Anda di halaman 1dari 26

Metode Karakterisasi Thermal

Metode

karakterisasi

disini

merupakan

suatu

metode

untuk

mengetahui sifat atau karakteristik dari suatu bahan. Ada beberapa sifat
bahan yang dapat ditentukan dengan menggunakan metode karakterisasi,
yaitu : sifat mekanik, sifat termal, sifat listrik, sifat magnet dan sifat optik.
Untuk alat karakterisasi yang digunakan dalam penentuan masing-masing
sifat

bahan

tentulah

berbeda

bergantung

sifat

bahan

yang

akan

dikarakterisasi. Contohnya dalam karakterisasi sifat magnet digunakan


alat karakterisasi yang disebut VSM (Vibrating Sample Magnetometer).
Dan untuk karakterisasi sifat thermal ini, alat yang digunakan dikenal
dengan istilah Thermogravimetri Analizer (TGA). Masih banyak lagi alat
yang dapat digunakan sebagai alat karakterisasi bahan. Dalam artikel ini,
penulis akan lebih memfokuskan mengenai pembahasan karakterisasi
sifat thermal dan alat karakterisasinya.
Karakterisasi secara termal atau yang lebih dikenal dengan istilah
analisa termal merupakan suatu metode untuk mengkarakterisasi sifat
bahan yang diuji baik sifat fisik maupun sifat kimia, berdasarkan respon
bahan tersebut terhadap suhu. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan
inputan berupa kalor terhadap bahan yang akan dikarakterisasi. Analisa
termal ini digunakan untuk mengetahui sifat-sifat spesifik dari bahan yang
diuji. Misalnya entalpi, kapasitas panas, panas jenis, koefisien ekspansi
termal maupun konduktivitas termalnya. Dengan menggunakan alat
karakterisasi modern, sejumlah sifat dari bahan dapat dipelajari dengan
menggunakan analisa termal. Penggunaannya sampai saat ini, telah
demikian bervariasi, mencakup dekomposisi termal suatu bahan, transisi
fasa dan penentuan diagram fasanya.
Sampai saat ini telah banyak dikenal macam-macam alat karakterisasi
thermal diantaranya seperti : DTA/TGA atau yang terbaru dikenal sebagai
DSC dan masih ada beberapa alat karakterisasi thermal lainnya.
1. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric
Analyzer)
DTA/TGA merupakan salah satu alat karakterisasi termal, DTA/TGA
yang digunakan pada umumnya ini

melibatkan dua teknik analisis

yang dikemas dalam satu alat. Teknik analisis pertama, digunakan


untuk mengukur jumlah dan kecepatan rata-rata perubahan massa

dari suatu sampel. Sedangkan teknik analisa yang kedua digunakan


untuk mengukur adanya perbedaan temperature (T) antara sampel dan material
reference sebagai fungsi suhu maupun waktu. Untuk semua jenis analisis
thermal baik yang menggunakan DTA/TGA maupun DSC, memerlukan
adanya bahan standard sebagai material refrence. Sehingga ketika
ada perbedaan antara sampel dan reference akan dideteksi oleh alat
uji dan diubah baik dalam bentuk perubahan suhu maupun perubahan
massa.

DTGA Mettler

TA Instruments SDT-

Gambar 1.1. Beberapa merk TG/DTA


1.1. Thermogravimetric Analyzer (TGA)
Thermogravimetric Analyzer merupakan teknik analisis termal
untuk mengukur jumlah dan kecepatan rata-rata perubahan massa
dari suatu sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu pada
keadaan atmosfir yang terkontrol. Analisis dari thermogravimetri
bergantung pada tiga pengukuran, yaitu massa, suhu, dan
perubahan suhu. Dalam metode thermogravimetric analyzer
menentukan karakteristik suatu bahan ini dilihat dari adanya
perubahan

