Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Mikrotia didefinisikan sebagai daun telinga yang kecil dengan insiden sekitar 1 dari 70008000 ribu kelahiran. Mikrotia lebih sering terjadi pada telinga kanan dengan rasio sekitar 3:2,
lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (3:2), kasus lebih sering terjadi pada salah
satu telinga daripada kedua telinga dengan perbandingan 4:1. Mikrotia disebabkan oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan, bukan suatu kelainan kromosom.
Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tidak sempurna. Kelainan
bentuk ini seringkali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga dan kelainan
tulang pendengaran. Namun kelainan ini jarang disertai dengan kelainan telinga dalam,
karena perkembangan embriologi yang berbeda antara telinga dalam dan teling tengah.1
Kejadian pada laki-laki lebih sering pada perempuan. Angka kejadian 1:7000
kelahiran. Lenih sering telinga kanan. Kejaddian pada telinga unilateral dibandingkan
bilateral adalah 5:1. Sekitar 90% mengenai telinga unilateral dan 10% bilateral.1
Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara
dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada data
khusus sehubungan dengan mikrotia. Ras Asia lebih sering terkena daripada ras lainnya.

Teratogen yang paling sering menyebabkan kelainan mikrotia seperti isotretionin,


thalidomide dan infeksi rubella pada masa kehamilan. Rekonstruksi mikrotia merupakan
salah satu prosedur yang sulit pengerjaannya pada bidang plastik rekonstruksi. Rekonstruksi
telinga dengan tulang rawan iga autologus atau dengan polietilen hasilnya tetap saja tak
seindah daun telinga yang menggunakan prostesa. Saat ini, penggunaan tulang rawan iga
autologus masih menjadi baku emas untuk rekonstruksi telinga. Berbagai teknik baru telah
dikembangkan, di antaranya penggunaan implan dari aloplastik, prostesa dan pengembangan
jaringan (tissue expander).
Menurut Wu dkk4 rekonstruksi telinga membutuhkan 4 kali operasi dengan jarak
antar operasi minimal 6 bulan, sehingga total proses rekonstruksi telinga memakan waktu
selama 2 tahun. Berbagai macam teknik operasi untuk rekonstruksi mikrotia, di RSCM lebih
sering menggunakan teknik Nagata, dimana proses rekonstruksi telinga dipersingkat menjadi
2 tahap. Hal ini memberikan keuntungan untuk pasien karena akan mempercepat waktu
rekonstruksi yaitu rekonstruksi tahap ke-2 dilakukan 12 minggu setelah tahap 1.

KASUS

IDENTITAS :
Nama

: By. SM

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Lahir

: 16 November 2014 pukul 18.10

Tanggal Masuk

: 16 November 2014 pukul 18.30

ANAMNESIS
Bayi baru lahir pukul 18.10 lahir secara spontan LBK di RSUD Undata. Apgar Score
7-9, ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium, anus palatum (+/+), mec/mix(-/-), pusat
baik, menangis spontan. Bayi lahir cukup bulan, Tidak ditemukan kelainan kongenital. Partus
lama tidak ada, pendarahan antepartum abnormal tidak ada, kelainan plasenta (-), rupture
membrane prematur tidak ada.
Riwayat maternal: G2P1A0 , saat hamil usia 28 tahun, Usia kehamilan 38 minggu. ANC
rutin. Ibu tidak mempunyai riwayat hipertensi, tidak ada riwayat DM, anemia berat tidak ada,
tidak ada konsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan. Ibu tidak mengkonsumsi alkohol
ataupun merokok selama hamil. Selama hamil, ibu beristirahat dengan cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital
Denyut Jantung

: 136 kali/ menit

Respirasi

: 42 kali/menit

Suhu

: 36,8oC

Capillary Refill Time : < 2 detik


Berat Badan

: 3200 gram

Panjang Badan

: 46 cm

Sistem Pernafasan
-

Sianosis

: (-)

Merintih

: (-)

Apnea

: (-)

Retraksi dinding dada

: (-)

Pergerakan dinding dada

: Simetris bilateral

Pernafasan cuping hidung

: (-)

Stridor

: (-)

Bunyi Pernafasan

: Bronchovesikuler

Bunyi Tambahan

: (-)

Skor DOWNE
Frekuensi Nafas

: 42 x/menit

(0)

Retraksi dinding dada : Tidak ada

(0)

Sianosis

: Tidak ada

(0)

Udara masuk

: Simetris

(0)

Merintih

(0)

