Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

KAKI DIABETIK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

Ny. I

Tanggal Lahir

31Desember 1955 (59thn)

Jenis Kelamin

Perempuan

Nomor RM

116622

Alamat

Jl. Ar.Dg Ngunjung no.50

Tempat Perawatan:

Lantai 2 Aisyah

II.SUBJEKTIF
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA

: Bengkak pada kaki kiri

ANAMNESIS TERPIMPIN:
Dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya hanya
banjolan kecil kemudian lama kelamaan semakin membesar dan melebar.
Benjolan tersebut berisi nanah,, gatal, nyeri, terasa kram-kram, darah tidak ada,
tidak berbau.Saat ini pasien diterapi dengan Novorapid 6 unit/8 jam/subcutan
dan Levemir 12 unit/24 jam/subcutan sejak 4 tahun yang lalu. Pasien berobat
teratur.Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam ada sejak 4 hari yang lalu.
Pengelihatan kabur tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak tidak ada. Nyeri dada tidak
ada. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Nafsu makan biasa.
Buang air kecil lancar, warna kuning, buang air besar biasa lancar.
Riwayat Diabetes Mellitus sejak +12 tahun yang lalu, ada riwayat
hipertensi, riwayat operasi katarak pada mata kanan tahun 2008.Tidak ada
riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus, ada riwayat melahirkan anak
4kg. Pasien adalah ibu rumah tangga, memilki7 orang anak, tinggal bersama

anak, Orang tua (ayah dan ibu) sudah meninggal, suami sudah meninggal
(tahun 2012)
III. OBJEKTIF
Keadaanumum

: Sakit Sedang/Gizi Cukup/Compos Mentis

Tekanan Darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Pernapasan

: 20x/menit

Suhu

: 37,0oC

Tinggi Badan

: 150 cm

IMT

: 20 kg/m2

Berat Badan

: 45 kg

Status Gizi

:Normal

Kepala
Deformitas

: Tidak ada

Simetris muka

: Simetris kiri = kanan

Rambut

: Hitam, lurus, sukar dicabut

Mata
Eksoptalmus

: Tidak ada

Enoptalmus

:Tidak ada

Konjugtiva

: Anemi (+)

Sklera

:Ikterus (-)

Kornea

: Refleks kornea (+)

Pupil

: Isokor, 2,5mm/2,5mm

Telinga
Pendengaran

: Dalam batas normal

Nyeri tekan di prosesus mastoideus

: Tidak ada

Hidung
Pendarahan

: Tidak ada

Sekret

: Tidak ada

Mulut
Bibir

: Kering (-)

Lidah

: Kotor (-)

Tonsil : T1-T1, Hiperemis (-)

Faring

: Hiperemis (-)

Leher
Kelenjar getah bening

: Tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok

: Tidak ada pembesaran

DVS

: R-2 cmH2O

Pembuluh darah

: Tidak distended

Kaku Kuduk

: Tidak ada

Dada
Bentuk

: Normothorax, simetris kanan=kiri

Buah dada

: Tidak ada kelainan

Sela iga

: Sela iga kiri = kanan

Paru
Palpasi

: Fremitus raba simteris kiri=kanan, Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Batas paru hepar ICS VI kanan

Batas paru belakang kanan ICS IX


Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler

Ronchi -/-, Wheezing -/Jantung


Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas atas ICS III kiri


Batas kanan linea parasternalis dextra
Batas kiri linea midclavicularis sinistra ICS V

Auskultasi

: BJ I/II murni regular, Bising (-)

Abdomen

Inspeksi

:Datar, ikut gerak napas

Palpasi

: Massa tumor (-), Nyeri Tekan (-), Hepar tidak teraba, Lien

tidak teraba
Perkusi

: Timpani (+)

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas
Tampak edema pada dorsum pedis sinistra berisi pus (+), Nyeri (+), bengkak (+)
pada sekitar luka, perabaan hangat (+), Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi
a.poplitea (+), pulsasi a.dorsalis pedis (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium(7 Maret 2015):
N

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

WBC

13,7

4,0-10,0 x 103/ul

RBC

3,76

4,0-6,0 x 106/ul

HGB

10,8

12,0 - 16,0 gr/dl

HCT

33,6

35,0- 55,0 %

MCV

89,4

80,0-100,0 fl

MCH

28,7

26 - 34 pg

MCHC

32,1

31,0 - 35,5 gr/dl

PLT

244

150-400 x 103/ul

LYMPH

11,6

25 - 50

MONO

4,8

2- 10 x 103/ul

132,1

136-145

o
1.

2.

Darah Rutin

Elektrolit
Natrium

mmol/l

3.

4.

