Anda di halaman 1dari 41

PT.

ARENCO BINATAMA

Kata Pengantar
Sesuai dengan Kontrak Kerja Antara PT.ARENCO BINATAMA dengan DINAS
PEKERJAAN UMUM KABUPATEN MALINAU, pada Pekerjaan Perencanaan Jalan
Akses Menuju Bandara Long Ampung, maka bersama ini kami sampaikan buku Laporan
Akhir tentang :

Perencanaan dan Nota Perhitungan


Perencanaan Pembangunan Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung
Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan ini berisi tentang Latar
Belakang Pekerjaan, Survey Pendahuluan, Kriteria Perencanaan dan Analisa
Perhitungan.
Demikian Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan ini kami sampaikan,
atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih.

Bandung,Mei 2014
PT.ARENCO BINATAMA

Laporan Akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Bab I
Pendahuluan
1.1.

LATAR BELAKANG

Kebutuhan akan pelayanan jasa angkutan sebagai akibat dari keberhasilan usaha
pembangunan yang dilaksanakan selama ini harus diantisipasi secara tepat dengan
cara meningkatkan kemampuan pelayanan prasarana angkutan yang memadai.
Sasaran pembangunan transportasi pada pembangunan jangka panjang adalah
mendukung terciptannya perekonomian yang mandiri dan andal melalui
penyelenggaraan sistim transportasi, sedangkan sasaran yang akan dicapai
adalahmeningkatkan system peran transportasi dalam memulai kebutuhan mobilitas
manusia, barang, jasa dan terwujudnya system transportasi sfektif dan efesien
Prasarana jalan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung
keberhasilan sector-sektor lain dalam penyelenggaraan yang mengarah kepada suatu
system transportasi terpadu antar kota untuk mewujudkan sistim distribusi antar
daerah long pari ke pejalin dan ke ibu kota kabupaten tanjung selor dan sekitarnya.
1.2.

MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN

1.2.1. Maksud
Maksud dari pekerjaan ini adalah melaksanakan perencanaan teknis Jalan sehingga
didapat hasil perencanaan teknis Jalan yang mencakup perencanaan teknik
konstruksi, rincian dan rencana anggaran biaya serta waktu pelaksanaan yang sesuai
dengan persyaratan teknis maupun peraturan lainnya yang telah ditetapkan.
1.2.2. Tujuan
Tujuan utamanya adalah didapatkan hasil perencanaan/DED yang dapat
diaplikasikan dengan baik dilapangan sehingga pekerjaan teknis dapat diselesaikan
tepat waktu dan sesuai spesifikasi teknis yang direncanakan sehingga tercapainya
umur rencana sesuai yang diharapkan.
1.2.3. Sasaran
Sasaran perencanaan adalah:
Tersusunnya program, indikasi pembiayaan dan pentahapan pembangunan
Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung.
Tersusunnya dokumen Detail Engineering Design Jalan Akses Menuju
Bandara Long Ampung sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan fisik di
lapangan.

Laporan akhir

I-2

PT.ARENCO BINATAMA

1.3.

NAMA DAN ORGANISASI PENGGUNA JASA


Pengguna jasa adalah Satuan Kerja
Malinau, S U B D I N B i n a M a r g a .

1.4.

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

LINGKUP PEKERJAAN

1.4.1. Lingkup Wilayah


Lingkup wilayah pekerjaan Perencanaan Jalan adalah jalan dalam lingkungan
pemukiman desa Long Ampung ,basis jalan adalah jalan desa yang memiliki akses
ke Bandar Udara Long Ampung.

1.4.2. Lingkup Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan perencanaan ini menggunakan pedoman teknis
1. Acuan
Disain produk pekerjaan mengacu kepada:
Tata cara Pelaksana Survei Lalulintas, No.01/T/BNKT/1990
Tata cara Kondisi Jalan Kota, No.05/T/BNKT/1991
Tata cara perencanaan Persimpangan Sederhana Jalan Perkotaan,
No.02/T/BNKT/1991
Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, Maret 1992
Spesifikasi Perencanaan Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan,
No.010/T/BNKT/1991
Peratutan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa
Komponen, SNI 1732 -1989 F(SK BI 2.3.26.1987)
Tata Cara Perencanaan Teknis Lanscape Jalan No.033/T/BM/1996
Tata Cara Perencanaan Jembatan/Jalan raya, SNI-1725
1989 F (SK BI-1.3.28.1987)

Laporan akhir

I-3

PT.ARENCO BINATAMA

2. Survei
Survei lapangan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi kondisi
lapangan pada masing-masing komponen pekerjaan.
3. Pengukuran
Melakukan pengukuran lapangan , yang meliputi penampang memanjang (long
section) dan penampang melintang (cross section) jalan dan drainase tiap jarak
50 meter dan untuk tikungan/belokan dengan jarak 25 meter atau disesuaikan
dengan kondisi lapangan.

1.5.

KELUARAN / PELAPORAN
Seluruh pelaporan disusun dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam
periode Laporan Bulanan, KAK dapat mengalami pengembangan seperlunya,
disesuaikan dengan dinamika lapangan dan perkembangan pemikiran dalam rangka
membangun Jalan Akses Menuju Bandar Udara Long Ampung yang lebih baik.
Untuk Laporan DED yang disiapkan dan dikumpulkan adalah:
a)

Laporan Final DED


Laporan ini meliputi:
Album gambar dalam ukuran kertas A3
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)
Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan (Design Note)
Laporan Final DED dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar hardcopy dan album
peta (ukuran A3), diserahkan paling lambat 6 (enam ) minggu kalender setelah
adanya Surat Perintah Kerja (SPK).

Laporan akhir

I-4

PT.ARENCO BINATAMA

Bab II
SURVEY PENDAHULUAN
Survey Pendahuluan untuk Pekerjaan Perencanaan Teknik Jalan Akses Menuju Bandara
Long Ampung, adalah merupakan bagian dari kegiatan penanganan sebelum dilakukan
pembangunan. Salah satu dari proses Perencanaan Teknik tersebut adalah melakukan
kegiatan Survey Topografi, DCP dan Survey Lalu lintas.
2.1.

SURVEY TOPOGRAFI

2.1.1. Umum
Yang dimaksudkan Survey Topografi disini adalah kegiatan di lapangan berupa
pekerjaan pengukuran trace jalan pada lokasi pekerjaan yang meliputi pengukuran
poligon dan sipat datar di seluruh lokasi pekerjaan. Adapun tujuannya adalah
untuk mendapatkan gambaran umum secara lengkap tentang kondisi lapangan baik
kondisi prasarana maupun teffrainnya.
Survey topografi merupakan kegiatan teknis awal yang dilakukan di lapangan.
Pekerjaan survey topografi ini meliputi pekerjaan pengukuran titik kontrol vertikal
dan horisontal, pembuatan tampang memanjang dan melintang jalan dan saluran.
2.1.2. Pemasangan Benchmark (BM)
Benchmark dibuat dari patok beton ka yu ul i n ukuran 10 cm x 10 cm x 100 cm.
Benchmark dipasang di lokasi pekerjaan pada tempat yang mudah dijangkau untuk
keperluan pengukuran dan aman dari kemungkinan kerusakan akibat pelaksanaan
pada masa konstruksi ataupun paska konstruksi.