massa

akibat

adanya

kehilangan

massa

yang

diakibatkan oleh proses dekomposisi, evaporasi maupun desorbsi


yang disebabkan adanya proses pemanasan (heat treatment)
terhadap material uji. Umumnya TGA digunakan dalam penilitian
dan pengujian untuk menentukan karakteristik bahan seperti
polimer, termasuk termoplastik, termoset maupun elastomer,

selain itu TGA ini juga bisa digunakan untuk menentukan


karakteristik dari bahan-bahan komposit.
a. Komponen thermogravimetric analyzer (TGA)
Komponen TGA biasanya bergantung pada tipe, jenis dan
merk dari TGA yang digunakan. Alat dengan merk yang berbeda
memiliki komponen yang berbeda pula. Namun untuk semua
TGA, komponen utamanya terdiri dari :
Microbalance system
Furnace
Purge gas system
Data recorder

Gas Inlet (2)

Heating
Furnace

Gambar 1.2. Komponen TGA 50 Series Shimadzu

Microbalance system
Microbalance ini menjadi kunci dari sistem analisis termal
dengan menggunakan TGA. Komponen ini berfungsi untuk
memantau adanya perubahan massa dari sampel pada saat
diperlakukan proses termal dalam hal ini adalah proses
pemanasan (heat treatment).

Photodioda

Gambar 1.3. Komponen dari microbalance system


-

Gas inlet, ini fungsinya untuk mengalirkan gas yang


sifatnya inert
nantinya

(tidak mudah bereaksi). Gas

digunakan

untuk

melindungi

inert

ini

microbalance

system agar tidak terjadi kerusakan pada balance system.


Balance beam,
mendeteksi adanya perubahan massa
sampel

terhadap

material

reference,

jika

terdapat

perbedaan pada keduanya balance beam akan mengalami


-

defleksi dalam bentuk gelombang cahaya.


Photodioda, jika terdapat perbedaan massa pada sampel
dan reference, gelombang cahaya yang dipancarkan oleh
balance beam akan menyebabkan ketidakseimbangan
intensitas cahaya yang dipancarkan oleh photodioda.
Sehingga timbul adanya aliran arus melalui salah satu

pasangan photodioda.
Magnet, menimbulkan adanya medan magnet sebagai
respon dari aliran arus yang masuk ke kumparan di
dalamnya.

Medan

magnet

ini

fungsinya

mengembalikan balance beam ke posisi aslinya.

Furnace

Radia
tion
Term
Fin
Sample
ocou
Crucibl
ple
e

Gas
Heatin
Inlet
Sampl
g
e
Furnac
Holde
e

untuk

Gambar 1.4. Komponen didalam furnace


Didalam furnace inilah proses perlakuan termal terjadi yang
akhirnya menyebabkan adanya perubahan massa dari sampel
yang

digunakan.

Kecepatan

rata-rata

pemanasan

pada

furnace ini dari 0C per menit sampai 100 C per menit atau
-

lebih brgantung pada tipe alat yang digunakan.


Radiation fin, pada TGA dengan tipe 50 series shimadzu
ini, bagian microbalance system dan bagian furnace saling
terhubung sehingga diperlukan adanya pemisah berupa
radiation fin yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
transfer panas pada microbalance system sehingga tidak
menimbulkan

kerusakan.

Panas

yang

dihasilkan

oleh

proses thermal pada furnace sebagian akan dirambatkan


keluar (dialirkan) melalui radiation fin yang selanjutnya
akan diserap oleh udara luar yang suhunya lebih rendah
-

dibandingkan dengan suhu radiation fin


Gas inlet, fungsinya untuk menstandarisasi

ruang

pembakaran (furnace), apakah furnace dari TGA yang


digunakan
-

dikondisikan

dalam

keadaan

vakum,

atau

menggunakan gas-gas tertentu. seperti Nitrogen, Argon dll.


Sample holder, untuk meletakkan sample pada saat
sedang dilakukan proses termal didalam furnace. Sample
holder

ini

memantau

dihubungkan
adanya

dengan

perubahan

microbalance
massa

dari

untuk
sample.

