Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kecelakaan dapat menyebabkan trauma pada gigi dan mulut. Salah satu yang
biasa terjadi adalah Avulsi gigi yaitu terlepasnya gigi secara keseluruhan dari soket
karena suatu trauma mekanis. Avulsi pada gigi permanen umumnya karena jatuh,
perkelahian, cedera olahraga, kecelakaan mobil, dan kekerasan pada anak. Avulsi gigi
dipertimbangkan sebagai kondisi kegawatdaruratan dental, karena lamanya waktu
gigi di luar mulut akan mempengaruhi prognosisnya.
Avulsi gigi umumnya terjadi pada usia 7-9 tahun ketika gigi insisif permanen
erupsi. Angka kejadian avulsi sekitar 0,5% sampai 16% dari cedera traumatis pada
gigi permanen. Keberhasilan replantasi bergantung pada beberapa faktor, seperti
media penyimpanan yang digunakan, lamanya waktu gigi terlepas dari tulang
alveolar, maturasi akar, jenis retensi yang digunakan, status kebersihan mulut, waktu
intervensi endodontik, jenis obat yang digunakan, dan kesehatan umum pasien secara
keseluruhan.
Istilah infeksi didefinisikan sebagai kolonisasi merugikan dari organisme
inang oleh mikroorganisme asing. Peradangan adalah istilah yang menggambarkan
respon host terhadap rangsangan termasuk infeksi. Timbulnya infeksi tergantung pada
keseimbangan antara virulensi mikroorganisme dan defenses. Infeksi host dihasilkan
dari mikroorganisme menyerang dari luar host disebut sebagai "infeksi eksogen"
sementara infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang sudah berada dalam tubuh
disebut "infeksi endogen". Infeksi mulut dan maksilofasial umumnya memiliki ciriciri
sebagai berikut: (1) sebagian besar adalah endogen, dan umumnya melibatkan
mikroorganisme yang berada di mulut; (2) infeksi yang sering berasal dari penyakit
gigi dan periodontal yang ada.
Tanda klinis dari infeksi adalah kemerahan, bengkak, panas dan nyeri. Fungsi
yang hilang merupakan tanda klinis lain yang juga sering terlihat. Tanda-tanda yang
tidak spesifik lain termasuk demam, takikardi dan juga menggigil. Leukositosis
merupakan bukti adanya infeksi secara laboratorium. Hitung jenis sel darah putih
umumnya menunjukkan pergeseran ke kiri dimana 85% sel darah putih yang terlihat
pada sediaan hapus darah tepi adalah sel-sel granulosit imatur.
2. Tinjauan Pustaka
21. Gigi Avulsi
Gigi avulsi adalah gigi yang sudah keluar seluruhnya dari soket alveolar akibat
adanya cedera pada gigi. Perawatannya adalah dengan mereplantasikan gigi tersebut
segera setelah terjadinya cedera. Proses replantasi gigi yang avulsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu lamanya gigi keluar dari soket dan media penyimpanan yang
digunakan. Faktor tersebut sangat penting dalam proses replantasi gigi.
Menurut WHO, avulsi gigi termasuk trauma kelas 7, sedang menurut Ellis dan
Davey avulsi termasuk dalam complete displacement gigi sulung. Avulsi gigi sulung
anterior yang disebabkan oleh kecelakaan sering terjadi, terapi yang dapat dilakukan
adalah melakukan replantasi.
Avulsi pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak lelaki usia 7-10 tahun.
Penyebab yang khas biasanya karena kecelakaan bersepeda, bermain skateboard dan
olahraga-olahraga lain. Pada usia 7-10 tahun, akar pada gigi permanen belum
sepenuhnya matur, struktur jaringan periodontal masih longgar dan hubungan akar
dengan tulang alveolar masih lemah, serta tulang alveolar relatif lunak. Berbeda
dengan orang dewasa yang memiliki akar yang sudah matur, jaringan periodontal
yang kuat, serta tulang alveolar yang kuat sehingga lebih cenderung mengalami
fraktur gigi daripada avulse (King dan Henretig, 2008). Gutmann dan Gutmann
(1995) memaparkan penyebab gigi avulse adalah: (1) Kecelakaan lalu lintas; (2)
Perkelahian; (3) Jatuh; (4) Kecelakaan olahraga; (5) Kerusakan jaringan periodontal;
dan (6) Penyakit sistemik, seperti diabetes melitus.
Gambaran klinis yang dapat dilihat dari gigi avulsi adalah dapat ditemukan
bekuan darah di dalam soketnya.16 Avulsi paling sering terjadi pada gigi insisivus
sentral pada rahang atas. Fraktur pada prosesus alveolaris dan laserasi pada bibir
kemungkinan terlihat bersamaan dengan gigi avulsi.
Gigi avulsi adalah salah satu kasus trauma dental yang memerlukan perawatan
darurat. Penanganan yang tepat akan mempengaruhi prognosisnya. Ketika terjadi
avulsi pada gigi, kita dapat melakukan hal berikut ini:
1. Tenangkan anak yang bersangkutan.
2. Carilah gigi yang lepas dan peganglah pada bagian mahkotanya. Jangan
menyentuh bagian akar.
3. Jika gigi kotor, cucilah dibawah air mengalir dan jangan digosok dengan
tujuan agar tetap lembab dalam waktu maksimal 10 detik dan letakkan
kembali gigi ke soketnya. Ketika gigi sudah diposisinya semula, gigitlah
saputangan untuk menjaga agar gigi tetap ditempatnya.
4. Jika tidak memungkinkan untuk mereposisi giginya, letakkan gigi yang avulsi
tersebut ke dalam segelas susu atau tempat penyimpanan lain dan bawa anak
ke klinik gawat darurat. Gigi juga bisa diletakkan di dalam mulut antara pipi
dan gusi jika anak dalam keadaan sadar. Jika pasien terlalu muda, gigi
tersebut bisa ditelannya. Oleh karena itu, sebaiknya beri instruksi kepada anak
untuk meludah disuatu wadah kemudian letakkan gigi di wadah tersebut.
Hindari pemakaian air sebagai tempat penyimpanannya.
5. Jika ada tempat penyimpanan khusus seperti Hanks Balanced Storage
Medium (HBSS atau saline), media tersebut lebih baik digunakan.
6. Carilah perawatan dental secepatnya. Jika bisa bertemu dokter gigi dalam
waktu 30 menit, maka prognosisnya baik. Jika lebih dari waktu tersebut,
maka prognosis pada giginya akan berkurang 60-80%. Golden periode untuk
melakukan reposisi gigi adalah 2 jam. Jika perawatan replantasi dilakukan
lebih dari 2 jam, maka gigi menjadi non vital dan dilakukan perawatan
selanjutnya yaitu endodonti setelah gigi difiksasi.
2.2 Media Penyimpanan Gigi Avulsi
Media penyimpanan adalah media yang digunakan untuk menyimpan gigi
yang avulsi jika gigi tersebut tidak dilakukan replantasi dengan segera. Tujuan
diletakkannya gigi yang avulsi di media penyimpanan adalah untuk memelihara
ligamen periodontal dalam waktu yang terbatas sebelum dilakukan perawatan gigi
tersebut. Oleh karena itu, medium yang dapat digunakan adalah :
a. Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS)
Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS) adalah larutan salin standar. HBSS
mengandung berbagai nutrien penting yang diperlukan untuk mempertahankan
metabolisme sel yang normal dalam waktu yang lama seperti kalsium, fosfat,
kalium dan glukosa.
b. Susu
Susu memiliki kemampuan untuk mendukung kapasitas klonogenik sel-sel
periodontal pada suhu ruangan sampai dengan 60 menit.
c. Saline fisiologis
Salin fisiologis adalah larutan yang mengandung 0,9% NaCl yang dapat
digunakan sebagai media penyimpanan gigi avulsi.
d. Saliva
Saliva dapat digunakan sebagai media penyimpanan karena mempunyai suhu
yang sama dengan suhu kamar. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
mendukung penggunaan saliva sebagai media penyimpanan sampai 30 menit
pertama dari waktu cedera terjadi. Jika disimpan lebih dari 30 menit, maka dapat
menimbulkan masalah karena saliva secara alamiah memiliki mikroorganisme
yang dapat menyebabkan infeksi berat pada akar gigi sehingga menimbulkan
kematian pada sel-sel ligamen periodontal. Beberapa penelitian menganjurkan
bahwa menyimpan gigi di dalam mulut pasien (saliva) adalah baik untuk
kelangsungan hidup ligamen periodontal. Gigi tersebut dapat ditahan di
vestibulum bukal atau di bawah lidah.
e. Air kelapa (Cocos nucifera)
Air kelapa unggul dalam melakukan pemeliharaan untuk kelanggsungan hidup
sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seperti
protein, asam amino, vitamin dan mineral. Air kelapa memiliki efektifitas yang
menyerupai HBBS dalam menjaga viabilitas sel. Selain memiliki osmolaritas yang
lebih unggul dibandingkan HBBS, air kelapa juga lebih murah dan mudah
