Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan dalam

kehidupan seseorang. Kebiasaan hidup sehat dapat menunjang kesehatan seseorang.

Kebiasaan hidup yang sehat diantaranya mengkomsumsi makanan yang bergizi secara

teratur, dan berolahraga secara teratur.1

Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah

awal masuknya makanan dalam sistem pencernaan.2 Kalkulus timbul pada daerah-

daerah gigi yang sulit dibersihkan, di mana kalkulus ini menjadi tempat melekatnya

kuman-kuman di dalam mulut. Akumulasi debris yang banyak mengandung berbagai

macam bakteri serta kuman pada kalkulus dapat menyebabkan berbagai penyakit

periodontal, seperti radang gusi (gingivitis), radang jaringan penyangga gigi

(periodontitis) dan gigi goyang.3

Percobaan klinis yang dilakukan Loe and Sillness (1965) pada 12 pelajar yang

diinstruksikan menghentikan pembersihan rongga mulut dan gigi geliginya, sehingga

plak gigi dapat dengan mudah menumpuk di sekitar tepi gingiva, dan peradangan

gingiva selalu timbul. Pembersihan harus dilakukan kembali dan plak dihilangkan,

maka peradangan akan mereda.2

Lang, dkk dalam Manson dan Eley (2004) menyatakan bahwa penyebab primer

radang gingiva adalah iritasi bakteri yang ada dalam akumulasi plak gigi. Plak

1
2

gigi merupakan lapisan berupa biofilm yang mengandung bakteri, lunak, menumpuk,

dan melekat pada gigi geligi dan obyek keras lain di dalam mulut, misalnya restorasi

geligi tiruan lepasan maupun cekat dan kalkulus.2 Kebanyakan debris makanan akan

segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5-30 menit setelah makan,

tetapi ada kemungkinan sebagian masih tertinggal pada permukaan gigi dan membran

mukosa. Aliran saliva, aksi mekanisme lidah, pipi, dan bibir serta bentuk dan susunan

gigi dan rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan.

Pembersihan ini dipercepat oleh proses pengunyahan dan viskositas ludah yang

rendah.13 Kalkulus merupakan suatu masa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk

dan melekat erat pada permukaan gigi, misalnya restorasi dan gigi-geligi tiruan.

Kebersihan mulut yang tidak dipelihara dengan baik akan menimbulkan

penyakit di rongga mulut. Penyakit periodontal (seperti gingivitis dan periodontitis)

dan karies gigi merupakan akibat kebersihan mulut yang buruk. Penyakit periodontal

dan karies gigi merupakan penyakit di rongga mulut yang dapat menyebabkan

hilangnya gigi secara patologis.4 Kebersihan mulut mempunyai peran penting di bidang

kesehatan gigi, karena kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan timbulnya

berbagai penyakit baik lokal maupun sistemik.5 Pengukuran kebersihan gigi dan mulut

merupakan upaya untuk menentukan keadaan kebersihan gigi dan mulut seseorang.

Umumnya untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut digunakan suatu indeks. Indeks

adalah suatu angka yang menunjukan keadaan klinis yang didapat pada waktu

dilakukan pemeriksaan, dengan cara mengukur luas dari permukaan gigi yang ditutupi

oleh plak maupun kalkulus.6 Secara klinis tingkat kebersihan mulut dinilai dengan
3

kriteria Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S). Kriteria ini dinilai berdasarkan

keadaan endapan lunak atau debris dan karang gigi atau kalkulus.5

1.1 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kebersihan rongga mulut pada siswa kelas 1 SMP dan SMA

di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebersihan

rongga mulut pada siswa kelas 1 SMP dan SMA di wilayah kerja puskesmas Boom

Baru.

Tujuan Khusus penelitian ini adalah ntuk mengukur tingkat kebersihan rongga

mulut dengan OHI-S (Oral Hygiene Index-Simplified) siswa kelas 1 SMP dan SMA

di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru.

