Anda di halaman 1dari 12

I.

Tujuan Praktikum
1. Mampu melakukan formulasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril dengan baik.
2. Mampu melakukan teknik pembuatan sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl secara steril dan
aseptis.
3. Mampu melakukan evaluasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril.

II.

Tinjauan Pustaka
1. Definisi tetes mata
Tetes mata (Guttae Ophthalmicae) adalah suatu sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola
mata. Sediaan ini ditujukan untuk obat dalam atau obat luar, diteteskan menggunakan penetes yang
tetesannya setara dengan penetes baku dalam Farmakope Indonesia (1).
Sediaan tetes mata yang baik memiliki syarat sebagai berikut:
a. Steril
b. Jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
c. Sedapat mungkin isotonis, sama dengan 0,9% b/v NaCl. Rentang yang diterima yaitu 0.71.4% b/v atau 0.7-1.5% b/v.
d. Sedapat mungkin isohidris, sama dengan pH air mata yaitu 7.4.
Keuntungan sediaan tetes mata, antara lain lebih stabil dari pada salep (meskipun salep dengan
obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan) dan tidak menganggu penglihatan
ketika digunakan. Sedangkan kerugian dari sediaan tetes mata, antara lain waktu kontak yang relatif
singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi yang mempengaruhi bioavailabilitas obat mata.
Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam pembuatannya memerlukan
pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi sediaan, seperti penggunaan bahan aktif,
pengawet, agen pengisotonis, buffer/dapar, agen peningkat viskositas, dan pengemasan yang sesuai
(2)

2. Formula umum dalam sediaan tetes mata


Sediaan tetes mata umumnya terdiri dari(2):
a. Zat aktif
Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes mata bersifat basa lemah, asam
lemah, larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Bentuk garam yang biasa digunakan
adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa asam lemah,
biasanya digunakan garam natrium Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih
garam untuk formula larutan tetes mata, antara lain:
1

1)
2)
3)
4)

Kelarutan
Stabilitas
pH stabilitas dan kapasitas dapar
Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.

b. Bahan pembantu, yaitu:


1) Pengawet
Pengawet

yang

dipilih

seharusnya

dapat

mencegah

dan

membunuh

pertumbuhan

mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya
memiliki sifat antara lain bersifat bakteriostatik dan fungistatik, non iritan terhadap mata, kompatibel
terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai, tidak memiliki sifat alergen dan
mensensitisasi, serta dapat mempertahankan aktikvitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.
2) Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar. Rentang
tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata yaitu 0.6-2.0%.
3) Pendapar
Syarat pendapar pada sediaan tetes mata, antara lain dapat menstabilkan pH selama
penyimpanan dan konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat mengubah pH
air mata.
4) Peningkat viskositas
Viskositas untuk larutan tetes mata dianggap optimal jika nilainya berkisar antara 15-25 cps.
Pemilihan bahan peningkat viskositas didasarkan pada ketahanannya pada saat proses sterilisasi,
kemungkinan dapat disaring, stabilitas, dan ketidakcampuran dengan bahan lain. Agen peningkat
viskositas

yang

biasa

digunakan

dalam

sediaan

tetes

mata,

misalnya

metilselulosa,

hidroksipropilmetil-selulosa dan polivinil alcohol.


5) Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan tetes mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu,
dibutuhkan antioksidan sehingga oksidasi zat aktif dapat dicegah. Antioksidan yang sering
digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0.3%.
6) Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek, antara lain:
a) Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik).
2

b) Menurunkan tegangan permukaan antara obat tetes mata dan kornea sehingga
meningkatkan efek terapeutik zat aktif.
c) Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairanlakrimal dan
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan
penembusan dan penyerapan obat.
d) Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kornea.
Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan
golongan lainnya.
3. Metode sterilisasi
Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan terhadap semua mikroorganisme. Pada
prinsipnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, secara mekanik, fisik dan kimiawi.
a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil
(0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses
ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan
antibiotik.
b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan, penyinaran, dan pemanasan.
1) Pemijaran (dengan api langsung), yaitu membakar alat pada api secara langsung.
Contoh alat: jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
2) Panas kering, yaitu sterilisasi dengan oven pada suhu 60-1800 oC. Sterilisasi panas
kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
3) Uap air panas, konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih
tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
4) Uap air panas bertekanan, contohnya menggunakan autoklaf.
c. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan, antara lain alkohol.
d. Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi, dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang
cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim.
Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih dari enam bulan
pada suhu ruang(2).

