Anda di halaman 1dari 23

INDUSTRI FARMASI

MINYAK KAYU PUTIH

Disusun Oleh :
1
2
3
4

Christiana Suci P.
Mutiara Hapsari
Mayang Kusuma
Vatara Artanta Silalahi

(24030112120013)
(24030113140107)
(24030113120007)
(24030112130056)

UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

DAFTAR ISI

Halaman Judul

...

Daftar Isi

...

ii

BAB I PENDAHULUAN
1
2
3
4

Latar Belakang.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan.
Manfaat Penulisan

1
2
2
2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1 Uraian Tumbuhan ..
2 Minyak Kayu Putih .... 5
3 Minyak Atsiri .

3
8

BAB III METODE PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH


3.1 Metode Penyulingan ..
3.2 Metode Penyulingan Minyak Kayu Putih ..

12
15

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

20
20

Daftar Pustaka .

21

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri merupakan suatu kelompok usaha proses yang mengubah bahan
baku menjadi produk yang berguna atau mempunyai nilai tambah, serta produk
tersebut dapat digunakan secara langsung oleh konsumen sebagai pengguna akhir
dan produk tersebut disebut dengan produk akhir. Produk dari industri ini dapat
juga digunakan sebagai bahan baku oleh industri lain, yang disebut juga sebagai
produk antara.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang dapat diterapkan dalam berbagi bidang
kehidupan. Penerapan ilmu kimia dalam bidang industri sangatlah besar. Industri
yang mengolah bahan baku/bahan mentah menjadi suatu hasil/produk dengan
memanfaatkan proses-proses kimia dikenal dengan industri proses kimia. Prosesproses kimia yang dilakukan dalam industri proses kimia adalah reaksi kimia dan
peristiwa kimia fisik. Reaksi kimia yang terjadi bisa berupa reaksi kimia organik
dan anorganik. Salah satu contoh industri kimia yang berdasarkan reaksi kimia
organik adalah industri farmasi.
Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi
adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Adapun obat didefinisikan sebagai
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Industri farmasi semakin berkembang
sesuai dengan tuntutan konsumen. Berbagai macam produk diciptakan untuk
mengatasi keluhan para konsumen.
Salah satu produk khas dari industri farmasi adalah minyak kayu putih yang
dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit, perileks tubuh, dan anti-bakteri. Minyak
kayu putih (Cajuput oil) merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan

daun dan ranting pohon kayu putih. Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu
apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur
pada suhu 15oC sebesar 0,90 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar
antara 1,46 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o 0o./
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba membahas lebih lanjut mengenai
pengolahan dan cara pembuatan minyak kayu putih, yang bertujuan untuk
memberikan wawasan kepada para pembaca.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini telah dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan minyak kayu putih ?
2. Bagaimana proses pembuatan minyak kayu putih ?
3. Bagaimana uji mutu kualitas minyak kayu putih ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan definisi minyak kayu putih.
2. Menjelaskan proses pembuatan minyak kayu putih.
3. Menjelaskan tentang uji kualitas produk minyak kayu putih.
1.4 Manfaat
Makalah ini secara teoretis memberikan kontribusi ilmiah tentang industri
kimia organik khususnya industri farmasi minyak kayu putih bagi masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Minyak kayu Putih Secara Umum
Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L), merupakan salah
satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun tumbuhan ini
mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas
penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling.
(Lutony, 1994).
Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotiledonae

Ordo

: Myrtales

Family

: Myrtaceae

Genus

: Melaleuca

Spesies

: Melaleuca Leucadendra, (L.) L

2.1.2 Morfologi tumbuhan:


Tumbuhan dari famili Myrtaceae merupakan salah satu sumber minyak
atsiri yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Beberapa jenis dari
famili ini yang terkenal sebagai penghasil minyak atsiri adalah tumbuhan dari
marga Eucalyptus dan Melaleuca.
Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L) merupakan
tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak
cabang yang menggantung ke bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan
tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah, sedangkan kulit
batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas. Keistimewaan
tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering, di tanah
yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin atau

sentuhan air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Tanaman
kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih
dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas
permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang
cukup baik untuk berkembang. (Lutony, 1994).
Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan
produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling
minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.
Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia
30 tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa
dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah
berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun
berikut ranting.
2.1.3 Syarat Tumbuh dan Budidaya
Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari
ketinggian antara 5 450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman
yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang.
Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendeman
minyak atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun
yang pertama, pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan
yang akan menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali
pemungutan daun selalu diikuti dengan pemangkasan (Lutony, 1994).
Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa
langsung dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun
kayu putih tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari
pucuk daun. Apabila yang disuling itu berikut dengan ranting daunnya
sebaiknya menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat
daun sebesar 15%, karena ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak
(Ketaren, 1985).

2.2 Minyak Kayu Putih


Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (terminal branhlet)
beberapa spesies melaleuca merupakan sejenis pohon yang tumbuh melimpah
dikepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan dibeberapa
tempat lainnya. Pasaran utama bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain Amerika
Serikat, Jepang, Singapura, Perancis, dan Belanda. Pada saat sekarang produksi
minyak kayu putih indonesia mengalami penurunan, bahkan untuk mencukupi
kebutuhan didalam negeri pun terpaksa mengimpornya (Lutony, 1994).
Ditemukan juga satu varietas yang banyak tumbuh didaerah berpayau, dan
menghasilkan minyak dengan komposisi yang berbeda. Karena variatas ini tidak
tau mengandung sineol dalam jumlah kecil, maka minyaknya tidak memiliki arti
komersial. Dalam dunia perdagangan, minyak kayu putih memiliki bau kamfor
mirip sineol dengan flavor yang agak menyengat (burning flavor) dengan kesan
dingin.
2.2.1 Mutu minyak kayu putih
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih
yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan
mutu tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT.
Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk
kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah dan
definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih
yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang
diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu
Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol,
yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat
dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U
mempunyai kadar cineol 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari
55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau
khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15C

sebesar 0,90 - 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20C berkisar antara 1,46
- 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5C sebesar (-4) o - 0o. Indeks bias
adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang
dengan sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik
adalah besarnya pemutaran bidang polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu akan tetap jernih bila
dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam perbandingan 1 : 1,
1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih tidak
diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak
merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak
sapi dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan
pencampur dalam minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang
merupakan golongan minyak bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan
bensin biasa digunakan sebagai bahan pencampur minyak kayu putih,
sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain penetapan mutu di atas,
adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang
tercantum di dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan
dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual
dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk
menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan
dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan kandungan minyak
pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan
ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih,
produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah
adalah produk kayu lapis dan gambir.
2.2.2 Khasiat dan Kegunaan minyak kayu putih
Minyak kayu putih banyak digunakan dalam industri farmasi. Penduduk
indonesia telah mengenal minyak kayu putih sejak berabad abad serta
mempergunakannya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis

penyakit. Kegunaan tumbuhan kayu putih antara lain sebagai obat sakit perut
dan saluran pencernaan (internal), sebagai obat masuk angin untuk dewasa
maupun anak anak , sebagai obat kulit (obat luar), berkhasiat sebagai obat
oles bagi penderita sakit kepala, kram pada kaki, reumatik dan sakit
persendian.
Sebagai obat dalam (internal), minyak kayu putih digunakan hanya
dalam dosis kecil dan berkhasiat untuk mengobati rhinitis (radang selaput
lendir hidung), dan berfungsi sebagai anthelmintic terutama efektif mengobati
demam. Minyak kayu putih juga berfungsi sebagai ekspektoran dalam kasus
laryngitis dan bronchitis, dan jika diteteskan ke dalam gigi dapat mengurangi
rasa sakit gigi. Minyak kayu putih juga sangat efektif digunakan sebagai
insektisida. Kutu pada anjing dan kucing akan mati jika diolesi minyak kayu
putih. Juga dapat digunakan sebagai pembasmi kutu busuk dan berbagai jenis
serangga (Lutony, 1994).
2.2.3 Kandungan Kimia
Umumnya minyak atsiri dari jenis atau varietas tumbuhan yang berbeda
juga memiliki komponen kimia yang berbeda.
Kandungan kimia dari minyak kayu putih yang dihasilkan dari
tumbuhan Melaleuca leucadendra (L). L. dapat dilihat pada tabel berikut:
Nama Komponen
- pinena
sineol
terpinolena
4, 11, 11, tetrametil - 8 metilen
linalool
terpineol
kariofilena
kariofilena
kariofilena
isokariofilena
dehidro 1,1,4,7, -tetrametil elemol

Kimia Kadar %
1,21
60,03
0,47
1,44
1,59
14,96
1,26
1,26
0,52
0,87
5,32

2.3 Minyak Atsiri


Minyak atsiri sebagai bahan wewangian, penyedap masakan dan obatobatan memiliki akar sejarah yang dalam. Minyak atsiri, minyak mudah menguap
7

atau minyak terbang merupakan dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan
yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam yang diperoleh dari
bagian tanama, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga
(Sastrohamidjojo, 2004).
Dalam tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu membantu proses
peyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain dan sebagai cadangan makanan
dalam tanaman. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme
dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia
dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (Ketaren, 1985).
Dalam tumbuhan minyak atsiri terkandung dalam berbagai jaringan,
seperti didalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim
(pada suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak (pada suku
Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku
Myrtaceae, Pinaceae, Rutaceae), terkandung didalam semua jaringan (pada suku
Coniferae) (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.3.1 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Pada umumnya perbedaan komponen minyak atsiri disebabkan
perbedaan jenis tanama penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur
panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak
(Ketaren, 1985).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan
kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O)
serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan
Belerang (S). Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari
campuran

persenyawaan

golongan

hidrokarbon

dan

hidrokarbon

teroksigenasi.
2.3.2 Sifat Fisika Minyak
Atsiri Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi
dari segi fisiknya sama. Minyak atsiri yang bari di ekstrak biasanya tidak

berwarna atau berwarna kekuning-kuningan. Sifat-sifat fisik minyak atsiri


yaitu, baunya yang karakteristik, bersifat optis aktif dan mempunyai sudut
putar yang spesifik.
Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisik minyak atsiri antara
lain :
a. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada
suhu 250 C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat
digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang
digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. Pada penetapan bobot
jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang
pendek (Ketaren, 1985).
b. Indeks Bias
Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan kecepatan cahaya dalam
udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media
kurang pada ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias
dari garis normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer.
Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian
(Guenther, 1987).
c. Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang
polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang
polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang
cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat
polarimeter (Ketaren, 1985).
2.3.3 Sifat Kimia Minyak Atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan
minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak adalah proses
oksidasi, hidrolisis, polimerisasi (resinifikasi).
a. Oksidasi

Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutaama terjadi pada ikatan ikatan
rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi
dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan
keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren,
1985).
b. Hidrolisis Proses hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung
ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam
molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan
terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator
(Ketaren, 1985).
c.

Resinifikasi Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin,

yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses
pen\golahan (Ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu
tinggi serta selama penyimpanan (Ketaren, 1985).
2.3.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukandengan beberapa cara yaitu : 1)
penyulingan (destilation), 2) pengepresan (Pressing), 3) ekstraksi dengan
pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat
(Guenther, 1987).
Metode Penyulingan
a. Penyulingan dengan air (water destilation)
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang
kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Hasil
sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk
minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).
b. Penyulingan dengan uap (steam destilation)
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak
langsung. Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan
tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan

10

adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan
tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).
c. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam destilation)
Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air
dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah
berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi
dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air
akan baik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil
sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).

11

BAB III
METODE PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH
3.1 Metode Penyulingan
Proses untuk mendapatkan minyak atsiri secara umum dikenal dengan cara
menyuling atau destilasi terhadap tanaman penghasil minyak. Didunia industri,
metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara
lain :
1.

Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)

2. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)


3. Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Penerapan penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa
pertimbangan seperti jenis bahan baku tanaman, karakteristik minyak, proses
difusi minyak dengan air panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi
produksi dan alasan nilai ekonomis serta efektifitas produksi.
3.1.1 Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)
Cara penyulingan dengan sistem ini adalah dengan
memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering
ataupun bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah
berisi air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari ketel
dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan kondensor. Uap
yang merupakan campuran uap air dan minyak akan
terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah.
Selanjutnya cairan minyak dan air tersebut dipisahkan dengan
separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya saja.
Cara ini biasa digunakan untuk menyuling minyak aromaterapi seperti
mawar dan melati. Meskipun demikian bunga mawar, melati dan sejenisnya
akan lebih cocok dengan sistem enfleurasi, bukan destilasi. Yang perlu
diperhatikan adalah ketel terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel,
tembaga atau besi berlapis aluminium.

12

3.1.2 Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus.
Cara ini sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air
tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.
Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena
cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses
produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air
kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam
ketel agar meminimkan kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga
diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi
lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa terhadap
komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain itu
dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan
metode uap langsung (Direct Steam Distillation).Metode penyulingan dengan
sistem kukus ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena
tekanan uap yang konstan.
3.1.3 Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Pada sistem ini bahan baku tidak
kontak langsung dengan air maupun api
namun hanya uap bertekanan tinggi yang
difungsikan

untuk

menyuling

minyak.

Prinsip kerja metode ini adalah membuat uap


bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap tersebut
dialirkan melalui pipa dan masuk ketel yang berisi bahan baku. Uap yang
keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan kondensat yang
berisi campuran minyak dan air dipisahkan dengan separator yang sesuai berat
jenis minyak. Penyulingan dengan metode ini biasa dipakai untuk bahan baku
yang membutuhkan tekanan tinggi pada proses pengeluaran minyak dari sel
tanaman, misalnya gaharu, cendana, dll.
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan pada proses destilasi
antara lain :

13

a. Bahan baku (Raw material)


Pilih bahan baku yang jelas mempunyai randemen minyak tinggi.
Pengukuran rendemen minyak dilakukan di laboratorium atau bisa juga
dilakukan sendiri dengan alat Stahl Distillation.
Sebelum disuling bahan baku harus dirajang dahulu untuk
mempermudah keluarnya minyak yang berada di ruang antar sel dalam
jaringan tanaman.
Tentukan juga perlakuan awal raw material, apakah bahan basah,
layu atau kering. Ini sangat penting karena setiap bahan baku
memerlukan penenangan yang berbeda. Sebagai contoh perlakuan nilam
sebaiknya dalam keadaan kering dengan kadar air antara 22-25%. Jika
yang masuk ketel adalah nilam basah membutuhkan waktu destilasi
lebih lama, akibatnya cost produksi menjadi lebih besar.
b. Alat Penyulingan
Untuk mendapatkan produk minyak atsiri yang berkualitas,
gunakan alat yang tidak bereaksi/menimbulkan kontaminasi terhadap
produk minyak. Material yang baik adalah dengan glass/pyrex dan
stainless steel. Untuk material glass hanya mampu untuk skala
laboratorium, sedang skala industri biasa digunakan stainless steel.
Jenis material stainlees steel mulai dari yang paling bagus antara lain :
1. Material Pharmaceutical Grade (SUS 316)
2. Material Food Grade (SUS 314)
3. Material Mild Mild Steel Galvanized
4. Material Mild Steel
Untuk keperluan destilasi minyak atsiri biasa digunakan material
food grade.
Perlu diperhatikan juga penggunaan jacket ketel atau sekat kalor
jika proses penyulingan berada didaerah dingin seperti di pengunungan,
ini dimaksudkan agar mengurangi kehilangan kalor panas.

