Tutorial
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun Oleh:
Andreas Tedi S.K.K
0910015001
Famela Asditaliana
0910015058
0910015022
Marini Tandarto
0910015036
Radhiyana Putri
0910015031
Pembimbing:
dr. HM. Lutfi, Sp. S
BAB I
LAPORAN KASUS
A. STATUS PASIEN
MRS
: 28 Agustus 2014
Waktu Pemeriksaan
: 29 Agustus 2014
Tempat Pemeriksaan
: Ruang angsoka
Identitas
Nama
: Ny. LB
Usia
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
: SD
Agama
: Kristen Protestan
Suku
: Dayak
B. HASIL ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri kepala 2 tahun SMRS. Nyeri kepala dirasakan
nyut-nyut dan muncul tiba-tiba. Pasien mengatakan bahwa nyeri kepalaya awal
mulanya lebih ringan dibandingkan saat ini. Biasanya nyeri muncul saat pasien
merasa stress, kelelahan bekerja, atau pada saat maag yang dideritanya
kambuh.(Pasien sempat dirawat di rumah sakit lain selama 6 hari dengan keluhan
utama nyeri kepala akibat maag, lalu kemudian dirujuk ke RSUD AWS karena
keluhan nyeri kepala tak kunjung hilang. Menurut pengakuan keluarga, pasien
juga sempat mengalami kesulitan berbicara serta berkomunikasi selama 2
minggu. Namun menurut pengakuan pasien, ia hanya merasa nyeri kepala bila
terlalu banyak berbicara, sehingga pasien kurang mau berbicara. Pasien mengaku
mengalami penurunan penglihatan selama 1 tahun. Dimana dirasakan sebagai
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37,00C
Kepala
Leher
Thoraks
Paru
I
Jantung
I
Abdomen
I:
Bentuk datar
Gerakan peristaltik tidak terlihat
Massa (-)
Pa :
Soefl
Hepar tidak teraba
Lien tak teraba
Nyeri tekan epigastrium (-)
Edema (-)
Sianosis (-)
Hangat
2. Status Psychicus
3. Status Neurologicus
a. Kesadaran
Kompos mentis, GCS (E4V5M6)
b. Kepala
Bentuk normal, simetris. Pericranial tenderness (-/-)
c. Leher
pergerakan (+) terganggu adanya struma.
d. Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Kanan
Kiri
Olfaktorius (I)
Subjektif
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Optikus (II)
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Melihat warna
(+)
(+)
Okulomotorius (III)
Pergerakan
mata
kearah
Strabismus
(-)
(-)
Nystagmus
(-)
(-)
Eksoftalmus
(-)
(-)
(+)
(+)
Bentuk pupil
Bulat, isokor
Bulat, isokor
Ukuran
3 mm
3 mm
Diplopia
(+)
(+)
Troklearis (IV)
(+)
(+)
Trigeminus (V)
Membuka mulut
(+)
Mengunyah
(+)
Menggigit
(+)
Sensibilitas muka
(+)
(+)
(+)
(+)
Abdusens (VI)
Fasialis (VII)
Mengerutkan dahi
(+)
(-)
Menutup mata
(+)
(+)
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
Bersiul
(+)
Simetris
(+)
Vestibulokoklearis (VIII)
Fungsi
pendengaran
(+)
(+)
(Subjektif)
Detik arloji
(+)
(+)
Suara berbisik
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Glossofaringeus (IX)
Perasaan
lidah
(bagian
belakang)
Refleks muntah
Vagus (X)
Bicara
(+)
(+)
Menelan
(+)
(+)
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu
(+)
(+)
Memalingkan kepala
(+)
(+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah
(+)
Artikulasi
(+)
Badan
Motorik
: Normal
Refleks (kulit)
: Normal
Sensibilitas :
Taktil (raba)
: Normal
Nyeri
: Normal
Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
(+) Normal
(+) Normal
5-5-5
5-5-5
(+) Normal
(+) Normal
Sensibilitas
Taktil
(+) Normal
(+) Normal
Nyeri
(+) Normal
(+) Normal
Refleks fisiologis
Biseps
(+) Normal
(+) Normal
Triceps
(+) Normal
(+) Normal
Refleks patologis
Tromner
(-)
(-)
Hoffman
(-)
(-)
Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
(+) Normal
(+) Normal
5-5-5
5-5-5
(+) Normal
(+) Normal
Sensibilitas
Taktil (raba)
(+)
(+)
Nyeri
(+)
(+)
Sulit di evaluasi
Sulit di evaluasi
(+) Normal
(+) Normal
Refleks fisiologis
Patella
Achilles
Refleks patologis
f.
Babinski
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Schaefer
(-)
(-)
Oppenheim
(-)
(-)
Clonus paha
(-)
(-)
Clonus kaki
(-)
(-)
Lasseig test
(-)
(-)
Kernig sign
(-)
(-)
Pemeriksaan Penunjang
Lab:
Leukosit : 14500
GDS : 99
HB : 14,1
Ur : 44,3
HCT : 40,9
Cr : 1,0
Trombosit : 225.000
D. DIAGNOSIS
Susp. SOL ec. Abses serebri dd Astrocytoma regio frontalis dextra
E. PENATALAKSANAAN
Mannitol 4x150 cc
Paracetamol 3x500 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Space Occupying Lession merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi pada ruang Intrakranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor intra kranial.
Space occupying lesion(SOL) merupakan lesi yang meluas atau
menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena
cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesilesi ini akan meningkatkan tekanan intrakranial.
Tekanan Intrakranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak. Dimana
ruang tengkorak terdiri atas (2-10%), cairan serebrospinal (9-11%) dan jaringan
otak (s.d 88%).
Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu peningkatan diatas normal
dari tekanan cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya tekanan
Intrakranial adalah 80-180 mm air atau 0-15 mmHg.
B.
Epidemiologi
10
C.
Etiologi
Penyebab peningkatan tekanan Intrakranial yaitu :
1. Space occupying lesion yang meningkatkan volume jaringan :
a. Kontusio serebri
Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak
mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.
Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul
dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan; denyut nadi
lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi
11
12
disupresi baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak
maka perlu dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media,
mastoiditis,sinusitis,infeksi gigi dan infeksi sistemik.
e. Tumor Intrakranial
Tumor Intrakranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang
tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor Intrakranial
datang dengan berbagai gejala yang membingungkan oleh karena itu
penegakkan diagnosis menjadi sukar. Tumor Intrakranial dapat terjadi
pada semua umur, tidak jarang menyerang anank-anak dibawah usia
10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa pada usia 50an dan 60-an. Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health
Organization (WHO), yaitu :
1) Tumor neuroepitelial
1) Tumor glial
a. Astrositoma
- Astrositoma pilositik
- Astrositoma difus
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma
- Xantoastrositoma pleomorfik
- Astrositoma subependimal sel raksasa
b. Tumor oligodendroglial
- Oligodendroglioma
- Oligodendroglioma anaplastik
c. Glioma campuran (mixed glioma)
- Oligoastrositoma
- Oligoastrositoma anaplastik
d. Tumor ependimal
- Ependimoma myxopapilari
- Subependimoma
- Ependimoma
- Ependimoma anaplastik
13
14
d. Khoriokarsinoma
e. Teratoma
f. Tumor germ cell campuran
6) Tumor sella
a. Adenoma hipofisis
b. Karsinoma hipofisis
c. Kraniofaringioma
7) Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas
Hemangioblastoma kapiler
8) Limfoma system saraf pusat primer
9) Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP
10) Tumor metastasis
2. Masalah serebral :
3. Edema serebral :
D.
Patofisiologi
Peningkatan
tekanan
Intrakranial
adalah
suatu
mekanisme
yang
diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan
memerlukan intervensi pembedahan.
Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan
serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan
peningkatan tekanan Intrakranial, sebab ruang cranial keras, tertutup, tidak bisa
berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan
pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan
otak tidak dapat berkembang, tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah
cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space occupying lesion (SOL)
15
Manifestasi Klinik
1.
yang
menyebabkan
peningkatan
TIK,
yaitu
batuk,
16
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optik atau
diskus optik. Karena tekanan intrakranial meningkat, tekanan ditransmisi
ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke diskus optik. Karena
meningens memberi refleks kepada seputar bola mata, memungkinkan
transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan cerebrospinal.Karena
diskus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang rusak
tidak dapat mendeteksi sinar.
2.
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar
tumor (contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin),
semuanya dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
a. Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis
b. Tumor Lobus Temporalis
17
Diagnosis 7
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
18
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK,
terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang
mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini
dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat
dimedulla.
b. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya
akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola
pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
c. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat
sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut
nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus
berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
d. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akan
tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu
tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada
traktus yang menghubungkannya.
e. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil
yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang
menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak
atau lesi pada otak.
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga, dua pertiga pasien SOL memiliki
semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas
untuk peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang
19
menyebabkan masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan
memperkuat dugaan adanya peninggian TIK.
G.
Pemeriksaan Penunjang
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam
evaluasi pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan
pemeriksaan yang mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan
waktu pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan
dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan tidak
hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor
apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda
pad CT-Scan.
a. Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi
abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya.
Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas
karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau
invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya
hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada
waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa
tumor yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang
kranium, maupun massa di batang otak.
b. Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai
suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak
terdapat pada konveksitas otak didaerah parietal. Terdapat dalam
jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium serebeli.
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan
gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan
menyesuaikan CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift)
akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar
volumenya. Bila tidak ada middle shift harus dicurigai adanya massa
20
kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai adanya edema
serebral yang mendasarinya.
c. Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak
sehingga lebih sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu
pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI sering dipergunakan
pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48-72 jam setelah
trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan
tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan
jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk lensa
(bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan
epidural hematoma.
d. Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras
menjadi hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala
telah ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa
kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan seperti fraktur
tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid.
e. Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk
dilakukannya biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk
keperluan diagnostik maupun terapi.
2. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi
tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium,
batang otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan
gambaran lesi perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial.
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk
menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang
terjadi, walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit
4. Foto Thorak
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain,
terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya
metastasis primer paru. Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur
21
Penalataksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan.
Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada
kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah
diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation.
22
utama
jenis
limpoma
adalah
kemoterapi.
Tetapi
untuk
apakah
ukuran
abses
sudah
berkurang
atau
belum.
Efeknya
mengurangi
sakit
kepala
dengan
cepat.
23
Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual
J.
Prognosis
SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Berdasarkan data di
negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat
melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5
tahun berkisar 50-60 % dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 %.
Terapi SOL yang disebabkan oleh tumor intrakranial di Indonesia secara umum
prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada
beberapa rumah sakit di Jakarta.
24
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial
Space Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of
Pathology, Postgraduate Medical Institute, Lahore Pakistan. Biomedica
Vol. 21
2. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New
Guinea the CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea
and Chongqing Emergency Medical Centre, Chongqing City, China. PNG
Med J 2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43
3. Wulandari, A., 2012. Space Occupaying Lesion (SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol [Last accessed 22th April
2014]
4. Kleihus P. Burger PC, Scheithauer. Histological typing of tumours of the
Central nerbus system. WHO Histological clasification of tumour. Second
edition. Springer-Verlag, Berlin Heidelber.1993. Hal 1-20.
5. Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 22th
April 2014]
6. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from:
http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 22th April
2014]
7. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik
Desember 10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720.
[Last accessed 22th April 2014]
8. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu
Populer.
9. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA,
Wilson LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition.
Page 50-52.
26