Anda di halaman 1dari 11

Pembahasan Proses sterilisasi sangat penting dibutuhkan sebelum memulai maupun mengakhiri sebuah pekerjaan di laboratorium dengan menggunakan

teknik aseptik. Alkohol 70% yang disemprotkan pada tangan dan meja, bahkan tangan pun sebelumnya harus dicuci dengan sabun terlebih dahulu. Hal tersebut berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang tak diinginkan agar mendapatkan pengukuran yang akurat. Sample yang digunakan pada percobaan ialah air selokan, air cucian sayur, air rendaman tahu, air sungai, dan air cucian talenan. Kelima macam jenis air tersebut berfungsi agar mendapatkan perbandingan yang diketahui untuk bakteri atau mikroorgaisme yang ada didalamnya. Kemudian tabung reaksi bertutup berisi larutan fisiologis disediakan delapan buah untuk larutan fisiologis, kemudian larutan fisiologis 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6, dan 10-7. Pengenceran tersebut bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang lebih sedikit sehingga dapat diketahui berapa sel bakteri yang terdapat di dalam sample. Pengencer yang digunakan dalam percobaan ialah larutan fisiologis (larfis), namaun ada larutan lain yang juga berfungsi sama yaitu PBS (Phospat Buffer Salin), dan aquades steril. Pengenceran tersebut tentu juga dilakukan proses sterilisasi yaitu dengan memipet cairan sample 1 ml dan pengenceran selanjutnya dengan memipet 1 ml dari pekat ke rendah, menggunakan pipet mohr yang telah steril. Pipet mohr dsterilkan terlebih dahulu karena diinginkan tidak ada bakteri lain terutama dari pipet mohr yang mengganggu hasil sel bakteri yang sebenarnya. Kemudian teknik aseptik juga dilakukan saat perlakuan masing-masing sample dilakukan dekat apai karena api berfungsi sebagai pengsteril daerah kerja dan mulut tabung reaksi setelah dan sebelum dimasukkan sample, didekatkan ke arah api agar mikroorganisme yang tidak diinginkan terbunuh. Setelah pengenceran selesai, maka dilanjutkan dengan perlakuan teknik cawan sebar. 1 ml masingmasing pengencer 10-5, 10-6, dan 10-7, dipindahkan ke dalam cawan petri berisi agar PCA. Teknik penyebaran dilakukan oleh spreader secara merata. Spreader sebelumnya juga mendapat perlakuan aseptic agar spreader tersebut steril dan tidak ada mikroorganisme lain yang ada pada spreader tersebut dan pengerjaan dilakukan di dekat api. Stelah semua perlakuan selesai, cawan petri dimasukkan ke dalam plastic lalu diinkubasi selama 2x24 jam. Proses inkubasi berfungsi agar mikroorganisme bereproduksi atau tumbuh dalam media tersebut selama waktu 2x24 jam atau 2 hari. Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah perhitungan jumlah bakteri hidup. Dengan metode tersebut, pengenceran berseri dari sampel yang mengandung mikroorganisme ditanam pada media pertumbuhan yang sesuai. Suspensi dapat disebarkan pada permukaan pelat agar (spread plate method) atau dicampur dengan agar cair, yang kemudian dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Pelat agar tersebut kemudian diinkubasi pada kondisi yang memungkinkan mikroorganisme bereproduksi dan membentuk koloni yang terlibat tanpa bantuan mikroskop. Diasumsikan bahwa setiap koloni bakteri akan muncul dari 1 sel bakteri. Oleh karena itu, dengan menghitung jumlah koloni dan memperhitungkan faktor pengenceran, jumlah bakteri pada sample asal dapat ditentukan (Harmita 2006). Perhitungan bakteri secara tidak langsung dibagi menjadi dua metode yaitu metode agar tuang (pour plate method) dan metode sebar di atas pelat agar (spread plate method). Metode agar tuang, seperti halnya metode perhitungan jumlah mikroorganisme hidup lainnya, dilakukan dengan mencampurkan