Kalium

3,78

3,5-5,1

mmol/l

Klorida

100

97-111

mmol/l

Ureum

27

10-50

mg/dl

Kreatinin

0,8

L<1,3 P<1,1 mg/dl

Ginjal dan hipertensi

Kimia hati
Albumin

3,2

AST/SGOT

14

ALT/SGPT

18

Glucose 2 Jam PP

406

Glucose Puasa

270

LDL

130

HDL

35,3

Kolesterol

224

Trigliserida

224

HbA1c

10,1

3,5-5

gr/dl

2-38

U/L

2-41

U/L

< 200

mg/dl

<110

mg/dl

<130

mg/dl

65

mg/dl

<200

mg/dl

<200

mg/dl

5.

4-6

Urinalisis
Warna
Ph
Berat Jenis

Kuning
5,5
1,025

Glukosa

+3

Protein

+2

Urobilinogen

Negativ

Kuning
4,5-8,0
1,005-1,035
Negatif
Negative
Negatif
Negative

Keton

Negative

Bilirubin

Negativ

Negative

Nitrit

Negative

Leukosit
Sedimen : Leukosit

+1

<5/LPB

Negatif

<5/LPB

Eritrosit

+2

Epitel

15-17
1-2
5-7

Foto Pedis AP + Obliq:


Foto Pedis Sinistra AP/obliq (7/03/2015):

Alignment tulang-tulang pedis intak dengan alignment os tarsal, metatarsal

dan interphalanx baik.


Tidak ada fraktur maupun dislokasi
Mineralisasi tulang baik
Soft tissue baik
Celah sendi yang tervisualisasi baik
Tidak ada tanda-tanda Osteomyelitis
Kesan : Tulang-tulang pedis intak dengan soft tissue baik
Foto Thoraks AP (11-03-2015)

Bercak infiltrate pada parakardial kanan


Cor : membesar dengan CTR >50%, aorta dilatasi
Sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak

Kesan : - Bronchopneumonia
-

Cardiomegaly et dilatation aortae

Foto tanggal (14 Maret 2015)


Foto Pedis post debridement

RESUME
Seorang pasien usia 59 tahun, masuk ke rumah sakit dengan
keluhan bengkak pada kaki kiri yang dialami sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya hanya banjolan kecil kemudian lama kelamaan semakin
membesar dan melebar. Benjolan tersebut berisi nanah, gatal, nyeri, terasa kramkram. Saat ini pasien diterapi dengan Novorapid 6 unit/8 jam/subcutan dan
Levemir 12 unit/24 jam/subcutan sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat demam ada
sejak 4 hari yang lalu. Riwayat Diabetes Mellitus sejak +12 tahun yang lalu, ada
riwayat hipertensi, riwayat operasi katarak pada mata kanan tahun 2008.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan Keadaan umum: sakit sedang/gizi
cukup/composmentis. Pemeriksaan fisis kepala, thorax, abdomen tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan ekstremitas tampak edema pada dorsum pedis
sinistra berisi pus (+), Nyeri (+), bengkak (+) pada sekitar luka, perabaan hangat
(+), Kemerahan (+), foeter (-), pulsasi a.dorsalis pedis (+)
8

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis sebesar 13,7


103/mm3. Selain itu, didapatkan kolesterol dan trigliserida 224 mg/dl, LDL 130
mg/dl, HDL 35,3 mg/dl. Pemeriksaan gula darah sewaktu sebesar 300 mg/dl dan
gula darah puasa sebesar 270 mg/dl. Pada pemeriksaan urin rutin terdapat
glukosa, protein, darah, sedimen leukosit dalam urin yang menunjukkan adanya
tanda-tanda nefropati diabetik.
Pada pemeriksaan foto pedis sinistra didapatkan Tulang-tulang pedis
intak dengan soft tissue baik, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai Diabetik Abses Pedis Sinistra + Diabetes
Mellitus tipe 2 non obese + Disiplidemia.
IV.

ASSESSMENT
1. Diabetic Abses pedis sinistra
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non-Obese
3. Disiplidemia

V.

PLANNING
Pengobatan

: - Diet DM 1700 kkal/hari


- IVFD NaCl 0.9% 28 tetes/menit
- Determir 12unit/24 jam/ Subcutan
- Aspart 6 unit/8 jam/ Subcutan
- Ceftriaxone 2 gr/24 jam/drips
- Cetirizine tab 0-0-1
- (Vit B1 100mg, Vit B6 200mg, Vit B12 200g) 2x1
- Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
- Atorvastatin 20 mg 0-0-1

Rencana pemeriksaan

: - GDS (pagi, siang, malam)


- Rawat luka/hari
- Konsul BTKV

PROGNOSIS
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia
Ad Vitam

: Dubia

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT


TANGGAL
6 Maret 2015
T : 140/80mmHg

PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari ke-1

INSTRUKSI DOKTER
R/
Diet DM 1700 kkal/hari
S: bengkak pada kaki kiri dialami 4 hari
10

N : 84 x/menit

yang

lalu

SMRS,

awalnya

hanya

P : 20 x/menit

benjolan kecil. Nyeri (+), nanah (+),

S : 36,50C

demam (-), mual-muntah (-), batuk (-),


Riwayat DM +12 tahun yang lalu
O: SS/GC/CM
Anemis (-) ikterus (-)
DVS R-1cmH20
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh-/-, Wh -/-,