2.1.3. Pengukuran Kerangka Horisontal (Poligon)


Pengukuran kerangka horisontal / Poligon ini dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan titik kontrol Horizontal (X ; Y) dari semua titik tetap (Bench Mark)
dan titik-titik poligon lainnya serta sebagai pengikat titik horizontal untuk
keperluan pengukuran situasi dan potongan melintang atau cross section.

Laporan akhir

II - 1

PT.ARENCO BINATAMA

Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tachimetri dengan tujuan untuk


mendapatkan detail - detail permukaan tanah, bangunan, tumbuh-tumbuhan dan
benda-benda lain di lokasi pekerjaan di sekitar jalan. Sebagai titik referensi pada
pengukuran situasi dipakai titik-titik poligon dari patok kayu dan untuk
pelaksanaan digunakan alat ukur theodolite dengan pengukuran jarak secara optis.
2.1.4. Pengukuran Kerangka Vertikal
Pengukuran Waterpass (Sipat datar) dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
titik kontrol vertikal (Z) dari semua titik tetap (Bench Mark) dan titik-titik poligon
lainnya serta sebagai pengikat titik tinggi untuk keperluan pengukuran situasi
detail. Pengukuran dilakukan dengan metode sipat datar menggunakan alat ukur
waterpass.
Jalur pengukuran sipat datar utama mengikuti jalur pengukuran poligon sehingga
dengan demikian juga merupakan jaringan tertutup (kring). Pengukuran sipat datar
dibuat perseksi dimana tiap seksi dilakukan pengukuran pergi pulang dalam kurun
waktu 1 (satu) hari.
2.1.5. Potongan Memanjang dan Melintang
Pembuatan potongan memanjang dan melintang jalan dan drainase dilakukan lebih
utama untuk keperluan perencanaan. Potongan melintang dilakukan tiap jarak 50 m .
Oleh karena itu data yang ditampilkan harus lengkap. Untuk potongan melintang
jalan, data yang ditampilkan adalah :
1. Elevasi as jalan
2. Elevasi tepi jalan
5. Jarak antar titik.

Gbr 2.1. Potongan melintang jalan


2.1.6.

Penggambaran
Penggambaran hasil pengukuran yang dilakukan adalah :
Penggambaran Potongan melintang (jalan dan drainase) skala 1 : 200

Laporan akhir

II - 2

PT.ARENCO BINATAMA

2.2.

SURVEY DCP

2.2.1. Latar Belakang


Tanah dasar yang akan digunakan sebagai alas (dasar) perkerasan jalan harus
diketahui sifatnya terlebih dahulu. Dalam perencanaan ini dilakukan penyelidikan
tanah lapangan dengan sistem random. Sistem ini dilakukan karena untuk
mengadakan penyelidikan secara teliti sekali tidak memungkinkan, tetapi
diusahakan mendekati dengan asumsi bahwa tanah homogen.
2.2.2. Maksud dan Tujuan
a.

Maksud
Maksud pekerjaan ini adalah untuk menetukan nilai CBR sub base atau base
course suatu perkerasan secara cepat dan praktis. Bisa dilakukan sebagai
pekerjaan quality control pekerjaan pembuatan jalan.

b.

Tujuan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui nilai CBR lapisan tanah
dasar badan jalan yang dilakukan pada ruas-ruas jalan belum beraspal seperti
jalan tanah, jalan kerikil, jalan beraspal yang telah rusak hingga tampak
lapisan pondasinya atau pada daerah rencana pelebaran.

2.2.3. Pelaksanaan
Pemeriksaan akan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Alat DCP (Dutch Cone Penetration) yang dipakai harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan bentuk yang telah ditetapkan.
b. Pemeriksaan dilakukan dengan interval 200 m pada sisi kanan dan kiri jalan
(secara zig zag)
c. Pemeriksaan dilakukan di tepi perkerasan pada daerah rencana pelebaran jalan
dan pada permukaan lapisan tanah dasar.
d. Dilakukan pencatatan ketebalan dan jenis bahan perkerasan yang ada seperti
lapisan sirtu, lpisan telford, lapisan pasir, dll.
e. Pemeriksaan dilakukan hingga mencapai kedalaman 90 cm dari permukaan
lapisan tanah dasar, kecuali bila diketemukan tanah dasar yang sangat keras
(lapisan batuan).
f. Selama pemeriksaan akan dicatat keadaan khusus yang perlu diperhatikan
seperti timbunan, kondisi drainase, cuaca dan waktu.
g. Lokasi awal dan akhir pemeriksaan dicatat dengan jelas.
h. Data yang diperoleh dari pemeriksaan selanjutnya dicatat dalam forulir
standar.

Laporan akhir

II - 3

PT.ARENCO BINATAMA

2.2.4. Alat Yang Digunakan


1. Alat DCP Test beserta kelengkapannya, terdiri dari :
pemegang (handle),
penumbuk (hammer), stang pengantar (guide rod), kepala penumbuk (anvil),
stang penetrasi (penetration rod), konus (cone), mistar penetrasi (penetration
scale), tas alat ( carrying bag) dan kunci pas (open end wrench).
2. Linggis dan 2 buah kunci Inggris
Digunakan untuk menggali tanah dasar sebagai tempat kedudukan alat DCP dan
menarik keluar alat DCP dari dalam tanah.
3. Blangko pencatat dan alat tulis
Digunakan untuk mencatat data hasil pengujian.
4. Tenaga
Dipakai 4 orang untuk mendukung kegiatan survey DCP.
2.2.5. Spesifikasi Alat
Spesifikasi alat DCP yang digunakan adalah :
Konus
: Baja yang diperkeras diameter 2 mm
Sudut kemiringan 60 derajat
Penumbuk
: Berat 8 kg dan Tinggi jatuh 575 mm
Mistar penetrasi : 100 cm
Stang penetrasi : diameter 16 mm
Peralatan ini cukup dioperasikan oleh dua orang operator saja. Tanpa memerlukan
perhitungan khusus, sehingga pekerjaan quality control menjadi cepat dan efisien
tanpa mengabaikan keterangan hasil pengukuran.
Disamping itu alat ini didesain khusus agar mudah dibawa kemana-mana, dan alat
dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat.

Laporan akhir

II - 4

PT.ARENCO BINATAMA
2.2.6. Hasil dan Pembahasan
Dari rute sepanjang lokasi penyelidikan dilakukan beberapa titik penyelidikan yang
kemudian diambil nilai CBR yang mewakili (CBR rata-rata). Kemudian pada arah
horisontal sepanjang segmen diadakan perhitungan dengan sistem random yang
selanjutnya diambil CBR desain.
Untuk menentukan nilai CBR segmen digunakan rumus secara analitis sebagai
berikut :
CBR segmen = CBR rata-rata (CBR maks CBR min)
R
Dimana :
CBR segmen = Nilai CBR pada bagian atau kelompok pengujian yang mewakili
satu lokasi.
CBR maks
= Nilai CBR terbesar
CBR min
= Nilai CBR terendah
R
= Nilai yang didasarkan pada jumlah pengujian pada kelompok
tersebut sesuai tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai R untuk perhitungan CBR segmen
Jumlah Titik Uji
2
3
4
5
6
7
8
9
> 10

2.3.