Tidak ada

Total Skor

:0

Kesimpulan

: Tidak ada gawat napas

Kriteria WHO

: Tidak ada gangguan nafas

Sistem Kardiovaskuler
-

Bunyi Jantung

: Murni reguler

Murmur

: (-)

Sistem Hematologi
-

Pucat

: (-)

Ikterus

: (-)

Sistem Gastrointestinal
-

Kelainan dinding abdomen

: (-)

Muntah

: (-)

Diare

: (-)

Organomegali

: (-)

Bising Usus

: (+) Kesan Normal

Umbilikus
Keluaran

: (-)

Warna kemerahan

: (-)

Edema

: (-)

Sistem Saraf
-

Aktivitas

: Aktif

Kesadaran

: Compos Mentis

Fontanela

: Datar

Sutura

: Belum menutup

Refleks Cahaya

: (+/+)

Kejang

: (-)

Sistem Genitalia
-

Perempuan:
Keluaran :

(-)

Pemeriksaan Lain
-

Ekstremitas

: Akral hangat

Turgor

: < 2 detik

Tulang Belakang

: Normal

Kelainan Kongenital

: Mikrotia dexter & Atresia meatus akustikus externeus

Trauma Lahir

: (-)

Skor BALLARD
-

Maturitas Neuromuskular
Sikap Tubuh

:4

Persegi Jendela

:4

Rekoil Lengan

:4

Sudut Poplitea

:4

Tanda Selempang

:4

Tumit ke Kuping

:4

Maturitas Fisik
Kulit

:1

Lanugo

:2

Permukaan Plantar

:2

Payudara

:3

Mata/Telinga

:2

Genitalia (perempuan) : 2
Total Skor

: 36

Estimasi Umur Kehamilan : 38-40 minggu

Menurut kurva Battaglia & Lubchenco diatas, didapatkan bahwa bayi tergolong sesuai masa
kehamilan (SMK).
Resume :
Bayi baru lahir pukul 18.10.lahir secara spontan LBK di RSUD Undata. Apgar Score
7-9, ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium, anpal (+/+). Berat badan lahir 3200
gram, panjang badan 42 cm, menangis spontan, estimasi usia kehamilan 38-40 minggu. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan denyut jantung: 136 kali/ menit, respirasi 42 kali/menit, suhu
36,8oC, skor down 0: Tidak ada gawat nafas, kriteriaWHO: Tidak ada gangguan nafas.

DIAGNOSIS : Bayi Aterm (SMK) + Mikrotia dexter + Atresia meatus akustikus externus

TERAPI :
Jaga kehangatan
Atur posisi bayi
Isap lendir
Keringkan tubuh bayi sambil berikan rangsangan taktil
Atur posisi kembali
Observasi pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit
Injeksi Vit. K 1 mg / IV
Gentamicin tetes mata 1 tetes.

Anjuran Periksaan :
-

GDS

Darah Rutin

Follow Up:
17 November 2014 (06.00)
S: Minum baik (+)
O: KU: Sedang
Tanda Tanda Vital
HR : 124 x/menit

T : 36,9C

RR : 48 x/menit

CRT : < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang.
GDS: 55 mg/dL
Darah Rutin:
RBC

: 4,58

1012/L ( 3.50-6.00)

WBC

: 5,5

109/L (3.5-10.0)

HGB

: 14,1

g/dL

(11.5-16.5)

BB : 3200 gram

A: Diagnosis :
Bayi Aterm (SMK) + Mikrotia dexter + Atresia meatus akustikus externus
P:
Terapi :
-

ASI

18 November 2014 (06.00)


Pasien pulang

DISKUSI KASUS

Telinga mamalia dibagi menjadi tiga komponen yang berbeda dan saling berhubungan.
Unit-unit ini, telinga eksternal, tengah, dan bagian dalam, berbeda dalam asal embriologik
(Gambar 2.1). Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga, dan membran timpani.4
Telinga eksternal embriologis berasal dari lengkungan brankhial pertama dan kedua , dan
mencakup baik ektodermal dan komponen mesodermal. Lengkungan jaringan mesenkim
terdiri dari mesoderm paraksial dan sel pial neural . Sel-sel ini pial neural berasal dari otak
belakang dan karenanya memiliki implikasi untuk regulasi genetik pembentukan otak
belakang dan segmentasi serta pembentukan telinga luar.4

