Anda di halaman 1dari 3

Saintifikasi Jamu

Saintifikasi jamu adalah upaya untuk mengangkat jamu agar dapat mempunyai nilai ilmiah.
Bahan-bahan jamu atau campuran jamu ini didukung oleh data-data uji praklinik pada hewan coba
baik in vitro dan uji klinik terbatas pada sejumlah pasien. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2010, menunjukkan bahwa 50% penduduk Indonesia menggunakan jamu baik untuk menjaga
kesehatan maupun untuk pengobatan karena sakit. Data Riskesdas ini menunjukkan bahwa, jamu
sebagai bagian dari pengobatan tradisional, telah diterima oleh masyarakat Indonesia. Meskipun
pengobatan tradisional, termasuk jamu, sudah banyak digunakan oleh tenaga kesehatan profesional
maupun battra, namun banyak tenaga profesional kesehatan yang mempertanyakan pengobatan
tradisional (jamu) dalam pelayanan kesehatan formal. Hal ini bisa dimengerti, karena sesuai dengan
Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter/dokter gigi dalam
memberikan pelayanan kesehatan harus memenuhi standar pelayanan medis, yang pada prinsipnya
harus memenuhi kaidah praktik kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine) (DKK
Sukoharjo, 2014).
Di pihak lain, bukti-bukti ilmiah tentang mutu, keamanan dan manfaat pengobatan
tradisional (jamu) dinilai belum adekuat untuk dapat dipraktikkan pada pelayanan kesehatan formal.
Dengan kata lain, pengobatan tradisional (jamu) masih memerlukan bukti ilmiah yang cukup untuk
dapat digunakan oleh tenaga profesional kesehatan. Dalam rangka menyediakan bukti ilmiah terkait
mutu, keamanan, dan manfaat obat tradisional (jamu), maka Pemerintah Indonesia, dalam hal ini
Kementerian

Kesehatan

RI,

telah

mengeluarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No.

03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi Jamu. Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu
melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Salah satu tujuannya adalah memberikan landasan
ilmiah (evidenced based) penggunaan jamu secara empirik melalui penelitian berbasis pelayanan
yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter praktik
jamu. Penelitian dan pengembangan kesehatan merupakan salah satu sumber daya kesehatan
dalam rangka pembangunan kesehatan dalam rangka mengantisipasi persaingan global di bidang
jamu dan tersedianya jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Jamu yang
aman dan bermutu dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
(DKK Sukoharjo, 2014).
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah memberikan landasan ilmiah (evidence base)
penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Mendorong
terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam
rangka upaya preventif, promotif, rehabilitative dan paliatif melalui penggunaan jamu.

Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. Tujuan
lainnya yaitu meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara
ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupaun dalam fasilitas
pelayanan kesehatan (DKK Sukoharjo, 2014).
Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif, promotif, rehabilitative
dan paliatif. Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif hanya dilakukan atas permintaan tertulis
pasien sebagai komplementer alternatif setelah pasien memperoleh penjelasan yang cukup.
Pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan
efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam
kedokteran konvensional (DKK Sukoharjo, 2014).
Jamu yang digunakan dalam pelayanan saintifikasi jamu harus memenuhi criteria
aman,sesuai dengan persyaratan khusus, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang
ada dan memenuhi persyaratan mutu yang khusus. Jamu dan/atau bahan yang digunakan dalam
penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau merupakan
bahan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Jamu yang telah diberikan kepada
pasien dalam rangka penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat diberikan setelah
mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent) dari pasien, di mana pasien telah
mendapatkan penjelasan dan diberikan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundanganyang berlaku (DKK Sukoharjo, 2014).
Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan
untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Fasilitas pelayanan
kesehatan meliputi klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TOOT),Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Klinik jamu dapat merupakan praktik perorangan dokter atau dokter gigi maupun praktek
berkelompok dokter atau dokter gigi. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
(SP3T), Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat
(LKTM) dan Rumah Sakit yang ditetapkan (DKK Sukoharjo, 2014).

Kementerian Kesehatan mendorong percepatan proses saintifikasi jamu. Dengan demikian,


masyarakat bisa memiliki pengobatan komplementer serta alternatif yang berkhasiat dan aman.
Proses saintifikasi jamu perlu waktu dua tahun. Dari empat formula jamu yang diteliti, dua formula
sudah ada bukti ilmiahnya, yakni jamu tekanan darah tinggi dan asam urat. Dua jenis jamu itu
mendapat sertifikat dari Komisi Nasional Saintifikasi Jamu serta dinyatakan terbukti aman dan
berkhasiat. Penelitian meliputi uji standardisasi, toksisitas pada hewan coba, observasi klinik, dan uji
klinik. Komposisi jamu tekanan darah tinggi adalah seledri, daun kumis kucing, daun pegagan,
rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan meniran. Adapun komposisi jamu asam urat adalah daun
tempuyung, kayu secang, daun kepel, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan herba meniran (DKK
Sukoharjo, 2014).
Poliklinik Herbal (Saintifikasi Jamu) Hortus Medicus di kompleks B2P2TO2T Tawangmangu
sejauh ini telah mengelompokkan jenis penyakit yang dapat diterapi dengan herbal menjadi 18 jenis
penyakit (indikasi). Jenis penyakit atau indikasi obat herbal tersebut adalah
1. Analgetik inflmasi
2. Imunodilator
3. Diabetes
4. Hiperurikemia
5. Hipertensi
6. Antihemoroid
7. Kolesterol
8. Nefrolitiasis
9. Fertilitas
10. Batuk
11. Common cold
12. Roborantia
13. Nafsu makan
14. Antikanker
15. Asthma
16. Hepatoprotektor
17. Gangguan lambung
18. Preventif-promotif
Sumber:

DKK

Sukoharjo

(2014).

Saintifikasi

http://dkk.sukoharjokab.go.id/read/saintifikasi-jamu - Diakses pada Oktober 2014.

Jamu.

Anda mungkin juga menyukai