tersedia, sehingga air kelapa layak dianjurkan sebagai media penyimpanan gigi
avulsi.
2.3 Reimplantasi
Reimplantasi atau replantasi merupakan suatu tindakan di bidang kedokteran
gigi yang merujuk pada pemasangan atau insersi dan fiksasi sementara gigi yang
mengalami avulsi, baik sebagian atau keseluruhan akibat suatu trauma. Reimplantasi
gigi avulsi merupakan suatu tindakan insersi gigi avulsi ke dalam soketnya. Kejadian
avulsi gigi ini dapat terjadi pada semua umur. Gigi yang paling sering avulsi adalah
gigi depan rahang atas.1 Reimplantasi merupakan perawatan pilihan untuk
penanganan gigi avulsi, yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisiologis gigi.
Istilah avulsi gigi dapat digunakan untuk menunjukkan suatu keadaan terlepasnya
gigi alami dari soketnya akibat trauma. Kejadian avulsi pada gigi alami dapat
memutuskan serat ligamentum periodontal dan bundel neurovaskular, serta dapat
pula mencederai tulang alveolar serta gigi di sekitarnya. Ketika gigi lepas dari
soketnya, sel-sel pulpa dan ligamentum periodontal mulai mengalami kerusakan
akibat kekurangan asupan darah. Faktor yang lain adalah kekeringan pada gigi
avulsi, akibat penyimpanan gigi avulsi yang salah, dan kontaminasi dengan bakteri
merupakan hal-hal yang penting untuk penyembuhan ligamentum periodontal yang
baik serta keberhasilan reimplantasi.
2.4 Infeksi Odontologi
Infeksi odontogenik adalah salah satu infeksi yang paling umum terjadi dari
rongga mulut. Dapat disebabkan oleh karies gigi. Dalam semua kasus infeksi
tersebut berasal dari mikroba mulut. Tergantung pada jenis, jumlah dan virulensi
dari mikroorganisme yang dapat menyebar ke jaringan lunak, keras dan
sekitarnya. Infeksi odontogenik selalu berasal dari berbagai macam mikroba
seperti bakteri aerob dan anaerob fakultatif. Adapun penyebab dari infeksi
odontogenik Infeksi odontogenik biasanya juga penyebab paling sering terjadi dari
kondisi peradangan di wilayah servikofasial.
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang
merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke
jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang
dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.Penyebaran infeksi melalui
foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses
inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu
periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran
periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi
penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat
berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.
2.5 Abses subkutan
Abses subkutan merupakan infeksi piogenik dalam rongga mulut.
Infeksinya bersifat akut dan terjadi secara langsung akibat penyebaran infeksi
pulpa atau rekurensi abses kronis, atau suatu granuloma akibat
kontaminasi bakteri yang virulen dan daya tahan tubuh alami pasien yang
menurun, misalnya setelah terjangkit infeksi virus. Normalnya abses dentogen
disebabkan oleh polimikrobial, yang berarti terdapat beberapa organisme
penyebab, yang didominasi oleh infeksi bakteri anaerob.
Abses subkutan dentogen merupakan salah satu kasus yang sering
ditemukan dalam praktek dokter gigi. Perawatan terhadap kasus tersebut
adalah dengan tindakan insisi dan pembuatan drainase, pemberian antibiotik,
dan pencabutan gigi penyebab jika tidak dapat ditangani dengan perawatan
endodontik. Selain itu, ketepatan waktu insisi, dan teknik insisi yang benar, serta
pemilihan antibiotik yang sesuai dapat mempercepat penyembuhan infeksi
tersebut.
2.6 Periodontal Absess
Merupakan inflamasi purulen akut maupun kronis yang berkembang dari
poket periodontal. Secara klinis terlihat edema di tengah gigi disertai rasa nyeri
dan kemerahan pada gusi. Gejala yang timbul tidak separah dentoalveolar abses.
Perawatan yang diberikan biasanya insisi sederhana pada sulkus gingiva dengan
probe atau scalpel. Insisi dapat pula dilakukan pada gingiva pada titik paling
tumpul dari edema.

2.7 Abses Sub Mukosa


Abses ini tepat terletak di bawah mukosa vestibular bukal maupun palatal/lingual
gigi yang menjadi sumber infeksi. Secara klinis terlihat pembesaran mukosa
dengan fluktuasi
yang jelas, sensitif terhadap palpasi, serta hilangnya lipatan mucobukal pada area
infeksi. Perawatan dilakukan dengan insisi superfisial dengan pisau bedah.
Hemostat kecil lalu
dimasukkan untuk memperbesar drainase dan rubber drain dimasukkan untuk
menjaga drainase tetap terbuka minimal 48 jam. Insisi pada palatal dilakukan
dengan menghindari arteri, vena, dan nervus palatinus mayor.
2.8 Abses vestibular

Abses vestibular biasanya berasal dengan gigi premolar rahang atas dan geraham.
Pemeriksaan klinis biasanya memperlihatkan pembengkakan yang terasa sakit
dalam vestibulum bukal dekat gigi yang menyebabkan kondisi tersebut.
Pengobatan terdiri dari membuka abses, drainase, dan penghapusan etiologi. Incisi
utama harus vertikal, ini memudahkan untuk membuat flap yang tepat jika
kemudian diperlukan untuk menutup sinus.

2.9 Sublingual Abscess

Merupakan abses yang terbentuk pada spasia sublingual di atas musculus mylohyoid
kanan atau kiri. Biasanya disebabkan oleh infeksi pada gigi anterior, premolar, atau gigi
molar pertama mandibula. Spasia sublingual dibatasi oleh mukosa dasar mulut, musculus
mylohyoid, permukaan mandibula, os mylohyoid, dan septum lingua. Spasia sublingual
mengandung ductus wharton, glandula sublingual, nervus lingualis, cabang terminal arteri
lingual dan sebagian glandula submandibula. Secara klinis terlihat pembesaran mukosa pada
dasar mulut menyebabkan lidah terangkat. Pasien kesulitan berbicara disebabkan oleh edema,
dan nyeri saat menggerakkan lidah. Perawatan dilakukan dengan cara insisi untuk drainase
secara intra oral pada lateral sepanjang ductus wharton dan nervus lingual. Untuk mencapai
pus digunakan hemostat untuk mengeksplorasi spasia dibawah glandula.
2.10 Submandibular Abscess

Spasia submandibular dibatasi oleh corpus mandibula, venter anterior dan posterior
musculus digastricus, ligament stylohyoid, musculus mylohyoid dan musculus hyoglossus.
Spasia ini mengandung glandula submandibula dan linfonodi submandibula. Biasanya
disebabkan oleh infeksi yang berasal dari molar pertama dan kedua mandibula. Dapat pula
berasal dari penyebaran infeksi dari spasia sublingual dan submental. Submandibular absess
terlihat sebagai pembesaran ringan pada daerah submandibular yang menyebar menyebabkan
kulit mengeras dan berwarna merah. Sudut mandibula

menghilang, serta terdapat nyeri saat palpasi dan trismus ringan.

Perawatan dilakukan dengan membuat insisi sepanjang 1 cm dibawah dan sejajar


batas bawah mandibula dengan menghindari artery dan vena fasialis

2.11 Penatalaksanaan Abses Rongga Mulut

Adapun tahap penatalaksanaa abses odontogenik secara umum adalah:

1. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan x-ray secara periapikal dan panoramik perlu dilakukan sebagai skrining
awal untuk menentukan etiologi dan letak fokal infeksi.

2. Tes Serologi

Tes Serologi yang paling sering digunakan adalah tes fiksasi komplemen dan tes
aglutinasi. Kedua tes ini digunakan untuk mengetahui etiologi.
3. Penatalaksanaan

Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gigi adalah
incisi abses, dan drainase pus yang berisi bakteri. Tujuan dari tindakan insisi dan
drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan abses/infeksi ke jaringan lain,
mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya,
memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi jaringan
biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan
pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat
drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan
melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan
gigi penyebab (Topazian et al, 1994). Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila
sudah di anaestesi lokal terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa. Jika
abses periapikal, abses akan dipindahkan melalui perawatan saluran akar untuk
mengeluarkan abses dan membuang jaringan yang rusak dari pulpa. Kemudian
ditumpat untuk mencegah infeksi peradangan lebih lanjut. Jika abses periodontal,
maka abses akan dikeluarkan, dan secara menyeluruh membersihkan periodontal
pocket.

Anda mungkin juga menyukai