1.3 Manfaat Penelitian

Data penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk keperluan

perencanaan, pelaksanaan program, dan evaluasi berbagai kegiatan pelayanan

(kesehatan) pada masyarakat, baik yang bersifat pencegahan dan pengobatan

sehingga tingkat kebersihan rongga mulut pada masyarakat dapat dirawat dengan

baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebersihan Rongga Mulut

Kebersihan rongga mulut harus dijaga untuk mencegah penularan penyakit

melalui mulut, meningkatkan daya tahan tubuh, memperbaiki fungsi gigi, dan mulut

dalam sistem pengunyahan, serta mencegah penyakit rongga mulut seperti penyakit

pada gigi dan gusi.1 Keadaan rongga mulut yang tidak terjaga kebersihannya terdapat

akumulasi debris, plak, dan kalkulus yang mengandung berbagai macam bakteri serta

kuman pada gigi.3 Rongga mulut merupakan suatu tempat yang amat ideal bagi

perkembangan bakteri hal ini disebabkan oleh temperatur, kelembaban, dan makanan

yang cukup tersedia disana. Bakteri inilah yang berpengaruh pada kesehatan gigi dan

mulut.2

Kebersihan mulut yang buruk bertindak sebagai salah satu faktor yang dapat

memicu terjadinya karies, gingivitis, dan periodontitis, serta penyakit mulut lainnya.7

Russel dalam Glickman`s Clinical Periodontology (1990) menyatakan bahwa penyakit

gingiva yang aktif jarang ditemukan pada penderita dengan keadaan rongga mulut

tanpa debris atau kalkulus.8

Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit gigi akibat

kurangnya kebiasaan memelihara kebersihan gigi dan mulut antara lain adalah :

4
5

1) Materia Alba

Material alba adalah deposit yang lunak, berwarna kekuningan atau

keputihan dapat ditemukan pada rongga mulut yang kurang terjaga

kebersihannya (permukaan gigi, restorasi, kalkulus,dan gingiva),15 tidak

mempunyai struktur yang spesifik serta mudah dihilangkan dengan semprotan

air, akan tetapi untuk menghilangkan secara sempurna diperlukan pembersihan

secara mekanis.9

Material Alba dapat menyebabkan iritasi lokal pada gingiva sehingga dapat

merupakan penyebab umum terjadinya gingivitis atau radang gusi, efek iritasi

oleh materia alba ini kemungkinan disebabkan oleh bakteri serta produk-

produknya.9 Deposit ini perlekatannya kurang erat bila dibandingkan

dengan dental plak, deposit ini dapat terlihat jelas tanpa menggunakan

disclosing solution9 dan cenderung menumpuk pada 1/3 gingival mahkota gigi

dan pada gigi yang malposisi. Deposit ini terbentuk pada permukaan gigi yang

baru dibersihkan dalam beberapa jam dan pada waktu tidak digunakan untuk

pengunyahan.10

2) Debris Makanan

Debris adalah deposit lunak, berwarna kekuningan atau keputihan, terdiri

dari massa mikroorganisme, sel-sel epitel yang terdeskuamasi, sisa makanan,

leukosit, dan deposit saliva.2 Kebanyakan Debris makanan akan segera

mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5-30 menit setelah makan,

tetapi ada kemungkinan sebagian tertinggal pada permukaan gigi dan membran
6

mukosa. Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta bentuk dan

susunan gigi dan rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa

makanan.10 Pembersihan ini dipercepat oleh proses pengunyahan dan viskositas

ludah yang rendah. Walaupun debris makanan mengandung bakteri, tetapi

berbeda dari plak dan material alba, debris ini lebih mudah dibersihkan. Debris

harus dibedakan dengan makanan yang tertekan ke ruang interproksimal (food

impaction).11

Kecepatan pembersihan debris makanan bervariasi tergantung jenis

makanan dan individunya. Bahan makanan yang cair lebih mudah dibersihkan

dibanding bahan makanan yang padat. Gula yang dimakan dalam keadaan cair

tertinggal dalam saliva selama 15 menit, sedangkan gula yang dimakan dalam

keadaan padat tertinggal dalam saliva sampai 30 menit setelah pengunyahan.