Gambar 1. Perkembangan telinga pada hari ke 29 dari gestasi4


Lengkungan pertama menimbulkan daun telinga anterior, liang telinga, cincin
timpani, dan bagian superior dari maleus dan inkus. Lengkungan kedua menimbulkan daun
telinga posterior, bagian-bagian dari meatus auditori eksternal, bagian inferior maleus dan
inkus, dan stapes suprastruktur. Daun telinga dibentuk oleh perubahan bertahap dalam bentuk
dan fusi komponen hillocks auricular, yang berasal dari lengkungan brankhial pertama dan
kedua. Pembentukan hasil pendengaran meatus eksternal dari piring padat epitel sel
ektodermal, steker meatus yang akhirnya teresorbsi dengan hanya lapisan kanal yang tersisa.
Kanal dilapisi oleh sel epitel asal ektodermal. Membran timpani mulai berkembang selama

minggu ke-28 kehamilan dan muncul dari aspek yang paling medial meatus, yang akhirnya
menjadi lapisan luar dari membran timpani.

Gambar 2. pertumbuhan dari 6 hiloks telinga4


Anatomi
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai mebran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2-3 cm. Telinga eksternal terdiri dari,
kerangka tulang rawan 3-dimensi yang elegan dengan lobulus jaringan lunak. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi dari kelenjar
keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada
duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1

Gambar 2.3 anatomi daun telinga 3


Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar adalah membran timpani, batas depan
tuba eustachius, batas bawah vena jugularis, batas belakang aditus ad antrum, batas atas tegmen
timpani (meningen otak), batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah adalah: (1) kanalis semi
sirkularis, (2) kanalis fasialis, (3) oval window, (4) round window dan (5) promontorium.1 Membran
timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap
sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian
bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubis bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
sekret kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari
umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri
dan pada pukul lima untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya berupa kerucut.1
Membran timpani dibagi dalam empat kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas belakang, bawah-depan, bawah-belakang untuk menyatakan letak perforasi pada
membran timpani.1
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes

terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.1

Fisiologi
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran

yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya

ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skalavestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanalion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. Gangguan
telinga luardan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif.1

Gambar 2.5 Fisiologi Pendengaran3

Definisi
Mikrotia terbentuk dari dua kata yaitu micro yang artinya kecil dan otia yang artinya
telinga. Microtia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan
sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak berbentuk sama sekali (anotia). Biasanya bilateral
dan berhubungan dengan stenosis atau atreasia meatus akustikus eksternus dan mungkin
malformasi inkus dan maleus.4
Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tidak sempurna. Kelainan
bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga dan
kelainan tulang pendengaran. 1

III.2. Epidemiologi
Melnick dan Myranthopoulos meneliti cacat dan anomalidaun telinga terkait dalam
serangkaian 56.000 kehamilan pada populasi etnis yang beragam ( Kaukasia 46 % , 46% Afrika
Amerika , Latino 8 % ) , cacat telinga terjadi pada sekitar 1,1 % ( 11 1000 ) kelahiran . Anomali yang
parah , seperti mikrotia , terjadi pada sekitar 3 di 10.000 kelahiran hidup . Kejadian telah dilaporkan
1 di 4000 pada populasi Jepang dan setinggi 1 di 900-1 tahun 1200 pada populasi Navajo.3

Hampir setengah dari pasien mikrotia dalam studi Melnick dan Myranthopoulos disajikan
dengan mikrosomia kraniofasial, juga dikenal sebagai sindrom wajah - auricular vertebral. Dalam studi yang sama, sisi kanan dipengaruhi hampir dua kali sesering kiri,
dan deformitas bilateral terjadi pada 10 % pasien, dengan rasio dilaporkan kanan- ke kiri - ke - bilateral sekitar 05:03:01 . Banyak sumber melaporkan bahwa tulang
belakang, urogenital, dan anomali ginjal
terjadi dalam sindrom mikrosomia kraniofasial, meskipun hal ini tidak dikonfirmasi dalam
kelompok ini.3
Kejadian pada lelaki lebih sering daripada perempuan. Angka kejadian 1:7000
kelahiran. Lebih sering pada telinga kanan. Kejadian pada telinga unilateral dibandingkan
bilateral adalah S:1. Sekitar 90% mengenai telinga unilateral dan 10% bilateral. 1
Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap
negarad a n ras i n d iv i d ua l) . J um la h nya di In do nes ia be lum di ket ahu i de n ga n p ast i
k are n a ti da k pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Ras Asia lebih sering terkena
daripada ras lainnya.1

III.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Kedua faktor keturunan dan kecelakaan pembuluh darah dalam rahim telah diusulkan
sebagai faktor etiologi mikrotia. Beberapa kelompok telah mempelajari pasien mikrotia mereka
sebagai probands, menemukan bukti untuk mikrosomia kraniofasial keluarga dan pola sugestif
warisan multifaktorial.3
Faktor penyebab yang spesifik juga dapat mencakup rubella ibu selama trimester pertama
kehamilan, Brent telah melaporkan eksposur thalidomide selama kehamilan sebagai penyebab poin
Poswillo dengan waktu bervariasi dari cacat teratogenik pada pasien dengan kelainan bentuk telinga
terkait dengan dysostosis mandibulofacial (Treacher Collins. -Franceschetti syndrome) dan bentuk
yang lebih umum dari lengkungan branchial anomali dalam microsomia spasm.3
Namun hingga saat ini belum diketahui benar apa penyebab dari mikrotia. Tapi hal-hal
berikut harus diperhatikan ibu hamil pada trimester pertama kehamilan: (1) faktor makanan, (2)
stress, (3) menghindari obat-obatan.3,5
Manifestasi Klinis

Kelainan biasanya terlihat pada saat lahir dengan malformasi aurikular jelas. Tingkat
hipoplasia dari telinga eksternal adalah variabel. Ketika mikrotia terlihat dalam hubungannya dengan
anomali lainnya, karyotyping dapat mengungkapkan kelainan kromosom.3
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga dengan
cepat. Kriteria menurut Aguilar dan Jahrsdoerfer, yaitu: (1) Derajat 1: Jika telinga luar
terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan prosedur operasi untuk
kelainan daun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari telinga normal. Semua
struktur telinga luar ada pada grade 1 ini. Kita bisa melihat adanya lobule, helix dan
anti helix. Grade 1 ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar. (2) Derajat
2: Jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya skapa, lobul,
heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih
terdapat lobule dan sedikit bagian dari helix dan antihelix. (3) Derajat 3: terlihat
seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia. Kelainan ini membutuhkan
proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai
mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga
hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian
bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atasnya. Dimana ini
merupakan tulang kartilgo yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini
juga akan disertai atresia atau ketidakadaan lubang telinga luar.3,5

Gambar 3.1 klasifikasi mikrotia3

Sedangkan Tanzer mengklasifikasikan mikrotia berdasarkan deskripsi dan lokasi dari defek: (1)
tipe A yaitu telinga anotik, (2) tipe B yaitu telinga hipoplastik yang lengkap dengan atau tanpa atresia
aural, (3) tipe C hipoplasia dari 1/3 tengah dari aurikel, (4) tipe D hipoplasia dari 1/3 superior dari
aurikel, (5) tipe E yaitu telinga yang prominen.5

Kemudian ada klasifikasi Nagata yang berhubungan dengan pendekatan operasi: (1) Tipe
lobulus. Pasien memiliki sisa telinga dan lobulus salah posisi tapi tidak memiliki konka,
meatus akusitikus atau tragus; (2) Tipe konka: Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah
posisi, konka (dengan atau tanpa meatus akustikus), tragus, dan anti tragus dengan insisura
intertragica ; (3) Tipe konka kecil, pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, dan
indentasi kecil daripada konka; (4) Anotia, pasien dengan tidak ada atau hanya sedikit telinga
yang tersisa; (5) Mikrotia atipikal, pasien ini memiliki deformitas yang tidak sesuai dengan
kategori diatas. 4
Sebagian besar pasien dengan mikrotia tidak memiliki gangguan lain. Namun sepertiga dari
keseluruhan kasus akan mengalami jaringan dan tulang yang tidak berkembang di sisi mikrotianya.
Hal ini biasanya disebut dengan hemifacial microsomia. Sekitar 15% dari keseluruhan kasus
mengalami kelemahan saraf fasialis. Kelainan lainnya yang sangat jarang bisa berupa gangguan
pembentukan palatum (bibir sumbing), gangguan jantung dan gangguan ginjal. Jantung dan ginjal
bisa terkena karena kedua organ ini berkembang bersamaan dengan perkembangan telinga luar dan
tengah.6
Anak-anak dengan mikrotia menjadi sadar dengan kondisi dirinya pada saat menginjak usia
tiga setengah tahun. Sebelum usia itu anak-anak cenderung tidak peduli dengan kondisinya. Setelah
menginjak usia tersebut anak-anak mulai menanyakan tentang telinganya yang kecil sebelah atau
telinganya yang berukuran berbeda dari teman-temannya.6
III.4 Diagnosis
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan memiliki telinga
yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan dilakukan untuk mengetahui apakah ada
gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada gangguan pendengaran,
maka derajat berapa gangguan pendengarannya.3,6
Penatalaksanaan
Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6-8 tahun. Pada usia ini
kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga sisi

normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat digunakan sebagai contoh rangka
telinga. Pada usia ini daun telinga mecapai 80-90% ukuran dewasa.2,6
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang
menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah pemecahan yang paling baik
untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran normal dari telinga sisi lain,
rekonstruksi telinga tengah tengah tidak dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan pendengaran
bilateral, dianjurkan rekonstruksi telinga tengah.5
Terdapat tiga model rangka telinga untuk operasi rekonstruksi, antara lain: (1) tandur
autologus, yaitu rekonstruksi menggunakan kartilalo autologus, telah menjadi standar operasi
rekonstruksi karena tandur diterima dengan baik dan tidak terjadi reaksi penolakan jaringan. (2)
prosthetic farmwork, bila rekosntruksi menggunakan rangka silikon atau gorotex. Metode ini sering
menimbulkan komplikasi nekrosis. Integritas jaringan host dengan bahan prostetik masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. (3) prosthetic ear replacement.5
Dibawah ini adalah tiga pilihan utama untuk rekonstruksi mikrotia: (1) rekonstruksi
autogenik, dua teknik utama yang menjelaskan untuk rekonstruksi autogenik dari aurikel yang
menggunakan kerangka kartilago dari tulang rusuk adalah teknik Brent dan teknik Nagata.5
Teknik Brent meliputi empat tahapan: (a) pembuatan dan penempatan dari kerangka
aurikuler kartilago tulang rusuk. (b) lubang telinga dirotasi dari malposisi vertikal menjadi posisi yang
benar di aspek kaudal dari kerangka. (c) pengangkatan dari aurikel yang direkonstruksi dan
pembuatan dari sulkus retroaurikuler. (d) pendalaman dari konka dan pembuatan tragus.6

Keterangan gambar: Pemuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent tahap
1. A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk. Pinggrian heliks
dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang mengambang. B: Mengukir detail menjadi dasar
menggunakan gouge. C: Penipisan dari kartilago tulang rusuk untuk membuat pinggiran heliks. D:
Mengaitkan pinggiran ke blok dasar menggunakan benang nilon. E: Kerangka selesai.4

Gambar 3.3
Keterangan Gambar: Pemasangan dari kerangka telinga teknik Brent tahap 1. A: Tanda preoperative
menandakan lokasi yang diinginka dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran dari pembedahan yang
diperlukan (garis putus-putus). B: Pemasangan dari kerangka kartilago. C: Tampilan setelah tahap
pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap kulit ke dalam jaringan interstisial dari
kerangka.4

Keterangan Gambar: Rotasi dari lobules. Teknik Brent tahap 2. Lubang telinga di rotasi
dari malposisi vertical menjadi posisi yang benar di aspek kaudal dari kerangka. A:
Desain dari rotasi lobus dibuat dengan incise yang dapat digunakan di tahap 4,
konstruksi tragus. B: Setelah rotasi dari lobules.4

Gambar 3.5

Keterangan Gambar:
Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.
Elevasi dari kerangka dan skin graft menjadi sulkus. Teknik Brent tahap 3. A: Insisi dibuat
dibelakang telinga. B: Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke sulkus jadi graft akhir tidak
akan terlihat. C: Graft yang tebal pada permukaan medial yang tidak tersembunya dari
aurikel.3

Keterangan Gambar:
Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus. Konstruksi dari tragus. Teknik Brent tahap
4. A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan. B:
Insisi bentuk L dibuat dan graft diamasukkan dengan permukaan kulit di bawah. C:
Graft sembuh dengan baik.3

Rekonstruksi alloplastik sejumlah material telah pernah digunakan untuk membuat kerangka
aurikuler. Sekarang ini bahan yang paling sering digunakan adalah silastik atau cetakan polietilen
yang bisa menyerap. Kerangka alloplastik memiliki resiko yang lebih tinggi untuk erosi dan eksposur
dibandingkan dengan autogenus. Faktor yang berkontribusi terhadap tingginya resiko ekstrusi
adalah jaringan luka, kulit yang terlalu tipis, tekanan pada implan, tekanan dan infeksi. Walaupun
begitu dengan penutupan jaringan lunak yang adekuat, seperti flap temporoparietal fasial, kerangka
alloplastik dapat digunakan dengan sukses. Banyak penulis menyatakan bahwa rekonstruksi
alloplastik merupakan pilihan kedua setelah kartilago tulang rusuk.3,6 ; (3) Rekonstruksi prostetik,
sebuah alternatif untuk operasi rekonstruksi telinga adalah dengan menggunakan prostetik
aurikuler. Pada beberapa pasien, ini merupakan alternatif yang tepat. Prostetik aurikuler digunakan
untuk menghindarkan operasi telinga dalam. Implan titanium dari gabungan tulang merupakan yang
pertama ditanamkan pada tulang mastoid. Setelah implant telah sembuh secara sempurna,
dibuatlah prostetik silikon aurikuler yang sesuai dengan telinga yang lain. Gabungan titanium
ditonjolkan melalui tempelan kulit ke prostetik dengan mekanisme tertentu. Lem tidak diperlukan.
Prostetik bisadikeluarkan dengan mudah dan area tersebut dapat dibersihkan.5,6,7

III.6 Komplikasi
Seperti yng disebutkan sebelumnya, kerangka alloplastik memiliki resiko ekstrusi yang lebih
besar dibandingkan dengan kerangka kartilago tulang rusuk. Ekstrusi yang membutuhkan
pemindahan terjadi pada 5-30% dari kerangka silastik, dibandingkan pada 1-2% dari kartilago tulang
rusuk. Komplikasi lainnya termasuk infeksi, hematom dan kehilangan kulit. Hal ini biasanya jarang
terjadi dan kerangka hampir selalu bisa diselamatkan. Komplikasi daerah donor termasuk luka pada
dadayang tidak bagus, retrusi ringan sampai berat dan peraturan dari kontur tulang rusuk.5,6
III.7 Prognosis

Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang normal.
Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan terbiasa dengan pendengaran
yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orang tua berbicara dengan gurunya untuk menempatkan
anak di kelas sesuai dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi pendengaran. Hanya saja anakanak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor
Hearing Aid). Hal ini diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih
jauh lagi agar proses belajar anak tidak terganggu.2,7

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Microtia merupakan malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan
sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Kelaian telinga luar
kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga berisiko tinggi untuk terbentuknya
kolesteatoma dan infeksi telinga tengah.
Sekitar 90%, kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga tengah saja (unilateral) dan 10%
dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga kanan.
Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan. (sekitar 65:35).
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya
mikrotia. Tapi banyak hal yang harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan
untuk mencegah terjadinya mikrotia pada janin, misalnya faktor makanan, stress, kurang gizi,
menghindari pemberian atau penggunaan obat-obatan dan zat kimia. Selain itu, genetik bisa
menjadi salah satu faktor penyebab mikrotia tapi belum pernah diketahui bagaimana genetik bisa
mempengaruhi atau menjadi faktor penyebab mikrotia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Averdi Roezin, Armiyanto. Tumor hidung dan sinonasal. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, et
al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher, edisi keenam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007

2. Thorne, Charles H. Otoplasty and Ear Reconstruction. In Thorne CH et al eds, Grabb


and Smiths Plastic Surgery, edisi ke-6, 2007, Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
3. Leach J.L.. Ear Reconstruction. [article on internet]. 2011. Available on:
http://www.emedicine.medscape.com
4. Lalwani A.K. Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology Head and Neck
Surgery, 2007, Mc Graw Hill, New York.
5. Sarkissian, Raffi der. Otoplasty. In Dolan, W editor. Facial Plastic, Reconstructice,
and Trauma Surgery, 2005, Marcell-Decker, New York.
6. Kryger, Zol B. Mikrotia Repair. In Kryger, ZB. Practical Plastic Surgery. 2007.
Landes Biosciense, Texas
Throne C.H. Information about microtia/ aural atresia [article on internet] 2012. Available on:
http://www.microtia.com

Pada Mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tidak sempurna. Mikrotia
adalah

kelainan

kongenital

berupa

malformasi

daun

telinga

yang

memperlihatkan kelainan bentuk dengan derajat kelainan dari ringan sampai


berat, daun telinga berukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia).
Pada kelainan ini daun telinga mengandung sisa kartilago yang tidak terbentuk
dengan baik yang melekat pada jaringan lunak lobul dan posisinya tidak sesuai
dengan telinga normal.
Kelainan bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia)
liang telinga dan kelainan tulang pendengaran. Jika terjadi pada satu telinga
akan disebut sebagai unilateral microtia. Sedangkan apabila terjadi pada dua
telinga akan disebut sebagai bilateral microtia. Bentuk unilateral lebih banyak
terjadi jika dibandingkan dengan bilateral ( 90% angka kejadian microtia

adalah unilateral). Bila ditemukan mikrotia yang bilateral pikirkan kemungkinan


adanya sindroma kraniofasial (sindroma Treacher cillins dan sindroma nager)

Grade I

: Deformitas ringan, helix dan antihelix yang sedikit dismorfik.