Nilai R
1,41
1,91
2,24
2,48
2,67
2,83
2,96
3,08
3,18

SURVEY LHR
Salah satu dari proses Perencanaan Teknik Jalan adalah melakukan Survey
Perhitungan Lalu Lintas yang merupakan salah satu tahap proses perencanaan
teknik jalan. Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu kemampuan
memperkirakan volume lalu lintas yang diharapkan pada jalan yang sedang
dievaluasi dan menghubungkan volume ini ke salah satu konsep kapasitas jalan.

2.3.1. Tujuan
Tujuan dari Survey Perhitungan Lalu Lintas adalah untuk mendapatkan informasi
selengkapnya mengenai keadaan lalu lintas, jenis dan jumlah kendaraan, yang mana
dari data tersebut dapat dianalisa untuk mendapatkan Lalu Lintas Harian Rata-rata
(LHR) untuk menentukan jumlah jalur, jumlah lajur, lebar perkerasan serta bahu
jalan pada ruas jalan yang akan direncanakan.
Laporan akhir

II - 5

PT.ARENCO BINATAMA
2.3.2. Lingkup Pekerjaan
2.3.2.1. Menghitung lalu lintas harian sesuai golongan :

Golongan 1 = sepeda motor dan roda tiga


Golongan 2 = sedan , jeep, station wagon
Golongan 3 = oplet, pick up, minibus
Golongan 4 = mikro truk, mobil hantaran
Golongan 5 = bus
Golongan 6 = truk 2 as
Golongan 7 = truk 3 as
Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

2.3.2.2. Analisa data


Pada tahap ini dilakukan analisa data yang telah diperoleh dari data lapangan.
Analisa data merupakan analisa masalah yang perlu dilakukan untuk mengetahui
pokok-pokok bahasan yang akan diolah sehingga akan dapat diketahui cara
pemecahannya.
Penggolongan kendaraan yang disurvey dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Kendaraan ringan (Light Vehicle = LV)
2. Kendaraan berat (Heavy Vehicle = HV)
3. Sepeda motor (Motor Cycle = MC)
4. Kendaraan tak bermotor (Un Motor = UM)
Dari data lalu lintas yang didapat akan diperhitungkan perbedaan beban lalu
lintas yang dikenal sebagai factor ekivalen dalam satuan mobil penumpang
(SMP) sebagai berikut :
Tabel 2.2. Satuan Mobil Penumpang
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis Kendaraan
sepeda motor dan roda tiga
sedan , jeep, station wagon
oplet, pick up, minibus
mikro truk, mobil hantaran
bus
truk 2 as
truk 3 as
kendaraan tak bermotor

Satuan Mobil Penumpang


0,25
1,00
1,00
1,00
2,50
2,50
3,00
0,00

2.3.3. Pelaksanaan Pengumpulan Data


2.3.3.1. Lokasi Survey
Dikarenakan ini adalah perencanaan jalan baru, dan jalan yang ada hanya baru
sampai Pejalin maka Lokasi Survey Perhitungan Lalu Lintas untuk ruas jalan
rencana diambil satu titik, yaitu pada pangkal ruas jalan yang berada di Pejalin.
Laporan akhir

II - 6

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.3.2. Alat Yang Digunakan


1.
2.

3.
4.

Meteran
Digunakan untuk mengukur keadaan lapangan (lebar badan jalan dan bahu)
Stop watch
Digunakan untuk mencatat jumlah tiap jenis kendaraan yang disuvey dalam
durasi tertentu.
Blangko pencatat dan alat tulis
Digunakan untuk mencatat jumlah kendaraan selama periode survey.
Pencatat
Diperlukan 4 orang pada setiap titik survey untuk mencatat semua jenis
kendaraan yang lewat.

2.3.4. Dasar Teori Perhitungan LHR


2.3.4.1. Survei Volume Lalu Lintas
Menurut Malkamah (1995), survei dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
data dan informasi selengkapnya tentang keadaan lalu lintas, jenis dan jumlah
kendaraan, yang mana dari data tersebut dapat dianalisa untuk mendapatkan Lalu
Lintas Harian Rata-rata (LHR) guna menentukan jumlah lajur, lebar perkerasan
serta bahu jalan pada ruas jalan yang akan direncanakan.
Data yang diperoleh dapat berupa data primer maupun data sekunder. Survei
dilakukan bila benar-benar perlu dan data tersebut tidak dapat diperoleh secara
sekunder.
Hobbs (1995) menyatakan bahwa survei-survei diperlukan untuk banyak tujuan
dan agar dapat dilakukan secara efisien, maka tujuan survei harus didefinisikan
dengan jelas. Survei harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dikompilasi secara
benar dengan format penyusunan data yang baik sehingga :
a. Validitas tinggi
b. Dapat digunakan optimal oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan
c. Dapat diolah dengan data yang lain
d. Mudah dicari dan dipanggil kembali
Sedangkan survei volume lalu lintas dilakukan dengan mencatat setiap kendaraan
yang lewat di suatu titik yang mewakili ruas jalan yang bersangkutan sehingga
didapat :
a. Pola arus lalu lintas (jam, hari, bulan, tahun)
b. Volume lalu lintas tiap pergerakan
c. Komposisi kendaraan
d. Data untuk memprediksi arus lalu lintas yang akan datang
e. Tingkat okupansi kendaraan.

Laporan akhir

II - 7

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.4.2. Kendaraan Rencana


Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan
dalam beberapa kategori yaitu :
a

Kendaraan Ringan / Kecil (LV)


Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat
roda dan dengan jarak as 2,0 m 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, oplet,
mikrobus, pick up dan truck kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

Kendaraan Sedang (MHV)


Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 m - 5,0 m (termasuk
bus kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga).

Kendaraan Berat / Besar (LB-LT)


i. Bus Besar (LB)
Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 6,0 m.
ii. Truck Besar (LT)
Truck tiga gandar dan truck kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama
ke dua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

Sepeda Motor (MC)


Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan
kendaraan roda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

Kendaraan Tak Bermotor (UM)


Kendaraan dengan roda yang digerakan oleh orang atau hewan (meliputi :
sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga).

Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi
sebagai unsur hambatan samping. Dimensi dasar untuk masing-masing kendaraan
rencana ditunjukan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3. Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori
Kendaraan
Rencana

Kecil
Sedang
Besar

Dimensi Kendaraan
(cm)
Tinggi

Lebar

130
410
410

210
260
260

Panjan
g
580
1210
2100

Tonjolan
(cm)

Radius Putar
(cm)

Depan

Belakang

Min

Maks

90
210
120

150
240
90

420
740
290

730
1280
1400

Radius
Tonjolan
(cm)

780
1410
1370

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga, 1997)

Laporan akhir

II - 8

PT.ARENCO BINATAMA

2.3.5. Komposisi Lalu Lintas


Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (VLHR), adalah prakiraan volume lalulintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/hari.
a

Satuan Mobil Penumpang (SMP)


Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah
menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan
smp.

