Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena saya bisa
menyelesaikan tugas referat ini pada waktunya. Tugas referat ini adalah salah satu dari dua
tugas yang akan mendapatkan penilaian di ketrampilan klinik stase ilmu bedah, RSUD Budhi
Asih. Saya sebagai penulis mengambil judul: Benign Prostat Hiperplasia (BPH) sebagai tema
utama yang akan dibahas dalam referat kali ini. Alasan diambilnya judul ini adalah karena
jumlah kasusnya yang sangat banyak; kira-kira 1/3 pasien yang berobat di poli bedah urologi
RS Budhi Asih tiap harinya adalah pasien dengan BPH, selain batu saluran kemih yang
merupakan kasus terbanyak, dan BPH ini merupakan permasalahan umum pada kaum pria
yang berusia lanjut. Harapannya adalah, semoga referat ini dapat membantu teman-teman
dalam mendiagnosis dan memberikan tata laksana yang terbaik pada pasien-pasien dengan
BPH sebagai dokter umum kelak.
BAB I
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada
pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
yang bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059 tahun prevalensinya mencapai hampir
5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia
sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (19941999) terdapat 1040 kasus.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat
yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai
bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran
kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO)1. Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
pembedahan.1
Colok dubur atau Rectal Toucher merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien
BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan
adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya
pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda
dari keganasan prostat. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata
hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan
ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.
BAB II
PEMBAHASAN
2
I.
ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan
kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan
lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram.
Lobus medius
Lobus anterior
Lobus posterior
Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
Zona Sentralis.
3
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d
Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
FISIOLOGI PROSTAT
4
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain
dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan
cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
III.
DEFINISI
Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak,
adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi elemen seluler prostat.
Obstruksi kandung kemih sekunder karena BPH dapat menyebabkan retensi urin,
insufisiensi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, hematuria gross, dan batu kandung
kemih.
ETIOLOGI
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat:4
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron. Dimana pada
kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)
5
dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factoryang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan
sensitivitas
sel-sel
prostat
terhadap
rangsangan
hormon
androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel
baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga
massa prostat menjadi lebih besar. Studi in vivo pada pengebirian anjing, yang secara
signifikan mengurangi tingkat androgen tetapi tingkat estrogen tidak berubah, menyebabkan
atrofi signifikan dari prostat.5
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor). Setelah
sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada
jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat
secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam
kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi
sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya
6
PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 4
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 4
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 4
VI.
MANIFESTAS KLINIK
a
Iritasi
Hesistansi
Frekuensi
Nokturi
Intermitensi
Urgensi
Distensi abdomen
Disuria
Urgensi dan disuria jarang terjadi,
jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.
jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah
suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya
skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor
American Urological Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien
diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala
0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35
berat.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
VII.
PEMERIKSAAN FISIK
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1
10
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada
traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah
terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh
(ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal
harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus
pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.
11
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya
dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi
prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih ratarata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
Pemeriksaan laboratorium
a
Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa.
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
12
Foto polos
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang
Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian
dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah
cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat
bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk
menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
13
14
Pemeriksaan lain:
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100
sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk
buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.
15
KOMPLIKASI
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter hingga Hidronefrosis
Hiperplasia Prostat
16
Buli-buli:
Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Hidronefrosis
Hidroureter
X.
PENATALAKSANAAN
Observasi
Watchful
waiting
Medikamento
sa
Penghambat
adrenergik
Penghambat
Operasi
Prostatektomi
terbuka
Endourologi
17
Invasive minimal
TUMT
TUBD
reduktese
Fisioterapi
1 TURP
2 TUIP
Hormonal
3 TULP
Elektovaporas
i
Stent uretra
TUNA
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
gejala
(IPSS<7)
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi invasif
Terapi medis
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
18
Operasi
Watchful waiting 6
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi
penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol
setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obatobat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasa dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu
lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang
baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin,
atau
uroflometri.
Jika
keluhan
miksi
bertambah
b Medikamentosa
19
jelek
daripada
Tujuan
terapi
medikamentosa
adalah
berusaha
untuk
(1)
obatnini yang lebih tua, sering lebih murah, alpha-blocker tampaknya sama efektif
untuk tamsulosin dan alfuzosin, dan 2010 pedoman AUA menyatakan bahwa mereka
tetap pilihan yang wajar untuk pasien dengan moderat sampai berat LUTS akibat
BPH.6
2 Penghambat 5 reduktase
22
Sayatan transurethral dari prostat (TUIP) telah digunakan selama bertahuntahun dan, untuk waktu yang lama, adalah satu-satunya alternatif untuk TURP.
Ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan sedasi. TUIP cocok untuk pasien
dengan prostat kecil dan untuk pasien tidak mentoleransi TURP karena kondisi
medis lainnya. TUIP menyebabkan perdarahan kurang dan penyerapan cairan
lebih sedikit dibandingkan dengan TURP. Hal ini juga terlihat dari kejadian
yang lebih rendah mengenai komplikasi ejakulasi retrograde dan impotensi
dibandingkan TURP.
23
Bedah
1
Operasi transurethral.7
TURP dianggap sebagai standar kriteria untuk menghilangkan BOO sekunder
untuk BPH. Indikasi untuk melanjutkan dengan intervensi bedah meliputi AUR,
Sulit berkemih, kencing berdarah berulang, Infeksi saluran kemih, Insufisiensi
ginjalobstruksi sekunder
Indikasi lain untuk intervensi bedah meliputi kegagalan terapi medis,
keinginan untuk mengakhiri terapi medis, dan kendala keuangan yang terkait
dengan terapi medis. Namun, TURP membawa risiko morbiditas (18%) dan
risiko kematian (0,23%).
TURP dilakukan dengan anestesi regional atau umum dan melibatkan
penempatan selubung bekerja di uretra melalui perangkat genggam dengan loop
kawat yang terpasang. alat potong yang menggunakan listrik dijalankan melalui
loop sehingga loop dapat digunakan untuk memotong jaringan prostat. Seluruh
perangkat biasanya menempel pada kamera video untuk memberikan gambaran
visual bagi ahli bedah/operator.
Meskipun TURP sering berhasil, ia memiliki beberapa kelemahan. Ketika
jaringan prostat yang dipotong, perdarahan yang signifikan dapat terjadi,
mungkin mengakibatkan penghentian prosedur, transfusi darah, dan lama
tinggal di rumah sakit. Pasien biasanya dipantau semalam dan dipulangkan
keesokan harinya, dengan atau tanpa kateter.
Cairan irigasi juga dapat diserap dalam jumlah yang signifikan melalui
pembuluh darah yang dipotong terbuka, dengan kemungkinan gejala sisa yang
serius disebut sindrom reseksi transurethral (sindrom TUR). Namun, ini sangat
jarang dan tidak terjadi dengan irigasi saline. Sebuah kateter urin harus
dibiarkan di tempat sampai sebagian besar
24
Selama operasi
Perdarahan
Perdarahan
Inkontinensi
Sindrom TURP
Infeksi lokal/sistemik
Dinsfungsi ereksi
Perforasi
Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
(a)
25
(c)
(b)
Gambar 14. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.
26
Open surgery. 8
Prosedur ini sekarang disediakan untuk pasien dengan prostat yang sangat
besar (> 75 g), pasien dengan penyakit penyerta batu kandung kemih atau
diverticulitis kandung kemih, dan pasien yang tidak dapat diposisikan untuk
operasi transurethral.
Prostatektomi terbuka memerlukan rawat inap dan melibatkan penggunaan
anestesi umum / regional dan sayatan perut bagian bawah. Inti bagian dalam
prostat (adenoma), yang merupakan zona transisi, yang dikupas, sehingga
meninggalkan zona perifer belakang. Prosedur ini mungkin melibatkan
kehilangan darah yang signifikan, sehingga transfusi sangat diperluka.
Prostatektomi terbuka biasanya memiliki hasil yang sangat baik dalam hal
peningkatan aliran urin dan gejala kencing..
Baru-baru ini, laparoskopi prostatektomi sederhana telah dilakukan di
sejumlah lembaga dan tampaknya layak digunakan. Namun, prostatektomi yang
dilakukan dengan cara ini masih tampak terkait dengan risiko kehilangan darah
yang signifikan.8
Operasi laser
Laser memberikan panas ke prostat dengan berbagai cara. Laser panas pada
jaringan prostat, menyebabkan kematian jaringan nekrosis yang beku, dengan
kontraksi jaringan berikutnya.
Laser juga telah digunakan untuk langsung menguap, atau mencair, yang
lebih efektif daripada laser yang koagulasi. Penguapan photoselective prostat
menghasilkan sinar yang tidak langsung bersentuhan dengan prostat; melainkan
27
urgensi kemih atau iritasi, sehingga sering buang air kecil atau tidak nyaman
selama beberapa minggu.
Kontrol berkala 6
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
29
BAB III
KESIMPULAN
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena
terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam
kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksidan gejala
iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah
konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan
tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun
BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat.
30
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1
Myers, Robert P. 2000. Structure of the adult prostate from a clinician's standpoint.
4
5
McVary KT, Roehrborn CG, Avins AL, Barry MJ, Bruskewitz RC, Donnell RF, et al.
Update on AUA Guideline on the Management of Benign Prostatic Hyperplasia. J
Urol. Mar 17 2011
31
10 Kuntz RM. Laser treatment of benign prostatic hyperplasia. World J Urol. Jun
2007;25(3):241-7. [Medline].
11 Elzayat EA, Habib EI, Elhilali MM. Holmium laser enucleation of the prostate: a sizeindependent new "gold standard". Urology. Nov 2005;66(5 Suppl):108-13. [Medline].
32