Anda di halaman 1dari 23

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia (Kuchler, 1967). Ilmu vegetasi sudah dimulai hampir tiga abad yang lalu. Mula-mula kegiatan utama yang dilakukan lebih diarahkan pada diskripsi dari tentang alam dan vegetasinya. Dalam abad ke XX usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan eskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart dasar dalam evaluasi secara kuantitaif. Berbagai metode analisis vegetasi dikembangkan, dengan penjabaran data secara detail melalui cara coding dan tabulasi. Berbagai metode yang digemari dan banyak diterima oleh banyak pakar adalah dari Raun kiaer (1913, 1918), Clements (1905, 1916), Du Rietz (1921, 1930), Braun (1915), dan Braun Bienquet (1928). Deskripsi umum dari vegetasi dan komunitas tumbuhan melalui bentuk hidup dan species dominan adalah tekanan pada zaman yang telah lalu. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu terutama yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya. Maupun oleh kombinasi dan struktur sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fungsional. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis dan juga sintesis sehingga akan membantu dan mendiskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1)

pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983). Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak, Titik pusat kwadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich) (Kusuma, 1997). Berdasarkan model geometrik yang dihasilkan dari hasil analisis, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa titik yang saling berdekatan merupakan unit-unit sampling yang mempunyai pola kesamaan dalam komunitas, sedangkan titik-titik yang saling berjauhan adalah unit-unit sampling yang mempunyai perbedaan komunitas. Berdasarkan perbedaan tersebut hasil analisis ordinasi dapat dilanjutkan dengan mengkorelasikan pola komunitas pada unit-unit sampling dengan faktor lingkungan dari unit-unit sampling tersebut, sehingga dapat diketahui penyebab perbedaan pola komunitas di antara unit-unit sampling tersebut . Ada berbagai metode yang dapat di gunakan untuk menganalisa vegetasi ini. Diantaranya dengan menggunakan metode kuadran atau sering disebut dengan kuarter. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutrhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkanwaktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Kajian Komunitas Tumbuhan? 2. Bagaimana Analisis vegetasi? 3. Apa Tehknik pencuplikan vegetasi tumbuhan?

1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui : 1. Kajian Komunitas Tumbuhan 2. Analisis vegetasi 3. Tehknik pencuplikan vegetasi tumbuhan

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Kajian Komunitas Tumbuhan Struktur komunitas vegetasi ditentukan oleh kerapatan, dominansi, frekuensi dan

keanekaragaman vegetasi (Nursal et al., 2005). Setiap vegetasi menunjukkan bentuk pertumbuhan, ukuran dan bentuk tajuk, fungsi, ukuran dan tekstur daun yang berbeda-beda. Kerapatan, keanekaragaman dan bentuk vegetasi akan menghasilkan bentuk asosiasi dalam sistem perakaran dan tajuk yang akan menentukan perbedaan fungsi. Sistem perakaran akan menangkap sedimen dan membersihkan zat-zat pencemar. Kanopi dapat mengatur suhu, kelembaban udara, meredam energi gelombang dan angin sehingga dapat menahan abrasi dan akresi. Vegetasi dapat menyumbang seresah sebagai penghasil bahan organik dan meningk Struktur komunitas vegetasi juga mempengaruhi kondisi kualitas lingkungan atmosfer dan hidrologis (Mazda et al., 2007; Saparinto, 2007)

A.

Pengertian Komunitas Tumbuhan Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan

daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Makhluk hidup ataupun organisme di alam ini tidak bisa hidup secara terpisah atua sendiri-sendiri, individuindividu ini akan berhimpun kedalam suatu kelompok membentuk populasi yang kemudian populasi-populasi ini akan membentuk suatu asosiasi yang dinamakan dengan komunitas. Jadi komunitas tumbuhan adalah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas dalam arti ekologi mengacu kepada kumpulan populasi yang terdiri dari spesies yang berlainan, yang menempati suatu daerah tertentu. sedangkan pengertian komunitas secara umum sendiri adalah kumpulan populasi makhluk hidup yang saling berinteraksi dan tinggal di suatu habitat. Setiap komunitas tidak harus menempati daerah yang luas, artinya komunitas dapat mempunyai ukuran berapa pun. Misalnya dalam suatu aquarium yang terdiri dari ikan, siput, hydrilla sebagai komponen biotik, serta air, bebatuan sebagai komponen abiotik dapat disebut sebagai suatu komunitas. Komunitas tumbuhan di daerah trofik biasanya bersifat

