Anda di halaman 1dari 18

Sistem Endokrin & Metabolisme

LAPORAN PBL MODUL 2 : KEGEMUKAN

KELOMPOK 6 Aflah Dhea Bariz Yasta Andi Muhammad Fadlillah F Ardy Ariadi Arina Mardiyah Arliawan Arsadi Ali Astri Juniarsih Aulia Afriani Ditha Fadhila Hikban Isna Mustika Kartika Pelango Noor Adnan Steni RCH Ulfi Madina

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

SKENARIO

Seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm, TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut : GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal. A. KATA KUNCI 1. Pria 44 tahun 2. Ibu menderita diabetes 3. Tidak merokok 4. Pemeriksaan fisis : TB = 160 cm BB = 78 kg LP = 95 cm TD = 150/95 mmHg

5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium : GDP = 110 mg/dl Kol. tot. = 280 mg/dl LDL-kol = 180 mg/dl HDL-kol = 32 mg/dl Asam urat = 9 mg/dl

B. KLARIFIKASI KATA SULIT C. PERTANYAAN 1. Interpretasi data pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pasien 3. Hormon yang berperan dengan peningkatan BB

4. Mekanisme peningkatan BB 5. Komplikasi obesitas 6. Differential Diagnosis 7. Penatalaksanaan 8. Pencegahan

D. PEMBAHASAN 1. Pemeriksaan Fisis TB = 160 cm BB = 78 kg BBI = (TB-100)-10% (TB-100) = (160-100)-10%(160-100) = 54 kg Pasien kelebihan 24 kg dari berat badan idealnya IMT = BB/TB2 = 78/1,62 = 30,4 kg/m2 Status gizi pasien ialah Obesitas I LP = 95 cm Lingkar pinggang pasien melebihi batas normal. TD = 150/95 mmHg Tekanan darah pasien melebihi normal/hipertensi BMI (kg/m2) < 18,5 18,5 22,9 23 24,9 25 29,9 30 Status Gizi Underweight Normal weight At Risk of Obesity Obesity class 1 Obesity class 3

IOTF (International Obesity Taskforce) proposed classification of BM1 catogories for Asia

Negara/grup etnis

Lingkar obesitas

Pinggang

(cm)

pada

Eropa Asia Selatan (populasi China,

Pria > 94 Wanita > 80 Pria > 90 Wanita > 80

Melayu, Asia-India China Jepang Amerika Tengah Sub-Sahara Afrika Timur Tengah Pria > 90 Wanita > 80 Pria > 85 Wanita > 90 Rekomendasi Asia Selatan Rekomendasi Eropa Rekomendasi Eropa

Waist Circumference based on ethnic according to IDF (International Diabetes Federation) 2005

Pemeriksaan Laboratorium

GDP 110 mg/dl Pasien memiliki kadar glukosa darah tinggi. Kolesterol Total 280 mg/dl Pasien memiliki kadar kolesterol tinggi LDL-kolesterol 180 mg/dl Pasien memiliki kadar LDL-kolesterol tinggi HDL-kolesterol 32 mg/dl Pasien memiliki kadar HDL-kolesterol rendah Asam Urat 9 mg/dl Pasien memiliki kadar asam urat tinggi

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl) < 110 110 - 125 126

Interpretasi

Normal Berisiko DM DM

National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) Kadar Kolesterol Total < 200 mg/dl 200 239 mg/dl 240 mg/dl Desirable Borderline High High Interpretasi

Kadar LDL-kolesterol < 100 mg/dl 100 129 mg/dl 130 159 mg/dl 160 189 mg/dl 190 mg/dl

Interpretasi Optimal Near Optimal Borderline High Very High

Kadar HDL-kolesterol < 40 mg/dl 60 mg/dl

Interpretasi Low High

Kadar HDL-kolesterol < 40 mg/dl 60 mg/dl

Interpretasi Low High

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pasien

3. Hormon yang berperan dalam peningkatan berat badan a. Hormon insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan peptidase, proinsulin diuraikanlagi menjadi insulin dan peptida-C (CPeptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersama-sama melalui membran sel.

Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat Hormon ini berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate) yang terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa dalam sel otot dan lemak, dengan mekanisme yang belum begitu jelas. Bebera hal diketahui, diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glukosa transporter-4) pada membran sel karena proses translokasi GLUT-4 dari dalm sel diaktivasi oleh adanya transduksi signal. Regulasi glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk mendapatkan metabolisme glukosa yang normal diperlukan mekanisme sekresi insulin disertai aksi insulin yang berlangsung normal. b. Hormon Tiroid

Kelenjar thyroid mensekresi dua jenis hormon, yaitu tiroksin (T4), mencapai 90 % dari seluruh sekresi kelenjar thyroid dan tri-iodotironin (T3) disekresi dalam jumlah kecil. Jika TSH mengikat reseptor sel folikel, maka akan mengakibatkan terjadinya sintesis dan sekresi tiroglobulin yang mengandung asam amino tirosin, ke dalam lumen folikel. Iodium yang tertelan bersama makanan dibawa aliran darah dalam bentuk ion iodida menuju kelenjar thyroid. Sel-sel folikuler memisahkan iodida dari darah dan mengubahnya menjadi molekul unsur iodium. Molekul iodium bereaksi dengan tirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk molekul monoiodotirosin dan diiodotirosin, dua molekul diiodotirosin membentuk T4 sedangkan satu molekul monoiodotirosin dan satu molekul diiodotirosin membentuk T3. Sejumlah besar T3 dan T4 disimpan dalam bentuk tiroglobulin selama berminggu-minggu. Saat hormon thyroid akan dilepas di bawah pengaruh TSH, enzim proteolitik memisahkan hormon dari tiroglobulin. Hormon berdifusi dari lumen folikel melalui sel-sel folikular dan masuk ke sirkulasi darh. Sebagian besar hormon thyorid yang bersirkulasi bergabung dengan protein plasma. Hormon thyroid meningkatkan laju metabolisme hampir semua sel tubuh. Hormon ini menstimulasi konsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran energi terutama dalam bentuk panas. Pertumbuhan dan maturasi normal tulang gigi, jaringan ikat,

dan jaringan saraf bergantungpada hormon-hormon thyroid. Fungsi thyroid diatur oleh hormon perangsang thyroid (TSH) hipofisis, di bawah kendali hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisishipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah kadar hormon thyroid yang berdirkulasi dan laju metabolik tubuh. c. Hormon Kortisol

Mineralokortikoid disintesis dalam zona glomerolus. Aldosteron merupakan mineralokortikoid terpenting mengatur keseimbangan air dan elektrolit melalui pengendaliankadar natrium dan kalium dalam darah. Sekresi aldosteron diatur oleh kadar natrium darah tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiotensin. Glukokortikoid kortikosteron, disintesis kortisol, dalam zona dan kortison. fasikulata. Hormon Yang terpenting ini meliputi kortisol.

adalah

Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk membentuk cadangan molekul yang siap dimetabolisme. Hormon ini

meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat (glukoneogenesis). Simpanan glikogen di hati (glikogenesis) dan penningkatan kadar glukosa darah. Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta menghambat ambilan asam amino dan sintesis protein. Hormon ini juga menstabilisasi membran lisosom untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.

Glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik negatif. Stimulus utama dari ACTH adalah semua jenis stres fisik atau emosional. Stres misalnya trauma, infeksi, atau kerusakan jaringan akan memicu impuls saraf ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin (CRH) yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis menuju kelenjar pituitari anterior, yang melepas ACTH. ACTH bersirkulasi dalam darah meuju kelenjar adrenal dan mengeluarkan sekresi glukokortikoid. Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan persediaan asam amino, lemak, dan glukosa dalam darah untuk membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan karena stres dan menstabilkan membran lisosom untukmencegah kerusakan lebih lanjut.

Gonadokortikoid (steroid kelamin) disintesis pada zona retikularis dalam jumlah yang relatif sedikit, steroid ini berfungsi terutama sebagai prekursor untuk pengubahan testosteron dan esterogen oleh jaringan lain. d. Hormon pertumbuhan

GH (growth hormon) atau hormon somatotropik (STH) adalah sejenis hormon protein. Hormon ini mengendalikan seluruh sel tubuh yang mampu memperbesar ukuran dan jumlah disertai efek utama pada pertumbuhan tulang dan massa otot rangka. GH mempercepat laju sintesis protein pada seluruh sel tubuh dengan cara meningkatkan pemasukan asam amino melalui membran sel. GH juga menurunkan laju penggunaan karbohidrat oleh sel tubuh dengan demikian menambah glukosa darah. GH menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak dan pemakaian lemak untuk energi. Selain itu, GH menyebabkan hati (mungkin juga ginjal) memproduksi somatomedin, sekelompok faktor pertumbuhan dependenhipofisis yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan kartilago. Pengaturan sekresi hormon pertumbuhan terjadi melalui sekresi dua hormon antagonis. 1. stimulus untuk pelepasan, hormon pelepas hormon pertumbuhan (GHRH) dari hipotalamus dibawa melalui saluran portal hipotalamus-hipofisis menuju hipofisis anterior tempatnya menstimulasi sintesis dan pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk pelepasan GH melalui stress, malnutrisi, dan aktivitas yang merendahkan kadar gula darah seperti puasa dan olahraga. 2. Inhibisi pelepasan, sekresi GHRH dihambat oleh peningkatan kadar GH dalam darah melallui mekanisme umpan balik negatif. Somatostatin, hotmon penghambat hormon pertumbuhan (GHIH) dari hipotalamus dibawa menuju hipofisis anterior melalaui sistem portal. Hormonm ini menghambat sintesis dan pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk inhibisi GH meliputi obesitas dan peningkatan kadar asam lemak darah. e. Hormon epinefrin

Secara keseluruhan efek hormone epineferin adalah untuk mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas fisik yang merespon stres, kegembiraan, cedera, latihan dan penurunan kadar gula. Efek epinefrin yang lain, yaitu meningkatkan frekuensi jantung, metabolisme, dan komsumsi oksigen. Kadar gula darah meningkat melalui stimulasi glikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Pembuluh darah pada kulit dan organ-organ viseral berkontriksi sementara pembululh di otot rangka dan otot jantung berdilatasi.

4. Mekanisme peningkatan berat badan a. Faktor emosi dan stress

Sebagian orang menganggap bahwa makan merupakan salah satu alat pelepas ketegangan sehingga kondisi emosi atau stress dapat meningkatkan nafsu makan. Selain itu, kemungkinan faktor emosi/stess ini berpengaruh terhadap stimulasi adrenergik yang dapat menstimulasi pelepasan growth hormon. Dimana GH ini berlawanan dengan kerja inisulin dalam hal ambilan gula dan pelepasan asam lemak dan sesuai dengan kerja anabolik insulin dalam hal ambilan asam amino. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial. Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari. b. Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan

Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan akibat peningkatan asupan nutrisi disertai dengan kurangnya beraktivitas. Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Jika jumlah energi dalam bentuk makanan yang memasuki tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat badan akan meningkat. Oleh sebab itu, obesitas karena jumlah energi yang masuk lebih banyak daripada jumlah energi yang keluar. Untuk setiap 9,3 Kalori kelebihan energi yang memasuki tubuh maka 1 gram lemak disimpan.

Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel c. Gangguan endokrin tertentu

Terjadinya gangguan berupa kelebihan atau kekurangan pada salah satu hormon yang berpengaruh terhadap regulasi berat badan seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Obat-obat tertentu, misalnya steroid dan beberapa anti-depresi juga bisa menyebabkan penambahan berat badan. d. Gangguan pusat pengaturan makan di hipotalamus

Hipotalamus basal mengontrol stabilitas berat badan. Beberapa regio hipotalamus diimplikasi pada rasa lapar dan kenyang. Perangsangan inti ventromedialis hipotalamus akan menyebabkan rasa sangat keyang, oleh karena itu disebut sebagai pusat kenyang. Sedangkan inti lateral hipotalamus dikenal sebagai pusat lapar atau pusat makan. Selain pusat lapar dan pusat kenyang yang telah disebutkan, masih banyak daerah lain di otak yang berpengaruh terhadap pengaturan asupan makanan. Sebagai contoh, lesi pada nukleus paraventrikular sering menyebabkan makan yang berlebihan dan telah ditegaskan secara khusus menyebabkan makan karbohidrat yang berlebihan. Sebaliknya, lesi pada nukleus dorsomedial hipotalamus biasanya menekan makan. Selain itu, lesi di dalam atau perangsangan daerah bagian otak bagian bawah, seperti area postrema, nukleus media kaudal traktus solitarius, atau saraf vagus, dapat mempengaruhi derajat makan. Pusat yang lebih tinggi dari hipotalamus juga memainkan peranan penting dalam mengendalikan makan, terutama dalam pengendalian nafsu makan. Pusat ini khususnya mencakup amigdala, dan korteks prefrontal. e. Faktor genetik

Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Hal ini dapat berupa

kebiasaan makan banyak, tiga kali sehari dan setiap kali makan harus penuh yang didapatkan dari orang tua sejak kecil. Dan kebiasaan ini berlangsung sepanjang hidupnya hingga menyebakan obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

5. Komplikasi obesitas a. Diabetes Melitus

Obesitas merupakan faktor yang sangat penting untuk timbulnya Diabetes Melitus. Pada orang obes kandungan lemak tubuhnya sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan resistensi insulin yaitu suatu keadaan dimana terjadi defek kerja insulin. Pada keadaan ini insulin membutuhkan jumlah yang lebih banyak dari keadaan normal untuk melakukan fungsi metabolismenya terutama metabolisme glukosa. Insulin juga berperan mengatur kecepatan sintesa glukosa oleh sel hati melalui proses glukoneogenesis. Karena kadar insulin yang dibutuhkan untuk metabolisme glukosa lebih banyak, maka kerja insulin yang menghambat glukoneogenesis di hati akan berkurang sehingga sintesa glukosa bertambah. Keadaan ini memicu kembali sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin. Pada keadaan yang berlangsung lama akan menyebabkan kelelahan sel beta pankreas sehingga terjadi hipoinsulinemia yang kemudian diikuti dengan hiperglikemia. b. Hipertensi

BMI (Body Mass Index) yang tinggi merupakan ciri masyarakat yang hipertensif. Hubungan antara tekanan darah dan berat badan lebih nyata untuk tekanan sistolik dibanding tekanan diastolik. Orang dengan tekanan darah tinggi cenderung menjadi gemuk, dan orang gemuk dengan tekanan darah normal akan cenderung hipertensif. Pada orang gemuk terjadi peningkatan konsumsi O2 dan denyut jantung menjadi meningkat (palpitasi). Adanya kenaikan volume darah yang beredar berhubungan dengan curah jantung yang meningkat dan peningkatan kerja ventrikel kiri. Volume darah yang meningkat pada orang gemuk disebabkan karena meningkatnya volume darah dalam jaringan lemak. Adanya kenaikan curah jantung sebanding dengan konsumsi O2 dan derajat kegemukan. Meningkatnya curah jantung akan menyebabkan peninggian tekanan darah yang dikeluarkan oleh jantung. Keadaan inilah yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi.

c.

Penyakit Kardiovaskuler

Pada orang gemuk terjadi peningkatan kadar O2 yang dikonsumsi, isi sekuncup juga meningkat sesuai derajat kegemukannya. Pada orang sangat gemuk dapat terjadi tanda overload dan fungsi ventrikel kiri berkurang sebanding dengan kegemukannya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya payah jantung dan kelainan koroner. d. Hipoventilasi alveolar Hipoventilasi Alveolar sering terjadi pada orang gemuk yang pada keadaan berat dapat menyebabkan timbulnya sindrom Pickwickian (obes, somnolensia, edema, kelainan pernapasan berat disertai periode apnea dengan sianosis). Kelainan sirkulasi yang ditemukan adalah karena adanya kenaikan volume darah total dan volume darah paru. Perfusi normal tetapi ventilasi paru berkurang. Tekanan akhir diastolik kiri meninggi walaupun peninggiannya tidak ditemukan pada semua pasien. Hipoventilasi Alveolar dan Asidemia akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan dan kor pulmonal dengan dekompensasi. Kelainan tersebut mulai tampak pada kelainan obes simpel dan perubahan tersebut membaik dengan adanya penurunan berat badan. e. Batu Empedu