IVFD NaCl 0.9% 28

tetes/menit
Determir 12unit/24 jam/

Subcutan
Aspart 6 unit/8 jam/

Subcutan
Ceftriaxone

jam/drips
Cetirizine tab 0-0-1
(Vit B1 100mg, Vit B6

gr/24

200mg, Vit B12 200g)

Cor : BJ I/II murni, regular

2x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Atorvastatin 20 mg 0-0-1

Abdomen : peristaltik (+) kesan normal


Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan (-)

Ekstremitas: edema pada dorsum pedis, Plan:


- Darah rutin, kimia darah,
nanah (+)
profil lipid, elektrolit, urin
A: -Diabetik Abses Dorsum Pedis Sinistra
-

rutin
GDS

DM tipe 2 non-obese

Perawatan hari ke-2

T : 140/90mmHg

S : Demam ada, nyeri pada kaki berkurang

N : 82 x/menit
P : 24 x/menit
S : 37,80C

O: SS/GC/CM
Anemis (-) ikterus (-)
DVS R-1cmH20

GDS siang : 388

Paru : BP: vesikuler,

(pagi,

siang, malam), HbA1c,


GDP, GD2PP
Rawat luka/hari
Foto Pedis sinistra
Konsul BTKV

7 Maret 2015

premeal

R/
Diet DM 1700 kkal/hari
IVFD NaCl 0.9% 28

tetes/menit
Determir 12unit/24 jam/

Subcutan
Aspart 6 unit/8 jam/

11

BT : Rh-/-, Wh -/-,

mg/dl
GDP : 267 mg/dl

Cor : BJ I/II murni, regular

GD2PP : 406

Abdomen : peristaltik (+) kesan normal

mg/dl

Ekstremitas: edema pada dorsum pedis,

Trigliserida : 244

Subcutan
Ceftriaxone

jam/drips
Cetirizine tab 0-0-1
(Vit B1 100mg, Vit B6

nanah (+)

mg/dl
Kolesterol : 224
mg/dl
HbA1C : 10,1 %

200mg, Vit B12 200g)

siang, malam)

A: -Diabetik Abses Dorsum Pedis Sinistra

10 Maret 2015

- DM tipe 2 non-obese
- Disiplidemia
Perawatan hari ke-5

T : 140/90mmHg

S : Demam tidak ada, nyeri pada kaki


berkurang

P : 22 x/menit
S : 36,20C

O: SS/GC/CM
Anemis (-) ikterus (-)

GDS pagi : 175

gr/24

2x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Foto Pedis AP/Obliq Sinistra
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Kesan : Tulang-tulang pedis intak
Zaldiar 3x1 (bila Demam)
dengan soft tissue baik
Plan:
- GDS premeal (pagi,

LDL : 130 mg/dl

N : 86 x/menit

DVS R-1cmH20

Siang : 264

Paru : BP: vesikuler,

R/
Diet DM 1700 kkal/hari
IVFD NaCl 0.9% 28

tetes/menit
Determir 12unit/24 jam/

Subcutan
Aspart 6 unit/8 jam/

Subcutan
Ceftriaxone

jam/drips
Cetirizine tab 0-0-1
(Vit B1 100mg, Vit B6

BT : Rh-/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas: edema pada dorsum pedis,
nanah (+)
A: -Diabetik Abses Dorsum Pedis Sinistra
-

DM tipe 2 non-obese

gr/24

200mg, Vit B12 200g)


2x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Plan:
- GDS

premeal

12

(pagi,

Disiplidemia

siang, malam)
R/

Orthopedi

o Rencana debridement /
S : luka pada dosrsum kaki
O : Keadaan Umum: SS/GC/CM
A: Abses dorsum pedis sinistra

drainase abses
o Inform
consent

persetujuan tindakan
o Konsul anastesi
R/
o Puasa mulai pada 04.00
pagi
o IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
o Cek GDS pagi
-Bila GDS >150 mg/dl

Anastesi
Pre-op visite Anastesi
Keadaan Umum: SS/GC/CM
Tanda vital : TD : 150/80 mmHg
N : 93 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,7 0C
11 Maret 2015

Perawatan hari ke-6

T : 150/80mmHg

S : Demam tidak ada

N : 86 x/menit

O: SS/GC/CM

P : 20 x/menit

Anemis (-) ikterus (-)

S : 36,5 0 C

DVS R-1cmH20
Paru : BP: vesikuler,

GDS : 205 mg/dl

BT : Rh-/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular

injeksi Novorapid 5 IU
-Bila GDS <150 mg/dl
Jgn injeksi Novorapid
o Setelah cek GDS, ganti
IVFD 0,5% 20 tpm
o EKG ulang
o Foto thorax
o Siapkan darah 250 ml
R/
Diet DM 1700 kkal/hari
IVFD NaCl 0.9% 28

tetes/menit
Determir 12unit/24 jam/

Subcutan
Aspart 6 unit/8 jam/

Subcutan
Ceftriaxone

jam/drips
Cetirizine tab 0-0-1
(Vit B1 100mg, Vit B6

Abdomen : peristaltik (+) kesan normal


Ekstremitas: edema pada dorsum pedis

13

gr/24

200mg, Vit B12 200g)


2x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Atorvastatin 20 mg 0-0-1

Foto thorax AP
-Brochopneumonia
-Dilatatio et elongation aorta

Plan:
- premeal

(pagi,

siang,

malam)
A: -Diabetik Abses Dorsum Pedis Sinistra
-

DM tipe 2 non-obese
Disiplidemia

R/
Ketorolac 30 mg/12J/IV

Post op:
Anastesi

Infuse dan obat-obatan lanjut

12 Maret 2015

Perawatan hari ke-7

T : 140/90mmHg

S : Demam tidak ada, mual muntah tidak

N : 88 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,5 0 C

ada, nafsu makan baik


O: SS/GC/CM
Anemis (-) ikterus (-)
DVS R-1cmH20

GDS

Paru : BP: vesikuler,


-

P: 157 mg/dl

BT : Rh /-, Wh /-,

S: 130 mg/dl

Cor : BJ I/II murni, regular

M: 150 mg/dl

Abdomen : peristaltik (+) kesan normal


Ekstremitas: edema pada dorsum pedis
A: -Diabetik Abses Dorsum Pedis Sinistra
-

DM tipe 2 non-obese
Disiplidemia

R/
Diet DM 1700 kkal/hari
IVFD NaCl 0.9% 28

tetes/menit
Determir 12unit/24 jam/

Subcutan
Aspart 6 unit/8 jam/

Subcutan
Ceftriaxone

jam/drips
Cetirizine tab 0-0-1
(Vit B1 100mg, Vit B6

gr/24

200mg, Vit B12 200g)


2x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Atorvastatin 20 mg 0-0-1

14

Plan:
- GDS

premeal

(pagi,

siang, malam)
R/
Terapi sesuai Interna
S : Keluhan : tidak ada
Orthopedi

O: SS/GC/CM

13 Maret 2015

A : Post debridement diabetic foot


Perawatan hari ke-8

T: 140/90 mmHg

S : Demam tidak ada, batuk tidak ada, nafsu

N: 88 x/menit
P:20 x/menit

makan baik
O: SS/GC/CM

S:36,7

Anemis (-) ikterus (-)

GDP : 126 mmHg

DVS R-1cmH20

GDS pagi :

Paru : BP: vesikuler,


-

Siang : 193

BT : Rh /-, Wh /-,

Malam: 169

Cor : BJ I/II murni, regular


Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas: edema (-)

A: -Diabetik Abses Dorsum Pedis Sinistra


-

DM tipe 2 non-obese
Disiplidemia

Diet DM 1700 kkal/hari


IVFD NaCl 0.9% 28

tetes/menit
Determir 12unit/24 jam/

Subcutan
Aspart 6 unit/8 jam/

Subcutan
Ceftriaxone

jam/drips
Cetirizine tab 0-0-1
(Vit B1 100mg, Vit B6

200mg, Vit B12 200g)


2x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Plan:
- GDS

premeal

siang, malam)

Orthopedi

S : keluhan tidak ada

gr/24

Boleh pulang
Terapi sesuai interna
15

(pagi,

O: SS/GC/CM
Luka operasi : baik, kering
A : Post debridement Diabetic foot

DISKUSI
Dari anamnesis, pasien wanita berusia 59 tahun ini memiliki riwayat diabetes
mellitus, sudah dapat diarahkan pada diagnosis kaki diabetik. Riwayat keluhan
neuropati, fokus infeksi berupa luka pada dorsum pedis sinistra, serta tanda-tanda
infeksi berupa demam, luka bernanah, dan tanda inflamasi lokal pada pedis sinistra.
Oleh karenanya, pasien ini sudah dapat didiagnosis sebagai kaki diabetik. Foto
roentgen pedis dilakukan untuk melihat ada tidaknya osteomyelitis atau gas gangrene,
dan untuk memastikan derajat kaki diabetik.
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari Kings College Hospital London, Klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai Klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes, Klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga
lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabtes dan juga Klasifikasi PEDIS yang
dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot 2003. Namun, di
Indonesia, Klasifikasi Wagner lebih sering dipakai saat ini.
Pasien ini didagnosis dengan Diabetic abses dorsum pedis sinistra dan
termasuk dalam kaki diabetik Wagner 2. Dari hasil foto pedis didapatkan tulangtulang pedis intak dengan soft tissue baik, ini menunjukkan bahwa untuk saat ini kaki
pada pasien masih bagus dan kemungkinan untuk terjadinya gangren masih kecil.
Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2 Non Obese karena berdasarkan
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) yang membagi alur diagnosis

16

DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas
DM terdiri ada poliuria, polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang
sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).
Jadi, apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu
kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Pada kasus ini, riwayat diabetes
dan hiperglikemia sudah cukup untuk mendiagnosis pasien sebagai penderita diabetes
mellitus.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah perawatan luka, antibiotik,
antikolesterol,

dan

terapi

insulin

intensif

untuk

mengontrol

gula

darah.