Ekivalen Mobil Penumpang (emp)


Faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil
penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya
pada perilaku lalu-lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan
lainnya, emp = 1,0).
Tabel 2.4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp)
No

Jenis Kendaraan

Datar / Bukit

Gunung

1,0

1,0

Sedan, Jeep, Station Wagon

Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil

1,2 - 2,4

1,9 3,5

Bus dan Truck Besar

1,2 5 0

2,2 6,0

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997)

2.3.6. Volume Lalu Lintas Harian Rencana


Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas
harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam smp / hari. Volume
Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun
rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp / jam, dihitung dengan rumus :

VJR= VLHRx

K
F

dimana :
K : disebut faktor K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk.
F : disebut faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam
dalam satu jam
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya
yang diperlukan. Faktor K dan F yang sesuai dengan VLHR dapat dilihat pada tabel
2.5.

Laporan akhir

II - 9

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume LHR


VLHR

FAKTOR K (%)

FAKTOR F (%)

> 50.000

4-6

0.9 1

30.000-50.000

6-8

0.8 1

10.000-30.000

6-8

0.8 1

5.000-10.000

8 - 10

0.6 0.8

1.000-5.000

10 - 12

0.6 0.8

< 1.000

12 - 16

< 0.6

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997)

2.3.7. Tipe Jalan


Tipe jalan jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan ini dipakai 2 lajur 2 arah
tak terbagi (2 / 2 TB)
Keterangan : TB = tidak terbagi, B = terbagi
2.3.8. Bagian-Bagian Jalan
1.

Jalur Lalu Lintas


Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur lalu lintas yang
dipakai adalah bahu jalan.
Lebar jalur adalah 6.0 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling
berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat
menggunakan bahu jalan.

Laporan akhir

II - 10

PT.ARENCO BINATAMA

2.

Lajur
Lajur adalah bagian lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki lebar 3.0 m cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor
sesuai kendaraan rencana.
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas dibuatkan
kemiringan normal 2%.
Lebar lajur dapat dilihat pada table, pada kecepatan dan kendaraan rencana,
yang dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan
dalam tabel 2.6.
Tabel 2.6. Lebar lajur jalan yang ideal
Fungsi

Kelas

Lebar Lajur Ideal (m)

Arteri

I
II, III A

3,75
3,50

Kolektor

III A, III B

3,00

Lokal

III C

3,00

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997)

3.

Bahu Jalan
Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan
diperkeras dengan Timbunan Pilihan yang dipadatkan. Kemiringan bahu jalan
4 %. Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut :
a

Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan tempat parkir
darurat.
b Ruang bebas samping bagi lalu lintas.
c Sebagai penyangga untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
Tabel 2.7. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan.
VLHR

Arteri

Smp / Hari

Ideal

Kolektor
Min

Lokal

Ideal

Min

Ideal

Jalur

Bahu

Jalur

Bahu

Jalur

Bahu

Jalur

Bahu

<3000

6.0

1.5

4.5

1.0

6.0

1.5

4.5

1.0

3000-10000

7.0

2.0

6.0

1.5

7.0

1.5

6.0

1.5

10000-25000

7.0

2.0

7.0

2.0

7.0

2.0

Mengacu

>25000

2nx

2.5

2nx

2.0

2nx

2.0

pada

3.5

3.5

3.5

Jalur

Bahu

Min
Jalur

Tidak ditentukan

persyaratan
ideal

Laporan akhir

II - 11

Bahu

PT.ARENCO BINATAMA

Keterangan :
2
= 2 jalur,
n
= jumlah-lajur per jalur,
n x 4.5
= lebar per jalur

2.3.9. Dasar Perencanaan Jalan


Apabila suatu ruas jalan akan bangun, maka diadakan perhitungan lalu lintas pada
ruas jalan tersebut. Kemudian nilai-nilai tersebut diproyeksikan untuk tahun
rencana. Daerah kawasan survey cukup bervariasi, dari
daerah datar sampai
perbukitan.

Laporan akhir

II - 12

PT.ARENCO BINATAMA

Bab III
Kriteria Perencanaan
3.1.

PERENCANAAN JALAN
Jalan yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah Kolektor Klas IIIC yaitu
jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal. Artinya sebagai
penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran, sebagai penghubung antar
hunian/ perumahan, juga sebagai penghubung desa ke pusat kegiatan yang lebih
tinggi tingkatnya (kecamatan).

3.1.1. Standar Teknis Jalan


Standar standar di bawah ini disusun khusus untuk jalan desa, dengan keadaan
tanah, topografi, dan iklim yang sering menghambat pembuatan jalan yang baik.
Standar ini tidak dimaksud sebagai peraturan mati, tetapi diharapkan bermanfaat
bagi para perancang dan pengawas. Pengalaman dan penilaian mereka selalu harus
diterapkan pada setiap desain yang dibuatnya, karena setiap jalan mempunyai
keadaan yang unik.
Tujuan pengendalian erosi pada jalan adalah utuk mengamankan jalan dan
membangun jalan yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat
dilakukan secara sipil teknis atau secara vegetatif, dan masing-masing mempunyai
kelebihan. Seorang perencana harus memilih perlakuan pengendalian erosi dengan
mempertimbangkan konservasi
dan biaya yang tidak terbatas pada waktu
penyelesaian kontsruksi jalan, tetapi harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan.
Kegiatan pengendalian erosi tidak dibatasi pada Daerah Milik Jalan (Damija).
Perencana wajib mempertimbangkan akibat konstruksi jalan di luar Daerah Milik
Jalan (misalnya pembuangan dari saluran merusak lahan produktif) dan boleh
merencanakan perlakuan walaupun perlakuan tersebut agak jauh dari badan jalan
(misalnya untuk mengamankan jalan dengan ditanam pohon-pohon pada mini catchment yang terletak di atas jalan).
Tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan banyak
kesulitan dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas tinggi, terutama
bila dimaksudkan untuk membangun jalan dengan biaya rendah dan tidak
membahayakan lingkungan. Dalam konteks seperti ini kita harus menyadari bahwa
masalah erosi akan terus muncul walaupun dapat dikurangi dan diatasi ketika
terjadi.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA
3.1.2. Batas-Batas Penggunaan
Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan hanya berlaku untuk
konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular material, batu
pecah).
Cara-cara perhitungan jalan, selain yang diuraikan disini dapat juga digunakan, asal
saja dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil test oleh seorang ahli.
3.1.3. Penggunaan
Petunjuk perencanaan ini dapat digunakan untuk :
- Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction/Full Depth Pavement)
- Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay)
- Konstruksi bertahap (Stage Construction)
Khusus untuk penentuan tebal perkuatan perkerasan jalan lama, penggunaan
nomogram 1 sampai dengan 9 (lampiran 1) hanya dapat dipergunakan untuk cara
Analisa Lendutan dibahas dalam Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan
Alat Benkelman Beam No.01/mn/b/1983.
Perkuatan perkerasan lama harus terlebih dahulu dilakukan untuk meneliti dan
mempelajari hasil-hasil laboratorium. Penilaian ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab perencana sesuai dengan kondisi setempat dan pengalamannya.
3.1.4. Perkerasan Jalan
Bagian Perkerasan Jalan umumnya meliputi : Lapis Pondasi Bawah (Sub Base
Course), Lapis Pondasi (Base Course) dan Lapis Permukaan (Surface Course).
lapis permukaan