Termasuk dalam grup ini adalah low-set ears, lop ears, cupped ears,
dan mildly constricted ears. Semua struktur telinga luar masih
lengkap hingga derajat tertentu.

Grade II : Stuktur pinna masih ada, namun terjadi defisiensi jaringan dan
deformitas yang cukup signifikan

Grade III : dikenal juga sebagai mikrotia klasik/ telinga kacang karen Terdapat
bagian-bagian aurikula sudah tidak dapat dikenali. Lobulus biasanya
masih ada dan terdapat pada daerah anterior. Termasuk pada grade
ini adalah anotia, yaitu daun telinga yang tidak terbentuk sama
sekali.

Mikrotia didefinisikan sebagai daun telinga berukuran kecil dengan insiden sekitar 1 dari
7000-8000 ribu kelahiran, dengan insiden pada satu telinga sekitar empat kali lipat lebih banyak
dibanding dua telinga. Rekonstruksi mikrotia merupakan salah satu prosedur cukup sulit pada bidang
plastik rekonstruksi. Saat ini, penggunaan tandur tulang rawan iga autologus masih menjadi baku
emas untuk rekonstruksi mikrotia. Tujuan: mengingatkan kembali para ahli THT tentang
pertimbangan pemilihan rekonstruksi bersamaan pada kasus mikrotia bilateral dengan pencarian
literatur berbasis bukti. Kasus: dilaporkan satu kasus mikrotia bilateral derajat 3, dengan hantaran
tulang telinga kanan 60 dB, dan hantaran tulang telinga kiri 72,5 dB. Dengan pertimbangan memilih
rekonstruksi bersamaan atau bertahap pada kedua telinga dan mengetahui prediksi perbaikan fungsi

pendengarannya. Penatalaksanaan: aurikuloplasti tahap 1 dilakukan bersamaan pada kedua telinga.


Skor Jahrsdoefer kedua telinga masing-masing 3 dan karena keterbatasan ekonomi dianjurkan
menggunakan alat bantu dengar bukan BAHA untuk mengatasi hambatan komunikasi. Kesimpulan:
penatalaksanaan mikrotia bilateral di bidang THT tidak hanya mencakup aspek rekonstruksi bentuk
namun menekankan fungsi telinga sebagai alat berkomunikasi yang optimal. Microtia adalah

kelainan bawaan pada telinga eksternal dan menengah (lihat gambar 9). Microtia pada daun
telinga disebabkan karena susunan yang tidak teratur pada sisa-sisa tulang rawan yang
melekat pada jaringan lunak yang ada pada lobulus, dimana hal yang sering terjadi adalah
ketidaktepatan posisi yang simetris dengan telinga normal yang lain. Microtia umumnya
melibatkan saluran telinga luar dan telinga tengah, dikarenakan hal tersebut, maka
memungkinkan terjadinya gangguan pada pendengaran seseorang. Microtia dapat terjadi
pada kelainan arkus brankialis (microsomia hemifacial, microsomia kraniofasial) atau dapat
bermanifestasi sebagai suatu malformasi independent. Microtia dapat dideteksi saat ibu
memeriksa kondisi janin dengan USG pada masa-masa kehamilan.
Menurut Melnick dan Myranthopoulos, deformitas dan anomali pada aurikula dapat terjadi
pada 56.000 kehamilan pada populasi etnis yang beranekaragam (Kaukasia 46%, AfrikaAmerika 46%, Latin 8%). Kelainan kongenital pada telinga terjadi pada sekitar 1,1% (11 dari
1000 kelahiran). Kelainan anomali pada telinga yang parah, seperti halnya microtia, terjadi
pada sekitar 3 tiap 10.000 kelahiran bayi hidup. Telah dilaporkan juga bahwa angka insidensi
kelainan anomali telinga di jepang yaitu 1 : 4000 populasi jepang dan 1 : 900 sampai 1 : 1200
di populasi Navajo. Hampir setengah dari pasien microtia pada penelitian Melnick dan
Myranthopoulos yang mengalami microsomia kraniofasial, juga dikenal sebagai
face-aurikularis-vertebral syndrom.

2-5

Pengukuran terhadap bentuk daun telinga dapat dilakukan dengan menggunakan kaliper geser.
Posisi kepala subjek yang dilakukan pemeriksaan harus tegak lurus menghadap ke depan sesuai
garis horizontal Frankfurt.