Biasanya bahan sampel holder terbuat dari platina karena


platina merupakan bahan yang bersifat inert (tidak ikut
bereaksi) ketika diperlakukan proses termal dan platina ini
juga mudah untuk dibersihkan.

Sample holder
Sample holder

Gambar 1.5. Letak sample holder


pada furnace
-

Sample crucible, ada beberapa bentuk dan ukuran cawan


yang biasa digunakan untuk menguji berbagai sampel.
Contohnya cawan dengan penutup digunakan sampel yang
terbentuk serbuk halus, sedangkan cawan yang tanpa
penutup digunakan untuk sampel polimer dalam bentuk
tipisan blok dan manik.

Gambar

1.6.

Cawan yang digunakan untuk TGA


Bahan cawan yang digunakan juga perlu diperhatikan,
biasanya cawan ini terbuat dari bahan-bahan seperti
crimp,

platina,

alumina,

nikel,

maupun

tembaga.

Pemilihan bahan dari cawan ini perlu disesuaikan dengan


bahan uji agar bahan uji tidak bereaksi dengan bahan
cawan

serta

tidak

lengket.

Selain

itu,

cawan

yang

digunakan untuk material uji dan referencenya tidak harus


sama maupun tidak harus berbeda, ini disesuaikan dengan
bawaan dari merk alat karena semua bahan-bahan dari
cawan ini tentunya sudah disesuaikan untuk analisa
-

menggunakan thermogravimetric analyzer.


Termokopel (sensor suhu), termokopel pada teknik analisis
termal ini sangat penting karena termokopel ini digunakan

sebagai pendeteksi suhu furnace maupun suhu dari


material uji dan referensinya.
Prinsip kerja dari termokopel :

Gambar 1.7. Prinsip kerja termokopel


Termokopel

merupakan

sensor

suhu

yang

banyak

digunakan untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda


menjadi

sinyal

listrik

yang

berupa

tegangan

listrik

(voltage). Termokopel ini menggunakan prinsip dasar


termoelektrik, yaitu apabila ada dua buah logam yang
mempunyai konduktifitas yang berbeda disambungkan
menjadi

satu

sambungan

pada

kedua

salah
logam

satu

ujungnya,

tersebut

jika

dipanaskan

titik
maka

perbedaan temperatur ini akan menyebabkan pergerakan


electron dari logam yang memiliki konduktifitas termal
yang lebih tinggi ke logam yang memiliki konduktifitas
lebih rendah, dengan demikian terjadilah beda potensial
diantara

kedua

ujung

batang

logam

yang

tidak

disambungkan.
Skema kerja termokopel pada holding furnace :

Temperat
ur

Termokopel

Sinyal listrik
(Tegangan)

Amplifier

Data
temperatur
Gambar 1.8. Alur kerja dari termokopel pada holding furnace

Temperatur pada furnace ini di atur menggunakan temperature program,


sehingga temperaturnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada saat
dilakukan uji karakterisasi material. Perubahan temperatur pada furnace
selanjutnya di deteksi oleh termokopel yang berfungsi sebagai sensor
suhu dan menghasilkan keluaran berupa sinyal listrik yang berupa

tegangan (voltage). Tegangan kemudian diteruskan ke amplifier untuk di


proses kembali menjadi bentuk temperatur, karena keluaran dari alat uji
harus berupa data temperatur.

Purge gas system


Purge gas system digunakan untuk mengalirkan gas seperti
Nitrogen atau Argon yang fungsinya melindungi ruang
furnace. Selain itu gas yang dialirkan ini juga berfungsi untuk
menghindari terjadinya peristiwa oksidasi sampel pada saat
diperlakukan proses termal. Mengapa pada purge gas system
-

digunakan gas nitrogen ataupun argon?


Nitrogen maupun argon merupakan gas yang tidak aktif

bereaksi dengan unsur atau senyawa lainnya.


Nitrogen maupun argon bersifat inert yang artinya gas ini
sangat stabil dimana gas-gas ini sangat sulit berekasi

dengan unsure dan senyawa lainnya.


Tahan terhadap temperature tinggi, sehingga tidak akan
mudah terbakar apabila dilakukan proses thermal di dalam
furnace

Data recorder
Sistem perekaman data digunakan untuk menampilkan kurva
hasil

karakterisasi

material

dengan

menggunakan

TGA.

Sistem perekaman data dari alat uji TGA dapat dilihat seperti
gambar 1.9.

Gambar 1.9. Thermal Analysis Workstation TGA 50-Series


Shimadzu
b. Prinsip kerja thermogravimetric analyzer (TGA)

Gambar 1.10. Prinsip kerja thermogravimetric analyzer


Karena proses termal yang terjadi di dalam furnace, sampel
mengalami

perubahan

dimaksudkan

disini

massa,

adalah

perubahan

perubahan

massa

yang

yang

terjadi

jika

dibandingkan dengan referencenya. Adanya perbedaan ini,


menyebabkan terjadinya defleksi pada balance beam dalam
bentuk gelombang cahaya. Defleksi yang terjadi menimbulkan
adanya ketidakseimbangan intensitas cahaya yang memancar
pada dua buah fotodioda, sehingga mengakibatkan adanya
aliran arus yang melalui salah satu pasangan fotodioda. Arus
yang dihasilkan sebanding dengan perubahan massa sampel,
selanjutnya aliran arus ini akan di amplifikasi dan diteruskan ke
kumparan dan menimbulkan medan magnet yang fungsinya
untuk mengembalikan balance beam ke posisinya semula.
Arus yang dihasilkan oleh photodioda sebanding dengan
perubahan massa sampel akan menjadi sinyal yang dikirimkan
ke data processing untuk diolah terlebih dahulu sebelum
ditampilkan ke display monitor dalam bentuk plot kurva TGA
Langkah kerja TGA :

Samp
el

dimasukk
an

Cawa diletakk
n
an

Samp
el
Holde

Perlaku
termal
an

Furna
ce

Dat
a

Gambar 1.11. Skema kerja thermal analysis


Sampel dan material referensi diletakkan pada furnace, namun
ada beberapa jenis TGA yang material referensinya tidak ikut
dilakukan pemanasan pada furnace. Pada TGA jenis ini, data
dari material reference sudah tersedia dan terprogram. Furnace
dipanaskan dengan kecepatan pemanasan yang konstan. Pada
saat pemanasan di dalam furnace ini akan ada perubahan yang
terjadi pada material yang diuji, perubahan ini yang akan
direkam dan ditampilkan oleh display monitor dalam betuk plot
kurva TGA dengan hubungan antara temperature pemanasan
dan penurunan/laju penurunan berat.

c. Data hasil uji karakterisasi menggunakan


Thermogravimetric Analyzer (TGA)
5.00

0.00
0

200

400

600

800

1000 1200

-5.00

Pe nurunan be rat (mg)


T AHAP 1

-10.00

T AHAP 2

T AHAP 3

-15.00

-20.00

Tempe ratur pe manasan (C)

Gambar 1.11. Hubungan suhu pemanasan terhadap laju


penurunan berat mikroalga nannochloropsis oculata
0.00
-1.00

200 400 600 800 1000 1200

-2.00
-3.00
Laju penurunan berat (% / menit)
TAHAP 1

-4.00
-5.00

TAHAP 2

TAHAP 3

-6.00
-7.00
-8.00
-9.00
Temperatur pemanasan (C)

Gambar 1.12. Hubungan suhu pemanasan terhadap laju


penurunan berat mikroalga nannochloropsis oculata
Gambar 1.11 dan 1.12

merupakan hubungan antara temperatur pemanasan

terhadap penurunan dan laju penurunan berat dengan laju pemanasan 40C/menit.