D1

lapis pondasi

D2

lapis pondasi bawah

D3

Gambar 3.1.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan


3.1.5.1. Tanah Dasar
Kekuatan dan ketahanan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Umumya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk tetap (Deformasi Permanen) dari macam-macam
tanah tertentu akibat beban lalu lintas,
b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air,
c) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara
pasti daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukan atau akibat pelaksanaan,

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA
d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu
lintas dari macam tanah tertentu.
e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan
yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil)
yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan diatas maka tanah
dasar harus dikerjakan sesuai dengan Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya.
3.1.5.2. Lapis Pondasi Bawah
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain ;
a) Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda,
b) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relative murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya,
c) Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi,
d) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR 20%, PI 10%) yang
relative lebih baik dari tanah dasar digunakan sebagai bahan pondasi
bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland
dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif
terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
3.1.5.3. Lapis Pondasi
Fungsi Lapis Pondasi antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan yang menahan beban roda
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda melalui lapis penutup. Sebelum
menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi
hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya
sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR 50%, PI 4%)
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah,
kerikil pecah dan stabilitas tanah dengan semen atau kapur.
3.1.5.4. Lapis Permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi pondasi atas, bawah dan
badan jalan dari kerusakan akibat air
c. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Bahan untuk lapis permukaan sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan
agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik yang mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan harus dipertimbangkan ketahanan
kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai
menfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
3.1.6. Parameter Perencanaan
3.1.6.1. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas jalur maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut
daftar dibawah ini :
Tabel 3.1.1. Jumlah Jalur berdasarkan lebar perkerasan
Lebar Perkerasan ( L )
L < 5,50 m
5,50 m L < 8,25 m
8,25 m L < 11,25 m
11,25 m L < 15,00 m
15,00 m L < 18,75 m
18,75 m L < 22,00 m

Jumlah Jalur ( n )
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur

Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat


yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar dibawah ini :
Tabel 3.1.2. Koefisien Distribusi

Jumlah Jalur
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur

Kendaraan Ringan *)

Kendaraan Berat **)

1 arah

2 arah

1 arah

2 arah

1,00
0,60
0,40
-

1,00
0,50
0,40
0,30
0,25
0,20

1,00
0,70
0,50
-

1,00
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40

*) berat total < 5 ton,: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.
**) berat total 5 ton,: bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.6.2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan.


Angaka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :
beban satu sumbu

Angka ekivalen sumbu tunggal = =tunggal dalam kg

8160

ganda dalam kg
Angka ekivalen sumbu tunggal = 0,086

8160

Tabel 3.1.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Beban Sumbu
Kg
Lb

1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
16000

2205
4409
6614
8818
11023
13228
15432
17637
18000
19841
22046
24251
26455
28660
30864
33069
35276

Angka Ekivalen
Sumbu
Sumbu
Tunggal
Ganda
0,0002
0,0036
0,0183
0,0577
0,1410
0, 2923
0, 5415
0,9238
1,0000
1,4798
2,2555
3,3022
4,6770
6,4419
8,6647
11,4148
14,7815

0,0003
0,0016
0,0050
0,0121
0,0251
0,0466
0,0794
0,0860
0,1273
0,1940
0,2840
0,4022
0,5540
0,7542
0,9820
1,2712

3.1.6.3. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen.


a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan
pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan
tanpa median atau masing-masing arah dengan median.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

LEP

LHR

xC jx Ej

j =1

Catatan : j = jenis kendaraan


c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :
n

LEA =

LHR (j 1 +

xC j x Ej

i)

UR

j =1

Catatan : i = perkembangan lalu lintas


j = jenis kendaraan
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus :
LEP + LEA
LET =

e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus :


LER = LET x FP
Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :
UR
FP =
10
3.1.7. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar
3.1.2). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau
CBR laboratorium.
Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan
dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya.
Dapat juga diukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan
biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay).
Test CBR dapat dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan (SKBI
3.3.30.1987/UDC. 624.131.43 (02) atau Pengujian Kepadatan Berat (SKBI
3.3.30.1987/UDC. 624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan.
CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai
data-data yang dapat dipertanggung jawabkan.
Cara-cara lain tersebut dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau Rvalue.
Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan
sebagai berikut :
a. Tentukan harga CBR terendah.
Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masingmasing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak ditentukan sebagai 100 %. Jumlah lainnya merupakan
persentase dari 100 %.
d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90 %.

Gambar 3.1.2. Korelasi DDT dan CBR


Catatan :

Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar


kesebelah kiri diperoleh nilai DDT.

3.1.8. Faktor Regional (FR).


Keadaan lapangan termasuk mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,
bentuk alignment serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan
yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.
Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya edisi terakhir, maka pengaruh keadaan lapangan yang
menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya
dipengaruhi oleh bentuk alignemen (kelandaian dan tikungan), persentase
kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut :

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 3.1.4. Faktor Regional (FR)

Iklim I
< 900 mm/th
Iklim II
> 900 mm/th

Kelandaian I
( < 65% )
% kendaraan berat

Kelandaian II
( 6 10 % )
% kendaraan berat

30%

30%

> 30%

Kelandaian III
( > 10 % )
% kendaraan
berat
30% > 30%

0,5

1,0 1,5

1,0

1,5 2,0

1,5

2,0 2,5

1,5

2,0 2,5

2,0

2,5 3,0

2,5

3,0 3,5

Catatan : Pada
bagian-bagian
jalan
tertentu, seperti persimpangan,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan
0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.
3.1.9. Indeks Permukaan (IP).
Indeks Permukaan ini menyatakan nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini :
IP = 1,0
: adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5
: adalah tingkat pelayanan terendah yg masih mungkin (jalan tidak
terputus).
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap. IP =
2,5
: adalah menyatakan permukaa jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan indeks permukaan atau IP pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER), menurut data dibawah ini :
Tabel 3.1.5. Indeks Permukaan Pada Akhir, Umur Rencana (IP)
LER =
Lintas
Ekivalen
Rencana*)
< 10
10 100
100 1000
>1000

Klasifikasi Jalan
Lokal

Kolektor

Arteri

Tol

1,0 1,5
1,5
1,5 2,0
-

1,5
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5

1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
2,5

2,5

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah atau jalan
darurat maka IP dapat diambil 1,0

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana menurut daftar dibawah ini :
Tabel 5.1.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis Perkerasan

IPo

LASTON

4
3,9 3,5
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,9 3,5
3,4 3,0
3,4 3,0
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,4
2,4

LASBUTAG
HRA
BURDA
BURTU
LAPEN
LATASBUM
BURAS
LATASIR
JALAN TANAH
KERIKIL

Roughness *)
(mm/km)
1000
> 1000
2000
> 2000
2000
> 2000
< 2000
< 2000
3000
> 3000

