Disusun Oleh :
1
2
3
4
Christiana Suci P.
Mutiara Hapsari
Mayang Kusuma
Vatara Artanta Silalahi
(24030112120013)
(24030113140107)
(24030113120007)
(24030112130056)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul
...
Daftar Isi
...
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
2
3
4
Latar Belakang.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan.
Manfaat Penulisan
1
2
2
2
3
8
12
15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
20
20
Daftar Pustaka .
21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri merupakan suatu kelompok usaha proses yang mengubah bahan
baku menjadi produk yang berguna atau mempunyai nilai tambah, serta produk
tersebut dapat digunakan secara langsung oleh konsumen sebagai pengguna akhir
dan produk tersebut disebut dengan produk akhir. Produk dari industri ini dapat
juga digunakan sebagai bahan baku oleh industri lain, yang disebut juga sebagai
produk antara.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang dapat diterapkan dalam berbagi bidang
kehidupan. Penerapan ilmu kimia dalam bidang industri sangatlah besar. Industri
yang mengolah bahan baku/bahan mentah menjadi suatu hasil/produk dengan
memanfaatkan proses-proses kimia dikenal dengan industri proses kimia. Prosesproses kimia yang dilakukan dalam industri proses kimia adalah reaksi kimia dan
peristiwa kimia fisik. Reaksi kimia yang terjadi bisa berupa reaksi kimia organik
dan anorganik. Salah satu contoh industri kimia yang berdasarkan reaksi kimia
organik adalah industri farmasi.
Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi
adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Adapun obat didefinisikan sebagai
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Industri farmasi semakin berkembang
sesuai dengan tuntutan konsumen. Berbagai macam produk diciptakan untuk
mengatasi keluhan para konsumen.
Salah satu produk khas dari industri farmasi adalah minyak kayu putih yang
dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit, perileks tubuh, dan anti-bakteri. Minyak
kayu putih (Cajuput oil) merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan
daun dan ranting pohon kayu putih. Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu
apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur
pada suhu 15oC sebesar 0,90 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar
antara 1,46 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o 0o./
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba membahas lebih lanjut mengenai
pengolahan dan cara pembuatan minyak kayu putih, yang bertujuan untuk
memberikan wawasan kepada para pembaca.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini telah dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan minyak kayu putih ?
2. Bagaimana proses pembuatan minyak kayu putih ?
3. Bagaimana uji mutu kualitas minyak kayu putih ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan definisi minyak kayu putih.
2. Menjelaskan proses pembuatan minyak kayu putih.
3. Menjelaskan tentang uji kualitas produk minyak kayu putih.
1.4 Manfaat
Makalah ini secara teoretis memberikan kontribusi ilmiah tentang industri
kimia organik khususnya industri farmasi minyak kayu putih bagi masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Minyak kayu Putih Secara Umum
Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L), merupakan salah
satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun tumbuhan ini
mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas
penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling.
(Lutony, 1994).
Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotiledonae
Ordo
: Myrtales
Family
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Spesies
sentuhan air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Tanaman
kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih
dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas
permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang
cukup baik untuk berkembang. (Lutony, 1994).
Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan
produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling
minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.
Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia
30 tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa
dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah
berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun
berikut ranting.
2.1.3 Syarat Tumbuh dan Budidaya
Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari
ketinggian antara 5 450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman
yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang.
Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendeman
minyak atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun
yang pertama, pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan
yang akan menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali
pemungutan daun selalu diikuti dengan pemangkasan (Lutony, 1994).
Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa
langsung dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun
kayu putih tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari
pucuk daun. Apabila yang disuling itu berikut dengan ranting daunnya
sebaiknya menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat
daun sebesar 15%, karena ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak
(Ketaren, 1985).
sebesar 0,90 - 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20C berkisar antara 1,46
- 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5C sebesar (-4) o - 0o. Indeks bias
adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang
dengan sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik
adalah besarnya pemutaran bidang polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu akan tetap jernih bila
dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam perbandingan 1 : 1,
1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih tidak
diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak
merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak
sapi dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan
pencampur dalam minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang
merupakan golongan minyak bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan
bensin biasa digunakan sebagai bahan pencampur minyak kayu putih,
sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain penetapan mutu di atas,
adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang
tercantum di dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan
dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual
dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk
menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan
dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan kandungan minyak
pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan
ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih,
produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah
adalah produk kayu lapis dan gambir.
2.2.2 Khasiat dan Kegunaan minyak kayu putih
Minyak kayu putih banyak digunakan dalam industri farmasi. Penduduk
indonesia telah mengenal minyak kayu putih sejak berabad abad serta
mempergunakannya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis
penyakit. Kegunaan tumbuhan kayu putih antara lain sebagai obat sakit perut
dan saluran pencernaan (internal), sebagai obat masuk angin untuk dewasa
maupun anak anak , sebagai obat kulit (obat luar), berkhasiat sebagai obat
oles bagi penderita sakit kepala, kram pada kaki, reumatik dan sakit
persendian.
Sebagai obat dalam (internal), minyak kayu putih digunakan hanya
dalam dosis kecil dan berkhasiat untuk mengobati rhinitis (radang selaput
lendir hidung), dan berfungsi sebagai anthelmintic terutama efektif mengobati
demam. Minyak kayu putih juga berfungsi sebagai ekspektoran dalam kasus
laryngitis dan bronchitis, dan jika diteteskan ke dalam gigi dapat mengurangi
rasa sakit gigi. Minyak kayu putih juga sangat efektif digunakan sebagai
insektisida. Kutu pada anjing dan kucing akan mati jika diolesi minyak kayu
putih. Juga dapat digunakan sebagai pembasmi kutu busuk dan berbagai jenis
serangga (Lutony, 1994).
2.2.3 Kandungan Kimia
Umumnya minyak atsiri dari jenis atau varietas tumbuhan yang berbeda
juga memiliki komponen kimia yang berbeda.
Kandungan kimia dari minyak kayu putih yang dihasilkan dari
tumbuhan Melaleuca leucadendra (L). L. dapat dilihat pada tabel berikut:
Nama Komponen
- pinena
sineol
terpinolena
4, 11, 11, tetrametil - 8 metilen
linalool
terpineol
kariofilena
kariofilena
kariofilena
isokariofilena
dehidro 1,1,4,7, -tetrametil elemol
Kimia Kadar %
1,21
60,03
0,47
1,44
1,59
14,96
1,26
1,26
0,52
0,87
5,32
atau minyak terbang merupakan dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan
yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam yang diperoleh dari
bagian tanama, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga
(Sastrohamidjojo, 2004).
Dalam tanaman minyak atsiri mempunyai 3 fungsi yaitu membantu proses
peyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain dan sebagai cadangan makanan
dalam tanaman. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme
dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia
dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (Ketaren, 1985).
Dalam tumbuhan minyak atsiri terkandung dalam berbagai jaringan,
seperti didalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim
(pada suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak (pada suku
Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku
Myrtaceae, Pinaceae, Rutaceae), terkandung didalam semua jaringan (pada suku
Coniferae) (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.3.1 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Pada umumnya perbedaan komponen minyak atsiri disebabkan
perbedaan jenis tanama penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur
panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak
(Ketaren, 1985).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan
kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O)
serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan
Belerang (S). Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari
campuran
persenyawaan
golongan
hidrokarbon
dan
hidrokarbon
teroksigenasi.
2.3.2 Sifat Fisika Minyak
Atsiri Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi
dari segi fisiknya sama. Minyak atsiri yang bari di ekstrak biasanya tidak
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutaama terjadi pada ikatan ikatan
rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi
dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan
keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren,
1985).
b. Hidrolisis Proses hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung
ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam
molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan
terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator
(Ketaren, 1985).
c.
yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses
pen\golahan (Ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu
tinggi serta selama penyimpanan (Ketaren, 1985).
2.3.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukandengan beberapa cara yaitu : 1)
penyulingan (destilation), 2) pengepresan (Pressing), 3) ekstraksi dengan
pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak padat
(Guenther, 1987).
Metode Penyulingan
a. Penyulingan dengan air (water destilation)
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang
kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Hasil
sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk
minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).
b. Penyulingan dengan uap (steam destilation)
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak
langsung. Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan
tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan
10
adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan
tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).
c. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam destilation)
Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air
dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah
berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi
dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air
akan baik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil
sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).
11
BAB III
METODE PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH
3.1 Metode Penyulingan
Proses untuk mendapatkan minyak atsiri secara umum dikenal dengan cara
menyuling atau destilasi terhadap tanaman penghasil minyak. Didunia industri,
metode destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara
lain :
1.
12
3.1.2 Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus.
Cara ini sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air
tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.
Cara ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena
cukup membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses
produksi. Metode kukus ini biasa dilengkapi sistem kohobasi yaitu air
kondensat yang keluar dari separator masuk kembali secara otomatis ke dalam
ketel agar meminimkan kehilangan air. Bagaimanapun cost produksi juga
diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain, sistem kukus kohobasi
lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa terhadap
komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain itu
dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan
metode uap langsung (Direct Steam Distillation).Metode penyulingan dengan
sistem kukus ini dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena
tekanan uap yang konstan.
3.1.3 Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Pada sistem ini bahan baku tidak
kontak langsung dengan air maupun api
namun hanya uap bertekanan tinggi yang
difungsikan
untuk
menyuling
minyak.
13
14
air
berdasarkan
perbedaan
berat
jenis.
Pembuatan Uap
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan uap sebagai penyuplai uap
panas antara lain:
a) Boiler
15
Penguapan Daun
16
17
18
3. Uap dari daun yang direbus didinginkan hingga menjadi minyak air putih
yang keluar dari pipa penyulingan dengan sendirinya. Penyulingan
berlangsung kurang lebih 20 menit.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Minyak kayu putih adalah kelompok minyak atsiri yang dihasilkan dari
4.2 Saran
20
Daftar Pustaka
Guenther, E. (1987). The Essential Oils. Terjemahan. Ketaren, R.S. (1990).
Minyak Atsiri. Jilid II. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 103
Gunawan, D. & Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 122. Universitas Sumatera Utara
Haris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Surabaya: Penebar Swadaya. Hal. 5657. Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit
Balai Pustaka. Hal. 220 - 228.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka. Hal. 220 - 228.
Lutony, T.L. & Rahmayati, Y. (1994). Produksi Dan Perdagangan Minyak Atsiri.
Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 79 82
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal. 14 Silverstein, R. M. Bassler, G. C., dan Morril, T. C.
(1986).
21