14

Jangan lupa dipasang juga accessories control dan safety device


yang minimal berupa thermometer, manometer tekanan (pressure gauge)
dan safety valve untuk alat destilasi yang menggunakan boiler.
c. Condensor (Pendingin)
Alat ini digunakan untuk kondensasi (mengembunkan) uap yang
keluar dari ketel. Prinsip kerja alat adalah merubah fase uap menjadi fase
cair karena pertukaran kalor pada pipa pendingin. Pada alat berskala
laboratorium bisa menggunakan condensor lurus (liebig), sedang untuk
skala industri harus menggunakan kondensor yang lebih besar.
Kondensor untuk skala produksi berbahan stainless dalam bentuk pipa
spiral agar kontak dengan air pendingin lebih lama dan area perpindahan
kalor juga lebih panjang.
d. Separator (Pemisah Minyak)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak atsiri
dengan

air

berdasarkan

perbedaan

berat

jenis.

Separator untuk alat suling sistem kukus kohobasi


tersedia 2 macam yaitu untuk minyak dengan density
(massa jenis) rendah dan minyak density tinggi.
e. Receiver Tank (Tangki Penampung)
Digunakan untuk menampung minyak atsiri, bisa dari bahan glass
atau stainless steel. Untuk bahan glass, gunakan botol gelap agar minyak
terhindar dari masuknya sinar matahari langsung sehingga tidak
menurunkan grade minyak.
3.2 Metode Penyulingan Minyak Kayu Putih
Proses penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam 3 tahap, yaitu:

Pembuatan Uap
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan uap sebagai penyuplai uap
panas antara lain:
a) Boiler

15

Berfungsi untuk memproduksi uap yang akan digunakan untuk


mendestilasi minyak kayu putih dari daun kayu putih pada bak daun yang
dihasilkan air yang berasal dari water softener yang dimasukkan ke dalam
boiler dengan pompa.
b) Ruang Bakar
Berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan bakar dari daun bekas
masak kayu putih (bricket) dan sebagai tempat pemanasan air awal yang
dihubungkan dengan boiler. Konstruksi dinding api dari pipa-pipa uap
yang melengkung dan menjadi satu di atas dengan pipa uap diameter
10 dan digabungkan dengan uap yang terbentuk di boiler. Lantai ruang
bakar terbuat dari semen tahan api dan berlubang-lubang untuk pemasukan
udara segar dari luar yang dihisap oleh exhaust fan.
c) Exhaust Fan berfungsi menghisap udara panas yang telah dipakai untuk
memanasi ruang bakar dari ketel uap dan memasukkan udara segar ke
dalam ruang bakar untuk kemudian dihembuskan ke cycloon.
d) Cycloon berfungsi memisahkan debu yang terhisap dari boiler oleh
exhaust fan agar tidak keluar ke udara bebas.
e) Chimney berfungsi mengalirkan asap pembakaran ke udara. Sedangkan
untuk pengumpan air digunakan alat-alat sebagai berikut.
f) Pompa feeding water berfungsi memompa air untuk masuk ke dalam
boiler secara otomatis tangki air umpan yang telah dilunakkan dalam
tangki water softener
g) Water softener
Berfungsi melunakkan air yang masuk ke dalam boiler dari kadar
kapur, agar tidak mudah membentuk lapisan kapur yang menempel di
bagian dalam boiler.
h) Feed pump water softener berfungsi memompa air yang akan dilakukan
ke dalam water softener dari bak air.
i) Feed tank berfungsi menyimpan air yang sudah dilewatkan water
softener dan sudah lunak untuk dipompa masuk ke dalam boiler.

Penguapan Daun

16

Alat-alat yang digunakan pada penguapan atau pemasakan daun


adalah sebagai berikut:
a) Bak Daun berfungsi sebagai wadah untuk keranjang yang berisi daun
kayu putih yang akan diberi uap panas dari ketel uap. Kapasitas bak adalah
1.500 kg. Jumlah bak daun di pabrik ini ada 2 unit.
b) Keranjang Daun berfungsi untuk tempat daun kayu putih yang akan
dimasak / diuapi dalam bak daun, sehingga mudah untuk dimasukkan dan
dikeluarkan. Kapasitas keranjang adalah 1.250 kg daun kayu putih.
Jumlahnya 2 unit.
c) Hoist Crane berfungsi untuk memasukkan dan mengangkat keranjang
daun dari bak daun yang akan dan telah selesai dimasak. Kapasitas daya
angkat 1 ton, sedang jumlahnya 1 buah.

Pendinginan dan Pemisahan Minyak dengan Air


Alat-alat yang digunakan pada proses pendinginan uap minyak
daun kayu putih, antara lain adalah:
a. Condensor
Berfungsi mengembunkan uap minyak air dan uap air yang keluar dari
ketel uap untuk dijadikan cairan dengan cara didinginkan.
b. Pompa air condenser
Berfungsi memompa air pendingin

dari bak air pendingin untuk

dipompa masuk ke dalam condensor dan keluar lagi menuji cooling


tower.
c. Cooling tower berfungsi mendinginkan air dari bak air yang akan
dialirkan melalui condensor, dari suhu 1040F (400C) menjadi 920F
(330C).
Sedangkan untuk memisahkan air dengan minyak kayu putih, alat-alat
yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Separator berfungsi memisahkan minyak kayu putih dari air yang
keluar bersamaan dari kondensor dengan menggunakan sistem gravitasi.
Air akan keluar dari bagian bawah dan langsung dibuang ke sungai,

17

sedangkan minyak kayu putih akan

keluar bagian atas. Proses

pemisahan ini dikontrol melalui kaca pengamat.


b) Tangki penampung minyak kayu putih berfungsi menampung minyak
kayu putih dari separator. Kapasitas 200 liter.
Penyulingan minyak kayu putih ini masuk dalam kategori penyulingan
dengan sistem rebus (Water distillation). Berikut ini adalah langkah-langkah
penyulingan sederhana pada industri kecil menengah minyak kayu putih.
1. Daun kayu putih dipetik terlebih dahulu dari pohonnya kemudian baru
dilakukan penyulingan secara sederhana.

2. Penyulingan dilakukan dengan cara memasukkan daun kayu putih ke atas


rak dalam ketel tempat perebusan dan pada dasar ketel diisi air yang dibakar
menggunakan tungku, ketel ditutup rapat agar uapnya tidak keluar. Di sebelah
ketel tersebut ada bak penampung air yang merupakan salah satu tahap
penyulingan.

18

3. Uap dari daun yang direbus didinginkan hingga menjadi minyak air putih
yang keluar dari pipa penyulingan dengan sendirinya. Penyulingan
berlangsung kurang lebih 20 menit.

4. Setelah minyak kayu putih keluar dilakukan pengemasan, namun sebelum


dilakukan pengemasan, minyak kayu putih disaring terlebih dahulu dengan
kapas, kemudian baru dimasukkan dalam botol dan ditutup rapat. Selain dapat
menghasilkan minyak kayu putih, batang dan daun yang telah dimasak
dikeringkan kembali yang kemudian bisa digunakan untuk pembakaran
minyak kayu putih tersebut kemudian minyak kayu putih siap untuk dipakai.

19

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Minyak kayu putih adalah kelompok minyak atsiri yang dihasilkan dari

penyulingan atau destilasi daun dan ranting pohon kayu putih.


Didunia industri, metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat
dilakukan dengan 3 cara, antara lain penyulingan dengan sistem rebus
(Water Distillation), penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam

Distillation), penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)


Proses penyulingan minyak kayu putih ini terbagi dalam 3 tahap yaitu
pembuatan uap, penguapan daun, serta pendinginan dan pemisahan
minyak dengan air.

4.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat membantu pihak-pihak yang ingin

memproduksi minyak kayu putih.


Diharapkan dengan makalah ini aka nada pengembangan teknologi
berkaitan dengan industri minyak kayu putih.

20

Daftar Pustaka
Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Terjemahan. Ketaren, R.S. (1990).
Minyak Atsiri. Jilid II. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 103
Gunawan, D. & Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 122. Universitas Sumatera Utara
Haris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Surabaya: Penebar Swadaya. Hal. 5657. Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit
Balai Pustaka. Hal. 220 - 228.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka. Hal. 220 - 228.
Lutony, T.L. & Rahmayati, Y. (1994). Produksi Dan Perdagangan Minyak Atsiri.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 79 82
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal. 14 Silverstein, R. M. Bassler, G. C., dan Morril, T. C.
(1986).

21

Anda mungkin juga menyukai