*) Alat pengukur Roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang


dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 stasiun wagon, dengan kecepatan
kendaraan 32 km/jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat
roughometer melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang
kendaraan, yang selanjutnya dipindahakan kepada counter melalui Flexible
drive.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara
sumbu belakang dan body kendaraan.
Alat pengukur Roughness tipe lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan
hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.
3.1.10. Koefisien Kekuatan Relatif ( a )
Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai
lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai
Marshall Test (untukbahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang
distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
bawah).
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilisasi) bahan beraspal
bias diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field dan Smith Triaxial.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 3.1.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisie Kekuatan Relatif
a1
a2
a3
0,40
0,35
0,32
0,30

Koefisien Kekuatan Bahan


MS
Kt
CBR
(kg)
(kg/cm)
(%)
744
590
454
340
-

0,35
0,31
0,28
0,26

744
590
454
340

0,30
0,26
0,25
0,020

340
340
-

HRA
Aspal Macadam
Lapen (mekanis)
Lapen (manual)

0,28
0,26
0,24

590
454
340

Laston Atas

0,23
0,19

Lapen (mekanis)
Lapen (manual)

0,15
0,13

22
18

Stab. Tanah dgn


semen

0,15
0,13

22
18

0,14
0,13
0,12

100
80
60

0,13
0,12
0,11

70
50
30

0,10

20

Jenis Bahan

Laston

Lasbutag

Stab. Tanah dgn


kapur

Batu pecah (kelas A)


Batu pecah (kelas B)
Batu pecah (kelas C)
Sirtu/pitrun (kelas A)
Sirtu/pitrun (kelas B)
Sirtu/pitrun (kelas C)
Tanah/lempung
kepasiran

Catatan :

Laporan akhir

Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen; diperiksa pada hari ke 7.


Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.11. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan.


Tabel 3.1.8. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
1. Lapis Permukaan :
ITP

< 3,00
3,00 6,70
6,71 7,49
7,50 9 99
10,00

Tebal
Minimum
(cm)
5
5
7,5
7,5
5

Bahan

Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)


Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston
Lasbutag
Laston

2. Lapis Pondasi :
ITP

< 3,00

Tebal
Minimum
(cm)
15

3,00 7,49

20*)

7,50 9,99

10
20

10 12,14

15
20

12,25

25

Bahan

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,


stabilisasi tanah denan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur
Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi
macadam
Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi
macadam, Lapen, Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi
macadam, Lapen, Laston Atas.

*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi


bawah digunakan material berbutir kasar.
3. Lapis Pondasi Bawah.
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah
10 cm

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.13. Konstruksi Bertahap.


Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain :
1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai rencana (misalnya
: 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap
pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun.
2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk jangka
panjang (misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan
lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset.
3. Kerusakan setempat (weak spot) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan
direncanakan sesuai data lalu lintas yang ada.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.14. Pertimbangan Drainase


Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak
cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air dibiarkan merintangi
permukaan jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan.
Jalan menjadi bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.
Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti ini dapat
dihindari apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu pra survey. Di
tempat tertentu, tidak akan ada masalah drainase. Ditempat lain, jalan hamper pasti
mengalami masalah berat. Pertimbangan yang paling sederhana adalah sebagai
berikut :
Jalan yang dapat mengikuti punggung bukit
tidak akan mengalami drainase, karena air
tidak perlu melintang jalan.

Jalan yang dibuat pada lereng bukit, terpaksa


harus ada galian dan timbunan tanah, selokan
pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan
sebagainya, dengan biaya konstruksi yang
lebih besar. Kemungkinan terkena erosi dan
longsor yang lebih besar.

Keadaan seperti ini harus dihindari


karena masalah drainase (pembuangan)
air. Kemungkinannya jalan tidak bisa
dikeringkan.

3.1.15. Geometri Jalan


Jalan direncanakan untuk kecepatan 40 s/d 60 Km/jam. Pandangan bebas harus
diperhatikan demi keselamatan pemakai jalan, baik kendaraan maupun pejalan
kaki.
Tikungan vertical dengan pandangan bebas 30 meter.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Tikungan horizontal dibuat dengan pandangan bebas 30 meter.

BUKIT

10 Meter

Jari jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan pelebaran
perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.
3.1.16. Tempat Persimpangan
Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua kendaraan saling
melewati, maka harus disediakan tempat sebuah kendaraan dapat menunggu
kendaraan berjalan dari lain arah. Setiap tempat ini harus kelihatan dari tempat
yang sebelumnya.

BUKIT
Dapat dilihat
Dapat dilihat

Laporan akhir

Tempat 2

PT.ARENCO BINATAMA
Tempat 1
3,00 m

JALAN
3

1,50
minimal

3.1.19. Bentuk Badan Jalan


Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa. Pada daerah
yang relative datar, badan jalan dibuat dengan bentuk punggung sapi.
Perkerasan dengan lebar 6 meter adalah perkerasan standar pada proyek ini.,
sedangkan kebutuhan panjang jalannya lebih diutamakan. Bahu jalan dibuat selebar
1 meter kiri kanan jalan, maka lebar badan jalan menjadi 8,00 meter.

3.1.21. Permukaan Jalan


Permukaan jalan dipakai lapisan Aggregat B tebal 20 cm dan aggregate A 15
cm dengan lapis permukaan menggunakan lapisan Lapen.
Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh mesin gilas,
stemper, atau timbres dengan kemiringan yang direncanakan untuk permukaan.
Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas batu, untuk
memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.
Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya permukaan rata dan
rapi. Batu harus berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang), ujung
yang lebih runcing ke atas (kalau runcing kebawah, batu yang dibebani akan
tembus lapisan pasir dasar ).Disisipkan batu kecil sebagai pengunci pada
permukaan.
Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah yang terpilih.
Tanah liat tidak boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai
pasir urug. Sebagai alternatif, lapisan atas dapat dibuat dari sirtu atau krosok
dengan tebalnya 2 cm.
Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda besi sambil
permukaan disempurnakan.
Khusus untuk tikungan tajam, permukan dibuat miring ke dalam,
dengan kemiringan maksimal 10 %. Hal ini untuk membuat tingkat pelayanan
jalan selalu sama baik di jalan lurus maupun di tikungan. Perkerasan diperlebar
50 cm pada bagian dalam tikungan.
3.1.22. Bahu Jalan
Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung permukaan jalan dan sebagai perantara
aliran air hujan yang ada dipermukaan jalan menuju saluran pinggir dengan
Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA
lancar. Bahu jalan juga berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara
bagian kendaraan. Bahu jalan tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan
desa.
Adapun persyaratan teknis untuk bahu jalan adalah sebagai berikut :
Bahu jalan dibuat di sebelah kiri dan sebelah kanan sepanjang jalan, dengan
lebar minimal 50 cm.
Bahu harus dibuat dengan kemiringan sedikit lebih miring dari pada kemiringan
permukaan jalan, biasanya 5 8 % (sama dengan turun 3-4 cm persetiap 50 cm
lari), demi kelancaran pembuangan air hujan.
Bahan untuk bahu sebaiknya terdiri dari tanah yang dapat ditembusi air,
sehingga pondasi jalan dapat dikeringkan melalui proses rembesan.
Tanah pada bahu harus dipadatkan (lihat penjelasannya dalam sub bab
pemadatan tanah)
Ada baiknya kalau rumput ditanam disebelah luar bahu, dimulai sekitar 20 cm
dari pinggir. Rumput tersebut akan membantu stabilisasi pinggir jalan, tetapi
harus dipangkas secara rutin supaya tidak terlalu tinggi.
Penanaman perdu atau pohon diharapkan diluar bahu (dan saluran, bila ada).
Tanaman tersebut akan membantu stabilitas timbunan baru, tetapi tidak boleh
terlalu dekat dengan jalan.
3.1.23. Pemadatan Tanah
Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami
gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat. Sebelum kegiatan
pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan
mesin gilas, stemper, atau timbrisan.
Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabilitas dan daya tahan badan jalan.
Jalan yang tidak dipadatkan juga lebih mudah terkikis oleh pengaliran air, dan
mudah terkena air dan longsor.
Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit basah,
tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar. Tanah biasa yang terlalu
basah tidak dapat dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh
lebih banyak untuk dipadatkan. Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan
setiap lapis maksimal 20 cm. Bila dipadatkan dengan lapisan yang lebih tebal,
bagian dalam kurang padat.
Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper atau dengan mesin
gilas yang berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 2 ton bergetaran dianggap sama dengan
mesin biasa berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila dapat
masuk lokasi. Pemadatan secara padat karya dilaksanakan dengan timbris.
Untuk daerah dimana tempat tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus
diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilizer.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA
3.1.25. Saluran Pinggir Jalan
Saluran pinggir jalan yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan di sebelah kiri
dan kanan jalan, kecuali :
a. Jalan yang dibuat di punggung bukit, tidak perlu saluran sama sekali.
b. Jalan yang dibuat di lereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah luarnya.
c. Badan jalan diurug lebih dari 50 cm

Pada keadaan biasa, setiap saluran harus berukuran 50 cm (dalam) x 30 cm (lebar


dasar) seperti yang diatas, dengan bentuk trapezium (lebar atas 50 cm). Saluran
dibuat lebih besar apabila diperkirakan debit air yang harus dibuang sangat besar.
Saluran dibuat sejajar dengan jalan, dan dasar saluran harus dibuat dengan
kemiringan sangat rendah untuk mengendalikan kecepatan aliran. Kecepatan tinggi
menyebabkan erosi tanah, maka perlu terjunan atau pasangan apabila kecepatan
aliran air terlalu cepat. Tidak benar jika dasar saluran datar, karena air tidak akan
mengalir sama sekali.
Ketinggian dasar saluran harus lebih rendah daripada lapisan pasir yang ada di
bawah batu perkerasan, demi kelancaran proses perembesan dan pengeringan.
Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari penguatan talud
dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Tujuan perlindungan
saluran adalah untuk mengurangi erosi tanah pada saluran supaya saluran tetap
berfungsi dan jalan tidak terkikis. Jenis perlindungan terdiri dari rumput (gebalan),
turab, batu kosong, atau pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada
tikungan di tanah yang sangat peka erosi.
Jenis perlindungan dipilih setelah dipertimbangkan :
1. Kemiringan saluran dan kecepatan air
2. jenis tanah (harus yang peka erosi)
3. perubahan arah pengaliran pada belokan
4. debit air.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

3.1.26. Box Culvert dan Jembatan


Box Culvert dan Jembatan adalah jenis bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan
air yang harus melewati di bawah permukaan jalan.
Box Culvert dan Jembatan
diperlukan jika :
o Terdapat sungai atau saluran irigasi melewati jalan.
o Kapasitas saluran pinggir kurang mengalirkan volume
diperkirakan, dan air harus melewati jalan untuk dibuang.
o Saluran pinggir jalan memotong jalan lain pada persimpangan.

air

yang

Gorong

JALAN

o Di daerah perbukitan, setiap tempat terendah pada profil jalan. Kebutuhan


ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

X = Lokasi yang salah


O = Lokasi yang betul
Tiap gorong-gorong dilengkapi bak penampungan air dan bak pembuang di
ujungnya, demi kelancaran pengaliran air dan untuk mencegah erosi.
Untuk mengurangi erosi, aliran alamiah tidak digangu. Baik di denah maupun di
profil kedua ujung gorong-gorong mengikuti garis aliran yang alamiah. Jika garis
alamiah tidak diikuti, saluran dan bak harus dilindungi.
Garis Aliran

Box/Jembatan

J AL A N

Garis Aliran

Laporan akhir

Badan Jalan

PT.ARENCO BINATAMA

Jenis Box Culvert dan Jembatan yang layak untuk jalan desa adalah:
1. Plat beton yang dibuat dengan pondasi dari pasangan batu dan lantai dari
beton bertulang, berukuran sisi layak di mana buis beton tidak ditanam
cukup dalam.
3. Boog duiker, yang dibuat dari batu belah dan berukuran 40 s.d 60 cm.
3.1.27. Pembuangan dari Saluran dan Gorong-Gorong
Pembuangan dari saluran dan gorong-gorong harus diperkirakan untuk mencegah
kerusakan akibat pengaliran air yang tidak terkendali. Pembuangan air dengan
aman tetap menjadi tanggung jawab perencana jalan.

3.2.
3.2.1.

3.2.2.

Pembuangan yang aman adalah pembuangan yang mengantarkan aliran air ke


sungai atau ke saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak
lingkungannya, terutama lahan petani atau rumah penduduk. Pembuangan tersebut
dapat melalui sebuah saluran baru khusus pembuangan.
PERENCANAAN DRAINASE
Maksud dan Tujuan
3.2..1.

Maksud
Tata cara perhitungan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan
dalam merencanakan struktur drainase permukaan jalan. Adapun yang
dimaksud dengan saluran drainase disini adalah :
a. Saluran samping jalan
Yaitu saluran drainase yang terletak di sebelah kiri dan kanan jalan,
karena saluran juga difungsikan sebagai penampung limbah rumah
tangga yang biasanya menghadap ke arah jalan.
b. Saluran drainase yang berdiri sendiri.
Kedua jenis saluran tersebut merupakan satu sistim pembuangan
yang saling terkait.

3.2..2.

Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam cara
merencanakan drainase permukaan jalan yang sesuai dengan
persyaratan teknis.

Ruang Lingkup
Tata cara ini meliputi persyaratan-persyaratan, kemiringan melintang perkerasan
dan bahu jalan serta dimensi, kemiringan, jenis bahan, tipe saluran samping jalan
dan gorong-gorong/Box/Jembatan.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

3.2.4.

Pesyaratan-persyaratan
Hal yang disyaratkan dalam perencanaan sistem drainase adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna;
2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan faktor
ekonomi dan faktor keamanan;
3) Perencanaan drainase harus mempertimbangkan pula segi kemudahan dan
nilai ekonomis terhadap pemeliharaan sistem drainase tersebut;
4) Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-sungai
pengumpul drainase;
5) Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase areal, tetapi
harus diperhatikan dalam perencanaan terutama untuk air keluar.

3.2.5.

Ketentuan-Ketentuan
3.2.5.1. Umum
Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari : kemiringan melintang
perkerasan dan bahu jalan, saluran samping, gorong-gorong dan saluran
penangkap (lihat gambar).