4. Klasifikasi ruangan kerja


Klasifikasi area kerja berdasarkan CPOB dibagi menjadi white area (area kelas A,B,C dibawah
LAF), Grey Area (Area kelas D), Black Area (Kelas E) dan yang terakhir Unclassified Area.
Pembuatan sediaan steril tetes mata ini dilakukan dalam area kerja yang berdasarkan CPOB
diklasifikasikan menjadi beberapa area, yaitu:
a. Ruang kelas A
3

Area yang terlokalisasi untuk aktivitas yang memiliki risiko tinggi, seperti area pengisian
produk, area tempat tindakan aseptik dilakukan (pengujian sterilitas produk jadi) atau area yang
berada di dalam LAF dengan kecepatan aliran yang homogen antara 0,36-0,54 m/s (nilai acuan)
pada titik sekeliling kerja.
b. Ruang kelas B
Area yang melingkupi ruang besih kelas A terutama untuk proses produksi dengan sistem
preparasi dan pengisian larutan produk secara aseptis. Namun jika digunakan metode sterilisasi
akhir (terminally sterilized product) maka ruangan ini tidak perlu dikualifikasi.
c. Ruang kelas C
Area bersih untuk melakukan kegiatan dengan tingkat kekritisan yang lebih rendah di dalam
suatu proses pembuatan produk steril.
d. Ruang kelas D
Area bersih untuk melakukan kegiatan dengan tingkat kekritisan yang lebih rendah di dalam
suatu proses pembuatan produk steril. Meliputi:
1)
2)
3)
4)

Area penimbangan bahan baku beserta ruang-ruang antaranya.


Area preparasi larutan beserta ruang-ruang antaranya.
Area yang melingkupi mesin pengisian larutan beserta ruang-ruang antaranya.
Beberapa ruang antara luar di area yang melingkupi LAF untuk pengujian sterilitas
produk dan pengujian batas mikroba sampel(3).

III.

Identitas Zat Aktif


1. Nama zat aktif
2. Sinonim
3. Rumus molekul dan BM
4. Struktur molekul

5. Pemerian
6. Kelarutan

7. pKa
8. Log (P Oktanol/pH 7.4)

: Tetrasiklin HCl
: (4S,4aS,5aS,6S,12aS)-4-(Dimethylamino)-3,6,10,12,12apentahydroxy-6-methyl-1,11-dioxo-1,4,4a,5,5a,6,11,12aoctahydrotetracene-2-carboxamide hydrochloride.
: C22H24N2O8.HCl / 480.9 gr/mol.
:

: Serbuk kuning, tak berbau, higroskopis , kristal , amfoter


yang berwarna gelap di udara lembab pada paparan sinar
matahari yang kuat.
: Larut 1 bagian dalam 10 bagian air dan 1 bagian dalam
100 bagian alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform
dan eter; larut dalam metanol dan dalam larutan air
hidroksida alkali dan karbonat.
: 3.3, 7.7, 9.7 (25oC).
: 1.4
4

9. Stabilitas
10. Penyimpanan
IV.

: Stabil. Tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi kuat.


: Suhu -15o hingga -25oC, pada wadah yang sangat sedikit
mengandung air dan dihindarkan dari cahaya.

Data Farmakodinamik
1. Indikasi
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan sebagai obat pilihan untuk
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif, gram negatif, aerob, anaerob, spiroket,
mikroplasma, riketsia, klamidia, legionela, dan protozoa tertentu.
2. Mekanisme aksi
Tetrasiklin bekerja menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan dengan sub
unit ribosom 30S dan 50S
3. Efek samping
Efek samping yang paling sering muncul pada penggunaan tetrasiklin adalah mual, muntah,
dan diare khususnya pada pemberian dosis tinggi. Disfungsi ginjal juga dilaporkan pernah
terjadi akibat penggunaan tetrasiklin pada pasien dengan gangguan renal. Tetrasiklin juga dapat
merubah warna gigi, kuku, abnormalitas pigmen kulit, konjungtiva, mukosa mulut, lidah serta
menyebabkan hipoplasia enamel. Hipertensi intrakranial berupa sakit kepala, pusing, tinnitus,
gangguan penglihatan, dan papilloedema juga pernah dilaporkan akibat penggunaan tetrasiklin.

4. Kontra indikasi
Tetrasiklin kontra indikasi pada pasien yang memiliki hipersensitivitas dan fotosensitivitas
terhadap antibiotik golongan ini. Tetrasiklin sebaiknya tidak digunakan selama masa kehamilan
karena dapat menyebabkan resiko hepatotoksitas bagi ibu dan juga janin. Ibu menyusui serta
anak-anak <8 tahun juga tidak disarankan untuk menggunakan obat golongan ini. Perubahan
warna gigi yang permanen serta ketidakseimbangan pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat
penggunaan antibiotik ini.
5. Interaksi obat
Absorpsi tetrasiklin dapat diturunkan oleh kation divalen dan trivalen, seperti aluminium,
bismuth, kalsium, besi, magnesium, dan zink. Efek nefrotoksik dapat diperburuk jika diberikan
bersamaan dengan obat golongan diuretik, metoksifluran, atau obat lain yang berpotensi
menyebabkan nefrotoksik. Tetrasiklin juga dapat meningkatkan konsentrasi litium, digoksin,

halofantrin, dan teofilin di dalam serum, efek antikoagulan oral juga dapat ditingkatkan pada
beberapa pasien(4)(5).
V.

VI.

Nama Produk Kompetitor Di Pasaran


1. Ocudox convenience kit
2. Achromycin
3. Aureomycin(6).
Desain formulasi
1. Formula standar tetes mata Tetrasiklin HCl
Tiap 10 ml mengandung :

Nama Bahan

Jumlah

Tetrasiklin HCl
Aqua p.i (pro injeksi)

Fungsi

1%

Zat aktif (antibakteri)

ad 10 ml

Pelarut

2. Formulasi modifikasi tetes mata Tetrasiklin HCl(4)

Nama Bahan

Jumlah
(gram/100 ml)

Tetrasiklin HCl 1%

Zat aktif

NaCl 0.9%

0.5182

Pengisotonis

Benzalkonium klorida

0.0018

Pengawet

EDTA

0.024

Pengawet

Aqua p.i (pro injeksi)

VII.

0.14

Fungsi

Perhitungan Tonisitas
1. Tetrasiklin HCl E1%

Ad 100 ml

Pelarut

= 0,14
= 0,14 x 1%
= 0,14 gr/ 100 ml

2. EDTA E0,5%

= 0,24
= 0,24 x 0,1%
= 0,024 gr/ 100 ml

3. Benzalkonium Klorida E0,5% = 0,18


4. NaCl

VIII.

= 0,18 x 0,01%
= 0,0018 gr/ 100 ml
= 0,9 (0,14 + 0,024 + 0,0018)
= 0,9 0,3818
= 0,5182 gr/ 100 ml

Alat Dan Bahan Praktikum


1. Alat :
6

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Autoklaf
Batang pengaduk
Cawan porselin
Corong
Erlenmeyer
Gelas beker
Labu ukur
LAF
Neraca analitik
Pipet tetes
pH meter
Sendok tanduk
Spatula

2. Bahan:
a. Aquadest steril
b. Benzalkonium klorida
c. EDTA
d. NaCl 0.9%
e. Tetrasiklin
f. Water For Injection
IX.

Cara Pembuatan Sediaan


Alat dibungkus semua (kecuali porselin dan pipet tetes) dan disterilisasi
menggunakan autoklaf 121C selama 15 menit
Ditimbang bahan-bahan (bahan serbuk menggunakan kertas saring, bahan
cair menggunakan cawan porselin)

Dilakukan pencampuran Tetrasiklin + WFI secukupnya hingga larut, NaCl +


WFI secukupnya hingga larut, dan EDTA + Benzalkonium Klorida.

Dicampur semua larutan.


Disaring ke labu ukur dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas dan
dihomogenkan.
Diuji pH dan kejernihan
X.

Dimasukkan kekemasan primer.


Evaluasi Sediaan Tetes Mata Tetrasklin HCl
1. Uji pH
Diteteskan cairan pada kertas pH
Diuji dengan pH meter perubahan warna yang terjadi.
2. Uji kejernihan
Dilakukan 3x replikasi dan diambil nilai pH rata-rata sebagai hasil pH
Tetes mata diletakkan pada wadah yang
bersih dan jernih.
7

Diamati kejernihan larutan (jernih atau keruh).


3. Uji kebocoran
Botol kemasan primer yang berisi tetes mata Tetrasiklin HCl dikondisikan
dalam keadaan terbalik (tutup berada dibawah dengan kondisi terbuka).
Dicek terjadinya tetesan atau tidak.

XI.

Hasil Dan Pembahasan


1. Hasil Praktikum
a. Uji pH
b. Uji kejernihan
c. Uji Kebocoran
d. Gambar

: Nilai pH tetes mata Tetrasiklin HCl yang didapatkan sebesar 10.


: Sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl yang didapatkan keruh.
: Sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl yang didapatkan tidak
menunjukkan kebocoran.
:

2. Pembahasan
Percobaan mengenai pembuatan sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl ini bertujuan agar mampu
melakukan formulasi sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl steril dengan baik, steril, dan aseptis, serta
mampu melakukan evaluasi sediaan tersebut.
Tetes mata (Guttae Ophthalmicae) adalah suatu sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola
mata. Sediaan ini ditujukan untuk obat dalam atau obat luar, diteteskan menggunakan penetes yang
tetesannya setara dengan penetes baku dalam Farmakope Indonesia (1).
Sediaan tetes mata sebaiknya memiliki syarat antara lain steril, jernih, bebas partikel asing dan
serat halus, sedapat mungkin isotonis, sama dengan 0,9% b/v NaCl (rentang yang diterima yaitu 0.71.4% b/v atau 0.7-1.5% b/v), dan sedapat mungkin isohidris, sama dengan pH air mata yaitu 7.4(2).
Berdasarkan syarat tersebut, dikatakan bahwa sediaan tetes mata memiliki syarat isotonis dan
isohidris. Isotonis merupakan suatu kondisi dimana larutan obat, (dalam hal ini sediaan tetes mata)
memiliki tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh. Cairan tubuh termasuk darah dan cairan
8

mata mempunyai tekanan osmosis yang sebanding dengan larutan NaCl dalam air 0.9%. Sedangkan
isohidris adalah kondisi suatu larutan zat yang pH-nya sesuai dengan pH fisiologis tubuh, yaitu
sekitar 7.4. pH sediaan tetes mata yang diperbolehkan berkisar antara 4.5-9 (7).
Dalam prakteknya, batas isotonitas suatu tetes mata berupa NaCl atau ekuivalensinya dapat
berkisar antara 0.6-2.0 tanpa rasa tidak nyaman pada mata. Secara umum sediaan tetes mata boleh
hipertonis akan tetapi tidak boleh hipotonis. Hipertonis adalah suatu kondisi dimana tekanan
osmosis larutan obat lebih besar daripada tekanan osmosis cairan tubuh yang menyebabkan
terjadinya penciutan sel-sel darah merah (plasmolisa), sedangkan hipotonis merupakan kebalikan
dari hipertonis, yaitu tekanan osmosis larutan obat lebih rendah dari cairan tubuh yang
menyebebkan pecahnya sel-sel darah merah (hemolisa) (7).
Dalam sediaan tetes mata, dibutuhkan zat pengawet yang seharusnya dapat mencegah dan
membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan
obat tetes mata hendaknya memiliki sifat antara lain bersifat bakteriostatik dan fungistatik, non
iritan terhadap mata, kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai, tidak
memiliki sifat alergen dan mensensitisasi, serta dapat mempertahankan aktikvitasnya pada kondisi
normal penggunaan sediaan(2).
Formulasi sediaan tetes mata, yang merupakan salah satu contoh sediaan steril mutlak
membutuhkan proses sterilisasi. Sterilisasi sangat penting untuk dilakukan guna menghilangkan
mikroorganisme yang terdapat di dalam wadah yang digunakan untuk formulasi serta larutan tetes
mata yang telah dibuat. Larutan tetes mata yang dibuat dapat membawa banyak mikroorganisme,
salah satu contohnya adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi dari mikroorganisme ini dapat
menyebabkan kebutaan pada mata(8).
Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Laminary Air Flow (LAF), dan autoklaf.
Laminary Air Flow (LAF) adalah alat yang mengatur pergerakan udara, di mana udara yang berisi
mikroba akan di tarik keluar dengan arah tekanan horizontal, sehingga setiap mikroba yang berada
dalam ruang tersebut tidak dapat bertahan lama karena akan terus di tarik keluar. Sedangkan
autoklaf merupakan alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda
menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121 0C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit.
Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan
meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh
mikroorganisme(3).
Hasil sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl yang dibuat memiliki pH sebesar 10, berwarna kuning
keruh, dan tidak bocor saat dilakukan evaluasi kebocoran. Sediaan tetes mata yang keruh
kemungkinan karena pencampuran antara Tetrasiklin HCl dengan WFI yang kurang homogen. pH
9

yang didapat juga menunjukkan nilai pH yang kurang baik untuk digunakan sebagai tetes mata.
Berdasarkan literatur, range pH untuk sediaan tetes mata yang diperbolehkan sebesar 4.5-9 (7).
Cara penggunaan tetes mata yang baik antara lain:
a. Dicuci kedua tangan dengan air dan sabun sampai bersih,
b. Dipastikan kondisi ujung botol tetes mata dalam keadaan baik dan tidak rusak,
c. Dicondongkan kepala ke belakang, kemudian dtarik kelopak bawah mata menggunakan
jari telunjuk sehingga kelopak mata membentuk kantung,
d. Dipegang botol tetes mata dengan menggunakan tangan yang lainnya sedekat mungkin
dengan kelopak mata tanpa menyentuhnya. Ditekan botol tetes mata secara perlahan
sampai jumlah tetes cairan yang diperlukan masuk ke dalam kantung kelopak bawah mata.
Diusahakan jangan mengedip,
e. Ditutup mata selama 2-3 menit dan dibersihkan cairan berlebih pada wajah dengan
menggunakan tissue,
f. Jangan menyeka atau membilas ujung botol tetes mata dengan tangan secara langsung,
g. Dipasang kembali tutup botol tetes mata dengan rapat,
h. Tangan dicuci dengan air dan sabun untuk membersihkan sisa obat yang mungkin
menempel(9).
XII.

Kesimpulan
1. Sediaan tetes mata yang dibuat belum baik, dilihat dari nilai pH yang didapatkan (sebesar 10) di
luar rentang nilai pH yang diperbolehkan untuk sediaan tetes mata. Sediaan tetes mata yang
dibuat berwarna keruh yang menandakan pencampuran antara Tetrasiklin HCl dengan WFI yang
kurang homogen.
2. Telah mampu melakukan teknik pembuatan sediaan tetes mata Tetrasiklin HCl secara steril dan
aseptis. Teknik sterilisasi yang digunakan adalah sterilisas panas-basah menggunakan autoklaf
pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim., 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
112.
2. Lukas, S., 2006, Formulasi Steril, Penerbit Andi, Yogyakarta, 131.
3. Anonim., 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 92-99
4. Sweetman, S.C (editor)., 2009, Martindale The Complete Drug Reference Ed. 38 th, Pharmaceutical
Press, London, 347.
10

5. Anonim, 2005, Clarkes Analysis of Drugs and Poisons Ed. 5th, Pharmaceutical Press, London,245.
6. http://www.drugs.com/cons/tetracycline-ophthalmic.html, diakses pada tanggal 23 April 2015.
7. Jones, D., 2008, Pharmaceutics-Dosage Form and Design, Pharmaceutical Press, London, 132-134.
8. Syahrurachman, A., 2002, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Penerbit Binarupa Aksara, Tangerang,
55-56.
9. Anonim, 2012, Patient Education: How to Put in Your Eye Drops, Clinical Center National Institut of
Health, United Kingdom, 1-3.

LAMPIRAN:

11

Gambar kemasan

Brosur

Etiket untuk obat luar

12

Anda mungkin juga menyukai