akan memberikan semangat untuk berkreasi dan menjamin kelangsungan usaha bagi penghasil data. Data Dasar Utama Program di bidang pembangunan data dasar utama dimaksudkan untuk membangun data dasar utama secara lengkap dan benar serta membangun sistem bank data dan jaringan data spasial sebagai faktor utama pembangunan dan operasionalisasi IDSN (Rakornas Surta, 2000). Penyediaan data

33

Pengembangan Sistem Informasi SDA Nurmadjedi dan A. Poniman

dasar utama yang mencakup baik data dasar maupun tematik merupakan tanggungjawab dari penghasil data baik di tingkat pusat maupun daerah, yang mengacu kepada spesifikasi-spesifikasi yang standar (berdasarkan Standar Nasional Indonesia). Pengumpulan data dasar ini lebih ditekankan dengan menggunakan teknologi INDERAJA (Penginderaan jauh). Ketersediaan data dasar utama untuk membangun SISDA di KTI perlu terus dikembangkan, mengingat wilayah KTI ini dapat dikatakan miskin akan data spasial (terutama skala 1 : 50.000/ 1 : 25.000 untuk mendukung perencanaan spasial pada tingkat kabupaten). Untuk mendukung perencanaan pembangunan regional (provinsial), dapat menggunakan peta tematik yang diproduksi oleh Bakosurtanal melalui proyek RePPProT. Peta tematik RePPProT ini telah lengkap mencakup di seluruh wilayah KTI , yang terdiri dari peta sistem lahan dan kese suian lahan, peta penggunaan lahan saat ini dan status hutan, dan peta status lahan dan daerah pengembangan terekomendasi. Namun demikian, untuk mendukung perencanaan pembangunan tingkat kabupaten (lokal), penyediaan data dasar utama di provinsi Maluku dan Irian Jaya perlu mendapatkan prioritas. Di kedua wilayah ini, baik peta dasar maupun tematik skala 1 : 50.000/ 1: 25.000 sama sekali belum tersedia (lihat Tabel 1). Untuk daerah-daerah dimana peta dasar skala 1 : 50.000/1 : 25.000 telah tersedia, penyediaan data tematik sumberdaya alam perlu diprogramkan. Pengadaan peta tematik ini memerlukan pendekatan terpadu karena data tersebut diproduksi oleh berbagai instansi (sektor) tertkait. Dalam era otonomi, Pemerintah Daerah (Pemda) tingkat II mempunyai

kewenangan penuh untuk mengkoordinir sektor-sektor terkait dalam hal pengadaan data dasar maupun tematik sumberdaya alam. Langkah ini penting untuk menghindari duplikasi pengadaan data. Untuk penyeragaman sistem georeferensi, pengadaan data dasar dan tematik dapat menggunakan spesifikasi standar yang telah ditentukan oleh Bakosurtanal. Penyeragaman sistem georeferensi ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi baik horisontal maupun vertikal untuk penyajian basisdata. Litbang Iptek Surta Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Survei dan Pemetaan (Iptek Surta) berperan penting untuk mendukung terwujudnya SISDA agar dapat berfungsi sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam. Litbang Iptek Surta tersebut diarahkan untuk dapat menjawab permasalahan aktual mengenai pemanfaatan sumberdaya alam pada era otonomi daerah, seperti masalah eksploitasi sumberdaya alam di daerah yang cenderung berlebihan, perselisihan batas wilayah untuk memperebutkan potensi sumberdaya alam, dan lain-lain. Sesuai dengan hasil Rakornas Surta 2000, program Litbang Iptek Surta (20012004) mencakup 3 sub program, yaitu: 1. Penelitian dan pengembangan Surta yang dapat mengintegrasikan riset-riset ilmiah di bidang Surta dengan kebutuhan riil di masyarakat dan Pemerintah Daerah secara berdaya guna dan berhasil guna baik bagi kepentingan praktis untuk

34

GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 2/3, Nopember 2001

menjawab kebutuhan masyarakat akan ketersediaan data dan peta. 2. Penelitian dan pengembangan Surta yang dapat membantu pengembangan jaringan kerja dan pertukaran data/informasi spasial berkenaan dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

3. Pelaksanaan Litbang untuk menjadikan SIG (Sistem Informasi Geografi), pemetaan, pencitraan, dan teknologi pemodelan perubahan ekosistem berguna bagi masyarakat luas dan bagi para pembuat keputusan, serta didukung dengan penyediaan dan penyebarluasan manual hasil Litbang Surta.

Tabel 1. Ketersediaan data dasar dan tematik di Bakosurtanal No 1 2 3 4 5 6 Wilayah Kalimantan Sulawesi Bali Nusa Tenggara Maluku Irian Jaya Skala 1: 250.000 Dasar Tematik 100 %* 100 %** 100 %* 100 %* 100 %* 100 %* 100 %* 100 %** 100 %** 100 %** 100 %** 100 %** Skala 1: 50.000/1:25.000 Keterangan Dasar Tematik 30 % 9% JOG*,RePPProT* * 99 % 33 % JOG*,RePPProT* * 100 % 100 % JOG*,RePPProT* * 80 % 0% JOG*,RePPProT* * 0% 0% JOG*,RePPProT* * 0% 0% JOG*,RePPProT* *

Catatan: Peta tematik : bentuklahan, DAS, lereng, liputan lahan

Peningkatan Manusia

Kemampuan

Sumberdaya

pengembangan SISDA secara umum dapat dirinci sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. GIS Manager System Administrator Database Manager Application Manager System Programmer Cartographer/Surveyor GIS Data Processor Data Entry Technician End User Relation Officer

Kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan inti penggerak untuk mengembangkan SISDA. Pengembangan SISDA perlu didukung oleh SDM profesional yang sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan. Kualifikasi tenaga ahli untuk mengembangkan SISDA mencakup berbagai bidang disiplin ilmu. Menurut Rais (1997) kualifikasi tenaga ahli untuk

35

Pengembangan Sistem Informasi SDA Nurmadjedi dan A. Poniman

Penyediaan Sumberdaya Manusia (SDM) untuk merintis pengembangan SISDA di KTI seperti di Bappeda Provinsi Bali, Kaltim, NTB, NTT, Sulsel, Sulut, Maluku, dan Irja KTI sebenarnya telah dirintis oleh Bakosurtanal melalui proyek MREP. Kualifikasi SDM yang telah dilatih melalui proyek MREP sebagian besar baru untuk memenuhi tenaga GIS Analyst dan GIS Operator. Namun demikian, SDM yang telah dilatih tersebut belum bisa berfungsi secara optimal karena banyak diantara mereka setelah memperoleh pelatihan dipromosikan ke unit kerja lain. Untuk pengembangan SISDA di KTI ke depan, penyediaan SDM di setiap Pusat Data diharapkan dapat berfungsi secara optimal dan dapat bersaing secara global

baik di era berlakunya AFTA maupun APEC. Untuk mewujudkan hal ini, sistem pembinaan SDM perlu dikelola secara profesional. Pembinaan secara profesional ini dapat ditempuh melalui pendekatan jalur fungsional. Oleh karena itu, kualifikasi jabatan fungsional di bidang SISDA perlu dipikirkan agar personil yang ada dapat membina kariernya di Pusat Data. KESIMPULAN Untuk mempercepat laju pembangunan di KTI, pengembangan SISDA di KTI multak diperlukan. dari yang telah dirintis melalui proyek MREP mutlak diperlukan untuk mengejar ketertinggalan laju pembangunan

DAFTAR PUSTAKA
Asmoro, P. 1976. Pengembangan Sistem Informasi Sumberdaya Dalam Rangka Inventarisasi dan Evaluasi Sum berdaya Alam Nasional. Dok. No. 09/1976. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. Bakosurtanal. 2000. Rakornas Surta 2000. Kebijakan Strategis dan Rencana Strategis Survei dan Pemetaan Nasional Tahun 2001-2005. Bakosurtanal, Cibinong. Rais, J. 1997. Pengembangan Sumberdaya Manusia Geomatika. Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Republik Indonesia. Program Pembangunan Nasional (Propenas) Nomor 25 Tahun 2000 Tentang

Gunawan, I. 1998. Strategi Pembinaan Teknologi dan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Menunjang Terbentuknya Sistem Informasi Geografis Nasional (SIGNAS). Rapat Koordinasi Sistem Informasi Geografi Nasional IV, Jakarta, 8-9 Maret 1998.

36

GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 2/3, Nopember 2001

OBJECTIVE

DATA REQUIREMENTS AND SPECIFICATION

PLANNING CONSIDERATION AND PARAMETERS

ANALYSIS AND EVALUATION

DECISION AND PLANS

INVENTORY AND EVALUATION OF AVAILABLE DATA

COMPUTER SOFTWARE

PRESENTATION OF INFORMATION

COMPILATION

GEOREFERENCING

DIGITIZATION DATA HANDLING

COMPUTER: STORAGE RETRIEVAL MANIPLULATION

ACQUISITION AND PROCESSING DATA

Gambar 1. Sistem Informasi Sumberdaya (Asmoro, 1976)

37

Anda mungkin juga menyukai