Saluran Penangkap
Perkerasan Jalan

Bahu Jalan

ib%

i%

i = Kemiringan Perkerasan Jalan


ib = Kemiringan Bahu Jalan

i%

Bahu Jalan

ib%

Gorong - gorong

Gambar 3.2.1. Sistem Drainase Permukaan

3.2.5.2. Saluran samping jalan


Hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan saluran adalah sebagai
berikut :
1) Bahan bangunan saluran samping jalan ditentukan oleh besarnya
kecepatan rencana aliran air yang akan melewati saluran samping
jalan ( lihat tabel 3.2.1.)

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Tabel 3.2.1. Kecepatan aliran air yang diijinkan


berdasarkan jenis material

3.2.6.

Jenis Bahan

Kecepatan AliranAir
Yang diizinkan
(m/detik)

Pasir Halus
Lempung kepasiran
Lanau aluvial
Kerikil halus

0.45
0.50
0.60
0.75

Lempung kokoh
Lempung padat
Kerikil kasar
Batu-batu besar

0.75
1.10
1.20
1.50

Pasangan batu
Beton
Beton bertulang

1.50
1.50
1.50

Gorong-gorong Pembuang Air


Gorong-gorong pembuang air meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Ditempatkan melintang jalan yang berfungsi untuk menampung air dari
saluran samping dan membuangnya.
2) Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
3) Harus dibuat dengan tipe yang permanen ( lihat gambar bagian goronggorong ).
Bagian gorong-gorong terdiri dari tiga bagian konstruksi utama, yaitu :
- Pipa kanal air utama yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian
hulu ke bagian hilir secara langsung.
- Tembok kepala yang menopang ujung dan lereng jalan ; tembok
penahan yang dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk
menahan bahu dan kemiringan jalan.
- Apron ( dasar ) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya
erosi dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat lumpur ; bentuk
gorong-gorong tergantung pada tempat yang ada dan tingginya
timbunan.
- Bak penampung diperlukan pada kondisi :
Pertemuan antara gorong-gorong dan saluran tepi.
Pertemuan lebih dari dua arah aliran.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

4) Kemiringan gorong-gorong 0.5 2 %.

Tembok Kepala

0.5 - 2%

Apron ( dasar )

Pipa kanal air utama


Bak penampung

Gambar 3.2.3. Bagian gorong-gorong.


5) Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter, di daerah
pegunungan dua kali lebih banyak.
6) Kemiringan gorong-gorong antara 0.5 2 % dengan pertimbangan faktorfaktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan erosi di tempat
air masuk dan pada bagian pengeluaran.
7) Tipe dan bahan gorong-gorong yang permanen ( lihat gambar tipe ) dengan
desain umur rencana :
- Jalan tol
: 25 tahun
- Jalan arteri
: 10 tahun
- Jalan lokal
: 5 tahun
8) Untuk daerah-daerah yang berpasir, bak pengontrol dibuat / direncanakan
sesuai kondisi setempat.
9) Dimensi gorong gorong minimum dengan diameter 80 cm, kedalaman
gorong gorong yang aman terhadap permukaan jalan, tergantung tipe :
No

Tipe gorong-gorong

Potongan melintang

Material yang
dipakai

Pipa tunggal atau


lebih

Metal gelombang,
beton bertulang
atau beton tumbuk,
besi cor dll.

Pipa lengkung
tunggal atau lebih

Metal gelombang

Gorong gorong
persegi
( Box culvert )

Beton bertulang

Gambar 3.2.4. Tipe Penampang Gorong Gorong.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Bab V
Penutup
5.1.

Kesimpulan
1.

Pertimbangan Perencanaan Pembangunan Jalan Akses Menuju Bandara


Long Ampung di Kabupaten Malinau ini didasarkan atas pengembangan tata
ruang Bandar Udara dengan ruas jalan di sekitarnya dengan beberapa alasan
berikut:
a.

Usaha

pemenuhan

dukungan Bandar udara

atas

pelayanan

sosial

ekonomi dan kualitas lingkungan yang memadai serta dalam menunjang


pemasaran dan perdagangan komoditi wilayah hinterland.
b. Kebijakan pengembangan untuk menentukan arah perkembangan desa
beserta arahan lokasi bagi kegiatan-kegiatan penting yang direncanakan.
c. Mempromosikan ruang-ruang desa yang kurang menguntungkan untuk
kegiatan berusaha (bagi para investor).
d. Sebagai antisipasi terhadap pengembangan dan pembangunan di tingkat
desa maupun yang lebih luas, dimana dibutuhkan keterpaduan dan
ketersediaan fasilitas jalan yang mampu menampung lalu lintas secara
memadai.
e. Aspek lalu lintas dan struktur jaringan jalan, yaitu berkaitan dengan
pengembangan transportasi regional dan nasional untuk mendukung
mobilitas dan efektifitas pergerakan moda lalu lintas.
f. Aspek Tata Guna Lahan
-

Didasarkan pada kebutuhan untuk memberi aksesibilitas terhadap


pengembangan wilayah Bandar Udara (mencakup perbaikan dan
peningkatan kualitas serta fungsi Bandar Udara yang ada)

Untuk membuka pengembangan kawasan baru di sekitarnya.

2. Setelah dilakukan perencanaan maka diperoleh besarnya biaya konstruksi untuk


masing-masing jenis pekerjaan infrastruktur.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

3. Perhitungan Biaya (Engineer Estimate) ini mengacu pada harga satuan bahan
dan upah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Malinau Tahun 2014.
Selanjutnya dibuat analisa harga satuan untuk setiap item pekerjaan yang akan
dilaksanakan. Secara lengkap perhitungan Biaya dapat dilihat pada Laporan
Rencana Anggaran Biaya.
4. Pelaksanaan pekerjaan masing-masing item dapat dilaksanakan secara bertahap
disesuaikan dengan kebutuhan dan teknis di lapangan.
5.2.

Saran
1. Untuk mendapatkan mutu bangunan sesuai dengan yang direncanakan,
kontraktor harus cermat dalam membaca gambar dan pemilihan material.
2. Untuk infrastruktur jalan sistim pelaksanaan timbunan dipadatkan lapis demi
lapis dengan ketebalan maksimal 20 cm menggunakan alat pemadat.
3. Untuk jalan di daerah rawa sebelum ditimbun dilakukan pembersihan terhadap
kotoran yang ada pada dasar tanah.
4.

Bahwa pada saat perencanaan dilakukan berdasarkan data eksisting, tetapi


sebelum

pelaksanaan

kemungkinan

telah

dilaksanakan

pekerjaan

infrastrukturnya oleh berbagai pihak atau atas inisiatif warga masyarakat. Untuk
mengantisipasi ini Kontraktor dan Konsultan Supervisi harus mengadakan
setting ulang terutama atas elevasi jalan atau drainase agar mendapatkan hasil
yang optimal. Ketidaksamaan kondisi di lapangan dengan gambar rencana perlu
disikapi sebagai sesuatu yang tetap harus dilaksanakan. Sehingga harus segera
diambil keputusan, mengingat program ini sangat mendesak dan dinantikan
oleh masyarakat desa.

Laporan akhir

PT.ARENCO BINATAMA

Laporan akhir

Anda mungkin juga menyukai