sample pada media padat yang mendukung pertumbuhanmikroorganisme, dan kemudian menginkubasi pelat sehingga setiap sel bakteri dapat membelah dan membentuk koloni. Dengan demikian, jumlah koloni yang tumbuh tersebut dapat dihitung. Karena pada umumnya, tidak mempunyai gambaran tentang jumlah bakteri dalam saple, penyiapan pengenceran berseri hampir selalu dibutuhkan untuk memastikan bahwa kita akan mendapatkan pengenceran dengan jumlah bakteri yang dapat dihitung. Sedangkan metode sebar di atas pelat agar adalah teknik dengan menyebarkan sample (yang telah diencerkan) di atas permukaan pelat agar dalam cawan petri. Umumnya antara 0,1 ml dan 1 ml sample disebarkan di permukaan media padat dengan menggunakan tangkai gelas steril atau spreader. Cawan kemudian diinkubasi dan jumlah koloni yang tumbuh dihitung (Harmita 2006). Pengamatan setelah 2x24 jam, menghasilkan data hanya air cucian sayur dengan faktor pengenceran 10-7 yang menghasilkan 87 koloni bakteri, sedangkan semuanya hanya menghasilkan TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Hasil yag ditetapkan untuk bisa dihitung adalah koloni yang berjumlah 30-300 koloni. Apabila terdapat kurang dari 30 koloni, maka TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung). Lalu terdapat lebih dari 300 koloni, maka TBUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung). Perkiraan sementara ialah yang paling banayk bakterinya ialah fktor pengenceran 10-5 karena pengenceran tersebut masih tergolong pekat sehingga bakteri yang tumbuh pun banayak. Perkiraan tersebut terbukti dengan munculnya sample air cucian sayur yang memiliki faktor pengenceran lebih tidak pekat yaitu 10-7 menghasilkan 87 koloni bakteri. Seluruhnya menghaasilkan data TBUD (>300 koloni) karena waktu inkubasi terlalu lama yaitu 2x24 jam, sehingga bakteri tumbuh subur dan terlalu banyak tumbuh pada waktu tersebut. Idealnya, waktu yang dibutuhkan untuk inkubasi hanayalah 1x24 jam, sehingga bakteri yang tumbuh masih dapat dihitung. Cara perhitunga bakteri ialah menggunakan rumus yaitu sel = koloni x 1 Fp x 1 ml 0,1

= 87 koloni x 1 10-7 = 8,7x109 CFU/ml

x 1 ml 0,1

CFU/ml ialah satuan yang digunakan dalam jumlah sel. CFU/ml adalah Coloni Forming Unit per ml. Semakin besar pengenceran, maka jumlah koloni semakin kecil sehingga mikroorganisme dapat dihitung. 8,7x109 CFU/ml merupakan sel bakteri berjumlah banyak yang terdapat dalam air cucian sayur pada faktor pengenceran 10-7, sedangkan hasil dari sample lainnya sudah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel tersebut sehingga TBUD. Faktor pengenceran yang paling baik ialah 10-7 karena dapat menghasilkan jumlah koloni yang lebih sedikit, sehingga lebih dapat dihitung.

Keuntungan menggunakan perhitungan secara tidak langsung ialah metode tersebut hanya dapat menghitung jumlah mikroorganisme yang hidup atau sel yang hidup. Tidak seperti perhitungan secara langsung, seluruh mikroorganisme baik yang mati maupun hidup dihitung seluruhnya (Lay 1994). Kelemahan utama metode tersebut adalah keselektifannya sehingga hasil perhitungan kadang kala menjadi bias. Kondisi pertumbuha bakteri, termasuk komposisi media yang digunakan, waktu inkubasi, suhu, dan Ph, sangat menentukan jenis bakteri yang dapat tumbuh dari seluruh populasi yang ada. Tidak ada satu kondisi yang universal untuk membuat seluruh mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik. Contoh yang alami, misalnya pada tanah yang mengadung berbagai jenis microorganisme, tidak mungkin untuk menghitung semua mikroorganisme yang terkandung didalamnya dengan cara viable plating tersebut. Kekurangan tersebut dapat menjadi suatu keunggulan jika kita ingin menghitung populasi mikroorganisme spesifik. Sebagai contoh, kita dapat mendesain prosedur yang selektif untuk menghitung bakteri koliform atau kelompok mikroorganisme fisiologis lainnya (Harmita 2006).

Simpulan Berdasarkan data dan hasil pengamatan dapat disimpulakan bahwa praktikan dapat mengetahui dan membandingkan jumlah sel yang terdapat pada sample. Hail yang didapatkan ialah 8,7x109 CFU/ml untuk sample air cucian sayur dengan faktor pengenceran 10-7. Sedangkan sample lainnya telah tumbuh terlalu banyak bakteri sehingga TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung).

Daftar Pustaka Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius (halaman : 140) Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC (halaman : 125-129) Lay B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada (halaman : 126) Singleton Paul.2006. Dictionary of Microbiology And Molecular Biology Third Edition. England : John wiley & Sons Inc. (halaman : 475) Skou Torben dan Sogaard Jensen Gunnar. 2007. Microbiologi. Englang : Forfattern Og Systime. (halaman : 8)

Proses sterilisasi sangat penting dibutuhkan sebelum memulai maupun mengakhiri sebuah pekerjaan di laboratorium. Alkohol 70% yang disemprotkan pada tangan dan meja, bahkan tangan pun sebelumnya harus dicuci dengan sabun terlebih dahulu. Hal tersebut berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang tak diinginkan agar mendapatkan pengukuran yang akurat. Setelah itu, Haemocytometer Neubour dibasahi dengan alcohol 70% untuk membersihkan alat tersebut dari kotoran maupun mikroorganisme, karena pada saat diamati di bawah mikroskop alat harus bersih dan steril agar pengamatan terlihat jelas oleh mata dan mempermudah perhitungan mikroba. Tersedia banyak teknik di dalam laboratorium untuk mengukur pertumbuhan mikroba . Alat-alat yang ada tersebut berkisar dari peralatan yang masih sederhana seperti sebuah kaca objek dengan olesan yang diwarnai. Selain itu, terdapat pula metode-metode yang lain dalam pengukuran pertumbuhan mikroba, misalnya dengan metode hitung cawan, pengukuran kekeruhan dari suatu suspensi, pengukuran dengan menggunakan membran atau filter molecular dan penentuan berat. Suatu bakteri juga dapat dihitung secara elektronik yaitu dengan cara memasukkan biakan melalui lubang yang sangat kecil pada alat penghitung partikel counter. Alat penghitung tersebut dapat dipakai secara rutin untuk memecah sel darah, namun dapat pula disesuaikan untuk memecah bakteri (Volk 1993). Penentuan jumlah bakteri yang ada dalam suatu medium maka dapat digunakan beberapa cara meliputi jumlah bakteri secara keseluruhan (total cell count). Pada cara tersebut dihitung semua bakteri yang ada dalm suatu medium biakan baik yang hidup maupun yang mati. Jumlah bakteri yang hidup (viable count). Cara tersebut menggambarkan jumlah sel yang hidup saja, sehingga lebih tepat jika dibandingkan dengan cara sebelumnya. Namun metode hitung langsung menggunakan Haemocytometer Neubour menggunakan cara total cell count (Lay 1994) Haemocytometer Neubour atau Hemositometer ialah perangkat atau alat yang berfungsi untuk perhitungan sel darah. Saat ini juga banyak digunakan untuk menghitung jumlah sel serta partikel mikroskopis lainnya. Haemocytometer tersebut ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari sebuah slide mikroskop kaca tebal dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. Ruangan atau kamar tersebut diukir dengan laser grid tergores garis tegak lurus. Perangkat tersebut dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui dan kedalaman ruang tersebut telah diketahui. Oleh karena itu, alat tersebut berguna untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam suatu volume cairan tertentu, sehingga dapat menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan (Kurniawan 2010). Haemocytometer Neubour sering digunakan untuk menghitung sel-sel darah, organel dalam sel, sel-sel darah dalam cairan tulang punggung ke otak setelah melakukan tusukan lumbal, atau jenis sel lain di suspense (Kurniawan 2010). Setelah Haemocytometer Neubour dibersihkan dengan alcohol dan setelah mikroskop dihidupkan, Haemocytometer Neubour diletakkan di atas meja objectif. Kemudian mikroskop di atur dengan intensitas cahaya yang rendah atau redup sehingga garis-garis yang terletak pada kamar Haemocytometer Neubour dapat terlihat jelas. Apabila cahaya mikroskop terlalu terang, maka garis-

garis pada Haemocytometer Neubour yang tipis sekali tidak akan terluhat karena dikalahkan oleh sinar yang lebih besar. Selain cahaya, faktor perbesaran mikroskop juga berpengaruh. Kamar Haemocytometer Neubour baik di bagian bawah maupun atas akn terlihat dalam perbesaran 4x10 dan pada percobaan terlihat jelas kamar bagian atas. Pada pebesaran tersebut, akan terlihat kotak-kotak berukuran besar sebanyak 25 kotak. Setiap satu kotak besar berukuran 1 mm2. Mikroorganisme yang dihitung oleh Haemocytometer Neubour ialah khamir. Khamir ialah organism eukariota, uniselular, heterotrof yang termasuk dalam kingdom Eumycota dan keberadaannnya tersebar pada berbagai habitat. Salah satu habitat khamir adalah perairan. Khamir dapat ditemukan pada perairan tawar, perairan mangrove maupun perairan laut (Retno 2009). Setelah itu, khamir akan diteteskan pada kamar bagian atas Haemocytometer Neubour dengan volume tertentu menggunakan mikropipet, namun sebelumnya khamir telah ditambahkan Na2EDTA untuk anti gumpal sehingga dapat mempermudah perhitungan. Lalu ditutup bagian kamar yang sudah diletakkan khamir dengan kaca tipis. Perbesaran 40 kali pada mikroskop akan menghasilkan gambar yang buram, sehingga diperlukan perbesaran yang lebih yaitu 10x10. Perbesaran 100 kali, tentu akan menghasilkan gambar yang terlihat jelas terutama pada bagian kamar Haemocytometer Neubour. Gambar yang terlihat jelas tersebut didapatkan dengan mengatur kenop mikro yang ada pada bagian samping mikroskop sehingga gambar terlihat focus dan tentu dengan bantuan cahaya yang sedikit redup. Satu kotak besar yang menyusun kamar, terdapat 16 kotak kecil didalamnya sehingga kotak kecil dalam kamar berjumlah 400 buah. Setelah khamir yang berhamburan pada kamar Haemocytometer Neubour terlihat jelas, maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan alat bantu perhitungan jumlah mikroorganisme yang sedang diamati di bawah mikroskop. Khamir akan memecah dan membentuk sel atau bulatan-bulatn kecil yang memisah satu sama lain. Lalu ada juga yang bergabung dari dua sampai tiga sel menjadi satu sel saja membentuk koloni, namun jika koloni tersebut masih terlihat gabungan beberapa sel, koloni tersebut tetap dihitung tiga sel, bukan satu sel. Perhitungan pun juga berdasarkan bentuk X pada kamar atu diagonal kanan dan diagonal kiri. Perhitungan hanya dilakukan pada diagonal tersebut saja. Perhitungan mendapatkan hasil diagonal kanan dari atas ke bawah berturut-turut terdapat khamir sebanyak 18, 25, 30, 22 dan 55, sedangkan untuk diagonak kiri dari atas ke bawah berturut-turut terdapat khamir sebanyak 30, 31, 30, 35 dan 27. Perhitungan dilakukan denga rumus seperti perhitungan pada data dan hasil pengamatan, yaitu Jumlah sel/ml = jumlah sel x 25 x 1 x 103 n 0,1

