Anda di halaman 1dari 7

KEBUDYAAN BERTUTUR SAPA: KEARIFAN LOKAL YANG TERABAIKAN Oleh IING SUNARTI Berbicara tentang kebudayaan dalam kehidupan

manusia tidak akan ada habisnya selama manusia itu masih mau menggunakan akal dan pikirannya. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat:1983:182). Unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan menurut kerangka etnografi (C. Kluckhohn; 1953) meliputi bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian, dan sistem religi. Kebudayaan tidak akan bisa langsung dikuasai oleh seseorang tanpa melalui proses belajar. Proses belajar ini dapat dilaksanakan pada di lingkungan rumah (keluarga) atau dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar (KBM) dalam mata pelajaran yang ada di sekolah. Oleh karena itu, betapa pentingnya mempelajari berbagai kebudayaan untuk mempermudah kehidupan kita khususnya dalam berinterakasi dengan masyarakat pemilik kebudayaan tersebut. Salah satu unsur kebudayaan yang akan dibicarakan dalam tulisan singkat ini adalah unsur yang ada hubungannya dengan bahasa, yaitu budaya tutur sapa atau yang lebih dikenal dengan sistem sapaan dalam budaya masyarakat Lampung Abung. Tulisan singkat ini merupakan bagian kecil dari hasil penelitian penulis untuk tugas akhir penulisan disertasi. Data berasal dari tokoh adat dan informan lain yang menggunakan bahasa Lampung dialek Abung. Sapaan adalah seperangkat kata atau ungkapan yang digunakan untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Sapaan merupakan penyampaian maksud dari yang menyapa kepada yang disapa, baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bentuk kata-kata. (Kridalaksana; 1985:14). Geertz (1983:22) menyatakan bahwa fenomena sapaan merupakan alat kerja sama, paling sedikit menyangkut dua pihak sehingga sebelumnya harus ada konvensi yang dipakai sebagai landasan kerja sama. Sapaan berarti panggilan, cara memanggil atau menyapa antara kerabat yang satu dengan anggota kerabat yang lain (Hadikusuma:1996). Sapaan dalam bahasa Lampung dikenal dengan istilah tutur/tutor. Memiliki pengetahuan tentang sapaan banyak bermanfaat untuk keperluan pergaulan khususnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam masyarakat. Tutur sapa sebagai suatu sistem

mempunyai peran penting karena merupakan salah satu bentuk adat istiadat yang mempunyai aturan-aturan khusus dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat tertentu berbeda dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat lainnya. Dengan mengetahui aturan-aturan dalam bertutur sapa kita bisa menggunakan sapaan dengan

tepat, sehingga bisa membantu komunikasi berlangsung dengan lancar. Melalui sapaan pula dapat diketahui status seseorang (status pendidikan, usia, ekonomi, perkawinan, kebangsawanan), tingkat kedekatan antara penyapa dan pesapa, dan tingkat kesopanan yang berlaku. Di dalam sapaan terdapat berbagai bentuk sapaan. Ervin-Tripp (1973) menyebutkan tujuh bentuk sapaan yakni, (1) title + LN (gelar+ nama keluarga); (2) Mister + LN (Mr + nama keluarga); (3) Mrs. + LN (Mrs. + nama keluarga); (4) Miss + LN ( Miss + nama keluarga); (5) kin title + FN ( istilah kekerabatan + nama kecil); (6) FN (nama kecil); (7) O (ciri zero). Poedjosoedarmo (1979) mengelompokan bentuk sapaan menjadi delapan yaitu (1) sapaan kekeluargaan (pak, bu); (2) istilah gelar kebangsawanan (den, den mas,); (3) istilah pangkat keagamaan (kyahi, romo); (4) istilah pangkat kepegawaian (pak carik, lurahe, mas juru); (5) istilah kemiliteran (sersan, kapten); (6) istilah kesukuan (bah, nyah, yuk); (7) istilah akademis ( prof., dokter); (8) istilah pemesra ( le untuk anak laki-laki, nduk atau nok untuk anak perempuan). Kridalaksana (1982) menyebutkan ada sembilan bentuk sapaan yaitu (1) kata ganti; (2) nama diri; (3) istilah kekerabatan; (4) gelar dan pangkat; (5) bentuk pe + V (erbal) atau kata pelaku (pembaca, pemirsa, dll.); (6) bentuk N (ominal) + ku ( Tuhanku, kekasihku, dll.); (7) kata-kata deiksis (sini, situ, ini, dll.); (8) nominal : kata benda atau yang dibendakan lain (tuan, nyonya, Yang Mulia, dll.); (9) ciri zero. Hadikusuma (1996) membagi bentuk sapaan menjadi dua yaitu sapaan kekerabatan dan sapaan nonkekerabatan. Di dalam sapaan nonkekerabatan termasuk sapaan kata ganti, sapaan nama diri, dan sapaan gelar. Masyarakat Lampung, khususnya kelompok penutur Lampung Abung merupakan kelompok penutur bahasa yang memiliki istilah sapaan yang bervariatif. Kreativitasnya tersebut menunjukkan bahwa nenek moyang kelompok penutur bahasa Lampung sudah mempunyai tingkat kebudayaan yang tinggi dalam menciptakan konvensi-konvensi untuk bertata krama berkomunikasi antaranggota masyarakat Lampung. Hal ini merupakan kekayaan kearifan lokal yang perlu dilestarikan,

diwariskan, dan dikembangkan oleh anak cucu kita sebagai jati diri dan kebanggaan etnis Lampung. Akan tetapi, pada kenyataannya di lapangan sudah banyak anak muda keturunan asli Lampung yang tidak mengenal dan tidak memakai lagi istilah-istilah sapaan yang dahulu dipakai oleh nenek moyang mereka. Yang mereka kenal dan yang mereka gunakan sekarang adalah istilah-istilah sapaan modern yang diambil dari unsur bahasa asing. Misalnya, kata Papa, Mama, Papi, Mami, Om, Tante, Opa, Oma, dll. Dengan demikian, patutlah pengetahuan ini diajarkan oleh guru di sekolah dalam pelajaran muatan lokal (mulok) untuk menambah bahan ajar kosa kata bahasa daerah Lampung. Berdasarkan temuan di lapangan, penulis menemukan berbagai istilah sapaan yang masih

digunakan oleh masyarakat penutur Lampung Abung. Karena keterbatasan tempat, dalam tulisan ini

dicantumkan hanya istilah-istilah sapaan kekerabatan yang disebabkan karena keturunan atau hubungan darah. ISTILAH SAPAAN KEKERABATAN KARENA KETURUNAN ATAU HUBUNGAN DARAH : 1. Untuk menyapa orang tua: 1.1. BAPAK: 1.1.1 Abah 1.1.2Abi 1.1.3 Abuya 1.1.4 Buya 1.1.5 Buyah 1.1.6 Ubak 1.1.7 Walid 1.2. IBU: 1.2.1 Ebok 1.2.2 Emak 1.2.3 Ibeu 1.2.4 Ina 1.2.5 Umei 1.2.6 Ummi

2. Untuk menyapa KAKEK dan NENEK: 2.1 KAKEK: 2.1.1 Ateu 2.1.2 Atu 2.1.3 Atu 2.1.4 Atu Ama 2.1.5 Atu Ayah 2.1.6 Datuk 2.1.7 Sidei 2.1.8 Sidi 2.1.9 Yai 2.1.10 Yayik 2.2 NENEK 2.2.1 Ateu 2.2.2 Atu 2.2.3 Atu Inak 2.2.4 Atu Umi 2.2.5 Ambai 2.2.6 Andung 2.2.7 Inak 2.2.8 Nyaik 2.2.9 Sitei 2.2.10 Siti

3. Untuk menyapa orang tua kakek dan nenek (BUYUT) laki-laki dan perempuan: 3.1 Buyut 3.2 Teludan 3.3 Tuyu 3.4 Tuyut 3.5 Tuyuk 3.6 Tuyuk Ragah 3.7 Tuyuk Sebai

4. Untuk menyapa orang tua buyut (Canggah) laki-laki dan perempuan: 4.1 Canggah 4.2 Taring

5. Untuk menyapa saudara laki-laki dari bapak dan ibu: 5.1 Abah 5.2 Abuya 5.3 Adek/adoknya 5.4 Adin Pesirah 5.5 Apak Adin 5.6 Ayah Suttan 5.7 Ayah Pengiran 5.8 Ayah Rajo 5.9 Ayah Rateu 5.10 Ayah Atu 5.11 Manda 5.12 Minak 5.13 Pak Adin 5.14 Pak Atu 5.15 Pak Minak 5.16 Pak Dalom 5.17 Pak Odo 5.18 Pak Cik 5.19 Pak Su 5.20 Pak Tut 5.21 Pua 5.22 Uwak 5.23 Wan + nama ybs. 5.24 Walid

6. Untuk menyapa saudara perempuan dari bapak dan ibu: 6.1 Cik Ngah 6.2 Halati 6.3 Ibeu 6.4 Ibeu Suttan 6.5 Ibeu Tuan 6.6 Ibeu Pengiran 6.14 Mak Su 6.15 Mak Tut 6.16 Minan 6.17 Nama diri ybs. 6.18 Puan 6.19 Puan + adek/adoknya

6.7 Ibeu Rajo 6.8 Ibeu Ratu 6.9 Ina 6.10 Lita 6.11 Mak Wan 6.12 Mak Ngah 6.13 Mak Seu

6.20 Tut 6.21 Umei 6.22 Umi 6.23 Uncu 6.24 Uwak 6.25 Wan + nama ybs 6.26 Walida

7. Untuk menyapa saudara kandung laki-laki: 7.1 Abang 7.2 Adin 7.3 Ajo 7.4 Aying 7.5 Adek/adoknya 7.6 Adik Aji 7.7 Bang Aji 7.8 Batin 7.9 Dalom 7.10 Daying 7.11 Jejuluknya 7.12 Kanjeng 7.13 Kiai 7.14 Minak 7.15 Tihang Ratu 7.16 Tuan

8. Untuk menyapa saudara kandung perempuan: 8.1 Acik 8.2 Adek/adoknya 8.3 Ateu 8.4 Atin 8.5 Atu 8.6 Batin 8.7 Daying 8.8 Dek Aji 8.9 Gusti 8.10 Jejuluknya 8.11 Kak Atu 8.12 Kanjeng 8.13 Kiai 8.14 Suhun 8.15 Setitah 8.16 Tati 8.17 Titah 8.18 Tuanda 8.19 Uhta 8.20 Uhti

9. Untuk menyapa anak: 9.1 Anak 9.2 Bagus (panggilan sayang/pemesra)

9.3 Jejuluknya (kalau belum menikah) 9.4 Nama ybs. 9.10 Sayang (panggilan sayang/pemesra)

10. Untuk menyapa cucu dan cicit: 10.1 Adek/adoknya 10.2 Jejuluknya 10.3 Nama diri ybs. 10.4 Sayang (panggilan sayang/pemesra)

11. Untuk menyapa saudara sepupu = menyapa kepada saudara kandung sendiri.

Daftar Pustaka Ervin-Tripp. 1974. Sociolinguistics Rulers dalam Directions in Sociolinguistics The Etnography of Communication. John J. Gumperz and Dell Hymes. New York, NY 10016, USA: Basil Blackwell Ltd. Hadikusuma, Hilman. 1996. Adat Istiadat Daerah Lampung. Kanwil Depdikbud Provinsi Lampung: C.V. Arian Jaya. Hofstede, Geertz. 1991. Cultures And Organizations. Caledonian International Book Manufacturing Ltd. Glasgow. Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 1978. Dinamika Tutur Sapa Bahasa Indonesia dalam Pelangi Bahasa. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1968. Javanese Speech Levels. Ithaca, N.Y.: Cornell Modern Indonesia Project. Sanusi, A. Effendy (Informan)

RIWAYAT SINGKAT PENULIS Nama Tempat/tgl lahir Pekerjaan : IING SUNARTI : Sukabumi/16 November 1958 : Dosen Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Alamat Rumah : Jln. Bima No. 54 Gadingrejo, Pringsewu, Lampung.

Riwayat Pendidikan

: S1 FKIP Universitas Lampung, Jurusan Bahasa dan Seni, Prog. Studi Bahasa Indonesia. S2 IKIP Bandung, Jurusan Pengajaran Bahasa Indonesia. S3 Universitas Gadjah Mada, Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora, Prodi Linguistik.

Anda mungkin juga menyukai