Terdapat 8 pengukuran antropometri pada daun telinga yaitu panjang dan lebar daun telinga,
panjang dan lebar lobul, panjang dan lebar konka, penonjolan telinga setinggi superaurale dan
setinggi tragus.10
Posisi daun telinga diukur dengan menarik garis imajiner yang dibuat dari ujung atas dan ujung bawah
daun telinga ke arah wajah. Seperti yang dikutip dari Widiarni dkk,10 yang menyebutkan bahwa ujung
atas telinga dapat berada di atas alis mata, sejajar alis mata, dan sejajar dengan kelopak mata bagian

atas atau sejajar dengan sudut mata. Ujung bawah telinga dapat berada di atas puncak cuping hidung,
sejajar cuping hidung, sejajar puncak bibir atas, sejajar sudut bibir.10
Posisi daun telinga juga ditentukan oleh letak liang telinga. Berdasarkan Leiber, pertama ditarik
garis imajinasi yang menghubungkan glabella dengan puncak bibir atas. Kedua, ditarik garis dari
arah liang telinga ke arah garis pertama sampai membentuk sudut 90 derajat.10
Klasifikasi deformitas daun telinga menurut Aguilar dan Jahrsdoefer pada tahun 1988 dan masih
digunakan hingga saat ini sebagai berikut: derajat 1 yaitu telinga normal, derajat II yaitu telinga
dengan kekurangan struktural, misalnya tidak adanya skapa, tidak terbentuknya lobul, tidak
ditemukannya konka atau tidak adanya lipatan antiheliks, dan derajat III yaitu telinga dengan
gambaran klasik deformitas bentuk kacang tanpa adanya struktur telinga yang dapat dikenali dan
anotia.8,11
Terdapat 3 pilihan rekonstruksi mikrotia: tandur autologus, rangka telinga aloplastik, prostesis. 11
Rekonstruksi autologus, seperti pada teknik 4 tahap Brent dan teknik 2 tahap Nagata yang
menggunakan tulang rawan iga untuk membangun framework daun telinga. Pada rekonstruksi
dengan rangka alloplastik, framework yang digunakan berupa porous polyethilen (Medpor).
Penggunaan Medpor baik karena biokompabiltasnya, stabilitas, integrasinya
dengan jaringan hidup, dan tahan terhadap infeksi. Rekonstruksi dengan implan titanium

berfungsi menghubungkan prostesis dengan tulang temporal namun hal ini menjadi pilihan
kedua setelah rekonstruksi menggunakan autologus dan Medpor gagal.

Menurut Liu dkk14 metode rekonstruksi telinga yang paling sering digunakan adalah Brent dan
Nagata, dan penggunaan tulang rawan iga autograft sebagai bahan pembentuk bingkai telinga sangat
menguntungkan karena mengecilkan angka kejadian infeksi, saat pembentukan bingkai telinga juga
lebih mudah, terhindar dari reaksi penolakan tubuh terhadap jaringan asing yang masuk serta toleransi
telinga terhadap tekanan jangka panjang yang cukup baik. Dapat disimpulkan bahwa rekonstruksi
daun telinga penderita mikrotia bilateral dapat dilakukan bersamaan untuk mempersingkat waktu
rekonstrusi dan biaya pasien.
Liu dkk14 berpendapat melakukan rekonstruksi telinga mikrotia bilateral secara bersamaan pada

kedua telinga dapat menghemat waktu dan biaya yang dikeluarkan pasien, karena rekonstruksi
1 telinga mikrotia dapat memakan waktu sekitar 2,5 jam namun apabila dilakukan secara
simultan rekonstruksi dapat berjalan hanya 4 jam. Pemilihan pola telinga dapat menggunakan
contoh bentuk telinga orang tua pasien karena anak secara genetik memiliki bentuk telinga yang
hampir mirip dengan orang tuanya.

Wareing MJ, Lalwani AK, Jackler RK. Development of the ear. In: Bailey BJ, Johnson JT,
Newlands SD, editors. Head & Neck Surgery Otolaryngology

Romo T, Reitzen SD. Aesthetic microtia reconstruction with medpor. Facial Plast Surg 2008;
24:120-8.

Wu J, Zhang R, Zhang Q, Xu Zhicheng, Chen W, Li D. Epidemiological analysis of microtia: a


retrospective study in 345 Patients. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2010; 74:275-8.

Tollefson TT. Advances in the treatment of microtia. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg
2006; 14:412-22.

Anda mungkin juga menyukai