Pada gambar tersebut diketahui bahwa untuk laju pemanasan 40C/menit, diperoleh
tiga tahap dekomposisi mikroalga nannochloropsis oculata, untuk tahap yang
pertama terjadi penurunan berat sebesar 1,9295 mg, ini disebabkan oleh adanya
penguapan air yang masih terkandung didalam mikroalga dan hilangnya senyawa
yang bersifat volatile (sukar menguap) ringan. Air dan volatile ringan mudap
menguap jika berada pada temperature rendah. Untuk tahap kedua, terjadi
penurunan sebesar 7,0922 mg, pada tahap ini kandungan utama dari mikroalga
nannochloropsis oculata yang berupa lipid terdekomposisi lebih dari 50% massa
volatile total, lipid pada mikroalga nannochloropsis oculata dapat terdekomposisi
pada temperature yang tinggi dengan range antara 175C - 750C. Pada tahap ketiga
terjadi penurunan berat sebesar 2,9018 mg, untuk tahap ini terjadi akibat penurunan
berat akibat adnya dekomposisi dari materi karbon dengan laju yang lambat.
Dimana karbon ini bisa terdekomposisi pada temperatur tinggi tetapi dengan waktu
yang lama.
1.2.

Differential Thermal Analysis (DTA)

Differential thermal analysis (DTA) merupakan salah satu teknik


analisis

termal

yang

digunakan

untuk

menganalisis

adanya

perbedaan temperature (T) antara material reference

dan

material sampel terhadap waktu atau temperature sampel (Eli,


2005). Analisis menggunakan DTA pada umumnya digunakan
untuk mengetahui sifat-sifat termal,
perubahan

entalpi.

Seperti,

dan perubahan fase akibat

temperature

transisi

gelas

(T g),

temperature leleh (Tm), serta temperature dekomposisi (Td) dari


sampel yang sedang diuji. Namun tidak
a. Komponen DTA

Gambar 1.13. Komponen DTA


Sumber : www.ozm.cz/en/stability-testing/dta-551-ex-differential-thermalanalysis/

Secara umum, komponen DTA ini terdiri dari :

Furnace

Gambar 1.14. Furnace pada DTA


Sumber : www.ozm.cz/en/stability-testing/dta-551-ex-differentialthermal-analysis/

Furnace disini fungsinya untuk menyediakan kondisi atau


keadaan panas yang stabil dan dengan rentang temperatur
yang relatif tinggi sehingga cocok untuk tempat perlakuan
termal. Selain itu, furnace yang digunakan juga harus mampu
merespon dengan cepat terhadap perubahan dari pengatur
suhu. Di dalam furnace, masih terdapat beberapa komponen
penting dari DTA, seperti :
Sample holder terdiri dari termokopel yang masing-masing
terdapat pada material uji dan refrensinya. Termokopel ini
dikelilingi

oleh

heating

block

yang

berfungsi

untuk

mendistribusikan panas dari furnace. Pendistribusian ini


fungsinya untuk memastikan panas yang diterima oleh
sample dan reference jumlahnya sama dan tidak adanya
kebocoran panas. Heating block ada yang terbuat dari
logam dan ada yang dari blok keramik. Blok keramik ini
mempunyai

keunggulan

dikarenakan

keramik

dibandidingkan

mempunyai

blok

logam,

ruang-ruang

kosong

didalamnya untuk menyimpan panas yang lebih lama.


Namun, disisi lain blok keramik ini harganya lebih mahal.
Untuk pemilihan antara blok logam dan blok keramik
bergantung pada DTA yang digunakan.
Sample container (wadah untuk menempatkan sampel),
biasanya terbuat dari bahan-bahan seperti pyrex, silika,
nikel, platinum atau alumunium. Penggunaan bahan-bahan

untuk

sample

container

tentunya

sudah

disesuaikan

dengan sifat alami dari sampel yang diuji dan tentunya


bahan-bahan ini tahan terhadap temperatur yang tinggi.