Belum jelas diketahui kaitan antara kegemukan dan batu empedu, diduga ada korelasi bermakna antara lipatan kulit subskapular dan patela dengan insiden batu empedu. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa aktivitas fisik dan makanan turut mempengaruhi insiden penyakit batu empedu tersebut. f. Gangguan pada Kehamilan

Wanita hamil dengan kegemukan cenderung lebih mudah terkena hipertensi dan DM. Penyelidikan terhadap wanita hamil ditemukan kemungkinan anaknya lahir dengan BB 4000 g (dua kali kondisi normal). Insiden persalinan yang lebih lama dari 24 jam setelah amniotomi juga meningkatkan keadaan hemoragi post partum primer, asfiksia neonatal dan pireksia purpural. g. Resiko Lainnya

Semua organ tubuh dapat terpengaruh oleh obesitas dan menimbulkan penyakit pada organ terkait misalnya pada perlemakan hati. Orang gemuk karena BB lebih akan terjadi lipatan kulit yang banyak dengan kelembaban yang tinggi hingga mempermudah infestasi jamur pada daerah tersebut terutama pada aksila, perineal serta dibawah lipatan payudara. Osteoartritis lebih sering terjadi terutama pada

persendian yang menopang beban BB. Pada anak dengan kegemukan dapat terjadi genu valgum, menstruasi tidak teratur, oligomenore, fibrosis uterus bahkan karsinoma endometrium. Obesitas juga dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan respon inflamasi yang meningkat.

6. Differential diagnosis a. Dislipidemia, yaitu gangguan metabolisme lemak yang ditandai dengan

meningkatnya kadar kolesterol total dan trigliserida, meningkatnya kadar LDLkolesterol kecil padat, serta menurunnya kadar HDL-kolesterol. b. Obesitas, yaitu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme

energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik dan spesifik. Secara fisiologis, obesitas merupakan keadaan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehinggan mengganggu kesehatan atau dengan kata lain obesitas adalah derajat berapapun kelebihan lemak yang memberi resiko kesehatan. c. Sindrom Metabolik, yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau

sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor-faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2. The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif). d. Cushings Sindrom, yaitu penyakit yang trrjadi karena peningkatan kadar

kortisol yang cukup signifikan. Efek dari peningkatan hormon kortisol akan berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat, lemak, protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi.

7. Penatalaksanaan a. Cushing Disease -Terapi Farmakologi ketokonazole, mitotane, aminoglutemid -Terapi Non Farmakologi Modifikasi gaya hidup termasuk menurunkan BB, tidak merokok, olahraga teratur, mengurangi makanan berlemak

b. Sindrom metabolic -Terapi Farmakologi Menekan tingginya LDL Statin family (lovastatin, fluvastatin , rosuvastatin) Gemfibrozil and fenofibrate , niacin Angiotensin-converting enzyme inhibitors dan angiotensin receptor blockers Metformin -Terapi Non Farmakologi Modifikasi gaya hidup termasuk menurunkan BB, tidak merokok, olahraga teratur, mengurangi makanan berlemak c. Dislipidemia -Terapi Farmakologi Niacin Probucol Gemfibrozil, Fenofibrate, Clofibrate Lovastatin, Pravstatin Ezetimibe -Terapi Non Farmakologi Therapeutic Lifestyle Change (TLC) Olahraga Konsumsi suplemen bernutrisi dan menurunkan kadar lemak (minyak ikan) d. Obesitas -Terapi Farmakologi Sibutramine (Meridia) and Orlistat (Xenical Phentermine (Adipex-P, Ionamin) -Terapi Non Farmakologi Diet dan modifikasi gaya hidup Operasi (Adjustable band, Gastric bypass)

8. Pencegahan Olahraga secara teratur Tidak merokok Konsumsi makanan dan diet seimbang rendah lemak jenuh serta tinggi serat (buah-sayur)

Ajarkan anak-anak untuk melakukan aktivitas fisik dan konsumsi makanan sehat pilihan Mengenali diri memiliki warisan genetik diabetes, penyakit jantung, dan sindrom metabolik Check up kesehatan teratur dan pencegahan dini untuk tekanan darah tinggi

9. Pada kasus, seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm, TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil, yaitu GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal. Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut: 44 thn RKDM Hiper Obes tensi + + + GDPT Dislipidemia Hiperurisemia

Cushings Sindrom Sindrom Metabolik Obesitas

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah Sindrom metabolik dan obesitas. Sindrom metabolik dan obesitas memiliki manifestasi klinis yang sesuai dengan skenario, yaitu kelebihan berat badan, hipertensi, Gula darah puasa terganggu, dislipidemia, dan hiperurisemia. Kriteria sindrom metabolik, yaitu peningkatan kadar trigliserida lebih dari 150 mg/dl, penurunan kadar kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl pada laki-laki dan 50 mg/dl pada perempuan, peningkatan tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg, dan peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 100 mg/dl, tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada sebab terdapat individu yang tidak obes tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor resiko metabolik terutama pada individu yang memilki kedua orang tua

yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes. Pada penderita obesitas, akan terjadi resistensi insulin yang menyebabkan timbulnya bebagai komplikasi. Resistensi insulin disebabkan karena banyaknya lemak yang terdapat pada jaringan adiposa sel dapat memblok reseptor insulin sehingga insulin tidak mampu berikatan dengan reseptornya untuk memungkinkan pengaktifan glucose transporter yang dapat membawa glukosa masuk ke dalam sel, terutama sel otot untuk dimetabolisme. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin ini kemudian mendasari timbulnya disiplidemia dan berbagai komplikasi pada penderita obesitas dan sindrom metabolik. Hiperinsulinemia dapat mengaktifkan Renin Angiotensin Aldostrone System (RAAS). Angiotensin II dapat merangsang terjadinya vasokonstriksi otot polos vaskular dengan menaikkan tekanan darah sehingga dapat terjadi hipertensi dan penyempitan pembuluh darah. Selain itu, angiotensin merangsang pelepasan norepinefrin dan epinefrin yang dapat menyebakan vasokonstriksi arteri tertentu. Selain itu, Hiperglikemia kronik dapat meningkatkan sintesis diacylgliserol (DAG). Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas Protein Kinase C (PKC). Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi. Kenaikan tekanan darah dan vasokonstriksi ini dapat

menyebabkan tejadinya penyakit jantung koroner. Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Namun pada keadaan resistensi insulin, glukosa tidak dapat digunakan, sehingga hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif dan lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (FFA) secara berlebihan. Asam lemak ini kemudian akan memasuki sirkulasi darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi melalui beta oksidasi maupun siklus sitrat, dan sebagian akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida hati dan kemudian menjadi bagian dari VLDL. Sedangkan gliserol digunakan untuk glukoneogenesis di hati. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya trigliserida, disebut VLDL kaya trigliserid atau LDL besar (enrichrd triglyceride VLDL/large VLDL). Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. LDL berasal dari hidrolisis IDL yang hidrolisis dari

VLDL oleh enzim lipoprotein lipase. LDL adalah liporotein yang paling banyak mengandung kolesterol yang sebagian dari kolesterol tersebut akan dibawa ke jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan ovarium. Yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Hal ini juga akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (biasa meningkat pada keadaan resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat, yang dikenal dengan LDL kecil padat (small dene LDL). Partikel LDL kecil padat berifat mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Banyaknya kolesterol LDL kecil padat menyebabkan makin banyak kolestrol LDL yang dapat dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Foam Cell ini merupakan derivat plak aterosklerosis sehingga dapat terjadi hipertensi. Trigliserid VLDL juga dipertukarkan dengan kolesterol ester pada HDL dengan bantuan enzim Cholesterol ester transfer protein (CETP) dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL yang demikian lebih mudah dikatabolime oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum rendah. Kenaikan kadar VLDL besar, LDL kecil padat, trigliserida, dan penurunan HDL ini menandai terjadinya disiplidemia. Cushings Sindrom tidak dapat dijadikan diagnosis utama karena tidak semua gejala-gejala yang terdapat dalam scenario terdapat pada manifestasi klinis Cushings Sindrom. Pada Cushings Sindrom, penderita tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan tidak mengalami dislipidemia seperti dalam skenario.

Anda mungkin juga menyukai