Makanan-makanan yang lengket seperti roti dan karamel dapat melekat pada

permukaan gigi sampai lebih dari satu jam, sedangkan makanan yang kasar

seperti wortel mentah, apel, akan dibersihkan dengan segera.11 Mengunyah apel

dan makanan berserat lainnya dapat secara efektif menghilangkan sebagian

besar debris makanan dari rongga mulut, meskipun tidak memiliki efek

signifikan pada pengurangan plak.10

3) Plak

Plak gigi merupakan lapisan lunak, tipis, dan padat yang menutupi email

gigi, celah gingiva, restorasi, dan kalkulus gigi. Plak gigi terdiri atas

mikroorganisme yang berkembang biak pada suatu matriks yang terbentuk dan
7

melekat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Matriks akan melekat

dengan kuat pada acquired pellicle juga pada gigi dan kalkulus. Sekitar 70%

dari volume plak terdiri dari sel bakteri, sisanya merupakan protein dan

polisakarida ekstraselular, yang bertindak sebagai matriks dari komponen

selular. Sebagai tambahan, plak mengandung sedikit sel epitel dan sel darah

putih yang berasal dari cairan sulkus.11

Secara klinis, plak gigi tidak berwarna karena itu tidak terlihat dengan jelas

sehingga banyak yang tak menyadari adanya akumulasi plak.15 Plak tidak dapat

terlihat kecuali apabila telah diwarnai dengan disclosing solution atau telah

mengalami diskolorasi oleh pigmen-pigmen yang berada dalam rongga mulut.

Apabila plak telah menumpuk, plak akan terlihat berwarna abu-abu,

kekuningan dan kuning. Secara klinis juga terbukti bahwa rongga mulut yang

mengalami penyakit periodontal selalu memperlihatkan adanya penimbunan

plak yang jauh lebih banyak daripada rongga mulut yang sehat. Penimbunan

plak yang tidak dibersihkan dapat terkalsifikasi sehingga menjadi kalkulus.11

Berdasarkan letaknya pada permukaan gigi, plak diklasifikasikan menjadi

plak supragingiva dan plak subgingiva. Plak supragingiva dapat ditemukan

pada atau di atas margin gingiva. Plak subgingiva ditemukan dibawah margin

gingiva, diantara gigi dan jaringan sulkus gingiva.9


8

Gambar 1. Plak supragingival.


Disclosing soution
menampakkan lapisan plak yang sangat tipis.

4) Kalkulus

Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk

dan melekat erat pada permukaan gigi, dan objek solid lainnya di dalam mulut,

misalnya restorasi gigi geligi tiruan. Kalkulus adalah plak yang terkalsifikasi

menjadi suatu massa yang melekat erat pada permukaan gigi.9 Secara umum

kalkulus terdiri dari 80% massa anorganik, air, matriks organik dari protein dan

karbohidrat, sel-sel epitel deskuamasi, beberapa tipe mikroorganisme, dan

leukosit.2

Berdasakan lokasinya Kalkulus ada 2 macam, yaitu12 :

1. Kalkulus supragingiva

- Terletak di sebelah koronal dari tepi gingival (diatas gingival)

- Kalkulus terdeposit mula-mula pada permukaan gigi yang

berlawanan dengan duktus saliva, pada permukaan lingual insisivus

bawah dan permukaan bukal molar atas, tetapi dapat juga terdeposit

pada setiap gigi dan geligi tiruan yang tidak dibersihkan dengan baik,

misalnya permukaan oklusal gigi yang tidak mempunyai antagonis.


9

- Warna agak kekuningan kecuali bila tercemar faktor lain seperti

tembakau, anggur, pinang.

- Bentuk cukup keras, rapuh, mudah dilepas dari gigi dengan scaler.

- Sumber mineral diperoleh dari saliva

- Dapat terlihat langsung di dalam mulut

2. Kalkulus subgingiva

- Letak di akar gigi di dekat batas apikal poket yang dalam, pada kasus

yang parah, bahkan dapat ditemukan jauh lebih dalam sampai ke

apeks gigi (dibawah gingival).

- Berwarna hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus

supragingiva, melekat lebih erat pada permukaan gigi.

- Melekat pada permukaan akar dan distribusinya tidak berhubungan

dengan glandula saliva tetapi dengan adanya inflamasi gingival dan

pembentukan poket.

- Sumber mineral diperoleh dari serum darah.

- Tidak dapat terlihat langsung dalam mulut


10

Gambar 2.
Kalkulus Supragingival

2.2 Oral Hygiene Index-Simplified (OHI-S)

 OHI-S digunakan untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang.

 Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada

permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu2 :

 Untuk rahang atas yang diperiksa :

1. Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.

2. Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial.

3. Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.

 Untuk rahang bawah yang diperiksa :

1. Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.

2. Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial.

3. Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.