Thermocouple (sensor suhu)

Gambar 1.15. Termokopel yang terdapat pada differential


thermal analysis
Sumber : www.ozm.cz/en/stability-testing/dta-551-exdifferential-thermal-analysis/
Termokopel yang digunakan untuk semua alat karakterisasi
temal, mempunyai prinsip yang sama baik itu pada DTA/TGA,
DSC dan yang lainnya.
Perlu diperhatikan material reference yang digunakan dalam
analisis menggunakan DTA ini tidak menggunakan sembarang
bahan,

untuk

biasanya yang digunakan

sebagai

material

reference ini sifatnya inert, yang berarti material ini tidak akan
mengalami perubahan fasa pada temperatur yang diujikan.
Contohnya seperti Alumina (Al2O3), ini dikarenakan alumina
pada saat suhu tinggi yaitu 1000C masih tetap (konstan) yang
berarti alumina ini tidak berubah fase pada saat berada pada
suu tinggi yaitu 1000C. Sampel yang digunakan juga perlu
diperhatikan, karena sampel yang digunakan hanya sedikit,
hanya beberapa miligram. Penggunaan sampel yang terlalu
banyak akan menyebabkan berkurangnya sensitivitas dan
akurasi dari alat yang digunakan.

Temperature program
Temperatur program (pengatur suhu) disini digunakan untuk
memperoleh laju pemanasan yang konstan.
Recording system
Sistem perekaman digunakan untuk menampilkan kurva hasil
karakterisasi material dengan menggunakan DTA.

b. Prinsip kerja DTA

Gambar 1.16. Prinsip kerja DTA


Material uji dan referensinya dipanaskan secara bersamaan
Perbedaan ini akan menyebabkan adanya perbedaan suhu
antara material uji dan referensinya. Perbedaan suhu yang
dimaksudkan

disini

adalah

apabila

material

uji

dan

referensinya dipanaskan dengan atmosfir yang terkontrol


maka pada saat suhu tertentu, material uji akan mengalami
perubahan dari keadaan awalnya. Dan jika ini dibandingkan
dengan material referensinya maka akan terjadi perbedaan
pada keduanya. Inilah yang disebut sebagai perbedaan suhu.
Jika tidak ada perbedaan suhu (T), maka tidak terjadi
perubahan fisika maupun perubahan kimia.
Langkah kerja DTA :
Untuk alat uji karakterisasi termal (thermal analysis), cara kerja
yang dilakukan pada dasarnya sama, baik untuk DTA/TGA
ataupun alat uji DSC. Hanya saja hasil dari ketiga alat ini
berbeda. Jika pada TGA, plot kurvanya akan menampilkan
hubungan antara suhu pemanasan terhadap perubahan berat
material uji. Sedangkan pada DTA akan dihasilkan kurva dengan
hubungan

antara

temperature (T).

suhu

pemanasan

dengan

perbedaan

c. Kurva hasil uji karakterisasi dengan menggunakan DTA

Gambar 1.17. Kurva DTA


Kurva

yang

dihasilkan

oleh

uji

karakterisasi

dengan

menggunakan DTA menampilkan beberapa informasi mengenai


adanya reaksi endothermic dan exothermic yang terjadi saat
suatu bahan uji di lakukan pemanasan di dalam furnace. Untuk
kurva endothermic biasanya menandakan adanya perubahan
fisik, seperti adanya transisi glass, peleburan dan adanya
peristiwa

dekomposisi.

Kurva

endotermik

yang

tajam

menandakan adanya perubahana kristalinitas, sedangkan kurva


endotermik yang lebar menandakan adanya reaksi dehidrasi.
Untuk

kurva

eksotermik,

menandakan

adanya

perubahan

(reaksi) kimia seperti reaksi oksidasi. Biasanya kurva DTA dapat


digabungkan dengan kurva hasil uji dengan menggunakan
thermogravimetric analysis
gambar 1.18.

(TGA). Seperti yang ditunjukkan

Gambar 1.18. Kurva DTA/TGA kalsium ferit


Pada gambar 1.18, pada awal pada awal mulai pemansan
hingga suhu 350C terjadi penurunan massa yang diikuti
dengan

endotermik

pada

kurva

DTA.

Hal

tersebut

mengindikasikan bahwa pada range suhu tersebut terjadi


dehidrasi atau pelepasan kadar pelarutnya. Pada suhu 600C
hingga 1100C terjadi endotermik dan eksotermik yang tidak
diikuti

dengan

perubahan

kurva

TGA.

Hal

tersebut

mengindikasikan bahwa terjadi transformasi fase pada sampel.


Berdasarkan hal ini, pemilihan temperature yang digunakan
adalah 800C-1000C sebagai suhu sinter dari sampel.
2. Differensial Scanning Calorimeter (DSC)
Differential Scanning Calorimeter atau DSC adalah teknik analisis termal untuk
mengukur perbedaan kalor yang masuk ke dalam sampel dan referensi sebagai fungsi
suhu maupun waktu. Tidak seperti DTA, metode DSC memiliki penahan panas terpisah
untuk sampel dan bahan referensi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.19.

Gambar 2.1. Metode dasar analisis termal, differensial scanning


calorimetric (DSC)
DSC bermanfaat khususnya untuk penelitian polimer, dan sering
digunakan bersamaan dengan teknik lain seperti EGA. DSC ini juga
digunakan untuk penelitian karakteristik pengolahan karet dan resin
termoset, transisi dalam kristal cair serta laju kristalisasi isothermal
dalam termoplastik. DSC memberikan kuantitatif dan kualitatif data
pada keadaan endotermik dan eksotermik dari bahan yang mengalami
perubahan akibat adanya perubahan fasa, peleburan kaca, oksidasi, dan panas
lainnya berkaitan dengan perubahan bahan.

a. Komponen DSC

Gambar 2.2. Komponen-komponen DSC


Komponen-komponen DSC biasanya bergantung pada tipe, jenis dan merk alat dari
DSC yang digunakan. Alat dengan merk yang berbeda memiliki komponen yang
berbeda pula. Namun untuk semua DSC, komponen utamanya terdiri dari :
Furnace
Sama halnya dengan furnace pada thermal analysis yang lain.
Furnace dari DSC berfungsi untuk menyediakan kondisi atau
keadaan panas yang stabil dan dengan rentang temperatur
yang relatif tinggi sehingga cocok untuk tempat perlakuan
termal. Furnace yang digunakan juga harus mampu merespon
dengan cepat terhadap perubahan dari pengatur suhu.

Gambar 2.3. Furnace pada DSC

Crucible (Cawan)
Ada beberapa jenis cawan yang biasa
digunakan untuk menguji berbagai
sampel. Bahan cawan terbuat dari
tembaga, aluminium, alumina, steel,
emas, dan platina. Bahan material
yang akan diuji dapat berupa serbuk
maupun yang lain dengan berat antara
0,5 - 100 mg.
Gambar 2.4. Kumpulan cawan yang
digunakan pada DSC
Umumnya bahan-bahan yang digunakan sebagai crucible adalah bahan yang
-

memenuhi kriteria sebagai crucible yaitu :


Bahan yang digunakan sebagai crucible haruslah bahan yang tidak mudah
bereaksi dengan zat lain dan tidak lengket saat digunakan.

Tahan panas, karena sample akan dipanaskan hingga suhu tinggi.