rumit dan tidak mudah diberi nama menurut satu atau dua spesies yang paling berkuasa sebagaimana yang umum di daerah yang beriklim sedang. Dalam tingkatan komunitas ciri, sifat dan kemampuannya lebih tinggi dari populasi misalnya dalam hal interaksi. Dalam komunitas bisa terjadi interaksi antar populasi, tidak hanya antar individu atau spesies seperti pada populasi. Hubungan antar populasi ini menggambarkan berbagai keadaan yaitu bisa saling menguntungkan sehingga terwujud suatu hubungan timbal balik yang positif bagi kedua belah pihak (mutualisme). Sebaliknya bisa juga terjadi hubungan salah satu pihak dirugikan (parasitisme). Apabila suatu komunitas sudah terbentuk, maka populasi-populasi yang ada haruslah hidup berdampingan atau bertetangga satu sama lainnya. Dalam biosistem komunitas ini berasosiasi dengan komponen abiotik membentuk suatu ekosistem. Ada beberapa definisi tentang komunitas yang disampaikan oleh beberapa ahli ekologi sebagai berikut.

1.

Danseraeu

Danseraeu mendefinisikan komunitas adalah organisasi organisme secara spatial dan temporal dengan perbedaan derajat integrasi, dan yang jelas komunitas mempunyai level organisasi yang lebih kompleks dari organisme sendiri. 2. Walter

Walter menyampaikan bahwa komunitas tumbuhan sebagai suatu kombinasi spesies yang tetap yang terdapat secara alami, dan dalam keseimbangan ekologi baik diantara tumbuhan sendiri maupun dengan lingkungannya. 3. Oosting

Oosting membuat definisi kerja tentang komunitas tumbuhan yaitu: komunitas adalah kumpulan (aggregration) berbagai organisme hidup yang mempunyai hubungan timbal balik (mutual relationship) baik diantara mereka sendiri maupun dengan lingkungannya 4. Mc Nauchton & Wolf

Mc Nauchton & Wolf mendeskripsikan populasi yang terjadi bersamaan dalam ruang dan waktu, secara fungsional berhubungan satu sama lain membentuk unit ekologi yaitu komunitas. 5. Kendeigh

Kendeigh (1980), menuliskan bahwa ekologi tumbuhan berhubungan dengan kajian komunitas tumbuhan atau asosiasi tumbuhan. Satuan dasar di dalam sosiologi tumbuhan adalah asosiasi, yaitu komunitas tumbuhan dengan komposisi floristik tertentu. Bagi ahli sosiologi tumbuhan, suatu asosiasi adalah seperti suatu spesies.

Kelompok tumbuhan secara bersama atau komunitas tumbuhan sering juga disebut sebagai masyarakat tumbuhan atau vegetasi. Vegetasi atau komunitas tidak setara dengan flora suatu daerah. Flora dalam bentuk sederhana mengacu kepada daftar spesies atau taksa tumbuhan yang hidup didaerah tersebut. Flora biasanya tidak memberi informasi mengenai kelimpahan, nilai penting dan keunikan yang terdapat pada suatu komunitas. Vegetasi pada dasarnya terbentuk sebagai akibat dari adanya dua fenomena penting, yaitu : 1. 2. Adanya perbedaan dalam toleransi terhadap lingkungan Adanya heterogenitas dari lingkungan

Berdasarkan kedua fenomena itu, vegetasi sering juga didefenisikan sebagai lapisan hijau penutup bumi, untuk membedakannya dengan tanah yang biasa disebut lapisan merah. Vegetasi di ala mini terbentuk sebagai hasil interaksi secara tital dari berbagai factor lingkungan. Dengan demikian secara matematis vegetasi bisa dinyatakan sebagai fungsi dari tanah, iklim, hewan dan flora.

B. Klasifikasi Komunitas Odum, 1993 (dalam Ngurah Rai, 1999), menyampaikan bahwa komunitas dapat disebut dan diklasifikasikan menurut: (1) Bentuk atau sifat struktur utama, misalnya jenis dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, (2) Habitat fisik dari komunitas, atau (3) Sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional seperti misalnya tipe metabolisme komunitas. Tidak ada peraturan yang pasti untuk penamaan komunitas yang telah dirumuskan, seperti yang telah diperbuat untuk penamaan atau pengklasifikasian organismee. Klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat struktural agak spesifik untuk lingkungan tertentu, tetapi usaha-usaha untuk membuat klasifikasi yang bersifat universal berdasarkan dasar ini sebagian besar belum

memuaskan. Sifat-sifat fungsional memberikan dasar yang lebih baik untuk membandingkan semua komunitas dalam habitat yang sangat berbeda, misalnya daratan, laut, atau air tawar. Klasifikasi komunitas yang dilakukan oleh Whittaker bersifat hirarki, tingkat tertinggi adalah pembagian dari vegetasi dunia ke dalam kategori fisiognomi yang dapat dikenal atau bioma, yang distribusinya terutama diatur oleh pola iklim global. Bioma tak dapat dikenal dengan komposisi jenis, sebab berbagai jenis biasanya dominan di berbagai bagian dunia. Suatu klasifikasi tingkat terendah dari bioma terestrial berdasarkan suhu dan curah hujan. Holdridge dan sejawatnya, 1971 (dalam Ngurah Rai, 1999), telah menyusun suatu skema yang lebih terinci, yang dikembangkan terutama untuk klasifikasi hutan-hutan tropika. Metode Holdridge menggunakan variabel iklim yang lebih kompleks dan mencakup gradasi lintang dan elevasi. Klasifikasi Holdridge menunjukkan bioma dengan jumlah yang lebih besar pada lintang yang lebih rendah dan hal ini mungkin saja menyebabkan keanekaragaman regional yang lebih besar di daerah tropika. Suatu metode klasifikasi pelengkap adalah klasifikasi bentuk hidup (growth form), yang mengkategorikan tumbuhan menurut pola pertumbuhan dan pola perkembangbiakannya. Sistem Raunkiaer yang didasarkan atas jaringan/organ bertahunan (perenneting tissue) bervariasi terhadap lintang. Unesco (1973) dan Elten (1968) membuat klasifikasi tipe vegetasi yang didasarkan pada persentase kehadiran herba, perdu dan pohon disuatu bentuk vegetasi. Metode ini tidak membuat klasifikasi dari dunia tumbuhan tetapi langsung menganalisis bentuk atau tipe vegetasi di suatu kawasan didasarkan pada penutupan perdu dan pohon, juga bisa diperhitungkan pula penutup herbanya. Hasil akhir bentuk vegetasi diklasifikasikan dalam: Vegetasi (semi) alami Hutan padat/ rapat Hutan renggang Vegetasi binaan - Hutan tanaman - Perkebunan

Hutan sangat renggang (woodland) - Pertanian lahan kering (ladang) Savanna Semak belukar Vegetasi rumput - Sawah

Keanekaragaman/ Diversitas Jenis Soetjipta, 1993 (dalam Ngurah Rai, 1999), menyebutkan ada lima ciri komunitas yang telah diukur dan dikaji adalah: 1. Keragaman spesies, dapat dipermasalahkan spesies hewan dan tumbuhan yang manakah yang hidup dalam suatu komunitas tertentu. Deskripsi spesies semacam ini merupakan ukuran sederhana bagi kekayaan spesies atau keragaman spesies/ diversitas spesies. 2. Bentuk dan struktur pertumbuhan. Tipe komunitas dapat diberikan dengan kategori utama bentuk pertumbuhan: pohon, perdu atau lumut selanjutnya ciri ini dapat di rinci ke dalam kategori bentuk pertumbuhan lebih kecil misalnya pohon yang berdaun lebar dan pohon berdaun jarum. Bentuk pertumbuhan ini dapat menentukan stratifikasi. 3. Dominansi. Dapat diamati bahwa tidak semua spesies dalam komunitas sama penting menentukan sifat komunitas. Dari beratus spesies yang mungkin ada di dalam suatu komunitas, secara nisbi hanya beberapa saja yang berpengaruh mampu mengendalikan komunitas tersebut. Spesies dominan adalah spesies yang secara ekologik sangat berhasil dan yang mampu menentukan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. 4. 5. Kelimpahan nisbi. Proporsi spesies yang berbeda dalam spesies dapat ditentukan. Struktur tropik. Hubungan makanan spesies dalam komunitas akan menentukan arus energi dan bahan dari tumbuhan ke herbivora ke karnivora. Barbour et al, 1987 (dalam Ngurah Rai, 1999) menyebutkan ada delapan sifat/atribut komunitas tumbuhan seperti tampak pada tabel di bawah ini. 1. Fisiognom Arsitek Life form Cover, leaf area index (LAI) Fenologi 5. Daur nutrient Kebutuhan nutrien Kapasitas penyimpanan Laju kembalinya nutrien ke tanah Efisiensi penahanan nutrien pada daur nutrien.

2. Komposisi spesies Spesies karakteristik Spesies umum dan kebetulan

6. -

Perubahan atau perkembangan Menurut waktu Suksesi Stabilitas

Arti penting relatif (cover, densitas dll) -

3. Pola spesies Spatial/ ruang Luas niche dan tumpang tindih 7. 4. Diversitas spesies Kekayaan Kerataan Diversitas (dalam stand dan diantara stand) 8.

Tanggapan terhadap perubahan klimatik Evolusi (?) Produktivitas Biomassa Produktivitas bersih tahunan Efesiensi produktivitas bersih Alokasi produksi bersih Kreasi dan pengendalian lingkungan mikro

C. Interaksi Dalam Komunitas

Interaksi Antar Organisme Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut. 1. Netral Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi. 2. Predasi Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.

3. Parasitisme Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang. 4. Komensalisme Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya. 5. Mutualisme Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.

Interaksi Antar populasi Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut. Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu. Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.

Interaksi Antar Komunitas Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut. Interaksi antar komunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.

Interaksi Antara Komponen Biotik dengan Abiotik

Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi. Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru

2.2

Analisis Vegetasi Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi

diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983). Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode berpasangan acak, Titik pusat kuadran, Metode titik sentuh, Metode garis sentuh, Metode Bitterlich) (Kusuma, 1997). Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Mueller-Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien uketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan mempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda

akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenisjenis dengan perubahan faktor lingkungan. Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001). Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).

2.3 Teknik Pencuplikan 1) Kuadrat Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ). Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan melakukan perhitungan satu persatu akan

membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Menurut Weaver dan Clements (1938) kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat persegi, persegi panjang atau lingkaran. Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).

Metode kuadrat juga ada beberapa jenis: a. b. Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat. Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki. c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman. d. Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter.

Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).

Suatu contoh untuk suatu vegetasi hutan alami atau yang berbentuk seperti hutan luas kuadrat minimal 200 m2, kemudian vegetasi semak belukar 2 5 m2, dan vegetasi sederhana sperti rumput cukup dengan ukuran kuadrat seluas 1 meter persegi.

Sistem Analisis dengan metode kuadrat: Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan di dalam area tersebut. Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%) (Surasana, 1990). Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1994) . Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relative dari sejumlah variabel yangb telah diukur (kerapatan relative, kerimbunan relative, dan frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh: Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh: Kerapatan (K) = Jumlah individu Luas petak ukur Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan satu jenis x 100%

Kerapatan seluruh jenis Frekwensi (F) = Jumlah petak penemuan suatu jenis Jumlah seluruh petak

Frekwensi relatif (FR)

= Frekwensi suatu jenis x 100% Frekwensi seluruh jenis

Dominansi

(D)

= Luas Bidang Dasar suatu jenis Luas petak ukur

Dominansi Relative (DR)

= Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis

Nilai Penting

= Kr + Dr + Fr

Harga relative ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam table. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Surasana, 1990).

Cara kuadran ini memiliki keunggulan yaitu terlanjur lebih mudah dan sedehana. Cara pengambilan datanya yaitu sebagai berikut : 1. Cara kuadran point

sehingga terbagi empat kuadran (daerah) -masing kuadran sesuai dengan criteria (pohon,poles/tiang,sapling)

Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapaat dinyatakan secara numeric sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1994).

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuarter (Rugayah et al., 2005). Sebanyak 100 petak ukur dibuat secara berurutan dalam satu baris dengan jarak antar petak ukur sepanjang 10 m. Petak-petak ukur dibuat memotong garis kontur agar perubahan komposisi jenis tumbuhan dapat teramati (Shukla dan Chandel, 1996).

Berikut langkah-langkah kerja jika anda akan melakukan penelitian/analisis vegetasi metode kudrat: 1. 2. Menyebarkan 5 kuadrat ukuran 1 m2 secara acak di suatu vegetasi tertentu. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi. 3. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan. 4. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan. 5. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas. 6. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar (Anonymous, 2010).

2) Garis Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi

diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001). 1. 2. Metode Garis Menyebarkan 10 garis masing-masing sepanjang 1 meter secara acak atau sistematis. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi. 3. 4. 5. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas. 6. Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar (Anonymous,2010).

3) Titik Metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titiktitik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001). Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara bersamasama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994). 1. 2. Metode Intersepsi Titik Membuat 10 titik yang masing-masing titik berjarak 10 cm pada seutas tali raffia. menancapkan kawat atau lidi pada setiap titik dan menebar tali raffia tersebut secara acak atau sistematis. 3. Melakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi pada setiap tumbuhan yang mengenai setiap kawat atau lidi tersebut.

4. 5. 6. 7.

Melakukan 10 kali pengamatan, sehingga akan diperoleh 10 seri titik. Melakukan perhitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel untuk setiap tumbuhan. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.

8.

Memberi nama vegetasi yang telah digunakan berdasarkan 2 jenis / spesies yang memiliki nilai penting terbesar

4)

Kuarter Analisa vegetasi dengan metode kuarter merupakan analisa vegetasi yang

mana dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu. Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya (Kusmana, 1997). Komunitas adalah sejumlah mahluk hidup dari berbagai macam jenis yang hidup bersama pada suatu daerah. Komposisi suatu komonitas ditentukan dengan tumbuhan dan hewan yang kebetulan mampu hidup di tempat tersebut. Anggota komonitas ini tergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologis yang ada ditempat tersebut. Ada dua konsep yang ditentukan dalam mengamati peta komonitas yaitu gradasi komonitas( populasi) dan gradiasi lingkungan yaitu menyangkut jumlah factor lingkungantambak secara bersamasama. (Soedjiran,1989). Pada metode ini tumbuhan yang dianalisa bisa berupa empat tumbuhan yang paling dekat dengan titik pengamatan yang masing-masing tumbuhan berada pada empat sektor daerah dengan titik tadi sebagai pusat. Daerah I adalah daerah barat utara Daerah II adalah daerah utara timur Daerah III adalah daerah timur selatan Daerah IV adalah daerah selatan barat

Tumbuhan yang dianalisis (dicuplik datanya) disetiap sektor daerah pengamatan adalah hanya satu pohon yang paling dekat dengan pusat pengamatan tadi (titik pusat). Data yang dikumpulkan adalah jarak pohon ke titik pusat, diameter pohon. Sistem Analisis dengan metode kuadran: Jarak pohon rata-rata (d )= jumlah semua jarak yang terukur 4 x jumlah titik pusat (n) Kerapatan relatif = jumlah individu sejenis x 100% 4xn Dominasi relatif = jumlah luas basal individu sejenis x 100% jumlah total luas basal terukur Frekuensi relative = jumlah titik pusat yang mengandung suatu tumbuhan x 100% jumlah titik pusat dari seluruh jenis tumbuhan Luas rata-rata penguasaan area oleh suatu pohon = d2 Jumlah individu pohon untuk luas tertentu Luas dari total Nilai penting (L) = L / d2

= luas basal rata-rata x kerapatan = Kr + Dr + Fr

5) Teknik Ordinasi Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Mueller-Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan mempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan.Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis-jenis dengan perubahan faktor lingkungan. Ordinasi mencoba untuk meringkas data sampling dalam suatu lebih sederhana, lebih sedikit cara pemakaian ruang dibanding metoda tabel. Bahkan suatu agak kecil perbedaan table Suatu ordinasi data yang sama bisa menjadi satu grafik kecil yang menunjukan 19 poin-poin

penyebaran ruang. Masing-Masing titik mewakili suatu letak, dan jarak antara poin-poin mewakili derajat tingkat perbedaan atau persamaannya. Sekilas, seseorang dapat melihat lihat jika ada pola dalam hubungan. Sasaran ordinasi bukanlah untuk menggambarkan bentuk di sekitar label dan letak mereka yang sama bagian dari suatu asosiasi melainkan, untuk menunjukkan suatu pola hubungan kontinue. Sungguh, sebagian besar informasi memuat data asli yang hilang dalam ordinasi diagram, tetapi kehilangan ini akibat banyak bentuk dari reduksi data, tidak hanya ordinasi (Anonymous, 2010).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat (Marsono, 1977). Analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978). Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik. Tehnik Pencuplikan dalam analisis vegetasi diantaranya Kuadrat, Garis, Titik, Kuarter, Teknik ordinasi. Masing-masing Tehnik ini memiliki ketentuan masing-masing.

3.2 Saran Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai penuis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk membantu penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjosuwarn, Sunarto. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM: Yogyakarta. Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004. Potensi Pohon Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc). Kelompok Hutan Gelawan Kampar: Riau. Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian: Bogor Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press: Jakarta. Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA: Malang Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Suprianto, Bambang. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. UPI: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai