dalam lemari pendingin. Susu bubuk seperti Enfamil dan Similac mempunyai efektivitas
sebagai media penyimpanan gigi yang lebih baik karena dapat bertahan lebih dari empat jam.
Kandungan nutrisi penting yang dimiliki susu antara lain asam amino, karbohidrat dan
vitamin tetapi dapat menonaktifkan enzim yang berpotensi membahayakan ligamen
periodontal apabila telah disimpan selama lebih dari dua jam. Susu dapat menjaga
kelangsungan hidup, mitogenitas dan kapasitas klonogenik sel-sel ligamen periodontal
selama penyimpanan hingga 24 jam pada temperatur empat derajat celsius. Namun walaupun
disimpan di dalam lemari pendingin, susu akan tetap menjadi asam dalam waktu lebih dari 48
jam, sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel pada akar gigi.
3. Isotonik Salin
Patel dkk, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikan antara isotonik salin dan susu dalam mempertahankan vitalitas sel ligamen
periodontal pada permukaan akar gigi selama dua jam penyimpanan. Isotonik salin dapat
mempertahankan vitalitas membran periodontal karena memiliki tekanan osmolalitas yang
seimbang sehingga tidak menyebabkan sel menjadi menggelembung, namun hanya dapat
efektif kurang dari dua jam, setelah itu ligamen periodontal akan hancur, hal ini disebabkan
karena kebutuhan glukosa untuk mempertahankan metabolisme tidak terpenuhi.
4. Kultur Media
Kultur media yang digunakan sebagai media penyimpanan gigi avulsi antara lain
Kultur media 199 mengandung 700 unit penisilin G dan 0,7 mg streptomisin, untuk
mencegah pertumbuhan bakteri. Sedangkan Eagles kultur media mengandung sejumlah asam
amino, vitamin dan bikarbonat yang bertindak sebagai buffer.
Eagles kultur media dapat menyebabkan proliferasi bagian vital dari ligamen
periodontal. Disamping itu juga berguna untuk menjaga ligamen periodontal pada permukaan
akar yang nekrosis serta mempertahankan vitalitas sel membran periodontal gigi yang telah
diekstraksi selama 48 jam. Pemeriksaan immuno histokimia pada gigi desidui yang dicabut,
setelah 24 jam penyimpanan gigi pada media kultur menujukkan proliferasi pulpa.
5. Saliva
Saliva manusia juga dianggap sebagai media penyimpanan gigi yang potensial.
Andreasen dalam penelitiannya membandingkan air keran, normal salin dan saliva manusia
sebagai media yang berpotensi untuk menyimpan gigi sebelum direplantasi, dan hasil yang
didapat adalah saliva merupakan media yang paling efektif.
Kekurangan saliva sebagai media penyimpanan gigi adalah osmolalitas yang rendah
sehingga dapat menyebabkan sel pecah. Saliva juga mengandung substansi seperti enzim,
bakteri dan produknya yang dapat membahayakan ligamen periodontal. Selain itu flora
normal yang terkandung pada saliva yang terdiri dari mikroorganisme, besar kemungkinan
akan menyebabkan infeksi karena masuknya kuman ke dalam sel-sel dari akar gigi, sehingga
setelah prosedur replantasi dilakukan tidak hanya kemungkinan terjadinya nekrose sel,
infeksi pada soket alveolar juga bisa terjadi.
Beberapa penelitian menganjurkan bahwa penyimpanan gigi dalam mulut (saliva)
baik untuk menjaga ligamen periodontal yaitu dengan menahan gigi pada vestibulum bukal
ataupun di bawah lidah, namun tindakan ini mempunyai resiko tertelannya gigi. Untuk
menghindarinya, saliva anak dikumpulkan dalam wadah kecil, lalu gigi dimasukkan ke
dalamnya.
6. Air
Prinsip keberhasilan dari replantasi adalah mencegah kekeringan dari gigi yang lepas.
Air merupakan media yang dapat menjaga kelembaban gigi selama berada ekstra alveolar
sampai 15 menit apabila tidak ada pilihan lain, karena setelah itu gigi akan terus kehilangan
metabolisme sel. Air hampir tidak sama sekali menjaga vitalitas gigi dan dapat memberikan
dampak yang buruk bagi kelangsungan ligamen periodontal karena air merupakan larutan
hipotonik yang dapat menyebabkan sel-sel ligamen periodontal menggelembung dan pecah.
Selain itu, air dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel akar karena tingkat metabolit dan
pH yang rendah.
B. Penatalaksanaan
Sebelum perawatan dilakukan, anak dan orang tua perlu diredakan emosinya terlebih
dahulu. Karena setelah trauma terjadi, anak pasti akan merasa takut dan cemas, terutama bila
dokter gigi langsung memberikan perawatan. Pasien yang mengalami cedera, harus benarbenar diperhatikan bagaimana kondisi saluran pernapasannya. Dasar dari usaha
mempertahankan jalan napas adalah mengontrol perdarahan dari mulut atau hidung dan
membersihkan orofaring. Untuk anak yang tidak memiliki kelainan pada pembekuan darah,
perdarahan pada daerah yang avulsi biasanya tidak berakibat fatal, melakukan penekanan
baik secara langsung dengan jari maupun tidak langsung menggunakan kasa atau tampon.
Kasus lepasnya gigi dari soket alveolar akibat trauma injuri harus mendapatkan
penanganan yang tepat dan cepat, dengan tetap memperhatikan kondisi fisik anak. Pada kasus
avulsi yang disebabkan oleh cedera kemungkinan terdapat komplikasi seperti laserasi pada
jaringan lunak labial, bukal, palatum, lidah. Pencegahan terhadap tetanus harus dilakukan
dengan membersihkan luka dengan seksama, penyingkiran benda-benda asing dan pemberian
tetanus toxoid antitoxin.
Dianjurkan untuk tidak memegang gigi avulsi pada bagian akarnya, karena dapat
merusak serat-serat ligamen periodontal, tetapi memegang gigi pada bagian mahkota.
Pembersihan gigi dilakukan hanya jika terdapat kotoran pada gigi, namun tidak boleh
mengikis atau menggosok gigi.
Penatalaksanaan gigi avulsi harus dilakukan dalam waktu seminimum mungkin untuk
menjaga ligamen periodontal karena bila ligamen periodontal masih baik, derajat dan
ketepatan waktu resorpsi akar akan terjaga dan kemungkinan terjadinya ankilosis akan
berkurang. Resorpsi akar hampir tidak terhindarkan apabila melebihi 2 jam, waktu maksimal
dilakukan replantasi adalah 48 jam setelah gigi berada diluar soket.
Setelah replantasi perlu juga dilakukan splinting untuk menjaga stabilitas gigi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan ligamen periodontal untuk regenerasi. Kemudian dilakukan
kontrol yang tepat agar hasil perawatan dapat diperoleh dengan baik