11

Bila ada kasus dimana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka penilaian

dilakukan sebagai berikut :

a. Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada

molar kedua atas atau bawah.

b. Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian

dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.

c. Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.

d. Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada

insisivus pertama kiri atas.

e. Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan

penilaian.

f. Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada

insisivus pertama kanan bawah.

g. Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.

Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa tidak

ada, maka penilaian debris indeks dan kalkulus indeks masih dapat dihitung apabila

ada dua gigi indeks yang dapat dinilai.


12

Gambar 7. Gigi yang diperiksa


pada indeks Oral Hygiene Index
2
(OHI-S)

 Mencatat skor debris dan kalkulus

Tabel 2. Penilaian Pemeriksaan Debris10

No KRITERIA NILAI
1 Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau 0
pewarnaan ekstrinsik.
2 a. Pada permukaan gigi yang terlihat, pada debris lunak yang 1
menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau
kurang dari 1/3 permukaan.
b. Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak
tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan
gigi sebagian atau seluruhnya.
3 Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang 2
menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan
gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
4 Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi 3
permukaan
tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh permukaan
gigi.
13

Gambar 8. Skor penilaian debris2


Tabel 3. Penilaian Pemeriksaan Kalkulus10
No KRITERIA SKOR
1 Tidak ada karang gigi. 0
2 Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingival 1
menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.
3 a. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi 2
supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3
permukaan gigi.
b. Sekitar bagian cervikal gigi terdapat sedikit subgingival.
4 a. Pada permukaan gigi yang terlihat adanya karang gigi 3
supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau
seluruh permukaan gigi.
b. Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang
menutupi dan melingkari seluruh servikal (Continous Band of
Subgingival Calculus).
14

Gambar 9. Skor penilaian kalkulus2

Indeks Debris = Jumlah penilaian debris Indeks Kalkulus= Jumlah penilaian kalkulus
Jumlah gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa

OHI-S = Indeks Debris + Indeks Kalkulus

= DI + CI

OHI-S atau Oral Hygiene Index Simplified merupakan hasil penjumlahan

Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).

Penilaian debris score dan calculus score adalah sebagai berikut :

a. Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6.

b. Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8.

c. Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.

Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut :

a. Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2.

b. Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0.

c. Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0.


15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei deskriptif dengan desain

penelitian cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP dan SMA di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru

Palembang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas 1 SMP dan SMA di wilayah kerja

Puskesmas Boom Baru Palembang.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total

sampling.

15
16
16

3.4 Cara Pengambilan Data

a. Data diperoleh melalui pemeriksaan OHI-S siswa kelas 1 SMP dan SMA pada

kegiatan UKGS di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru Palembang periode

tahun 2016.

b. Jenis data adalah data sekunder.

Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi.

3.5 Alat dan Bahan


A. Alat:
- Nierbeken
- Kaca Mulut
- Pinset
- Sonde
- Masker
- Sarung tangan
B. Bahan
- Alkohol 70%
3.6 Pelaksanaan Penelitian

1. Peneliti melapor dan meminta suatu permohonan izin kepada kepala Puskesmas

dan dokter gigi di Puskesmas Boom Baru Palembang untuk mengikuti kegiatan

screening UKGS pada siswa kelas 1 SMP dan SMA untuk memeriksa

kebersihan rongga mulut berdasarkan indeks OHI-S.

2. Mencatat skor OHI-S pada lembar pencatatan screening siswa kelas 1 SMP dan

SMA pada kegiatan UKGS di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru Palembang.

3.7 Analisis Data


17

Analisis data dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan membuat uraian secara

sistematik dan menyajikannya ke dalam bentuk tabel distribusi.

3.8 Alur Penelitian

Izin penelitian

Melakukan Pemeriksaan OHI-S

Pencatatan skor OHI-S

Analisis data
18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Tabel 1. Status Kebersihan Rongga Mulut Berdasarkan OHI-S pada siswa kelas 1 SMP
di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru
Sekolah Baik Sedang Buruk

SMP Nurul Qomar 39 anak 1 anak -

SMP Karya Abadi 26 anak 5 anak -

MTS Mujahiddin 8 anak 1 anak -

Berdasarkan tabel 1, siswa dengan status kebersihan rongga mulut yang baik

paling banyak pada SMP Nurul Qomar 39 anak, diikuti SMP Karya Abadi 26 anak dan

MTS Mujahiddin 8 anak, sedangkan siswa dengan status kebersihan rongga mulut

sedang paling banyak pada SMP Karya Abadi 5 anak dan diikuti SMP Nurul Qomar

dan MTS Mujahiddin masing-masing 1 anak. Tidak ada siswa SMP kelas 1 yang

memiliki status kebersihan rongga mulut yang buruk di wilayah kerja Puskesmas Boom

Baru.

Tabel 2. OHI-S rata-rata siswa kelas 1 SMP di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru
Sekolah Jumlah siswa Total Skor OHI-S OHI-S rata-rata

SMP Nurul Qomar 40 anak 28,50 0,71

SMP Karya Abadi 9 anak 7,63 0,84

MTS Mujahiddin 31 anak 27 0,87

Ket : OHI-S rata-rata siswa SMP = Total Skor OHI-S = 0,79 (Baik)
Jumlah Siswa

18
19

Berdasarkan tabel 2, OHI-S rata-rata pada SMP di wilayah kerja Boom Baru

paling baik pada SMP Nurul Qomar dengan rata-rata 0,71, diikuti SMP Karya Abadi

dengan rata-rata 0,84 dan MTS Mujahiddin dengan rata-rata 0,87. OHI-S rata-rata pada

SMP di wilayah kerja Boom Baru adalah 0,79, dimana nilai tersebut termasuk dalam

kriteria baik berdasarkan indeks OHI-S.

Tabel 3. Status Kebersihan Rongga Mulut Berdasarkan OHI-S pada siswa kelas 1
SMA di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru
Sekolah Baik Sedang Buruk

SMA Nurul 40 anak 1 anak -

Qomar

SMA Karya Abadi 17 anak - -

Berdasarkan tabel 1, siswa dengan status kebersihan rongga mulut yang baik

paling banyak pada SMA Nurul Qomar yaitu 40 anak dan dengan status kebersihan

rongga mulut yang sedang yaitu 1 anak. Baik SMA Nurul Qomar maupun SMA Karya

Abadi tidak ada yang memiliki status kebersihan rongga mulut yang buruk.

Sekolah Jumlah siswa Total Skor OHI-S OHI-S rata-rata

SMA Nurul Qomar 41 anak 24,50 0,59

SMA Karya Abadi 17 anak 14,75 0,87

Tabel 4. OHI-S rata-rata siswa kelas 1 SMA di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru
Ket : OHI-S rata-rata siswa SMA = Total Skor OHI-S = 0,67 (Baik)
Jumlah Siswa
20

Berdasarkan tabel 4, OHI-S rata-rata pada SMA di wilayah kerja Boom Baru

paling baik pada SMA Nurul Qomar dengan rata-rata 0,59, diikuti SMA Karya Abadi

dengan rata-rata 0,87. OHI-S rata-rata pada SMA di wilayah kerja Boom Baru adalah

0,67, dimana nilai tersebut termasuk dalam kriteria baik berdasarkan indeks OHI-S.

Tabel 4. OHI-S rata-rata SMP dan SMA di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru

4.2 Pembahasan

Puskesmas Boom Baru menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan yang

bertindak dibidang kesehatan gigi dan mulut. BP Poli Gigi Puskesmas Boom Baru

menjalankan berbagai pelayanan dan program kesehatan gigi dan mulut, berupa upaya

promotif dan preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas serta pelayanan

medik dasar berupa upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan

keluarga.13

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan program yang dilaksanakan

oleh Puskesmas Boom Baru, salah satunya dilaksanakan pada SMP dan SMA atau yang

sederajat. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah SMP, SMA atau yang sederajat adalah upaya

kesehatan masyarakat yang ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi

dan mulut seluruh peserta didik SMP dan SMA atau yang sederajat (Madrasah

Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, SMK) di sekolah binaan yang ditunjang dengan upaya

kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi individu yang memerlukan perawatan

kesehatan gigi dan mulut.14


21

Ruang lingkup program UKGS sesuai dengan Tiga Program Pokok Usaha

Kesehatan Sekolah (TRIAS UKS) yang meliputi ; pendidikan kesehatan, pelayanan

kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat maka ruang lingkup

UKGS yaitu14:

1. Penyelenggaraan Pendidikan kesehatan gigi dan mulut yang meliputi :

a. Pemberian pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

b. Membuat bahan-bahan tradisional untuk mengurangi rasa sakit gigi.

c. Penanaman kebiasaan pelihara kebersihan gigi dan mulut agar dapat

dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam bentuk :

a. Pemeriksaan dan penjaringan kesehatan gigi dan mulut

b. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut ;

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut;

d. Perawatan kesehatan gigi dan mulut;

e. Rujukan kesehatan gigi dan mulut.

