Anda di halaman 1dari 9

I.

DASAR TEORI
1. Emosi
Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu atau khusus, diikuti
dengan perilaku approach atau avoidance terhadap sesuatu yang disertai reaksi fisiologis,
sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang emosi (Passer & Smith,
2008). Dalam Passer & Smith (2008) emosi terdiri atas empat komponen yang dimulai dari
eliciting stimuli (stimulus yang datang pertama kali), dilanjutkan dengan cognitive
appraisal (penilaian dari sisi kognisi), physiological responses (respon fisiologis seperti
perubahan detak jantung), expressive behaviors (perubahan mimik wajah), dan
instrumental behaviors (kecenderungan perilaku selanjutnya yang saling berhubungan).
Oatley & Jenkins (2006) menyimpulkan mood dan emosi memiliki efek terhadap
fungsi kognitif, diantaranya sebagai berikut: efek perseptual, kualitas perhatian, emosi dan
ingatan, serta efek mood dan emosi pada penilaian. Empat kategorisasi emosi mood
menurut Jonathan Haidt dalam Oatley & Jenkins (2006)
1. Harm-related emotions
2. Self-critical emotions
3. Other praising emotions
4. Other condemning emotions
Sternberg & Salovery (1997) dalam Goleman (1995) mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri, yang merupakan
kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi
itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang
tinggi atas perasaan sesungguhnya kemudian mengambil keputusan-keputusan secara
mantap. Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk
mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat
mempengaruhi perilakunya.

2. Teori-Teori Emosi
a.

The James-Lange Somatic Theory


Emosi muncul akibat reaksi sistem saraf terhadap tubuh. Sistem saraf membentuk
reaksi-reaksi psikologi seperti ketegangan, detak jantung yang meningkat, keringat

dan bibir kering. Hasil dari perubahan-perubahan psikologis tersebut menimbulkan


emosi
b.

The Cannon-Bard Theory


Pengalaman emosi subjektif dan reaksi fisiologis tidak saling mempengaruhi tetapi
merupakan respon mandiri terhadap situasi yang menimbulkan emosi.

c.

The Role of Automatic Feedback


Timbulnya feedback dari tubuh diperlukan untuk mengungkapkan emosi dengan kuat.

d.

The Role of Expressive Behavior


Sensory input merupakan rute pertama pada area subcortical otak yang mengontrol
otot-otot wajah.

e.

Cognitive-Affective Theories
Bagaimana kognisi dan respon fisiologis saling berinteraksi.

3. Sifat Dasar Emosi


1. Emosi dipicu oleh stimulus yang datang dari internal maupun eksternal.
2. Respon emosional merupakan hasil dari penilaian kita terhadap stimulus.
3. Tubuh kita menanggapi penilaian kita secara fisiologis.
4. Emosi termasuk kecenderungan perilaku.

4. Bentuk Emosi
Heider (1991, dalam Parrot, 2001) menggolongkan emosi ke dalam 44 kluster.
Antara lain surprise, happy, desire (interest/liking), love, offended, belonging, dsb.
Sedangkan Ekman dan Friesen (dalam Passer & Smith, 2008) mengelompokkan emosi ke
dalam:
a.

Emosi negatif (jijik dan sedih)

b.

Bukan emosi positif atau negatif (terkejut, takut, marah)

c.

Emosi positif (bahagia)


Tomkins (1962, dalam Parrot, 2001) mengasumsikan ada delapan emosi atau afek

dasar. Afek positif meliputi interest, surprise, dan joy. Sedangkan afek negatif meliputi
anguish, fear, shame, disgust, dan rage.

Widyarani, 2010 dalam artikelnya menyebutkan bahwa terdapat dua jenisemosi, yaitu
emosi positif dan emosi negatif. Waspada, benci, jijik, sedih dan ngeri termasuk dalam
jenis emosi negatif. Sementara gembira, menerima, heran, dan takjub termasuk dalam jenis
positif. Interpretasi individu terhadap sensasi yang muncul dapat menentukan makna dari
emosi. Sebagai contoh melalui proses interpretasi melalui pengalaman mental, kita mampu
memahami mengapa kita marah dan makna-makna lain dari kemarahan kita.
Keadaan emosi seseorang biasanya direfleksikan melalui ekspresi wajah (Rathus,
1986). Kondisi emosi biasanya tampak pada ekspresi wajah, dari ekspresi wajah tersebut
dapat memberikan informasi dari emosi yang dirasakan (Gelhorn, Izard, Tomkins dalam
Huffman, dkk., 1991). Ekspresi wajah tersebut bisa dicontohkan seperti tersenyum.
Seseorang yang tersenyum akan memberikan gambaran kepada orang lain bahwa kondisi
emosinya adalah positif (Hasanat, 2010). Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa
dengan tersenyum akan memebrikan informasi kondisi emosi seseorang, maka dengan
tersenyum seseorang tentu bahagia. Selain itu, perubahan wajah tidak hanya melibatkan
hubungan dengan emosi dan membuat emosi semakin mendalam, namun juga merupakan
penyebab munculnya emosi (Adelman & Zajonc dalam Huffman, dkk., 1991; Strack, dkk.,
1988). Seseorang merasakan suatu emosi akibat ekpresi wajahnya sehingga emosi adalah
persepsi terhadap reaksi tubuh (dalam Huffman, dkk., 1991). Kemudian pada teori Darwin
dijelaskan bahwa ekpresi wajah memiliki pengaruh langsung terhadap pengalaman emosi
(Kleinke & Walton, 1982). Emosi bersifat sosial melalui penilaian dari tujuan individu
individu merasa senang ketika dikelilingi oleh teman dan melalui hasil hubungan sosial
ekspresi senyum menandai individu siap untuk diajak kerjasama. (Purnamaningsih, 2011)

5. Ekspresi Emosi
Emosi dalam bentuk positif dan negatif seringkali diwujudkan dalam bentuk
ekspresi wajah, gerakan tubuh, maupun melalui tinggi nada dan intonasi suara. Ekspresi
emosi yang ditunjukkan merupakan perwujudan dari apa yang dirasakan dalam benak
individu maupun penghantar individu dalam berinteraksi sosial dengan orang lain
(Prawitasari, 2000). Darwin dalam Jack et al, 2012 mengutarakan pendapat bahwa emosi
marah, terkejut, bahagia, jijik, takut, dan sedih tertuang dalam ekspresi wajah individu yang
dapat dilihat oleh individu lain yang bersifat universal. Senyuman secara universal dapat

diartikan sebagai bentuk ekspresi yang positif, ramah, dan hangat (Dess, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasanat & Kurniawan pada tahun 2008,
terdapat tujuh ekspresi emosi yang terdiri atas terdiam, menghindari kondisi yang
menyebabkan emosi, mengabaikan, mencari akar penyebab permasalahan, tidak
melakukan aktivitas, mencari dukungan dan meluapkan. Individu cenderung mudah untuk
mengenali dan menginterpretasi ekspresi wajah individu lain ketika individu lain terkejut
dan gembira daripada mengenali serta menginterpretasi ekspresi individu lain ketika takut,
jijik, sedih, dan marah (Martinez & Du, 2012)

a) Ekspresi Emosi Positif


Menurut Rathus (1986), biasanya keadaan emosi seseorang direfleksikan melalui
ekspresi wajah Jika kondisi emosi seseorang positif, maka kemungkinan dia akan
tersenyum. Akan tetapi, perubahan ekspresi wajah tidak hanya berhubungan dengan emosi
dan membuat emosi semakin mendalam, melainkan juga merupakan penyebab munculnya
emosi itu sendiri. Kemudian, Goleman (2006) mengatakan bahwa ekspresi emosi positif
merupakan suatu perasaan menyenangkan dan pikiran-pikiran yang khas sebagai suatu
keadaan biologis dan psikologis dari kesenangan tersebut. Jadi, ekspresi emosi positif
adalah emosi yang menimbulkan perasaan positif bagi yang mengalaminya sehingga
merupakan emosi yang harus dipupuk. Ekspresi emosi positif seperti cinta merupakan
seseutau yang memang ada sedang bayi. Pada masa remaja, ekspresi cinta ini ditunjukkan
kepada lawan jenis sedangkan pada bayi, ekspresi cinta ini telah dilatih dari orang tua ke
anak-anaknya.
Menurut Watson (dalam Compton, 2005), emosi positif identik dengan ekspresiekspresi emosi yang menyenangkan serta menunjukkan fulfilling of life, sebuah rasa
penuh atau puas dalam hidup. Ada tiga dimensi emosi positif, yaitu :
a. Joviality
Joviality terkait dengan kebahagian, kegembiraan, serta antusiasme individu dalam
menjalani kehidupannya.
b. Assurance
Assurance berkaitan dengan kepercayaan diri dan keberanian untuk menghadapi
tantangan dalam hidup.

c. Attentiveness
Attentiveness berhubungan dengan kewaspadaan, konsentrasi, dan bertujuan untuk
mengembangkan tujuan hidup.
Sedangkan menurut Hude (2006), Ekspresi emosi positif adalah ekspresi yang
menyenangkan dan diinginkan oleh setiap orang (Hude, 2006). Menurut Hude (2006)
ekspresi emosi positif dapat dicontohkan seperti cinta, gembira dan bahagia, euforia, dll.
Tidak hanya itu, objek cinta ini tidak hanya sebatas untuk manusia, namun bisa juga kepada
Tuhan, harta, hasil karya, kesucian (Hude, 2006). Selain itu, pada teori Maslow dijelaskan
juga tentang teori hierarki kebutuhan yang menempatkan cinta pada tingkatan hierarki
ketiga, hal tersebut terbukti bahwa cinta merupakan kebutuhan alamiah manusia (Hude,
2006).
Kemudian, ekspresi emosi potifif yang lainnya adalah gembira dan bahagia. Emosi
ini biasanya merupakan sesuatu yang melahirkan kesenangan dalam kehidupannya.
Kesenangan tersebut dapat berwujud material atau nonmaterial. Hal tersebut tergantung
persepsi dari masing-masing individu (Hude, 2006). Dan yang ketiga ekspresi emosi positif
adalah euforia. Euforia didefinisikan sebagai perasaan senang yang berlebihan yang terjadi
karena pengaruh emosi yang sangat kuat (Hude, 2006).

b) Ekspresi Emosi Negatif


Goleman (2002) mengatakan emosi dasar negatif adalah perasaan individu yang
dirasakan kurang menyenangkan (ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kebencian,
kemarahan) yang berlebihan yang dapat membuat individu bertindak dengan sangat tidak
rasional atau diluar kontrol. Goleman (2002) membagi emosi dasar negatif atas:
1. Marah
Yaitu reaksi emosional yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang,
termasuk ancaman, pengekangan diri, serangan, kekecewaan atau frustasi dan dicirikan
oleh reaksi yang kuat pada sistem saraf. Ekspresi marah ditandai dengan adanya ciri-ciri
kulit wajah yang memerah, sudut mata yang melebar, urat memerah dimata, mengatupnya
rahang, tangan yang mengepal, suara dan lengan yang gemetaran, jantung berdebar keras,

dada terasa sesak, kepala seperti berdenyut, muka terasa panas, peredaran darah cepat, dan
sukar berbicara.

2. Jijik atau muak


Merupakan suatu sikap yang sangat menolak atau menentang, penuh sakit hati serta
ada keinginan yang kuat untuk menimbulkan derita pada objek yang tidak disukai. Ekspresi
jijik/muak yaitu bibir atas memonyong ke samping sedang hidung mengerut sedikit,
menutup cuping hidung atau meludahkan makanan, senyum menyeringai atau isolasi dari
masyarakat.
Rasa jijik/muak memunculkan pola reaksi yang kaku, muntah, menghindari kontak
dengan substansi yang menyebabkan rasa jijik/muak, sulit untuk menyenangi atau
menghargai apa yang orang lain, secara individu atau normatif dalam budaya atau
subbudaya lain, adalah menyenangkan atau berharga.

3. Malu
Malu merupakan suatu kondisi kegelisahan, tidak menyenangkan dan terhambat,
disebabkan oleh kehadiran orang lain. Rasa malu diekspresikan dengan bersembunyi,
menghindari orang yang membuat kita merasa malu, menyembunyikan kebenaran, bunuh
diri, mengucilkan diri dari hubungan sosial, sulit menjalin persahabatan atau bertemu
dengan orang lain yang baru dikenal, sulit mengatakan perasaan, tidak berani memprotes
pandangan orang lain yang salah mengenai dirinya, enggan memperlihatkan
kemampuannya, menunduk dan terlalu kaku.

4. Rasa bersalah
Rasa bersalah merupakan perasaan emosional yang berasosiasi dengan realisasi
bahwa seseorang telah melanggar peraturan sosial, moral atau etis dan susila. Rasa bersalah
diekspresikan lewat proyeksi atau isolasi diri, menderita dan tidak dapat menyesuaikan diri,
menebus kesalahan di depan umum, menggunakan apa yang dirasakan, permintaan maaf,
mengambil hati orang yang menyebabkan kita merasa bersalah atau bunuh diri.

5. Sedih
Sedih merupakan suatu keadaan kemurungan, kesedihan, patah semangat yang
ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi
masa yang akan datang. Ekspresi sedih adalah menangis, apatis, tidak bersemangat dalam
hidup, sering bernafas panjang sebagai respon dari kesedihannya, depresi dan bunuh diri.

6. Takut
Takut adalah suatu reaksi emosional yang kuat, mencakup perasaan subjektif,
penuh ketidaksenangan dan keinginan untuk melarikan diri atau bersembunyi, disertai
kegiatan penuh perhatian. Ketakutan ini merupakan satu reaksi terhadap satu bahaya yang
tengah dihadapi atau khawatir karena mengantisipasi satu bahaya.
Ekspresi rasa takut adalah menjerit, melarikan diri, menghindar, pucat, berkeringat,
sembunyi, buang air, muntah, lemas, gemetar, nafas memburu, denyut jantung meningkat,
air liur mengering, bulu roma berdiri, dan otot-otot menegang.

II.

PERILAKU TARGET
A. Perilaku Molar
Ekspresi emosi pada pengemis usia anak-anak saat traffic light menyala merah dan hijau.

B. Perilaku Molekular
1. Aspek I: Ekspresi Emosi Positif
a) Indikator: Ekspresi Wajah
- Tersenyum ketika bertemu orang lain
- Membalas sapaan dengan senyuman
- Tertawa ketika sedang bercanda dengan teman
- Tertawa dengan lepas
- Tertawa saat ada sesuatu yang dianggap lucu

b) Indikator: Interaksi
- Adanya kontak mata antara subjek dengan orang lain
- Adanya sentuhan fisik dengan orang lain

- Menyapa saat bertemu dengan orang lain


- Berbicara mudah dan lancar dengan orang lain
- Meminta izin untuk meninggalkan pembicaraan

c) Indikator: keantusiasan
- Mendengarkan orang lain
- Mengutarakan pendapat
- Memperhatikan lawan bicara ketika berinteraksi

2. Aspek II: Ekspresi Emosi Negatif


a) Indikator: Ekspresi Wajah
1. Kulit wajah terlihat memerah
2. Mengatupnya rahang
3. Senyum menyeringai
4. Bibir bagian atas ditarik ke samping
5. Hidung mengerut sedikit
6. Menundukkan wajah ketika bertemu orang lain
7. Wajah cemberut
8. Mengambil nafas panjang
9. Wajah pucat
10. Nafas tersengal-sengal

b) Indikator: Interaksi
- Tidak melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya
- Tidak ada sentuhan fisik namun tangan mengepal ketika berinteraksi dengan orang
lain
- Menghindar saat bertemu orang lain
- Sukar berbicara dengan orang lain
- Tidak meminta izin ketika mengakhiri pembicaraan

c) Indikator: keantusiasan
- Tidak mendengarkan orang lain
- Jarang mengutarakan pendapat
- Tidak memperhatikan lawan bicara/lain-lain saat berinteraksi dengan lawan bicara

III.

METODE
A. Metode Pengamatan
Metode pengamatan yang dilakukan adalah metode observasi non-partisipan,
dimana penelitri tidak terlibat aktif dalam melakukan aktivitas subjek yang diteliti.
Tujuan dari metode ini agar mendapat data yang natural dari perilaku yang dilakukan
subjek. Pengamatan dilakukan dalam kurun waktu 15 menit.

B. Metode Pencatatan
Metode pencatatan yang dilakukan adalah dengan anecdotal record yaitu dengan
mencatat data apa adanya, sesuai dengan urutan kejadian nyata dan melaporkan apa pun
kejadian penting yang terjadi dalam observasi. Tujuannya penggunaan metode ini agar
peneliti tidak kehilangan setiap momen penting saat observasi dan agar data yang
dikumpulkan lebih objektif.

Anda mungkin juga menyukai