Termokopel
Thermocouple adalah sensor suhu yang sama halnya digunakan pada termal
analisis yang lain.
Purge gas inlet
Digunakan untuk menstandarisasi ruang tempat terjadinya perlakuan termal
(furnace), untuk menghindari terjadinya reaksi antara sampel dan
lingkungan.
Sampel holder
Sample holder terdiri dari termokopel yang masing-masing
terdapat pada material uji dan refrensinya. Sample holder
dari DSC pada dasarnya sama dengan sampel holder yang
ada pada DTA.

b. Prinsip kerja DSC

Gambar 2.5. Prinsip kerja dari DSC


Prinsip kerja dari DSC, menyerupai prinsip kerja dari DTA. Baik
pada DSC maupun DTA terdiri dari dari dua buah cawan (pan),
yaitu

reference

dihubungkan

pan dan sample

pan. Kedua wadah

ini

dengan pemanas dan suhu. Sample pan adalah

tempat untuk meletakkan sample yang akan diuji. Sedangkan


di reference pan diletakkan suatu bahan acuan, biasanya bahan
acuan

yang

digunakan

adalah

platina,

karena

platina

ini

mempunyai kelebihan tidak mudah berekasi saat diperlakukan


proses termal. Reference pan ini dapat dibiarkan dalam keadaan
kosong.
Aliran kalor yang diberikan kepada kedua wadah tersebut
sedemikian hingga, sehingga menghasilkan laju pemanasan yang
sama (misalnya 10o/menit). Ini berarti kalor yang diberikan pada
masing-masing wadah berbeda, karena kedua wadah mempunyai
isi yang berbeda. Prinsip pengukuran dengan menggunakan DSC
adalah mengetahui perbedaan kalor yang diberikan pada sampel
dan reference untuk menghasilkan suhu yang sama. Data yang
diperoleh

adalah

perbedaan

aliran

reference dan sample terhadap temperature,

kalor
aliran

antara
kalor

ini

setara dengan perubahan entalpi (H) pada tekanan konstan. Jika


(H) yang dihasilkan bernilai negative maka suhu sampel akan
lebih rendah daripada suhu pembandingnya, sedangkan untu
(H) yang bernilai positif suhu sampel akan lebih besar daripada
suhu zat pembanding.

c. Langkah kerja DSC


Untuk alat uji karakterisasi termal (thermal analysis), cara kerja
yang dilakukan pada dasarnya sama, baik untuk DTA/TGA
ataupun alat uji DSC. Pada DSC akan dihasilkan kurva dengan
hubungan antara aliran kalor dengan suhu pemanasan. Aliran
kalor ini dapat dinyatakan dalam bentuk luasan kurva yang
dihasilkan oleh kurva endotermik dan eksotermik.
d. Kurva hasil uji karakterisasi dengan menggunakan DSC

Gambar 2.6. Kurva DSC/TGA precursor Barium M-Heksaferit


Fenomena transformasi fasa dapat di identifikasi menggunakan
DSC/TGA,

dengan

DSC/TGA

dapat

melihat

heat

flow

dan

penurunan massa dari tinjauan termal. Selain itu dari data DSC
dapat melihat kapan terjadi transformasi fasa dari gejala reaksi
eksotermik

dan

reaksi

endotermik.

Pada

gambar

2.6.

menunjukkan adanya reaksi eksotermik dan reaksi endotermik.


Pada temperatur 80oC menunjukkan adanya reaksi endotermik,
dan temperatur 150oC, 200oC dan 280oC menunjukkan adanya
reaksi eksotermik. Temperatur tersebut diidentifikasi adanya
perubahan fasa.

DAFTAR PUSTAKA
Mastuki, dkk. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Kalsium Ferit Menggunakan
Pasir Besi dan Batu Kapur. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 1, No. 1.
Noly, A.K., Zainuri, M. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Sifat Magnetik
Serbuk Barium M-Heksaferrit dengan Doping Ion Zn pada Variasi
Temperatur Rendah. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 1, No. 1.
Auf, M., Sudjito, Widhiyanuriyawan, D. 2010. Pengaruh Laju Pemanasan
terhadap

Penurunan

Berat

pada

Proses

Dekomposisi

Mikroalga

Nannochloropis oculata dengan Metode Termogravimetrik. Malang :


Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai