Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

PORPHIRIA

Kelompok 2
Dosen : Dr. Erita Bustami Sp. PD

FLORENSIA

G1A112001

SUSAN FATIKA SARI

G1A112002

ILTANIA MINCHE

G1A112010

NADIA FETRISIA

G1A112023

MIFTAHUL HAYATI

G1A112025

LESTARI ANISA FADILAH

G1A112033

NIKE VIDYA PUTRI

G1A112040

OLA NOPISAH

G1A112041

THOMAS GREDIO SAPUTRA

G1A112060

ANGELINE FENISENDA

G1A112062

NURFAZILLAH

G1A112073

AHMAD SHOLIHIN SAAD

G1A112079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS JAMBI
2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN
Porphyria adalah suatu kelainan pada proses biosintesis heme, bagian dari
hemoglobin, komponen sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen dan
mengalirkannya ke seluruh tubuh. Pada penderita porphyria, terjadi peningkatan ekskresi
porphyrin, enzim yang berperan dalam sintesis heme. Penumpukan porphyrin dalam
jaringan tubuh menyebabkan urin berwarna merah keunguan, kulit sangat sensitif
terhadap sinar matahari, dan dalam beberapa kasus penderitanya mengalami anemia
parah.
Kemiripan beberapa gejala porphyria di atas dengan ciri-ciri vampir dan drakula yang
melegenda di masyarakat menimbulkan dugaan bahwa porphyria adalah penyakit di balik
mitos tersebut. Anemia parah dan urin berwarna merah keunguan disinyalir sebagai akar
lahirnya legenda vampir peminum darah. Dugaan ini dikemukakan pertama kali oleh seorang
biokimiawan, David Dolphin dalam pertemuan American Association for the Advancement of
Science tahun 1985.
Porphyria berasal dari kata Yunani, porphura yang artinya warna ungu. Nama ini
mengacu pada perubahan warna beberapa cairan tubuh menjadi ungu, salah satunya urin.
Porphyria terdiri dari beberapa tipe dengan beragam gejala. Tidak semua jenis porphyria
memperlihatkan gejala ke-vampir-an. Secara umum, porphyria dibagi dua: acute porphyria
dan cutaneous porphyria. Acute porphyria menyerang sistem saraf, dengan gejala nyeri di
bagian perut, muntah, konstipasi, diare, lemah otot, demam, dan halusinasi. Cutaneous
porphyria menyerang neuron saraf kulit, menyebabkan kulit penderitanya sangat sensitif dan
mudah melepuh jika terkena sinar ultraviolet. Porphyria jenis inilah yang sering diidentikkan
dengan ciri-ciri vampir.Porphyria cutanea tarda, jenis porphyria yang paling sering
ditemui, termasuk tipe yang menyerang saraf kulit. Dalam kaitannya dengan lokasi
penumpukan porphyrin, porphyria juga dibagi menjadi dua: hepatic porphyria (penumpukan
di liver/hati) dan erythropoietic porphyria (penumpukan di sumsum tulang produsen sel
darah merah).
Porphyria merupakan kelainan yang langka, dan bukan penyakit menular. 20%
penderita mendapatkan porphyria melalui pewarisan genetik, sedangkan 80% disebabkan
oleh penggunaan narkotika dan alkohol. Ada beberapa orang terkenal yang diduga kuat
menderita porphyria, antara lain: George William III (raja Inggris 1760-1820), Mary Stuart
(sepupu George III, ratu Skotlandia 1542-1567), Vincent van Gogh (pelukis impresionis), dan
Nebukadnezar II (raja Babylonia 605-562 SM).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Porfiria adalah penyakit metabolik yang dapat diturunkan, yang disebabkan oleh
rusaknya 7 gen yang berbeda, menyebabkan berkurangnya enzim-enzim yang terlibat
dalam sintesa heme.
3 jenis porfiria yang paling sering ditemukan adalah:

iten akut

Ketiga penyakit ini sangat berbeda; gejala-gejalanya berbeda, pemeriksaan


diagnostiknya
berbeda
dan
pengobatannyapun
berbeda.

Beberapa poprfiria yang lebih jarang terjadi memiliki gambaran yang sama
satu sama lainnya:
- Kekurangan asam delta-aminolevulinat dehidratase
- Porfiria eritropoetik kongenital
- Porfiria hepatoeritropoetik
- Koproporfiria herediter
- Porfiria variegat.
Porfiria dapat dikelompokkan melalui beberapa cara. Yang paling banyak dipakai
adalah pengelompokan berdasarkan kekurangan enzim. Sistem pengelompokan lainnya
membedakan porfiria akut (yang menyebabkan gejala-gejala neurologis) dengan porfiria
kutaneus ( yang menyebabkan fotosensitivitas kulit).
Sistem pengelompokan yang ketiga membagi porfiria menjadi:
- Porfiria hepatik : kelebihan prekursor terutama berasal dari hati
- Profiria eritropoetik : kelebihan prekursor terutama berasal dari sumsum tulang.

2.2 Etiologi
8 macam enzim yang berbeda bekerja pada tahap-tahap yang berurutan dalam
pembuatan heme. Jika terjadi kekurangan salah satu enzim yang bekerja pada rangkaian
pembuatan heme tersebut, prekursor kimia dari heme akan terkumpul dalam jaringan
(terutama dalam sumsum tulang atau hati). Prekursor-prekursor ini (termasuk asam deltaaminolevulenat, porfobilinogen dan porfirin) akan muncul dalam darah dan dibuang melalui

air kemih atau tinja. Semua porfiria, kecuali porfiria kutanea tarda, bersifat herediter
(merupakan penyakit keturunan). Semua penderita porfiria herediter memiliki kekurangan
enzim yang sama. Tetapi mereka memiliki mutasi yang berbeda dalam gen untuk enzim
tersebut, kecuali jika berasal dari keluarga yang sama.1
Secara umum, porfiria diwariskan melalui autosom dominan, dengan pengecualian
porfiria eritropoietik kongenital yang diwariskan secara resesif. Kelainan pasti gen-gen yang
mengarahkan sintesis enzim-enzim yang berperan dalam biosintesis heme dapat diketahui
pada beberapa kasus. Oleh karena itu, sebagian porfiria dapat didiagnosis sebelum kehamilan
dengan menggunakan pelacak gen yang sesuai. Seperti kebanyakan kelainan bawaan lain,
gejala dan tanda porfiria timbul akibat adanya defisiensi produk metabolik setelah blok
enzimatik atau akibat penimbunan metabolit sebelum blok enzimatik.2
Faktor lingkungan dapat memicu perkembangan tanda dan gejala pada beberapa jenis
porfiria. Ketika terkena pemicunya, permintaan tubuh atas produksi heme meningkat. Hal ini
akan menguasai enzim yang kekurangan dan menyebabkan tanda-tanda dan gejala porifiria.
Pemicunya antara lain:
Obat-obatan (paling sering adalah barbiturat dan antibiotik sulfonamid. Pil KB dan obat
penenang juga dapat menyebabkan gejala-gejala)
Diet atau puasa
Merokok, penggunaan alkohol
Infeksi, stress, menstruasi
Paparan sinar matahari, kelebihan zat besi dalam tubuh9
Beberapa obat yang dapat merangsang terjadinya serangan porfiria akut adalah obat
perangsang enzim (enzyme inducer) karena akan merangsang kenaikan aktivitas enzim
ALA-synthetase di hepar. Termasuk golongan ini ialah :

Sedatif-hipnotik (barbiturate, meprobamat, benzodiazepine, trankuilizer)


Antikonvulsi (fenitoin, karbamazepin)
Antibiotik (rifampisin)
Hipoglikemik oral (sulfonilurea)
Lain-lain (etanol, estrogen, obat sulfa, klorokuin, griseofulvin, dll)3

Jika kelainan enzim terjadi pada awal jalur reaksi sebelum terbentuknya porfirinogen
(mis.enzim 3 yang terkena pada porfiria intermitten akut), ALA dan PBG akan menumpuk di
jaringan dan cairan tubuh. Secara klinis, pasien mengeluh nyeri abdomen dan gejala
neuropsikiatrik. Kausa biokimiawi yang pasti dari gejala-gejala ini belum diketahui, tetapi
mungkin berkaitan dengan peningkatan kadar ALA atau PBG atau dengan defisiensi heme.2
Sebagian individu yang memiliki gen AIP (acute intermittent porphyrial) rusak tidak
menunjukkan gejala sepanjang hidupnya. Bagi sebagian lainnya, serangan AIP muncul
berkali-kali, disertai masa kelumpuhan yang seringkali disertai perasaan gelisah dan penyakit
infeksi. Bentuk porfiria parah yang diakibatkanmutasi gen pada kromosom 10 menimbulkan
pengelupasan dan bercak-bercak kulit yang bermula di usia kanak-kanak.3
2.3 Epidemiologi

Porforia intermiten akut, mungkin paling lazim dari semua porfiria genetik. Insiden
tertinggi terjadi di Lapland, Skandiva, Skandinavia dan Inggris.
Porfiria eritropoetik kengenital (PEK), < 200 kasus telah dilaporkan dan beberapa dari
kasus ini sebenarnya dapat menderita PKT atau KPH.
Porfiria Kutanea Tarda (PKT), mungkin paling lazim dari semua porfiria tetapi
insiden yang pasti tidak jelas, penyakit ini dikenali diseluruh dunia dan tidak ada
predileksi ras kecuali pada ras bantus di Afrika Selatan, akibat dari insiden
hemosiderosis yang tinggi.4
Koproporfiria heriditer (KPH), KPH laten dikenali dengan frekuensi yang semakin
besar sejak datangnya perbaikan teknik laboratorium untuk deteksinya.
Protoporfiria eritropoietik (PPE), laporan tiga ratus kasus yang dipublikasikan sejak
tahun 1976. Tidak ada predileksi rasial atau seksual, dan mulainya khas pada masa
anak.5
2.4 Klasifikasi
Porfiria diklasifikasikan berdasarkan organ atau sel yang paling terkena dampaknya.
Organ atau sel ini biasanya adalah organ atau sel yang biasanya menyintesis heme dengan
sangat aktif. Sumsum tulang membentuk cukup banyak hemoglobin, dan hepar juga aktif
dalam menyintesis hemoprotein lain, sitokrom P450. Oleh karena itu, porfiria
diklasifikasikan menjadi eritropoietik dan hepatik tergantung tempat utama kelebihan
produksi dan penumpukan prekursor porfirin, tetapi sebagian memiliki gambaran yang
tumpang tindih.6
Penampakan klinis utama porfiria hepatik adalah gejala neurologis, berupa nyeri
perut, neuropati dan gangguan mental, sedangkan pasien dengan porfiria eritropoietik
terutama memiliki fotosensitivitas kulit.
Porfiria Hepatik
Porfiria defisiensi asam delta-aminolevulinat dehidratase (DPA)
Porfiria intermiten akut (AIP)
Porfiria kutanea tarda (PCT)
Koproporfiria herediter (HCP)
Porfiria varigata (VP)
Porfiria Eritropoetic
Anemia sideroblastik terkait-X (XLSA)
Porfiria eritropoetik kongenital (CEP)
Protoporfiria eritropoetik (EPP)1
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Porfiria akut.
Banyak faktor yang dapat memicu serangan akut pada pasien dengan
porfiria, termasuk hormon, obat-obatan, status gizi, penggunaan tembakau, infeksi,
kerusakan hati, operasi, dan stress.

Serangan porfiria akut jarang terjadi sebelum pubertas dan sesudah menopause pada
wanita. Tanda dan gejala dapat berlangsung satu sampai dua minggu.
Gejala yang termasuk seperti :

Insomnia
Kecemasan atau gelisah
Sakit perut parah, sembelit, muntah, diare
Sakit di kaki, lengan, atau punggung, nyeri otot, kesemutan, mati rasa, kelemahan
atau kelumpuhan
Dehidrasi, keringat berlebihan, urin berwarna merah
Kejang, kebingungan, halusinasi, disorientasi, paranoia
Tekanan darah tinggi
2.5.2 Porfiria kutanea
Penyakit porifiria kulit menyebabkan gejala kulit terlalu sensitif terhadap sinar
matahari, tetapi tidak mempengaruhi sistem saraf. Beberapa bentuk porfiria kulit mulai
menunjukkan tanda-tanda dan gejala ketika bayi atau masa kanak-kanak, yaitu:
Gatal
Nyeri dan kemerahan pada kulit (eritema)
Pembengkakan kulit (edema)
Kulit melepuh
Urin berwarna merah7

2.6 patofisiologi
Porfiria disebabkan oleh genetik atau diperoleh dari kekurangan 1 dari 8 enzim sitosolik
atau enzim mitokondria dalam jalur biosintesis heme. Tergantung pada enzim yang rusak,
metabolisme intermediet tertentu yang beracun di jalur heme terakumulasi dalam jaringan
dan diekskresikan berlebih dalam urin dan feses. Tidak semua pasien yang kurang enzim
memiliki manifestasi klinis, karena obat, hormon, diet, dan lingkungan juga dapat
mempengaruhi tingkat gejala klinis.
Heme adalah komponen penting dari hemoproteins seluler yang diproduksi terutama di
sumsum tulang, yang membuat hemoglobin, dan dalam hati, Yang membuat Metabolism
enzim, sitokrom P-450s. Heme lain yang mengandung protein adalah myoglobin, catalase,
peroxidase, nitric oxide synthetase, tryptophan pyrrolase, and adenyl cyclase. 250mg heme
disintesis per hari, 200 mg adalah untuk hemoglobin. Biasanya, hanya 4 sampai 5 mg
intermediet dalam jalur menumpuk, mungkin karena mereka beracun . Heme yang tidak
digunakan segera dalam protein kompleks dimetabolisme ke pigment empedu.. Langkah
pertama adalah pembentukan -aminolevulinic acid (ALA) dari glisin dan suksinil koenzim
A. langkah berikutnya melibatkan berikut: (1) sintesis dari perubahan senyawa pirol,
porphobilinogen, (2) kondensasi 4 molekul
porphobilinogen untuk menghasilkan
porphyrinogen, (3) modifikasi sisi rantai dan cincin, dan (4) pengenalan besi untuk
membentuk heme. Pada sebagian besar jaringan, heme, produk akhir, diperlukan untuk
menekan produksi lebih lanjut dari heme. Jika heme tidak hadir untuk menghambat jalur,
produksi heme terus tanpa dilawan. Setiap obat, bahan kimia, atau hormon yang menginduksi
sintesis heme juga menghasilkan peningkatan heme precursors.8

Jalur biosintetik heme dengan defek enzim yang menyebabkan porfiria

Tahap penentu kecepatan reaksi biosintesis heme merupakan reaksi pertama pada
jalurnya, pada langkah ini terjadi reaksi antara glisin dan suksinil koenzim A (KoA) yang
bergabung membentuk asam delta-aminolevulinat (ALA). Heme menghambat sintesis ALA
dengan menekan pembentukan ALA sintase., mengganggu pengangkutan enzim dari sitosol
ke mitokondria atau menghambat aktivitas ALA sintase secara langsung.
Langkah kedua pada biosintesis heme, yang dikatalisis oleh ALA dehidrogenase,
mengakibatkan kondensasi dua molekul ALA untuk membentuk porfobilinogen (PBG).
Pembentukan uroporfirinogen, suatu tetrapirol, melibatkan perantara terikat dan kombinasi 4
mol PBG. Isomer porfirinogen diklasifikasi sesuai dengan lokasi gugus gugus pada posisi
beta cincin pirol. Dari empat isomer yang mungkin, hanya tipe I dan III yang disintesis secara
endogen.
Konversi PBG menjadi uroporfirinogen III memerlukan baik uroporfirinogen I sintase (
PBG deaminase) maupun uroporfirinogen III kosintase (uroporfirinogen isomerase). Bila
tidak ada kosintase, hanya uroporfirinogen I yang terbentuk, suatu substrat yang tidak sesuai
untuk sintesis heme. Dekarboksilase secara berurutan terhadap empat gugus asetat oleh enzim
uroporfirinogen dekarboksilase mengubah uroporfirinogen III menjadi koproporfirinogen III.

Sama halnya, koproporfirinogen oksidase mengatalisis dekarboksilasi oksidatif


koproporfirinogen III menjadi protoporfirinogen IX. Satu satunya isomer protoporfirinogen
yang terjadi secara alamiah. Protoporfirinogen oksidase mengubah protoporfirinogen IX
menjadi protoporfirin IX. Akhirnya, ferokelatase (sintesa heme) mengkatalisis perubahan
protoporfirin IX menjadi heme dengan penambahan fero. Pembentukan ALA dan perubahan
koproporfirinogen menjadi heme terjadi di dalam mitokondria.9
2.7 Diagnosis
Jika dicurigai suatu porfiria akut, maka
dilakukan pengukuran kadar asam deltaaminolevulenat dan porfobilinogen dalam air
kemih. Jika diduga suatu porfiria kutaneus,
dilakukan pemeriksaan kadar porfirin dalam
plasma darah. Pemeriksaan lainnya (termasuk
pengukuran enzim sel darah merah) dilakukan jika
hasil dari salah satu tes penyaringan tersebut
abnormal.7
Diagnosis tipe tertentu porfiria umumnya
dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Temuan
utama pada enam tipe utama porfiria. Timbal berkadar tinggi dapat mempengaruhi
metabolisme heme dengan berikatan pada gugus SH enzim misalnya ferokelatase dan ALA
dehidratase. Hal ini mempengaruhi metabolism porfirin. Kadar protoporfirin meningkat di sel
darah merah, dan kadar ALA dan koproporfirin di urine meningkat.2

2.8 Tatalaksana
Dasar terapi porfiria adalah simptomatik. Pasien perlu menghindari obat-obatan yang
dapat menginduksi sitokrom P450. Mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar (glucose
loading) atau pemberian hematin ( suatu hidroksida heme) dapat menekan ALAS1 sehingga
produksi berbagai prekursor heme yang merugikan dapat dikurangi.2
Penderita harus menghindari cahaya langsung, memakai pakaian pelindung dan
menggunakan bahan tabir surya yang memblok secara efektif panjang gelombang 400 nm.
Pemberian -karoten (solatene) memadamkan fluoresensi molekul porfiria dengan
memberikan warna kuning pada kulit; keefektifannya dalam mengurangi fotosensitivitas pada
penderita dengan protoporfiria mempunyai awitan 1-3 bulan dan bervariasi.5
Pengobatan porfiria akut berfokus untuk menghilangkan gejala. Mungkin
memerlukan rawat inap untuk kasus yang berat. Perawatannya termasuk:
Menghentikan obat yang dapat telah memicu gejala.
Obat untuk mengontrol nyeri.

Memberikan pengobatan infeksi atau penyakit lain yang mungkin menyebabkan


gejala.
Pemberian infus gula (glukosa) untuk menjaga asupan karbohidrat.
Cairan infus untuk memerangi dehidrasi.
Suntikan hemin atau hePorfiria, Kulit Melepuh Terkena Sinar Matahari.
Pengobatan porfiria kulit berfokus pada mengurangi jumlah porfirin dalam tubuh dan
untuk membantu menghilangkan gejala, meliputi:
Pengeluaran darah untuk mengurangi zat besi dalam tubuh sehingga
menurunkan kadar porfirin. Mungkin perlu menjalani beberapa kali proses
pengeluaran darah sebelum masuk tahap penyembuhan.
Obat. Obat yang biasa digunakan untuk mengobati malaria; hydroxychloroquine
(Plaquenil) dan chloroquine (Aralen), dapat menyerap kelebihan porfirin
membantu tubuh menyingkirkannya lebih cepat. Obat-obat ini umumnya
digunakan hanya pada orang yang tidak bisa mentolerir proses mengeluarkan
darah.
Beta karoten. Ini untuk pengobatan jangka panjang. Tubuh mengubah beta
karoten menjadi vitamin A yang diperlukan untuk kesehatan mata dan kulit. Beta
karoten dapat meningkatkan toleransi kulit terhadap sinar matahari.7

2.9 Komplikasi
Kedua porfiria kutaneus dan akut dapat menjadi serius, bahkan mengancam jiwa, atau
disebut dengan komplikasi. Orang dengan porfiria kutaneus mungkin mengalami infeksi
serius atau kerusakan permanen pada kulit. Mereka dengan porfiria akut beresiko untuk
gangguan neurologis mulai dari gangguan mental untuk kelumpuhan otot-otot paru-paru,
berpotensi menyebabkan kegagalan pernapasan dan ketidakmampuan untuk bernapas.
Komplikasi dari porfiria meliputi:
Koma
Batu empedu
Hati atau kerusakan ginjal
Kelumpuhan
Kegagalan pernafasan
Jaringan parut dan cacat kulit
Infeksi kulit10

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Porfiria adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas jalur
biosintesi heme; penyakit ini dapat bersifat genetik atau didapat. Meskipun tidak prevalen,
penyakit ini penting diingat dalam keadan tertentu (misalnya sebagai diagnosis banding nyeri
abdomen dan pada berbagai kelainan neuropsikiatrik); jika tidak, pasien akan mendapat
pengobatan yang tidak tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Administrator. 2011. Porfiria. Diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/751/Porfiria.html, 4 Januari 2013 pukul 21:27
2. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper Ed. 27.
Jakarta:EGC.
3. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI. 2008. Kumpulan Kuliah
Farmakologi Ed 2. Jakarta: EGC
4. Bonkovsky, Herbert L, dkk. 2008. A 57-Year-Old Woman with Abdominal Pain and
Weakness after Gastric Bypass Surgery. Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcpc0803190, 4 Januari 2013 pukul
20:56
5. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 1 Edisi 15. Jakarta: EGC.
6. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper Ed. 27.
Jakarta:EGC.
7. Administrator. 2011. Porfiria, Kulit Melepuh Terkena Sinar Matahari. Diunduh dari
http://manajemenrs.net/index.php?option=com_content&view=article&id=270:porfiria-kulit-melepuhterkena-sinar-matahari&catid=51:berita&Itemid=123, 18 Januari 2012 pukul 10:21
8. Foran SE, Abel G. 2003. Guide to Porphyrias. Diunduh dari
http://ajcp.ascpjournals.org/content/supplements/119/Suppl_1/S86.full.pdf+html, 4
Januari 2013 pukul 20:17
9. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Ed. 20.
Jakarta: EGC.
10. Klasco, Rich. 2011. Porphyria. Diunduh dari
http://www.localhealth.com/article/porphyria, 4 Januari 2013 pukul 20:10

Anda mungkin juga menyukai