3. Pembinaan lingkungan kehidupan masyarakat sekolah (guru, siswasiswi,

pegawai sekolah, orang tua siswa siswi, dan masyarakat) seperti penyediaan air

bersih untuk cuci tangan dan menyikat gigi, pengelolaan dan pengawasan

kantin sehat melalui penyediaan makanan bergizi dan tidak merusak gigi.

Berdasarkan Tiga Program Pokok Usaha Kesehatan Sekolah (TRIAS UKS)

terdapat pemeriksaan dan penjaringan kesehatan gigi dan mulut, salah satunya

pemeriksaan OHI-S pada siswa kelas 1 SMP dan SMA.


22

Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas 1 SMP dan SMA di wilayah kerja

Puskesmas Boom Baru diperoleh indeks OHI-S rata-rata pada SMP sebesar 0,79, pada

SMA sebesar 0,67 dan ini termasuk kategori baik. Penelitian yang sama dilakukan oleh

Sihite pada siswa SMP Yayasan Nurul Hasana Medan tahun 2011 diperoleh status

kebersihan mulut siswa termasuk kategori baik.15 Status kebersihan mulut termasuk

kategori baik menunjukkan bahwa sebagian banyak siswa sudah bisa menjaga

kebersihan mulutnya dengan baik. Menurut Notoatmojo, kebiasaan menjaga

kebersihan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan mempengaruhi baik atau buruknya kesehatan gigi dan mulut.16 Perilaku

merupakan suatu aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi pola hidup yang akan

dijalaninya. Pemeliharaaan kebersihan mulut yang tidak benar menyebabkan

mudahnya penumpukan plak yang pada akhirnya akan menyebabkan karies gigi serta

menyebabkan penyakit periodontal. Perilaku memiliki peran penting dalam

mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Peran penting perilaku ialah

pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan dan sikap merupakan hasil dari indera

dan peran penting dari satu tindakan. Meningkatkan pengetahuan dan sikap akan

meningkatkan kesadaran kesehatan. Semakin baik perilaku membersihkan gigi, maka

semakin baik tingkat kebersihan gigi dan mulut, sebaliknya semakin buruk perilaku

membersihkan gigi, semakin buruk pula tingkat kebersihan gigi dan mulutnya.17

Status kebersihan mulut juga bisa dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi seseorang

misalnya tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Sogi dan Basgar pada siswa sekolah di India menunjukkan status karies
23

dan kebersihan mulut lebih baik pada anak dengan status pekerjaan orang menengah

ke atas. Hal ini dikarenakan orang tua dari kalangan menengah keatas menganggap

penting pemeliharaan kesehatan gigi serta mengharapkan gigi dapat digunakan selama

mungkin, oleh karena itu mereka pasti akan secara teratur menjaga kebersihan gigi dan

mulutnya, termasuk anaknya.18 Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor luar yang

mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak, namun bagi masyarakat dengan sosial

ekonominya menengah ke bawah yang memiliki penghasilan dan pengetahuan yang

kurang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut tidaklah begitu penting. Hal ini karena

mereka menganggap masih ada kebutuhan dasar lain yang harus mereka penuhi

daripada pergi ke dokter gigi atau perawat gigi untuk memeriksakan kesehatan gigi dan

mulut. Menurut Thirthankar pendidikan merupakan salah satu faktor kedua terbesar

dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan formal, maka semakin baik pengetahuan dan sikap tentang

kesehatan yang akan berpengaruh pada perilaku untuk hidup sehat.19


24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Siswa dengan status kebersihan rongga mulut yang baik paling banyak pada

SMP Nurul Qomar 39 anak, diikuti SMP Karya Abadi 26 anak dan MTS

Mujahiddin 8 anak, sedangkan siswa dengan status kebersihan rongga mulut

sedang paling banyak pada SMP Karya Abadi 5 anak dan diikuti SMP Nurul

Qomar dan MTS Mujahiddin masing-masing 1 anak. Tidak ada siswa SMP

kelas 1 yang memiliki status kebersihan rongga mulut yang buruk di wilayah

kerja Puskesmas Boom Baru.

2. siswa dengan status kebersihan rongga mulut yang baik paling banyak pada

SMA Nurul Qomar yaitu 40 anak dan dengan status kebersihan rongga mulut

yang sedang yaitu 1 anak. Baik SMA Nurul Qomar maupun SMA Karya Abadi

tidak ada yang memiliki status kebersihan rongga mulut yang buruk.

3. OHI-S rata-rata siswa kelas 1 SMP di wilayah kerja Puskesmas Boom Baru

adalah 0,79 dan OHI-S rata-rata siswa kelas 1 SMA di wilayah kerja Puskesmas

Boom Baru adalah 0,67. Berdasarkan kriteria OHI-S keduanya termasuk dalam

kategori baik.

5.2 Saran

1. Untuk mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut anak sekolah yang optimal,

hendaknya Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) harus diutamakan pada

24
25

upaya meningkatkan kemampuan self care (pelihara diri) melalui kegiatan

UKGS.

2. Untuk upaya promotif dan preventif hendaknya dilaksanakan lebih teratur oleh

tenaga kesehatan gigi dan tenaga lainnya terutama oleh guru/kader kesehatan

remaja sebagai bagian integral dari UKS.


Daftar Pustaka

1. Hermawan, R. Menyehatkan Daerah Mulut. Yogyakarta: BukuBaru. 2010; 7


2. Manson JD, Eley BM. Buku Ajar Periodonti Edisi 2. Jakarta: EGC. 2013;
1,44,49,51,52.
3. Hobdell M. Global Goals For Oral Health 2020. International Dental Journal. 2003;
285-88
4. Mitra M. Hubungan status karies dan gingivitis dengan oral hygiene pada anak usia
6-12 tahun di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang
Bedagai. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2010: 7-15.
5. Santoso O, Wildam ASR, Dwi R. Hubungan kebersihan mulut dan gingivitis ibu
hamil terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di RSUP Dr.
Kariadi Semarang dan Jejaringnya. Semarang: Media Medika Indosiana. 2009;
43(6): 288-290
6. Paavola M, Vartiainen, Erkki, and Haukkala, Ari. Smoking From Adolescence to
Adulthood, the Effects of Parental and Own Socioeconomic Status. Finland:
European Journal of Public Health. 2004; 14(4): 417-420.
7. Quee, TC. The Role of Tobacco Use in Periodontal Health. J. Ontario Dentist.
2002; 1-2
8. Glickman dan Irving. Glickman`s Clinical Periodontology. Philadelphia:
W.B.Saunders Company. 1990; 123-8
9. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras
dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2010 ; 55-92
10. Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranza’s Clinical
Periodontology 11th ed. Tokyo: W.B.Saunders Company. 2012 ; 11-3,71-5,77-
83,217,221-5,349,756.
11. Preber H, Kant T. Effect of Tobacco Smoking on Periodontal Tissue of 15-year-
old School children. J Periodontal Res. 1973; 8(5) : 278-83
12. Sukmawati. Perbedaan Status Kebersihan Mulut Pada Perokok dan Non Perokok.
Universitas Hasanuddin : Makasar. 2012 ; 5-10
13. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta;
2014.
14. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah di SMP dan
SMA atau yang sederajat. Jakarta. 2012 ; 18-9.
15. Sihite N Jesica. 2011. Hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
dengan pengalaman karies dan indeks oral higiene pada murid SMP Yayasan Nurul
Hasanah Medan. Skripsi. Medan; USU. (http://repository.usu .ac.id/hand le/1234
56789/25491. Diunduh pada 27 Juli 2012).
16. Notoatmodjo Soekidjo. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta; 2003.

26
27

17. Natamiharja, Hiskia, Dorlina. Pengalaman karies gigi, status periodontal dan
perilaku oral hygiene pada siswa kelas VI SD, kelas III SMP, dan kelas III SMA
kecamatan Medan Baru. Dental Journal. 2008;13(2):131- 2.
18. Sogi G.M, Basgar D.J. Dental caries and oral hygiene status of school children in
davangere related to their socio economic levels: an epidemiological study. J Indian
Soc Pedo Prev Dent, December 2002; 20 (4):152-157.
19. Pintauli Sondang, Hamada Taizo. 2009. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan
dan pemeliharaan. Medan; USU Press.

Anda mungkin juga menyukai