Jumlah sel yang telah dihitung dalam percobaan ialah 309 sel. Sedangkan n adalah banyaknya sl yaitu 10. 25 yaitu jumlah kotak besar yang ada di kamar Haemocytometer Neubour. 103 ialah konversi dari 1 liter menjadi 1000 ml atau 103 mililiter. Setelah melakukan perhitungan, terdapat 7,725 x 106 sel/ml sel khamir pada kamar bagian atas Haemocytometer Neubour secara diagonal kanan dan diagonal kiri. Jumlah tersebut menunjukkan terdapat tujuh juta lebih khamir yang terdapat dalam kamar Haemocytometer Neubour yang sangat kecil tersebut.

Haemocytometer Neubour memiliki kelemahan dan kelebihan dalam penggunaannya dalam proses perhitungan bakteri secara langsug. Kelebihannnya antara lain ialah cepat dalam menghasilkan data dan tak perlu menunggu lama, serta datanya atau jumlah selnya langsung didapat pada saat itu juga setelah menghitung menggunakan rumusnya dan menghemat biaya. Sedangkan kelemahannya ialah tidak dapat membedakan antara sel yang mati dengan yang hidup karena perhitungannya secara keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak akurat karena setiap pengamat memiliki mata yang berbeda-beda dan terdapat keterbatasan dalam melihat serta menghitung sel yang ada dalam kamar Haemocytometer Neubour. Sebaiknya menggunakan alat yang lebih canggih lagi dalam perhitungan jumlah sel karena setiap peralatan elektronik memilki kesensitifan yang tinggi dibandingkan dengan mata manusia, seperti lat particle count.

Simpulan Berdasarkan data dan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa praktikan dapat megetahui cara perhitungan mikroba secara langsung. Terdapat 7,725 x 106 sel/ml sel khamir yag terdapat di kamar Haemocytometer Neubour secara diagonal kanan dan diagonal kiri.

Daftar Pustaka Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius (halaman : 140) Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC (halaman : 125) Kurniawan Sodikin . 2010, Haemocytometer. [terhubung berkala]. http://www.sodiycxacun.web.id/2010/08/haemocytometer.html#axzz1ZS1O7adR. [29 September 2011 : 16 :50] Lay B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Retno Anisa. 2009. Identifikasi Khamir. [terhubung berkala]. www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/...003...Identifikasi%20khamir.pdf [29 September 2011, 17 : 29] Singleton Paul.2006. Dictionary of Microbiology And Molecular Biology Third Edition. England : John wiley & Sons Inc. (halaman : 475) Skou Torben dan Sogaard Jensen Gunnar. 2007. Microbiologi. Englang : Forfattern Og Systime. (halaman : 8)

Volk. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Erlangga. Diposkan 2nd October oleh Alex Kimia

4.1 Hasil Dari hasil percobaan yang telah dilakukan sesuai dengan metode di atas maka di dapatkan hasilnya adalah sebagai berikut : Perhitungan Koloni Bakteri (Kelompok 8) No. Pengenceran Jumlah Koloni E.Colli Pengenceran 101 Pengenceran 10-2 Jumlah koloni (SPC) dengan sampel susu sapi yang di setrilisasi dengan suhu 370C dengan pengenceran 1o-1 jumlah koloni yang didapati 19, dan dengan pengenceran 10-2 junlah koloni yang didapati adalah 37 per ml = Jumlah koloni/pesteilisasi Jumlah koloni 1/pengenceran Penyelesaian 1. 2. 191/10-1 =190/19.10-1 CFV/ml 371/10-2 =3.700 CFV/ml atau 37.102 CFV/ml

4.2 Pembahasan Metode hitungan cawan dilaksanakan dengan mengencerkan sampel suspensi bakteri Escherichia Coli dan Lactobacillus Acid kedalam larutan garam fisiologi (NaCl) 0,85 %. Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1993). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah meikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung (Waluyo, 2004).

Larutan yang digunakan untuk pengenceran harus memilki sifat osmotik yang sama dengan keadaan lingkungan asal mikrobia untuk menghindari rusaknya sel, selain itu juga harus dijaga agar tidak terjadi perbanyakan sel selama pengenceran. Selain menggunakan larutan garam fisiologi (NaCl) 0,85 %, pengenceran juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan fosfat buffer, larutan Ringer, atau akuades. Namun penggunaan akuades sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan rusaknya sel akibat perbedaan tekanan osmotik, karenanya pelaksanaan pengencerannya harus cepat. Kedalam larutan pengencer juga dapat ditambahkan butir-butir gelas (glass beads) atau pasir putih yang disterilisasi bersama dengan larutan tersebut untuk melarutkan bahan yang sukar larut.

Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Dan yang diplating dan diamati adalah pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5. Hal ini karena diperkirakan koloni yang terbentuk oleh Escherichia Coli berada pada jumlah yang dapat dihitung pada pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal.

Selanjutnya dari masing-masing tabung pengenceran diambil 1 ml untuk dilakukan penanaman atau plating pada media NA secara aseptik. Plating atau penanaman bakteri adalah proses pemindahan bakteri dari medium lama ke medium baru (Dwidjoseputro, 1978). Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan. (Fardiaz, 1993).

Media NA digunakan karena merupakan media yang paling cocok untuk kultur bakteri. Selanjutnya cawan petri diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37 C dalam keadaan terbalik. Cawan petri diinkubasi dalam keadaan terbalik untuk menghindari kontaminasi dari air yang mengembun diatas cawan petri yang mungkin menetes jika cawan petri diletakan pada posisi normal. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata.

Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan perhitungan koloni bakteri Escherichia Coli dari kelompok 5 hasil perhitungannya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran semakin sedikit jumlah bakteri. Namun pada perhitungan koloni bakteri Lactobacillus Acid kelompok 5 mengalami kegagalan, karena jumlah bakteri berbanding lurus dengan tingkat pengenceran. Hal ini disebabkan terjadinya kontaminan yang berasal dari alat yang digunakan, praktikan ataupun udara. Selain itu bisa juga

disebabkan oleh kurangnya kecermatan dan ketelitian praktikan baik dalam proses praktikum ataupun perhitungan.

Dari hasil didapat bahwa jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam 1 ml kultur E. Coli sampel adalah 188 x 1012 koloni. Menurut Dwidjoseputro (1978), Escherichia Coli mengadakan divisio atau pembelahan biner sel setiap 20 menit. Berdasarkan hal itu, maka dapat diperkirakan jumlah E. Coli setelah 2 hari adalah 2 x 272. Sedangkan jumlah koloni bakteri Lactobacillus Acid dari hasil perhitungan adalah 401 x 1012. Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu (Fardiaz, 1993) : 1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni. 2. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda 3. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar 4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung. BABA V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah tertera di atas dapat di ambi beberapa kesimpulan yaitu : 1. Pengenceran merupakan salah satu faktor yang penting dalam penghitungan koloni.

2. Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri. 3. Media NA digunakan karena merupakan media yang paling cocok untuk kultur bakteri.

4. Koloni adalah kumpulan dari mikrobia yang memilki kesamaan sifat-sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya 5.2 Saran Sebaiknya proses praktikum dilakukan dengan lebih aseptis untuk mengurangi kontaminan agar data yang didapat lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan; Jakarta. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta. Schlegel, H., G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta. Suriawiria, Unus. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa; Bandung.

Anda mungkin juga menyukai