KASUS
I.
Identitas Pasien
Nama
Ny. N
Umur
33 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Status Pernikahan
Sudah menikah
Alamat
Jl. Batuppi
Tanggal MRS
27 April 2014
RM
660913
II.
Anamnesis
Keluhan Utama
: Kesadaran menurun
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk RSWS dengan riwayat
post partum 20 hari yang lalu. Rujukan dari RSUD Bulukumba dengan diagnosa
Suspek Trauma Buli-Buli. Riwayat sulit BAK sejak 1 hari post partum. Riwayat
melahirkan di rumah ditolong bidan. Riwayat didorong-dorong saat persalinan.
BAK warna merah sejak terpasang kateter di RSUD Bulukumba. Riwayat
hipertensi (-), diabetes mellitus (-), alergi obat (-), riwayat asma (-), Tuberculosis
(-). Riwayat melahirkan bayi dengan berat bayi lahir 3100gram.
III.
Pemeriksaan Fisis
Status generalis:
Sakit berat/Gizi cukup/Compos mentis
Primary Survey
Airway: paten.
Secondary Survey
Kepala :
- Mata
- Telinga
- Hidung
- Bibir
- Lidah
Leher :
- Inspeksi
- Palpasi
Thorax :
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
kedua hemithorax
: Sonor. Batas paru hepar ICS V kanan.
: Vesikuler. BT: Wh-/-, Rh-/-
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
:
:
:
Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi
steifung (-).
: Peristaltik (+) kesan menurun.
: Nyeri tekan (+), defans muscular (-), massa tumor
- Perkusi
Vertebra
- Inspeksi
- Palpasi
Inspeksi
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin
5,3
Hematokrit
15,7
Leukosit
7700
Trombosit
162000
MCV/ VER
86
MCH/ HER
29,0
MCHC/ KHER
33,6
Hemostasis
PT
18,9
13,3
APTT
36,8
32,3
Natrium
148
155
Kalium
4,6
4,4
Klorida
127
120
Elektrolit
Kimia darah
Ureum
105
Kreatinin
5,4
SGOT
13
SGPT
GDS
39
173
Hasil
Rujukan
pH
7,363
7,35-7,45
pCO2
20,0
35-45
SO2
98,2
95-98
PO2
221,0
80-100
HCO3
11,5
22-28
ctO2
7,4
TCO2
12,1
23-27
BE
-14,1
-2 s/d +2
Diagnosis
- Kesadaran Menurun ec. Syok Hipovolemik
- Perdarahan Intravesical ec. Susp. Trauma Buli-Buli
VI.
Penatalaksanaan
Airway
Breathing
Circulation
Drug
VII.
Resume
Dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk RSWS dengan riwayat
post partum 20 hari yang lalu. Rujukan dari RSUD Bulukumba dengan diagnosa
Suspek Trauma Buli-Buli. Riwayat sulit BAK sejak 1 hari post partum. Riwayat
melahirkan di rumah ditolong bidan. Riwayat didorong-dorong saat persalinan.
BAK warna merah sejak terpasang kateter di RSUD Bulukumba. Riwayat
hipertensi (-), diabetes mellitus (-), alergi obat (-), riwayat asma (-), Tuberculosis
(-). Riwayat melahirkan bayi dengan berat bayi lahir 3100gram.
Pada pemeriksaan fisis pasien tampak sakit berat, gizi baik, compos
mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 24x/menit ,
suhu 36.7C (axilla). Pada pemeriksaan thoraks didapatkan normochest, bunyi
pernapasan thoraco abdominal, hematom (-), ronkhi -/-, wheezing -/-. Pada
pemeriksaan jantung, bunyi jantung I/II murni reguler. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan distended (-), pekak, shifting dullnes (-), peristaltik (+) kesan
normal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SYOK
I. Pendahuluan
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan
perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.
Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme
energi sel menjadi anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk
waktu yang terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ
vital. Kematian karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan
nutrisi dan metabolism sel. 1
Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis
terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi
jenis syok menjadi 4 antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik,
syok neurogenik.2,3
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan
darah yang cepat (syok hemoragik). Kehilangan darah dari luar yang akut akibat
trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan dua
penyebab yang paling sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat
merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga
dada dan rongga abdomen.
Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun
laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan.
Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditangani. Syok
mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan
pemahaman tentang patofisiologi syok.4 Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki
gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.5
II. Etiologi
Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh :
- Kehilangan darah/syok hemoragik
III. Patogenesis
Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi.
Tubuh secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ
non vital dan dengan demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup
menerima aliran darah. Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan
denyut nadi akan turun akibat rangsang baroreseptor di aortik arch dan
atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf
simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat,
terjadi vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ nonvital, seperti
di kulit, saluran cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga
teraktivasi akibat perdarahan akut ini, dimana akan terjadi pelepasan hormon
kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan betaendorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin, yang akan
meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas
renin, menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan
pelepasan aldosteron dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali.
Hiperglikemia
sering
terjadi
saat
perdarahan
akut,
karena
proses
Penemuan Klinis
Pengelolaan
Kelas I : kehilangan
EBV
Kelas II : kehilangan
Takikardi (>120
volume darah 15 30 %
EBV
kali/menit), penurunan
cc/jam)
Takikardi (>120
volume darah 30 - 40 %
EBV
kali/menit), perubahan
15 cc/jam)
Takikardi (>140
EBV
kali/menit), perubahan
Penatalaksanaan syok
Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisiknya diarahkan lepada diagnosis cedera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital
awal (baseline recordings) penting untuk memantau respons penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin,
dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita mengijinkan.8
1) Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.8
2) Circulation (Sirkulasi Kontrol Perdarahan)
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya
mengurus
prioritas-prioritas
untuk
menyelamatkan
10
c.
