Disusun oleh :
Ayu Adzani Sabila
John Patria Maruli Sinaga
Puteri Fadillah Zahra
Prishnessha
Fahrul Razi, drg
Willy Bernardi, drg
Perseptor :
Firman Priguna Tjahjono, dr., SpBS, M. Kes
: Tn. A
: 32 tahun
: Bandung
MRS
: 15-8-2016
Anamnesis
Keluhan Utama
: Penurunan kesadaran
Anamnesa Khusus
Delapan belas hari SMRS pasien sedang memasang genting (plafon) pada
ketinggian 3 meter. Pasien kemudian kehilangan keseimbangan dan jatuh membentur
lantai. Riwayat pingsan (+), muntah (+), pendarahan telinga hidung mulut (-).
Karena keluhannya pasien dibawa ke RSUD Purwakarta, dilakukan CT scan
dan dipulangkan. Dalam perjalanan pulang kondisi pasien menurun sehingga dibawa
ke RS Immanuel, dilakukan CT scan ulang dan dirujuk ke RS Melinda. Kemudian
dilakukan operasi craniotomy evakuasi dan dirawat selama 16 hari kemudian dirujuk
ke RSHS dengan menggunakan ambulans yang didampingi dokter.
Pemeriksaan Emergensi
Primary Survey
Airway : gurgling > suction > intubasi ; C-spine control
Breathing: Bunyi gerak simetris, RR 22x/m
Circulation : nadi 71; Tensi 130/90
Disability : GCS : E2 M4 Vt; paresis motorik -/Secondary Survey
Cor
Pulmo : vbs ki=ka, rh -/-, wh -/Abdomen: datar, lembut, bunyi usus (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2", paresis -/-
: E2M4Vt = 6Vt
: 71 x/menit
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 36.5oC
: Stupor
: tidak dilakukan
Visus
: tidak dilakukan
Lapang pandang
: normal
: Atas : (+/+);
Bawah : (+/+);
Lateral : (+ /+)
NV
N VII
Ptosis
: (-/-)
Pupil
Refleks cahaya
: +/+
Posisi mata
: di tengah
Reflek cornea
: (+/+)
Sensoris
: sulit dinilai
Motoris
: sulit dinilai
Memejamkan mata
: sulit dinilai
Gerakan wajah
N VIII
N IX/X
N XI
N XII
Pendengaran
: sulit dinilai
Keseimbangan
: sulit dinilai
Suara/bicara
: sulit dinilai
Menelan
: sulit dinilai
Kontraksi palatum
: sulit dinilai
Refleks gag
: sulit dinilai
Menengok ke kanan/kiri
: sulit dinilai
Angkat bahu
: sulit dinilai
Posisi lidah
: sulit dinilai
Atrofi
: sulit dinilai
Tremor / fasikulasi
: sulit dinilai
Motorik:
Anggota badan atas
Anggota badan bawah
: sulit dinilai
Kekuatan
sulit
dinilai
sulit
dinilai
Tonus
sulit dinilai
Atrofi
(-)
sulit dinilai
(-)
(-)
Refleks:
-
Fasikulasi
(-)
Rangsang meningeal:
-
Kaku kuduk
: (-)
: (-)
Laseque
: (-)
Kernig
: (-)
Diagnosis Klinis
Post Craniotomy Evakuasi a.i Moderate HI + Epidural Hemorrhage at Frontoparietal
Dextra
Hasil
Normal
Hb
9,2
(13,5-17,5)
Leukosit
12.900
(4,5-10 ribu)
Ht
29
(40-52)
Trombosit
887.000
(150-450 ribu)
Ureum
31
(15-50)
Kreatinin
0,57
(0,7-1,2)
Albumin
3,2
(3,5-5,2)
Glukosa sewaktu
88
(<140)
Protein Total
6,1
(6,6-8,7)
Na
134
(135-145)
Kimia Klinik
Kalium
4,7
(3,6-5,5)
7,421
(7,34-7,44)
pCO2
40,3
(35-45)
PO2
126,0
(69-116)
HCO3
25,9
(22-26)
TCO2
50,1
(22-29)
Base Excess
1,7
(-2 - -3)
Saturasi
98,7
(95-98)
CTscan
Diagnosis Kerja
Post Craniotomy Evakuasi a.i Moderate HI + Epidural Hemorrhage at Frontoparietal
Dextra + Prolong ETT 17 hari
Tatalaksana
Obs TNRS dan GCS
Head up 300
O2 8-10 L/menit dengan ETT
Infus terdiri dari
NaCl 0,9% 1000 cc
Ringer laktat 500 cc
Meropenem 2x1 gr IV
Sanmol 410 gram
Diet 6x200 cc per NGT
Ketorolac 2x30 mg
Ranitidine 2x50 mg
Tracheostomy
Pemeriksaan Post Operasi
Status Generalis
Kesadaran
: Compos Mentis
: 68 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36.5oC
: E4 M6 Vt = 10Vt
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (24/8/16)
Hematologi
Hasil
Normal
Hb
10,5
(13,5- 17,5)
Leukosit
9.200
(4,5-13 ribu)
Ht
33
(40-52)
Trombosit
512.000
(150-450 ribu)
129
(135-145)
Kimia Klinik
Na
Kalium
4,6
(3,6-5,5)
7,436
(7,34-7,44)
pCO2
40,8
(35-45)
PO2
58,6
(69-116)
HCO3
27,4
(22-26)
Base Excess
3,0
(-2 - -3)
Saturasi
91,8
(95-98)
Diagnosis Kerja
Post Craniotomy Evakuasi a.i Epidural Hemorrhage at Frontoparietal Dextra + Post
Tracheostomy
Tatalaksana
Obs TNRS dan GCS
Head up 300
O2 6 L/menit via TC
Infus dalam 24 jam terdiri dari
NaCl 0,9% 1500 cc
Aminofusin 500 cc
TRAUMA KEPALA
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi
menimbulkan
temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan
serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu : duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput
yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya,
maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara
duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus
dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan
tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang
melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi
dalam ruang sub araknoid.