Penatalaksanaan rawat luka oleh BTKV penting untuk mencegah terjadinya infeksi
yang lebih berat. Adapun untuk kontrol gula darahnya, pada pasien ini diberikan
terapi insulin yang terdiri atas long-acting insulin dan rapid-acting insulin, sehingga
kadar gula darah diturunkan secara cepat.Insulin basal dan prandial diberikan sebagai
terapi intensif untuk mengontrol gula darah. Infeksi pada pasien ini merupakan
indikasi untuk pemberian terapi insulin intensif. Agar target glikemik tercapai,
dilakukan pemeriksaan kontrol gula darah preprandial dan gula darah puasa setiap
hari selama perawatan. Dosis insulin baik insulin basal maupun insulin prandial dapat
ditingkatkan bertahap setiap hari selama target gula darah yang terkontrol belum
tercapai.
Untuk menentukan terapi pengontrolan gula darah yang tepat, dilakukan
pemeriksaan kadar HbA1c pada pasien ini. Jika kadar HbA1c masih di bawah 6,5%,
masih dapat diatasi dengan modifikasi gaya hidup. Kadar HbA1c 6,5-7% diberikan
oral monotherapy, 7-8% diberikan combination oral therapy, sedangkan kadar
HbA1c > 8% sudah perlu dipertimbangkan pemberian injeksi insulin. Melihat hasil
pemeriksaan HbA1c pasien ini adalah 10,1% menunjukkan pasien ini memerlukan
injeksi insulin, maka diperlukan pemberian edukasi pada pasien dan keluarganya agar
dapat menggunakan insulin injeksi secara mandiri di rumah.

17

Selama perawatan, harus tetap dilakukan evaluasi berkala fungsi hati, fungsi
ginjal, dan status elektrolit. Ini bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya efek
samping obat, komplikasi akibat infeksi, maupun komplikasi akibat hiperglikemia.
Edukasi pasien mengenai pemakaian pelindung kaki, dan merawat luka. Pengaturan
diet dianjurkan untuk mengurangi risiko timbulnya berbagai komplikasi seperti
penyakit jantung koroner, stroke, dan lain-lain.

TINJAUAN PUSTAKA
KAKI DIABETIK
I.

PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi
pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Komplikasi lain DM
dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki
yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetic merupakan kombinasi neuropati otonom dan
neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Gangguan mikrosirkulasi
selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf juga
menurunkan aliran darah ke perifer hingga aliran darah tidak cukup dan terjadi
iskemia dan gangren. Faktor lain yang juga berperan adalah trauma tekan yang
terjadi terus-menerus, respon imun pasien dan jenis mikroba.3

18

Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan


oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita. Mayoritas pasien yang
diamputasi kakinya bermula dengan munculnya ulkus pada kaki. Deteksi awal
dan perawatan yang baik bisa mencegah dari tindakan amputasi.4
II.

EPIDEMIOLOGI
Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM paska amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun paska amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun paska amputasi.1 Sebanyak 10-15 % pasien diabetes biasanya mengidap
kaki diabetik. Tidak hanya itu, kaki diabetik menjadi penyebab dari 50% kasus
pasien diabetes yang dirawat di rumah sakit. 5
Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah
yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat
untuk mendalami masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai
kaki diabetik juga masih sangat menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya
pengobatan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya
juga menambah peliknya masalah kaki diabetik. 1

III.

ETIOLOGI
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah
(vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut
dibagi menjadi:3,6
a. Faktor Predisposisi

19

i.

Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma


seperti

kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin,

merokok, dan neuropati otonom.3


ii.

Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti


neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan
komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).3

iii.

Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma


yang tidak disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot
intrinsik lemah ntuk menampung berat badan seseorang dan
seterusnya terjadilah trauma. 6

b. Faktor Presipitasi 3
i. Perlukaan di kulit (jamur).
ii. Trauma.
iii. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
c. Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka3
i. Derajat luka.
ii. Perawatan luka.
iii.
Pengendalian kadar gula darah.
IV.

PATOFISOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati,
baik neuropati sensorik, motorik dan otonomakan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya
pengelolaan kaki diabetes.1

a. Vaskulopati

20

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan


permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi
turbulen yang meningkatkan resiko terbentuknya trombus. Pada stadium
lanjut, seluruh lumen arteri akan tersumbat dan menyebabkan aliran
kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren
yang luas. Manifestasi vaskulopati pada penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi
pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling
awal mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan
di bagian distal menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering sangat sulit
ditangani dan memerlukan amputasi.3
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan
membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan
anti platelet-aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus
dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya
iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf
perifernya.3
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung
secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine
dibagi menjadi stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio
intermitten, III.resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 2
b. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat
dengan patogenesis kaki diabetik.Neuropati diabetik pada fase awal
menyerang serabut saraf terutama di bagian perifer dari tungkai. Hal ini

21

disebut sebagai fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan bahwa
semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi
dibandingkan dengan ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu
mengalami neuropati.3
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses
jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan
menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan
menyebabkan iskemia, bahkan gangren.3
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf,
terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol
yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada jaringan saraf akan
mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan
kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap
dini

perjalanan

neuropati.

Selanjutnya

timbul

nyeri,

parestesia,

berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, serta gangguan motorik yang


disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi.
Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan
polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya
sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan
impotensi. 7
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik
yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi
akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan
periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi
menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara

22

berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta
berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi
infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.3
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 3
(1)

Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.

(2)

Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.

(3)

Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4)

Timbul ulserasi plantaris pedis.


Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik
tekanan, khususnya aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari
tulang kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang.
Perubahan

Charcot

juga

dapat

mempengaruhi

pergelangan

kaki,

menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki dan


ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan diamputasi. 6
b) Neuropati sensorik
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf
sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan
tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan
adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui
setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan
dapat membahayakan keselamatan pasien.3
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien
DM, seperti: 3
i.
ii.
iii.

Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada


tumit karena lama berbaring, dekubitus).
Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)

23

c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama
adalah akibat kerusakan saraf simpatik.Gangguan saraf otonom ini
mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau
tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.3
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi,
kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya
timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus. 3
c. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar
melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung
tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi
selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada
sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang
tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang.
Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab
infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif,
gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.3
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih
serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra
insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon)
yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula
darah juga menyebabkan kegagalan fungsi neutrofil dan gangguan sistem
24

imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel


PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan
aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN,
glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini
akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin. 3
Selain faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh
dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor
pendidikan, sosio ekonomi dan gizi juga punya andil cukup besar.
Pendidikan dan sosio ekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan
yang kurang mengenai Diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya,
kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan Diabetes mellitus
yang dideritanya dan status gizi yang rendah punya keterkaitan dengan
rendahnya respon imun hingga mempermudah terjadinya infeksi.3
V.

KLASIFIKASI
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang
sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari Kings College Hospital London,
klasifikasi Liverpool, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan
pengelolaan kaki diabetes, juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi
lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetik. Suatu klasifikasi mutakhir
dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot yaitu
klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan
kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati, sehingga
arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus
gangren dengan critical limb ischemia tentu lebih memerlukan tindakan
untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih dahulu.
Sebaliknya, kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus
adekuat. 1

25

Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam disertai selulitis tanpa abses atau tanpa kelainan
tulang
Wagner 3: Tukak dalam dengan kelainan kulit , abses luas yg dalam disertai
kelainan tulang / osteomielitis
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
VI.

GAMBARAN KLINIS
Gangren diabetik di sebut juga gangren panas. Karena walaupun
nekrosis, daerah akral tampak merah dan terasa hangat akibat peradangan.
Biasanya pulsasiarteri di bagian distal masih tetap teraba.Pada iskhemik
ringan, akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu berjalan atau
apabila di bagian distal dari kelainan vaskuler tersebut luka maka proses
penyembuhannya berlangsung lama.Secara praktis gambaran klinik kaki
diabetik dapat digolongkan sebagai berikut :3
a. Kaki neuropati
Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensorik
maupun motorik serta saraf otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati
menghambat impuls rangsangan dan memutus jaringan komunikasi dalam
tubuh. Neuropati sensorik memberikan gejala berupa keluhan kaki
kesemutan dan kurang rasa terutama di daerah ujung kaki. Neuropati
motorik ditandai dengan kelemahan otot, atropi otot, mudah lelah,
deformitas ibu jari dan sulit mengatur keseimbangan tubuh. Pada kaki
neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi teraba, reflek fisiologi
menurun dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka, sembuhnya lama.
26

b. Kaki iskemia
Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini
sudah ada kelainan neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri
tungkai bila berdiri, berjalan atau saat melaksanakan aktivitas fisik lain.
Kesakitan juga dapat terjadi pada arkus pedis saat istirahat atau malam
hari.Pada pemeriksaan terlihat perubahan warna kulit jadi pucat, tipis dan
mengkilap atau warna kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau
tibialis posterior sulit diraba. Dapat ditemukan ulkus akibat tekanan lokal.
Ulkusnya sukar sembuh dan akhirnya menjadi gangren.

VII.

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetik dapat dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
anamnesis, dapat ditanyakan riwayat timbulnya luka beserta perjalanan luka
tersebut. Selain itu menggali lebih dalam riwayat diabetes dan komplikasi
yang telah muncul secara lebih teliti dapat membantu penanganan lebih
lanjut dari penyakit ini. Anamnesis harus fokus pada gejala indikasi
kemungkinan neuropati perifer atau insufisiensi arteri perifer .
a) Gejala Neuropati Perifer
i.

Hipoestesia

ii.

Hiperestesia

iii.

Parestesia

iv.

Disestesia

v.

Nyeri radikuler

vi.

Anhidrosis

27

b) Gejala Insufisiensi Arteri Perifer


Kebanyakan

pasien

aterosklerosis

ekstremitas

bawah

tidak

menunjukkan gejala, dan sebagian yang lain mengalami gejala iskemik.


Pasien yang bergejala datang dengan klaudikasio intermiten, nyeri iskemik
saat istirahat, ulserasi kaki yang tidak sembuh, atau iskemia kaki.6
Kram atau kelelahan dari kelompok otot besar di salah satu atau
kedua ekstremitas bawah yang timbul setelah berjalan pada jarak tertentu
menunjukkan terjadinya klaudikasio intermiten . Gejala ini meningkat dan
berkurang dengan istirahat selama beberapa menit . Timbulnya klaudikasio
dapat terjadi lebih cepat dengan berjalan cepat atau berjalan turun naik
tangga.6
Klaudikasio merupakan penyakit oklusif infrainguinal yang biasanya
melibatkan otot betis. Ketidaknyamanan, kram, atau lemah di betis atau kaki
sangat umum pada populasi diabetes karena cenderung memiliki oklusi
aterosklerotik tibioperoneal.Calf atrofi otot juga dapat terjadi . Gejala yang
terjadi di bagian bokong atau paha menunjukkan adanya penyakit oklusi
aortoiliaka.6
Nyeri saat istirahat tidak sering terjadi pada penderita diabetes.
Dalam beberapa kasus, fissura, ulkus dan kelainan lain pada integritas kulit
adalah tanda pertama kehilangan perfusi. Gangrene pada pasien diabetes
kebiasaannya menbuktikan adanya infeksi.6
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki
diabetik berdasarkan sistem klasifikasi yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi
arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang
akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP,
28

GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto
pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM
yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam
menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.6
VIII.

DIAGNOSIS BANDING

1. Aterosklerosis
2. Insufisiensi Vena Kronik
3. Infeksi pada kaki diabetik
a.Ulkus trofik para diabetes klasik harus dibedakan dari berbagai masalah lain
yang cenderung terjadi pada orang dengan diabetes, seperti dermopati
diabetik, bullosis diabeticorum, xanthoma eruption, necrobiosis lipoidica,
dan anulare granuloma.6
b. Rasa sakit kaki pada penyakit arteri perifer harus dibedakan dari penyebab
nyeri yang lain, seperti radang sendi, nyeri otot, nyeri radikuler, kompresi
sumsum tulang belakang, tromboflebitis, anemia, dan myxedema.6
c.Neuropati diabetik harus dibedakan dari bentuk-bentuk neuropati lainnya,
termasuk neuropati vaskulitis, neuropati metabolik, neuropati otonom,
radikulopati, dan banyak lainnya.6

IX.

PENATALAKSANAAN
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetik, pada setiap tahap harus
diingat berbagai faktor yang harus dikendalikan yaitu:1
1) Mechanical Control-Pressure Control (Pengendalian Mekanik dan Tekanan)
2) Metabolic Control (Pengendalian Metabolik)
3) Vascular Control (Pengendalian Vaskuler)
29

4) Educational Control (Pengendalian Edukasional)


5) Wound Control (Pengendalian Luka)
6) Microbiological Control-Infection Control (Pengendalian Mikrobiologi dan
Infeksi)
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda
pula. Misalnya pada klasifikasi Edmonds 2004-2005, stadium 1 dan 2 tentu
saja faktor wound control dan infection control belum diperlukan,
sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor tersebut
harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama multidispliner
yang baik. Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, usaha preventif terjadinya
ulkus sangat dibutuhkan. Peran rehabilitasi medis untuk mencegah
terjadinya ulkus yaitu dengan cara mendistribusikan tekanan pada plantar
pedis memakai alas kaki khusus, serta berbagai terapi untuk non-weight
bearing lainnya.Cara ini sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan
akibat deformitas yang terjadi pada kaki diabetik.1
PENGELOLAAN KAKI DIABETIK
Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus (pencegahan
primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak
terjadi kecacatan atau deformitas (pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).1,3
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita
kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
30

Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko


terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan
1)
2)
3)
4)
5)
a)
b)

kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:1


Sensasi normal tanpa deformitas
Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
Insensitivitas tanpa deformitas
Iskemia tanpa deformitas
Kombinasi/complicated
Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan
terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha
pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut.
Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki yang insensitif,
alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif
tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas
kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar
untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Merobah gaya hidup, menghindari
rokok, memeriksa kaki sendiri dan merawatnya setiap hari serta
pemeriksaan gula darah secara teratur perlu dilakukan. Bila perilaku yang
positif telah dilaksanakan maka dampaknya adalah gula darah terkendali.
Juga perlu diberikan motivasi kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak
kehilangan gairah hidup.1,3
Penyuluhan

diperlukan

untuk

semua

kategori

risiko

tersebut.

Penyuluhan diberikan secara komprehensif agar penderita dapat memahami


dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes dapat mengalami
neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan akibat penderita
diabetes lebih mudah mengalami luka dibandingkan orang normal. Untuk

31

itu perlu pengenalan diabetes dan komplikasinya agar pasien dapat


membantu diri sendiri hingga komplikasi yang mungkin timbul dapat
dikurangi.1,3
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik untuk
memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai berikut: 1
1) Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar
glukosa

darah

diusahakan

agar

selalu

senormal

mungkin,

untuk

memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat


penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi
kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi
yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus
diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan
derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua faktor tersebut tentu
akan menghmbat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak
diperbaiki. 1
2) Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali
melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga
tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh
darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti
pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2,
serta pemeriksaan echo Doppler dan arteriografi.1

32

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan


pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular,
yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko1

Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia
Walking program latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan
oleh ahli rehabilitasi medik atau fisioterapis.

3) Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat
seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM, tetapi sampai
saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian
obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah
kaki penyandang DM. 1
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah, penanganan
kelainan kaki, neuropati diabetik, sirkulasi darah dan penanganan infeksi
serta rehabilitasi. Pengendalian gula darah harus disertai upaya perbaikan
keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.3
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk
memakai secara bersama obat yang melancarakan aliran darah dan yang
memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki aliran darah kita harus
memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.3
Sebagai mana yang telah kita ketahui gangguan endotel, gangguan
trombosit, dan dislipidemia menjadi penyebab utama terjadinya angiopati.
Jadi selain pengendalian gula darah, yang mutlak harus dilakukan adalah

33

pemberian anti agregasi dan vasodilator perifer. Pemberian obat anti


agregasi diharapkan dapat memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ
yang terserang. Ada beberapa pilihan obat yang dapat dipakai, yaitu
asetosal, pentoksifilin dan cilostazol.3
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila ditemukan
infeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaankultur.

Tidak jarang penderita

datang dengan sepsis sehingga pemberian antibiotiktidak perlu menunggu


hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan antibiotiknya adalah antibiotik
spektrum luas atau dikombinasi dengan golongan kloksasilin untuk terapi
vaskulitis dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob seperti
metronidazol dan klindamisin.3
4) Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan

revaskularisasi,

diperlukan

pemeriksaan

angiografi

untuk

mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1


Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.
Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular (PTCA).
Pada oklusi akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, dan
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan.1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik
sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
diabetik.1
5) Pengendalian Luka
34

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan
secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS dilakukan setelah debridement yang
adekuat. Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai dengan keadaan luka
dan juga letak luka tersebut. Dressing mengandung komponen zat penyerap
seperti carbonated dressing, alginate dressing

atau silver impregnated

dressing yang bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Debridement


yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik
yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti insisi,
drainase abses, debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan mengeluarkan
semua jaringan nekrosis untuk eliminasi infeksi, hingga mempercepat
penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas yang tegas antara
jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi atau amputasi dapat
direncanakan dengan seksama. Pada peradangan yang berat/luas disertai
penyebaran yang sangat cepat, amputasi harus dipertimbangkan dengan
segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat mengakibatkan septikemia.3
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses granulasi
dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan
luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat
ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 1
6) Pengendalian Metabolik dan Infeksi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan
dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian
tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola
kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta
kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
35

pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,


mencakup

kuman

Gram

positif

dan

negatif

(misalnya

golongan

sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap


kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
7) Pengendalian Mekanik dan Tekanan
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar
tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai
keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast
walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches,
wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. 1
Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi
tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan
prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal
head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
8) Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung
berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan
terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan,
keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk mengurangi
kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu
khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah
terjadinya ulkus baru. 1
X.

PROGNOSIS
36

Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena


semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya. Selain itu,
lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis
mempengaruhi proses penyembuhan luka, sehingga secara tidak langsung
akan mempengaruhi prognosis.1,6

REFERENSI
1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW et all (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009: h.19611965
2. Dyah Purnamasari. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam:
Sudoyo AW et all (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing, 2009: h.1880
3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam Majalah Kedokteran
Anadalas Volume 22 No.1 Januari - Juni 1998: h. 2-9
4. David G. Amstrong et all (eds). Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis
and Classification. University of Texas Health Science Center: 1998 Mar
15;57(6):1325-1332.
5. Kumar P. et all (eds). Kumar & Clarks Clinical Medicine Seventh
Edition.Saunders Elsevier: 2009: h. 1056-1057

37

6. Rowe Lopez V. (online) Diabetic Ulcer. Updated Sept 25,2012. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/460282
7. Price A. Sylvia et all (eds). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: h. 1117-1119

38

Anda mungkin juga menyukai