11
dikenal sebagai hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Namun lebih penting untuk
menilai respons penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan
oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat
kesadaran dan perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang
diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh
melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan
perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syok.8
1000-2000
ml
dalam 1 jam
Hemodinamik baik
Hemodinamik buruk
Hemodinamik baik
Hemodinamik buruk
C
A
12
perdarahan masih
berlangsung terus (continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu
lama dan anemia terlalu berat, sehingga terjadi hipoksia jaringan.7
Pada jam pertama setelah perdarahan, apabila diukur Hb atau Ht, hasil
yang diperoleh mungkin masih normal. Harga Hb yang benar adalah hasil yang
diukur setelah penderita kembali normovolemia dengan pemberian cairan.
Penderita dalam keadaan anestesi, dengan nafas buatan atau dengan hipotermia,
dapat mentolerir hematokrit 10 15%. Tetapi pada penderita biasa, sadar, dan
dengan nafas sendiri, memerlukan Hb 8 gr/dL atau lebih agar cadangan
kompensasinya tidak terkuras habis.7
a. Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya
Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan
patokan berat badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah
kira-kira 7% dari berat badan. Dengan demikian laki-laki yang berat 70 kg,
mempunyai volume darah yang beredar kira-kira 5 liter. Bila penderita gemuk
maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan berdasarkan berat badan
idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya, hasilnya
mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8%
sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg).8
Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 70
ml/kg berat badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik.
Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat.
Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk sementara
dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang
13
dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 2 4 x volume
yang hilang.7
Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria Traumatic
Status dari Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah infusi, cairan
Ringer Laktat akan meresap keluar vaskular menuju interstitial. Demikian sampai
terjadi keseimbangan baru antara Volume Plasma/Intravascular Fluid (IVF) dan
Interstitial Fluid (ISF). Ekspansi ISF ini merupakan interstitial edema yang tidak
berbahaya. Bahaya edema paru dan edema otak dapat terjadi jika semula organorgan tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan terjadi diuresis
spontan. Jika keadaan terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan
furosemid setelah transfusi diberikan.7
Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan
darah sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi
badan, maka cukup diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15%
perlu transfusi darah karena ada gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan
untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin normal angka patokannya ialah
20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor pembekuan. Cairan
kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat
jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.8,9
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan
tujuan
untuk
menaikkan
kapasitas
pengangkutan
oksigen
dan
volume
15
hemodinamik normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan yang
kurang memadai.
VII. Tanda-tanda kegagalan resusitasi
a. TVS dan diuresis yang meningkat di atas normal. Hal ini menunjukkan
kelebihan cairan intra vaskular dan harus segera dikurangi.
b. TVS dan diuresis masih di bawah normal. Hal ini menunjukkan
kekurangan cairan intra vaskular dan perlu ditambah.
c. TVS meningkat, diuresis menurun. Perlu mengukur TBKP dan curah
jantung untuk penentuan terapi lebih lanjut.
VIII.
Evaluasi terapi
hematokrit
periodik
jika
perdarahan
diduga
masih
Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun tahun menjadi perbantahan sengit,
yaitu:
16
a. Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi
dengan cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan
hemodinamik dan perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu
ditransfusikan dalam memberikan koreksi defisit cairan ekstraselular (ECF). Bila
darah golongan yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan universal donor yaitu
golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif) atau Packed Red Cell-O.
Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.7
b. Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin,
hydroxy-ethyl starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal
lebih lama di intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi
oleh plasma expander. Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih
mahal daripada Ringer Laktat (kira-kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi
anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun gelatin (0,03 - 0,08%
pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang memerlukan
adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan
tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada
crossmatch darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan
gangguan pembekuan darah.7
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik
dari segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga
Ringer Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.7
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun
pemberian infus IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan
juga setelah cairan interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl
0,45% tidak dapat digunakan.7
17
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa,
tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar
akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih
banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu
paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke
interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam
24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan
volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.8
Na+
K+
Cl-
Ca++
HCO3
Tekanan
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
Osmotik
Ringer
130
190
28
(mOsm/L)
273
Laktat
Ringer
130
109
28#
273
154
308
A
se
ta
t
NaCl
0
*
0,9%
sebagai laktat
sebagai asetat
NaCl
18
RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan
kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio dan sindroma
syok. NaCl 0,45% dalam
hipotonis:
konsentrasi
partikel
terlarut
kurang
dari
19
BAB III
PEMBAHASAN
20
perdarahan
yang
diketahui
adalah
luka
tusuk
pada
regio
thorakoabdominal.
Resusitasi cairan yang telah diberikan pada pasien
yaitu 4000 mL
kristaloid, 1000 mL koloid, dan transfuse PRC. Produksi urin sebanyak 60 cc/jam
menunjukkan produksi urin yang cukup.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci et al. Harrisons manual of medicine. 18th ed. USA:Mc. Graw-Hill;
2013, p. 36-7
2. Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed.
Pennsylvania: W.B.Saunders company;: 375-393; Dikutip dari : Hartanto,
Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian
Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
PadjadjaranMulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and
Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK
UI/RSCM, Jakarta.
3. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C; 1997. Diagnosis dan
Manajement of Shock.
4. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro;
5. Symons. Clinical fluid and electrolyte management. Rev.4/05
6. Wirjoatmodjo, Karjadi; 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar
untuk Pendidikan S1 Kedokteran; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
22
7. Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors;
Jakarta : Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).
8. Martin, Gregory S, MD, MS. An Update on Intravenous Fluids. 2005.
Diunduh dari :
http://cme.medscape.com/viewarticle/503138
23