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer
serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung
pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada
sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi
memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla
spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat
menyebabkan defisit neurologis yang berat.
Serebelum
bertanggung
jawab
dalam
fungsi
koordinasi
dan
C. Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
1. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH 2O atau 4 sampai
15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh
aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang
jauh lebih tinggi dari normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan
serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang
ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.
2. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga
bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus
mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ).
Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural
dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari
meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi
otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran
darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin
meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf.
Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif
dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal.
cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan
sebagai cedera otak ringan.
Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi
keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi Keparahan Cedera Kepala
3.
Berat
Kehilangan kesadaran > 6 jam
Anamnesa post traumatic > 7 hari
GCS = 3 - 8
Morfologi
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat
berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun
tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT
scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura.
Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan
bahwa benturan yang terjadi cukup berat.
Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai
berikut :
1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :
a. Linier
b. Diastase
c. Comminuted
d. Depressed
2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :
a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )
b. Basis cranii ( dasar tengkorak )
3. Keadaan luka, dibedakan atas :
a. Terbuka
b. Tertutup
b. Lesi Intra Kranial
1. Cedera otak difus
Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal
sampai kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya
kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami amnesia retro/anterograd.
Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi
dari otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang
terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering
menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas area
putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal
Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis
yang buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya
kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.
2. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa
cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo parietal yang
biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur
tulang tengkorak.
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di
permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi
seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat
dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.
4. Kontusio dan perdarahan intraserebral
permukaan
Gambar
Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi
kompensasi (Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata,
hipoksia pusat vasomotor, sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi
perifer (peninggian tekanan darah sistemik) bradikardi,, pernafasan yang
melambat dan muntah-muntah.
TIK yang meninggi mengakibatkan hypoxemia dan respiratori alkalosis
(PO2 menurun dan PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler
serebral. Selama pembuluh darah tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2),
maka CBF dan TPO akan tercukupi. Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka
Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi. Demikian pula jika penurunan
tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem autoregulasi
tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral
terganggu.
Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan
konduksi pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya
pols berubah cepat dan lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun
secara drastis. Respirasi akan berubah irreguler, melambat dan steatorous.
Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan
volunter di korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata
bahwa herniasi serebellar tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum hanya
mempunyai efek yang minimal terhadap sistem kecepatan dan ritme pernafasan,
kecuali jika herniasinya memang sudah terlalu besar maka tiba-tiba saja bisa
terjadi respiratory arrest.
F. Patologi cedera kepala
a. Fraktura Tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur
kalvaria ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata,
depressed atau nondepressed. Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada
foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT
tulang
untuk
memperlihatkan
lokasinya.
pegangan
umum,
tidak
adanya
fraktura
lebih
lambat
terdapat zona
beberapa hari.
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam
jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau
kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh
darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling
sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat
terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).
Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada
lokasi dan luas perdarahan.
petrosum
G. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
umum,
pemeriksaan
neurologis
dan
adalah
mekanisme
informasi
trauma.
penting
yang
harus
Jenis pemeriksaan
Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada reaksi
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi normal
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal
Tidak ada reaksi
Nilai
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
2. Pemeriksaan Pupil
Olfactorius
N. II
Opticus
N. III
Occulomotorius
N. IV
Trochlearis
N. V
Trigeminus
N. VI
Abducens
N. VII
Facialis
N. VIII
Vestibulocochlearis
N. IX
Glossopharyngeus
N. X
Vagus
N. XI
Accessorius
N. XII
Hypoglossus
otak
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei
primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal
yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera
kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei
primer
sangatlah
jumlah yang memadai. Pada cedera kepala berat jika penguasaan jalan nafas
belum dapat memberikan O2 yang adekuat, pasang intubasi endotrakeal.
3. Circulation (dengan mengontrol perdarahan)
a. Volume darah
Jika darah turun, maka perfusi ke orak dapat berkurang mengakibatkan
penurunan kesadaran. Perhatikan kulit wajah dan ekstremitas bila
berwarna pucat keabu-abuan menandakan bahwa pasien dalam keadaan
hipovolemik.
b. Nadi
i.
Periksa kekuatan, kecepatan dan irama
ii.
Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur : normovolemia
iii.
Nadi yang cepat dan kecil : hipovolemik
c. Perdarahan
Cari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta
temperature kulit dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang
teratur, penuh dan lambat.
Pada cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di
atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Bila
denyut a.radialis dapat teraba, kemungkinan tekanan sistolik >90 mmHg.
Bila denyut a.femoralis yang teraba, kemungkinan tekanan sistolik >70
mmHg.
4. Disability
Menilai tingkat kesadaran dengan AVPU dan tingkat keparahan cedera
kepala melalui GCS
A : Sadar (Alert)
V : Respon terhadap suara ( Verbal)
P : Respon terhadap nyeri (Pain)
U : Tidak berespon (Unresponsive)
Posisikan penderita dengan posisi tidur. Cegah posisi head down
karena dapat meningkatkan bendungan vena di kepala dan menyebabkan
peningkatan TIK. Sebaiknya posisikan dalam posisi miring, bila curiga trauma
servikal sudah dapat disingkirkan.
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.
5. Indikasi rawat inap antara lain:
a. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
klinis
pasien,
temuan
Secara
umum
digunakan
EPIDURAL HEMATOMA
Etiologi EDH
Trauma adalah penyebab paling umum dari EDH. penyebab trauma biasanya
adalah trauma tumpul pada kepala dari kecelakaan, perkelahian, atau terjatuh. Pada
neonatus, dystocia, forceps delivery, dan penekanan berlebihan pada tempurung
kepala saat kelahiran menjadi penyebab EDH. Beberapa penyebab nontrauma seperti
infeksi, malformasi vaskular, dan metastasis ke tengkorak lebih jarang terjadi
Epidemiologi EDH
Area yang umum terkena EDH adalah area temporalis (70-80%) karena tulang
tengkorak relatif tipis dan middle meningeal artery lebih dekat ke tabula interna dari
tengkorak. EDH terjadi pada area frontal, occipital, dan posterior fossa dengan
frekuensi sama. EDH lebih jarang ditemukan di area vertex atau parasagittal.
EDH terjadi jika dura mater terlepas dari tengkorak saat ada hantaman.
Namun, ketika seseorang menua lapisan dura mater lebih kuat menempel ke
tengkorak sehingga frekuensi EDH menurun. Sedangkan, pada anak tengkorak lebih
lunak dan lebih mudah terjadi fraktur
Gejala EDH
Kebanyakan EDH berasal dari trauma tumpul ke kepala. Pasien dapat
memiliki tanda seperti laserasi kulit kepala, cephalohematoma, atau contusio. Akibat
dari tekanan tinggi intrakranial, muncul gejala seperti sakit kepala yang bertambah
berat, muntah, afasia, kejang, dan penurunan kesadaran. Pada hipertensi intrakranial
berat, cushing response (systemic hypertension, bradycardia, dan respiratory
depression) dapat terjadi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dasar pada EDH diutamakan dengan:
Tanda Vital
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab
a. Level Hematokrit, kimia darah, profil koagulasi (termasuk hitung
trombosit)
i. Pada severe head injury terjadi pengeluaran thromboplastin
yang dapat mengakibatkan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) sehingga profil koagulasi perlu dipantau
ii. Pada anak, yang volume darahnya lebih sedikit, perdarahan
epidural dapat menyebabkan kehilangan darah yang signifikan.
Sehingga pemantauan hematokrit diperlukan.
2. Imaging Studies
a. Radiography
i. Skull x-ray terkadang menunjukkan fraktur melalui bayangan
vaskuler dari middle meningeal artery.
ii. Sekitar 90% EDH disebabkan fraktur tengkorak. Namun,
adanya fraktur tidak menjamin adanya EDH.
b. CT Scanning
i. CT scan adalah metode paling akurat dan sensitif dalam
mendiagnosis EDH akut. Tampilan yang menjadi karakteristik
fraktur.
c. MRI
i. Tampilan darah di MRI pada EDH akut adalah isointense,
sehingga kurang sesuai mendeteksi perdarahan pada trauma
akut.
Komplikasi EDH
Banyak komplikasi EDH muncul ketika tekanan tinggi mengakibatkan brain
shifting. Jika ada oklusi anterior dan posterior cerebral artery maka terjadi cerebral
infarction.
Herniasi transtentorial dapat mengakibatkan nerve palsy Cranial Nerve III
yang ditandai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan bola mata ke
arah medial, atas, dan bawah. Pada anak dibawah 3 tahun, dapat terjadi
leptomeningeal cyst.
Prognosis EDH
Mortalitas pada pasien EDH berkisar 9.4-33%, dengan rata-rata 10%.
Prognosis fungsional dari pasien EDH tergantung skor GCS, and reaksi pupil.
Prognosis membaik jika evakuasi surgical dilakukan sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November 2007. Pekanbaru.
2. Brain
Injury
Association
of
America.
Types
of
Brain
Injury.
Neurosurgery 2
Neurosurgery 2
S.
Cedera
Kepala.
Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery.